BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat perhatian yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. diatas 9 negara anggota lain. Dengan angka fertilitas atau Total Fertility Rate

BAB 1 PENDAHULUAN. berkualitas maka pemerintah memiliki visi dan misi baru. Visi baru pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia setelah Republik Rakyat China, India, Amerika Serikat dan kemudian

I. PENDAHULUAN. di Indonesia tersebut, pada hakekatnya digolongkan menjadi dua yaitu laju

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat jumlah

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

Tingkat pertumbuhan sekitar 1,48% per tahun dan tingkat kelahiran atau Total

I. PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak

BAB 1 : PENDAHULUAN. dengan angka fertilitas atau total fertility rate (TFR) 2,6. Indonesia masih berada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 229 juta jiwa. Dimana terjadi peningkatan jumlah

menikah di usia muda di Indonesia dengan usia tahun pada tahun 2010 lebih dari wanita muda berusia tahun di Indonesia sudah

BAB I PENDAHULUAN. 2010) dan laju pertumbuhan penduduk antara tahun sebesar 1,49% yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Nomor 10

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB) yang masih cukup tinggi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang memiliki banyak masalah kependudukan yang

pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. berkesinambungan. Masalah reproduksi di Indonesia mempunyai dua dimensi,

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk yang sangat tinggi dan sangat padat. Di dunia, Indonesia berada pada posisi

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan salah satu masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. bahwa angka kematian ibu (AKI) di Indonesia di tahun 2012 mengalami kenaikan

BAB 1 PENDAHULUAN. (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat kemungkinan suatu keadaan yang dapat mengancam jiwa ibu dan

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan hasil kesepakan International Conference On Population and

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga berencana (KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga. alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran.

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistika, 2012). Berdasarkan gambar 1.1 terjadi peningkatan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009). Program KB tidak hanya

BAB 1 PENDAHULUAN. sebab apapun yang berkaitan atau memperberat kehamilan diluar kecelakaan. Angka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 menjelaskan bahwa sejak tahun laju

BAB 1 PENDAHULUAN berjumlah jiwa meningkat menjadi jiwa di tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya laju pertumbuhan penduduk merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :

BAB 1 PENDAHULUAN. keterbatasan. Pertumbuhan penduduk yang pesat dan terbatasnya lahan sebagai sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sedemikian rupa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDG s) telah disepakati

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Laporan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 dan Laporan Performance Monitoring and Accountability 2020 (PMA2020) gelombang

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA BERENCANA PADA KELOMPOK IBU DI WILAYAH PUSKESMAS I SUKOHARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian ibu, selain dari Asuhan Antenatal, Persalinan Bersih dan Aman dan

I. PENDAHULUAN. tinggi. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk pada bulan Agustus 2010 jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Hasil Sensus Penduduk tahun 2000 menunjukkan, penduduk Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dalam hal ini adalah keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari berbagai masalah kependudukan. Masalah di bidang. Indonesia sebesar 1,49% per tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan mengalami kemunduruan. Setelah program KB digalakkan pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk serta meningkatkan kesehatan ibu dan anak.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muda, dan arus urbanisasi ke kota-kota merupakan masalah-masalah pokok

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan

BAB 1 PENDAHULUAN. namun kemampuan mengembangkan sumber daya alam seperti deret hitung. Alam

I. PENDAHULUAN. metode kontrasepsi tersebut adalah Intra Uterine Device (IUD), implant, kondom, suntik, metode operatif untuk wanita (MOW), metode

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam waktu 10 tahun. Jumlah penduduk dunia tumbuh begitu cepat, dahulu untuk

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial, budaya, agama serta lingkungan penduduk. Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. (bkkbn.go.id 20 Agustus 2016 di akses jam WIB). besar pada jumlah penduduk dunia secara keseluruhan. Padahal, jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. menggalakkan program keluarga berencana dengan menggunakan metode

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi. 1. Indonesia yang kini telah mencapai 237,6 juta hingga tahun 2010 menuntut

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbandingan karakteristik...,cicik Zehan Farahwati, FKM UI, 2009

Imelda Erman, Yeni Elviani Dosen Prodi Keperawatan Lubuklinggau Politeknik Kesehatan Palembang ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. tidak segera mendapatkan pemecahannya. Jumlah penduduk yang besar dapat. menimbulkan dampak terhadap kesejahteraan setiap keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia (Cina, India, dan Amerika Serikat) dengan. 35 tahun (Hartanto, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Laporan BKKBN (2008)

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya menurunkan hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui Millenium

ABSTRAK. Kata kunci: pengalaman, seksual, vasektomi. Referensi (108: )

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi Indonesia. Dinamika laju pertumbuhan penduduk di

