BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Anak

dokumen-dokumen yang mirip
Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dunia meningkat sangat pesat, ditandai dengan

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor

BAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan

Bentuk Kekerasan Seksual

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

LATAR BELAKANG. Click to edit Master subtitle style

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

PANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK:

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Di masa lalu

ANGGOTA GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN

Perdagangan anak yang dipahami disini adalah perdagangan orang. Undang-undang Republik Indonesia No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA. Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1.

BERITA NEGARA. No.1048, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Perdagangan Orang. Pencegahan. Penanganan. Panduan.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK (TRAFFICKING) DI INDONESIA

Apa itu migrasi? Apakah Migrasi Tenaga Kerja? Migrasi adalah tindakan berpindah ke tempat lain baik di dalam satu negara maupun ke negara lain.

Kekerasan Seksual. Sebuah Pengenalan. Bentuk

PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TERUTAMA PEREMPUAN & ANAK DI KALIMANTAN BARAT

Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

Bagaimana Kebebasan Menyikapi Prostitusi di Indonesia? Oleh: Fadly Noor Azizi

BAB III TINDAK PIDANA JUAL BELI ORGAN TUBUH ANAK DAN BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PELAKU, SERTA UPAYA PENANGGULANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya kasus trafiking yang tidak dipungkiri sering terjadi di Indonesia sendiri.

PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. orang migrasi ke kota untuk bekerja. Adanya migrasi ke kota membawa

B A B 1 P E N D A H U L U A N. Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah

UPAYA PENANGGULANGAN PERDAGANGAN TENAGA KERJA (TRAFFICKING IN PERSON FOR LABOR) DI INDONESIA

Pekerja Rumah Tangga di Indonesia

Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga

PERLINDUNGAN KORBAN KEJAHATAN PERDAGANGAN MANUSIA SEBAGAI WUJUD PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA. Oleh I Gede Suryadi Suatra Putrawan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DI WILAYAH HUKUM KABUPATEN JEMBRANA

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN

BAB I PENDAHULUAN. melekat dan menjadi predikat baru bagi Negara Indonesia. Dalam pandangan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum bukan

BAB III PENUTUP. diuraikan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Perlindungan hukum terhadap perempuan korban trafficking dilakukan

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MASYARAKATUNTUK MENCEGAH TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Menurut Sadjijono dalam bukunya mengatakan:

BAB I PENDAHULUAN. serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang. ditentukan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2007.

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

-2- Selanjutnya, peran Pemerintah Daerah dalam memberikan pelindungan kepada Pekerja Migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten/kota, dan p

Situasi Global dan Nasional

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ANAK TURUT SERTA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum pidana menempati posisi penting dalam seluruh sistem

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak :

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) DI INDONESIA

PENYUSUNAN STANDAR INTERNASIONAL UNTUK PEKERJA RUMAH TANGGA. Organisasi Perburuhan Internasional

Administrative Policy Bahasa Indonesian translation from English original

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Laporan Hasil Penelitian Kebijakan, Intervensi Hukum, Sistem, Rencana Strategi dan Struktur Penegak Hukum Dalam Penanganan Korban Perdagangan Anak

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu,

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK

Kekerasan dalam Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina. terjadi dikalangan masyarakat pada umumnya.

BAB V PENUTUP. kriminalitas namun perdagangan anak juga menyangkut tentang pelanggaran terhadap

I. PENDAHULUAN. orang itu sendiri merupakan fenomena kejahatan terorganisir Internasional yang memiliki daya

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PERLINDUNGAN SAKSI KORBAN DAN RESTITUSI DALAM TINDAK PIDANA TRAFIKING (Studi Di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam) Eliwarti Ferri Aries Suranta ABSTRAK

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI KABUPATEN SUBANG PROVINSI JAWA BARAT

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Deskriptif Kualitatif merupakan metode menguraikan menurut kualitas. Teknik pengumpulan data dilakukan dari berbagai sumber:

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

BUKU SAKU PENCEGAHAN PERDAGANGAN ANAK

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

SEJAK 2011, BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REKOMENDASIKAN MORATORIUM PENGIRIMAN TENAGA KERJA INDONESIA KE TIMUR TENGAH