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga berencana telah menjadi salah satu sejarah keberhasilan dan

BAB I. termasuk individu anggota keluarga untuk merencanakan kehidupan berkeluarga yang baik

BAB 1 : PENDAHULUAN. utama masalah kesehatan bagi umat manusia dewasa ini. Data Organisasi Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Hasil penelitian UN-

BAB I PENDAHULUAN. kualitas penduduk dan pengarahan mobilitas penduduk kedepan. Berdasarkan hasil

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya pubertas, yaitu seseorang yang dulunya masih anak-anak menjadi mampu

BAB I PENDAHULUAN. besar jiwa pada tahun 2010, laju pertumbuhan tinggi yaitu sebesar

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini diakui bahwa program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan permulaan suatu kehidupan baru. pertumbuhan janin pada seorang ibu. Ibu hamil merupakan salah satu

ABSTRACT PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN USIA KAWIN PERTAMA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP JUMLAH ANAK

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan

Pengaturan Akses Serta Penyelenggaraan Pelayanan dan Pembiayaan KB MOP dan MOW di Kota Salatiga

BAB 1 PENDAHULUAN. negara ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak yaitu 256 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai

BAB I PENDAHULUAN. Berencana Nasional tersebut dapat dilihat pada pelaksanaan Program Making

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat perhatian yang serius. Program pembangunan termasuk pembangunan dibidang kesehatan harus didasarkan pada dinamika kependudukan. Situasi dan kondisi Indonesia dalam bidang kependudukan, kualitasnya saat ini masih sangat memprihatinkan. Hal ini merupakan suatu fenomena yang memerlukan perhatian dan penanganan secara seksama. Hingga saat ini telah dilakukan berbagai usaha untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk, terutama melalui pengendalian angka kelahiran atau fertilitas. Upaya penurunan angka kelahiran ini dilakukan dengan cara pemakaian kontrasepsi secara sukarela kepada pasangan usia subur. Dengan pemakaian kontrasepsi oleh pasangan usia subur yang semakin memasyarakat diharapkan semakin banyak kehamilan dan kelahiran yang dapat dicegah, yang kemudian akan menurunkan angka kelahiran atau fertilitas (Depkes RI, 2014). Indonesia memiliki 34 Provinsi dengan jumlah penduduk sebanyak 248,4 juta jiwa. Indonesia merupakan negara berkembang dengan jumlah penduduk yang sangat tinggi dan sangat padat. Menurut World Population Data Sheet 2013, Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak dan menempati urutan pertama di antara negara ASEAN, jauh diatas 9 negara lainnya. Dengan Angka Fertilitas atau Total Fertility Rate (TFR) 2,6 %, Indonesia masih

berada diatas rata-rata TFR negara ASEAN, yaitu 2,4%. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 adalah 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49%. Ini berarti setiap tahunnya terjadi pertumbuhan penduduk sekitar 3,5 juta lebih pertahunnya (BPS, 2014). Jika laju pertumbuhan tidak ditekan maka diperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2045 bisa menjadi sekitar 450 juta jiwa (BKKBN, 2014). Data SDKI 2012 menunjukkan tren Prevalensi Penggunaan Kontrasepsi atau Contraceptive Prevalence Rate (CPR) di Indonesia sejak 1991-2012 cenderung meningkat, sementara tren angka fertilitas atau Total Fertility Rate (TFR) cenderung menurun. Tren ini menggambarkan bahwa meningkatnya cakupan wanita usia 15-49 tahun yang melakukan KB sejalan dengan menurunnya angka fertilitas nasional. Bila dibandingkan dengan target RPJMN 2014, CPR telah melampaui target (60,1%) dengan capaian 61,9%, TFR juga sudah mencapai target nasional sebesar 2,36% dengan angka tahun 2013 sebesar 2,6% (Kemenkes RI, 2014). Tingginya angka pertumbuhan di Indonesia tidak hanya berdampak pada ledakan penduduk di indonesia tetapi juga berhubungan dengan angka kematian Ibu (AKI) Dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia. Tingginya angka fertilitas akan berdampak pada persalinan ibu yang sangat berisiko mengalami komplikasi apabila terlalu sering melahirkan dan mengakibatkan kematian. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2014, angka kematian ibu (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar

359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih cukup tinggi apalagi jika dibandingkan dengan negara negara tetangga. Untuk menekan angka pertumbuhan di indonesia yang terlalu tinggi negara menerbitkan Program Keluarga Berencana (KB) dilakukan dalam rangka mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran. Sasaran program KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang lebih dititikberatkan pada kelompok Wanita Usia Subur (WUS) yang berada pada kisaran usia 15-49 tahun. Program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu strategi untuk mengurangi kematian ibu khususnya ibu dengan kondisi 4T yaitu terlalu muda melahirkan (di bawah usia 20 tahun), terlalu sering melahirkan, terlalu dekat jarak melahirkan, dan terlalu tua melahirkan (di atas usia 35 tahun). Keluarga berencana (KB) merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan ketahanan keluarga, kesehatan, dan keselamatan ibu, anak, serta perempuan. Pelayanan KB menyediakan informasi, pendidikan, dan caracara bagi laki-laki dan perempuan untuk dapat merencanakan kapan akan mempunyai anak, berapa jumlah anak, berapa tahun jarak usia antara anak, serta kapan akan berhenti mempunyai anak (Depkes RI, 2014). Dalam paradigma baru program keluarga berencana ini, misinya sangat menekankan pentingnya upaya menghormati hak hak reproduksi, sebagai integral dalam meningkatkan kualitas keluarga. Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategi Empat Pilar Safe Motherhood. Dewasa ini, di antaranya

program Keluarga Berencana (KB) sebagai pilar pertama, telah dianggap berhasil (Saifudin, 2010). Dalam berjalannya program KB di Indonesia cakupan KB aktif secara nasional sebesar 75,88% pada tahun 2013. Dari 34 provinsi, ada 15 provinsi yang cakupannya masih berada dibawah cakupan nasional. Provinsi Bengkulu merupakan provinsi dengan cakupan tertinggi sebesar 87,70%, dan Provinsi Papua merupakan provinsi dengan cakupan terendah sebesar 67,15% (Kemenkes RI, 2014). Provinsi Aceh tahun 2014 dengan cakupan KB aktif sebesar 78,76% sudah melampaui cakupan KB aktif secara nasional. Tetapi hal itu berbanding terbalik dengan yang terjadi di setiap kabupaten di Provinsi Aceh. Hal itu terlihat pada Kabupaten Aceh Barat yang mengalami peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun, pada tahun 2012 jumlah penduduk sebanyak 149.508 jiwa dan semakin meningkat pada tahun 2013 menjadi 159.508 jiwa. Jumlah kelahiran bayi di Kabupaten Aceh Barat tahun 2013 naik hingga 0,03 persen atau 2.583 bayi dari jumlah kelahiran bayi di tahun 2012. Tingginya angka kelahiran pada setiap tahunnya akan meningkatkan jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Barat untuk beberapa tahun kedepannya. Dari hasil pendataan Keluarga Sejahtera yang dilaksanakan setiap tahunnya dapat dilihat bahwa pencapaian akseptor baru sangat rendah, yaitu hanya 14,25% pada tahun 2012 dan 13,43% tahun 2013 dengan pertumbuhan yang sangat rendah pula, yaitu hanya 0,73%. Pencapaian ini masih dibawah target yang telah ditentukan oleh pemerintah dan tidak sebanding dengan

peningkatan jumlah pasangan usia subur yang ada di daerah tersebut, yaitu 60,88% (Profil Kesehatan Kabupaten Aceh Barat, 2013). Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan oleh peneliti di Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat tahun 2014, peneliti menemukan bahwa di Kecamatan Arongan Lambalek adalah salah satu kecamatan yang ada di wilayah Aceh Barat dengan jumlah penduduk yang cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 jumlah penduduknya sebanyak 11.436 jiwa, meningkat pada tahun 2014 menjadi sebanyak 12.257 jiwa dengan jumlah PUS yang tidak menjadi akseptor KB adalah sebanyak 573 PUS. (PPKS Kabupaten Aceh Barat, 2014). Dalam berjalannya program KB di Indonesia yang menjadi penyebab kurangnya minat PUS menggunakan alat kontrasepsi karena adanya sosial budaya yang mengikat individu dalam menentukan pilihan. Menurut Tumanggor (2010) sosial budaya merupakan konsep, kepercayaan, nilai, moral, hukum, adat istiadat, dan norma yang dianut masyarakat yang mempengaruhi prilaku masyarakat yang berasal dari alam sekelilingnya. Menurut Mubarak (2012) Sosial budaya sering sekali menjadi penghalang atau menghambat terciptanya kesehatan di masyarakat. Sebagai contoh beberapa daerah menganggap mengkonsumsi alkohol berfungsi menghangatkan tubuh, namun secara kesehatan apabila mengkonsumsi alkohol dapat membahayakan kerja tubuh. Dalam hal penggunaan kontrasepsi pun sering terhalang dengan sosial budaya seperti pada suku batak yang memiliki pemikiran tentang nilai anak yaitu, anak laki-laki sebagai penerus keluarga yang apabila belum memiliki anak laki-laki akan terus