BAB I PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK TERHADAP PRAKTIK PERDAGANGAN ANAK (TRAFFICKING) DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Anak Belum ada rumusan yang memadai tentang Human Trafficking, penggunaan yang paling mungkin untuk menunjukkan bahwa tindakan perdagangan manusia tersebut adalah sebuah kejahatan tersebut tersebar dalam berbagai undang-undang. Misalnya KUHP, Undang-undang Perlindungan Anak, Undang-undang Buruh Migran, dan lain-lain. Karena itu, upaya memasukkan jenis kejahatan ini ke dalam perundang-undangan di Indonesia adalah langkah yang positif. Dengan diundangkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang rumusan tentang perdagangan orang/human trafficking yang terdapat dalam undang-undang ini menjadi rujukan utama. Pasal 1 angka 1 menyebutkan: Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Sebelum lahirnya UU ini pengertian trafficking yang umumnya paling banyak dipakai adalah pengertian yang diambil dari Protokol PBB untuk mencegah, menekan dan menghukum pelaku trafficking terhadap manusia, khususnya perempuan dan anak (selanjutnya disebut Protokol Trafficking). Dalam protokol ini pengertian 38

trafficking ialah: Perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang, melalui penggunaan ancaman atau tekanan atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi rentan atau memberi/menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan sehingga mendapatkan persetujuan dari seseorang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, untuk tujuan eksploitasi. 14 Resolusi Majelis Umum PBB No. 49/166 mendefinisikan traficking adalah: Perdagangan adalah suatu perkumpulan gelap oleh beberapa orang di lintas nasional dan perbatasan internasional, sebagian berasal dari negara-negara yang berkembang dengan peubahan ekonominya, dengan tujuan akhir memaksa wanita dan anak-anak perempuan bekerja di bidang seksual dan penindasan ekonomis dan dalam keadaan eksploitasi untuk agen, penyalur dan sendikat kejahatan, sebagaimana kegiatan ilegal lainnya yang berhubungan dengan perdagangan seperti pembantu rumah tangga, perkawinan palsu, pekerjaan gelap dan adopsi. 15 Global Aliance Trafic in Women (GAATW) mendefinisikan istilah perdagangan (trafficking) adalah: Semua usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan, transfer, pengiriman atau penerimaan seseorang dengan menggunakan penipuan atau tekanan, termasuk penggunaan ancaman kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang dengan tujuan untuk menempatkan atau menahan orang tersebut, baik dibayar atau tidak, untuk kerja yang tidak diinginkan (domestik seksual atau reproduktif) dalam kerja paksa atau dalam kondisi perbudakan dalam suatu lingkungan lain dari tempat dimana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali. 16 14 Agusmidah, Tenaga Kerja Indonesia, Perdagangan Manusia (Human Trafficking) dan Upaya Penanggulangannya (Sudut Pandang Hukum Ketenagakerjaan), Makalah disampaikan dalam acara Dialog Interaktif tentang Tekad Memberantas Perdagangan Perempuan dan Anak Dengan Memberi Advokasi Penegakan Hukum Melalui UU No. 21 Tahun 2007. Diselenggarakan oleh IKA FH USU Medan, 30 Agustus 2007 di FH USU Medan. Hal. 4. 15 Chairul Bariah Mozasa, Aturan-Aturan Hukum Trafiking (Perdagangan Perempuan dan Anak), USU Press, Medan, 2006, hal. 9. 16 Fajar Online, Perdagangan Perempuan Dan Anak (Trafiking) Menurut Aturan-Aturan Hukum Internasional, http://usupress.usu.ac.id/files/trafiking_finish_normal_bab%201.pdf, Diakses tanggal 10 Juli 2013, hal. 10.

Kata trafiking sebenarnya adalah pengindonesian dari istilah bahasa Inggeris trafficking in human atau trafficking in person yang diperpendek menjadi trafficking saja. Secara sederhana, trafficking dipahami sebagai perdagangan manusia, lebih khusus perempuan dan anak. 17 B. Unsur-Unsur Tindak Pidana Tentang Perdagangan Anak/Trafiking Saat ini pengertian Trafficking yang umumnya paling banyak dipakai adalah pengertian yang di ambil dari Protokol PBB untuk mencegah, Menekan dan Menghukum Pelaku Trafficking terhadap Manusia, khususnya perempuan dan Anak (selanjutnya disebut Protokol Trafficking). Dalam Protokol ini pengertian trafficking ialah: perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang, melalui penggunaan ancaman atau tekanan atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi rentan atau memberi/ menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan kendali atas orang lain tersebut, untuk tujuan eksploitasi. Definisi trafficking ini juga dapat dijumpai pada Pasal 3 Protokol Palermo mendefinisikan trafficking manusia sebagai berkut : Trafficking manusia pada manusia berarti perekrutan, pengiriman kesuatu tempat, pemindahan, penampungan atau penerimaan melalui ancaman, atau pemaksaan dengan kekerasan atau dengan cara-cara kekerasan lain, penculikan, penipuan, 17 Faqihuddin Abdul Kodir, dkk, Fiqh Anti Trafiking, Fahmina, Cirebon, 2008, Hal. 20.

penganiayaan, penjualan, atau tindakan penyewaaan untuk mendapatkan keuntungan atau pembayaran tertentu untuk tujuan eksploitasi, Eksploitasi, setidaknya, mencakup eksploitasi melalui pelacuran, melalui bentuk lain eksploitasi seksual, melalui kerja paksa atau, memberikan layanan paksa, melalui penghambaan atau melalui pemindahan organ tubuhnya. Persetujuan korban trafficking manusia atas eksploitasi yang di maksud pada sub ayat (a) pasal ini menjadi tidak relevan apabila digunakan sarana yang di maksud pada sub-ayat (a). Perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penampungan atau penerimaan seorang anak di maksud eksploitasi dianggap sebagai traffficking manusia meskipun apabila hal ini tidak mencakup salah satu sarana yang termaktub pada sub-ayat (a) pasal ini. Ada tiga unsur atau elemen suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai tindak pidana perdagangan orang, yakni : 1. Gerakan/pemindahan (movement). 2. Caranya (means) termasuk pemaksaan, kekerasan, penipuan, pengelabuhan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, dan lain-lain. 3. Untuk tujuan eksploitasi dan semacamnya, termasuk praktik yang serupa dengan perbudakan. Pemindahan orang dari suatu tempat lain, bisa juga terjadi pada tindak pidana penyelundupan orang berbeda dengan tindak pidana penyelundupan orang (smuggling migrant), namun tindak pidana penyelundupan berbeda dengan tindak pidana

perdagangan orang berbeda dengan tindak pidana perdagangan orang perbedaannya adalah pada cara dan tujuan pemindahan serta lamanya hubungan. Penyelundupan orang adalah hal mengenai seseorang yangmembayar untuk dikirim dari titik A ke titik B. Hubungan antara penyelundup dan yang diselundupkan berakhir setelah yang di selundupkan telah sampai pada titik B. Pada perdagangan orang, yang diperdagangkan telah pula pada titik B.Kekuatan untuk memindahkan didasari pada tujuan eksloitasi. Penyelundupan orang sering dianggaap tidak terkait dengan pelanggaran HAM dalam Masyarakat Internasional, namun terkait dengan kejahatan Transnasional, namun keamanan internasional, dan masalah keimigrasian. C. Jenis-Jenis Tindak Pidana Perdagangan Anak/Trafiking Jenis-jenis perdagangan orang dapat disebutkan sebagai berikut: a. Buruh migran Meningkatnya jumlah buruh migran perempuan dan anak Indonesia dapat menimbulkan kekhawatiran, karena dari sifat pekerjaan dan posisi tawar yang lemah, buruh migran perempuan dan anak rentan terhadap perdagangan. Selain itu, meningkatnya migrasi perempuan dan anak tanpa memiliki izin kerja yang sah atau secara tidak resmi juga menyebabkan mereka makin rentan terhadap perdagangan. Ketika buruh dipaksa bermigrasi melalui saluran tidak resmi, mereka seringkali menjadi sasaran pelaku perdagangan, agen dan majikan yang ingin mengeksploitasi mereka. Bahkan bila bermigrasi secara sah, buruh migran masih saja rentan karena seringkali kurang diberi perlindungan di negara tujuan

daripada pekerja lain, terutama bila mereka bekerja di sektor informal. 18 b. Pembantu rumah tangga (PRT). Perempuan juga anak di Indonesia kerap bekerja dalam sektor ekonomi informal yang mengecualikan dari hak dan tunjangan yang diberikan kepada pekerja sektor formal. Kenyataan ini juga berarti bahwa mereka lebih rentan terhadap eksploitasi dan kekerasan. Berbagai profesi ditekuni oleh perempuan dan anak Indonesia yang bekerja dalam sektor informal, antara lain sebagai pengasuh anak/orang lanjut usia dan pembantu rumah tangga (PRT). Karena begitu banyak PRT yang tidak terdaftar, hanya ada sedikit data yang akurat mengenai jumlah PRT di Indonesia. 19 PRT sering menjadi objek banyak bentuk eksploitasi, antara lain: 1) Jam kerja yang panjang, waktu istirahat yang terbatas 2) Upah jauh di bawah upah minimum 3) Upah tidak dibayar 4) Kebebasan untuk bergerak dibatasi 5) Kekerasan fisik dan mental 6) Pemerkosaan dan pelecehan seksual 18 Neha Misra dan Ruth Rosenberg, Bentuk-Bentuk Perdagangan di Indonesia, International Catholic Migration Commission (ICMC) dan American Center for International Labor Solidarity (ACILS), Jakarta, 2003,hal. 51. 19 Fatimana Agustinanto dan Jamie Davis, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, Jakarta, International Catholic Migration Commission (ICMC) dan American Center for International Labor Solidarity (ACILS) hal. 63.