melahirkan anak dan juga menilai anak sebagai rezeki, sehingga menyatakan bahwa banyak anak lebih baik. Selain sosial budaya kurangnya pengetahuan dan sikap PUS terhadap cara dan manfaat dari menggunakan alat kontrasepsi juga menjadi penghambat tercapainya cakupan KB di indonesia. Hasil penelitian Nora (2011) menyatakan bahwa pengetahuan PUS berhubungan dalam pengambilan keputusan menjadi Aseptor KB, semakin tinggi pengetahuan PUS tentang cara dan manfaat dari alat kontrasepsi semakin timbul minat PUS tersebut untuk menggunakan alat kontarsepsi. Sehingga pengetahuan PUS tentang KB sangat perlu untuk diperhatikan. Selain itu sikap merupakan respon yang diberikan seseorang terhadap suatu objek. Menurut Nora (2011) bahwa sikap berpengaruh terhadap pemilihan menggunakan alat kontrasepsi, semakin baik sikap ditunjukan oleh PUS terhadap alat kontrasepsi tertentu semakin besar kemungkinan dia akan memilih alat kontrasepsi tersebut. Menurut Saifudin (2010) apabila ingin mengubah sikap seseorang kita harus mengetahui bagaimana sikapnya tentang hal yang ingin diubah sehingga kita dapat menentukan cara untuk mengubah sikap tersebut. Disamping itu karakteristik penduduk juga mendukung terhadap keberhasilan cakupan KB di Indonesia. Menurut Nuraidah (2003) di Kelurahan Pasir Putih menyatakan keinginan untuk menggunakan kontrasepsi meningkat pada umur 20-35 tahun. Mereka yang berumur tua mempunyai peluang lebih kecil untuk menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan dengan yang muda.

Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh ibu juga berpengaruh terhadap pemilihan penggunaan kontrasepsi. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi biasanya memiliki prilaku yang baik dalam menerima KB, sebaliknya ibu yang memiliki pendidikan rendah kurang baik dalam menerima KB. Dalam mengambil keputusan menjadi akseptor KB dibutuhkan biaya untuk membeli alat kontrasepsi. Kondisi lemahnya ekonomi keluarga memengaruhi daya beli keluarga termasuk membeli alat kontrasepsi. Keluarga miskin pada umumnya memiliki anggota keluarga yang cukup banyak dan memiliki kualitas kesehatan yang rendah. Hal ini menjadikan kemiskinan menghambat partisipasi masyarakat untuk meningkatkan cakupan KB (BKKBN, 2014). Jumlah anak yang dilahirkan hidup juga berkaitan erat dengan penggunaan alat kontrasepsi karena semakin banyak jumlah anak akan semakin cendrung mengalami risiko tinggi persalinan. Penelitian Satyawati (2012) di wilayah Indonesia Timur memperoleh hasil bahwa ada hubungan yang bermakna antara jumlah anak dengan penggunaan kontrasepsi yaitu ibu yang memiliki anak lebih dari 2 memiliki kemungkinan menggunakan kontrasepsi 2,42 kali dibanding dengan ibu yang tidak memiliki anak dan memiliki 1 anak. Rendahnya akseptor KB di daerah kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat diketahuinya menjadi faktor penyebab tingginya angka kelahiran yang terjadi di wilayah tersebut dan banyak faktor yang memengaruhi ketidakikutsertaan pasangan usia subur menjadi akseptor keluarga berencana membuat peneliti ingin meneliti apakah yang menjadi determinan ketidakikutsertaan Pasangan Usia Subur

(PUS) menjadi akseptor Keluarga Berencana (KB) di Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat tahun 2015. 1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas permasalahan dalam penelitian ini adalah rendahnya cakupan aseptor KB di Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat yang berbanding terbalik dengan Provinsi Aceh yang sudah melewati batas cakupan nasional dan belum diketahuinya faktor penyebab PUS tidak ikut serta menjadi akseptor KB sehingga perlu dilakukan penelitian determinan ketidakikutsertaan Pasangan Usia Subur (PUS) menjadi akseptor Keluarga Berencana (KB) di Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat tahun 2015. 1.3. Tujuan Penelitian Untuk menganalisis determinan ketidakikutsertaan Pasangan Usia Subur (PUS) menjadi akseptor Keluarga Berencana (KB) di Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat tahun 2015. 1.4. Hipotesis Adanya pengaruh determinan ketidakikutsertaan Pasangan Usia Subur (PUS) menjadi akseptor Keluarga Berencana (KB) di Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat tahun 2015.

1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai bahan masukan bagi kantor PP dan KS Kabupaten Aceh Barat khususnya Kecamatan Arongan Lambalek untuk dapat meningkatkan cakupan program KB. 2. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat dalam meningkatkan keikutsertaan pasangan usia subur dalam program KB. 3. Sebagai masukan bagi peneliti selanjutnya untuk menjadi rujukan dengan judul yang hampir sesuai.