c. Pekerja Seks Komersial 20 Ada beberapa skenario yang mungkin dialami oleh pekerja seks dan mengapa skenario-skenario ini mungkin juga merupakan situasi perdagangan orang. Skenario 1: Ketika seorang perempuan secara sadar memilih untuk bermigrasi sebagai pekerja seks dan menemukan bahwa kondisi kerja dan tinggal yang dijanjikan padanya sesuai dengan yang diterimanya. Ini bukanlah perdagangan untuk tujuan industri seks. Skenario 2: Ketika seorang perempuan dengan sukarela memilih untuk bermigrasi sebagai pekerja seks dan menemukan bahwa kondisi kerja dan tinggal (yaitu upah, kebebasan bergerak, dsb.) yang dijanjikan kepadanya ternyata tidak sesuai dengan yang diterimanya. Ini adalah kasus perdagangan untuk tujuan industri seks karena ia ditipu mengenai kondisi kerja dan tinggalnya. Skenario 3: Ketika seorang perempuan dijanjikan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga dan kemudian dipaksa untuk bekerja dalam industri seks. Ini adalah kasus perdagangan karena telah ditipu mengenai jenis pekerjaan yang ia setujui, dan malah dikirim untuk dijadikan pekerja seks. Skenario 4: Ketika seorang perempuan, yang telah dipaksa menjadi pekerja seks karena penjeratan utang, dapat meninggalkan lokalisasi setelah melunasi utangnya namun dan memilih untuk terus bekerja di dalam industri seks. Meski kasusnya ketika pertama kali ia menjadi pekerja seks merupakan perdagangan, keputusannya untuk terus bekerja sebagai PSK setelah utangnya lunas bukanlah kasus perdagangan. Skenario 5: Ketika seorang perempuan berumur 16 tahun didorong oleh keluarganya untuk pindah ke ibu kota guna bekerja sebagai pekerja seks dan melakukannya dengan sukarela. Ini adalah perdagangan. Menurut definisi yang kami gunakan, seorang anak yang berumur di bawah 18 tahun tidak dapat memberikan persetujuannya untuk menjadi pekerja seks. Skenario 6: Ketika seorang perempuan setuju untuk dan menandatangani kontrak untuk bekerja sebagai seorang penari biasa dan penari telanjang di sebuah klub di Jakarta. Ketika tiba di Jakarta, juga dipaksa untuk memberikan layanan seks kepada pelanggan yang mengunjungi klub tersebut. Ini adalah kasus perdagangan karena dipaksa untuk melakukan pekerjaan yang tidak disetujui ketika menandatangani kontrak. Jika bekerja hanya sebagai penari telanjang, kasus ini tidak akan menjadi kasus perdagangan 20 Rebecca Surtees, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, Jakarta, International Catholic Migration Commission (ICMC) dan American Center for International Labor Solidarity (ACILS), hal. 71.

karena sebelumnya sudah menyepakati pekerjaan dan ketentuan pekerjaan tersebut. 21 d. Perbudakan Berkedok Pernikahan dan Pengantin Pesanan Perempuan dan gadis muda yang mengalami perbudakan berkedok pernikahan (servile marriage) atau pernikahan paksa mungkin akan rentan terhadap atau pada akhirnya menjadi korban perdagangan. Banyak negara mempunyai tradisi budaya yang mengakibatkan perbudakan berkedok pernikahan menimpa banyak perempuan. Berbagai faktor dapat turut berperan dalam esensi tersendiri dari perbudakan berkedok pernikahan. Dalam sebuah studi mengenai perbudakan berkedok pernikahan, Taylor menemukan ada beberapa faktor yang terlibat dalam perbudakan berkedok pernikahan, antara lain: 1) Pernikahan tersebut melibatkan perpindahtangan nilai ekonomi yang signifikan di luar kendali pengantin. 2) Pengantin tidak memiliki suara dalam pemilihan suami dan tidak mempunyai hak untuk menolak. 3) Sang istri masih di bawah umur, sang suami berumur jauh lebih tua, dan/atau sang pengantin tinggal dengan saudara-saudara suaminya. 4) Sang istri tidak memiliki kendali atas fertilitasnya sendiri. 5) Sang istri tidak memiliki hak yang sama sebagai orang tua. 6) Sang istri memiliki kendali atau akses yang lebih kecil ke harta warisan atau penghasilan. 7) Sang istri mengalami penganiayaan dan kekerasan fisik tanpa mempunyai bantuan hukum atau sosial. 8) Sang istri mungkin akan dipermalukan atau menderita kekerasan yang dilakukan oleh suaminya, yang dibiarkan oleh masyarakat karena posisi sang istri yang lemah. 9) Sang istri dikucilkan dan gerak-geriknya dibatasi. 10) Sang istri diancam dengan kekerasan, perceraian atau penahanan 21 Ibid, hal. 116.

kebutuhan pokok agar ia bekerja lebih banyak lagi. 22 Sumber lain menjelaskan jenis-jenis perdagangan orang dapat terjadi dalam berbagai peristiwa sebagai berikut: a. Penjualan anak, penjualan anak adalah setiap tindakan atau transaksi seorang anak dipindahkan kepada orang lain oleh siapapun atau kelompok, demi keuntungan atau dalam bentuk lain. b. Penyuludupan manusia, penyuludupan manusia adalah usaha untuk mendapatkan, sebagai cara untuk memperoleh, baik secara langsung maupun tidak langsung, keuntungan berupa uang atau materi lain, terhadap masuknya seseorang secara tidak resmi ke dalam sebuah kelompok negara, orang tersebut bukanlah warga negara tersebut atau warga negara tetap. c. Migrasi dengan tekanan, migrasi, baik yang bersifat legal maupun ilegal adalah proses orang atas kesadaran mereka sendiri memilih untuk meninggalkan satu tempat dan pergi ke tempat lain. Perdagangan perempuan dan anak merupakan bentuk migrasi dengan tekanan, yaitu orang yang diperdagangkan direkrut dan dipindahkan ke tempat kain secara paksa, ancaman kekerasan atau penipuan. d. Prostitusi anak, prostitusi anak adalah anak yang dilacurkan, menggunakan anak untuk aktivitas seksual demi keuntungan atau dalam bentuk lain. Pengertian tersebut meliputi: menawarkan, mendapatkan dan menyediakan anak untuk prostitusi. e. Prostitusi perempuan dewasa, prostitusi perempuan dewasa yang masuk kategori perdagangan orang adalah perempuan yang ditipu. 23 D. Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Anak Usaha untuk memahami kejahatan itu sebenarnya telah berabad-abad lalu dipikirkan oleh para ilmuwan terkenal. Plato (427-347 SM) menyatakan dalam bukunya Republiek bahwa emas, manusia merupakan sumber dari banyak 22 Neha Misra dan Ruth Rosenberg, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, Jakarta, International Catholic Migration Commission (ICMC) dan American Center for International Labor Solidarity (ACILS), hal. 118. 23 Bentuk-Bentuk Perdagangan Orang, http://www.gugustugastrafficking.org, diakses tanggal 9 Januari 2012.

kejahatan. Sementara itu, Aristoteles (382-322 SM) menyatakan bahwa kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pemberontakan. Kejahatan yang besar tidak diperbuat untuk memperoleh apa yang perlu untuk hidup, tetapi untuk kemewahan. Sedangkan Thomas Aquino (1226-1274) memberikan pendapatnya tentang pengaruh kemiskinan atas kejahatan. Orang kaya yang hidup untuk kesenangan dan memboros-boroskan kekayaannya, jika suatu kali jatuh miskin, mudah menjadi pencuri. Bonger menempatkan satu lagi penulis masa lampau yaitu Thomas More (1478-1535). Penulis buku Utopia (1516) ini menceritakan bahwa hukuman berat yang dijatuhkan kepada penjahat pada waktu itu tidak berdampak banyak untuk menghapus kejahatan yang terjadi. Untuk itu katanya, harus dicari sebab musabab kejahatan dan menghapuskannya. Dengan demikian, mencari sebab musabab atau faktor-faktor penyebab terjadinya suatu kejahatan sebagaimana halnya dengan kejahatan perdagangan perempuan dan anak menjadi suatu penelitian yang penting untuk membahas kejahatan itu dan mengupayakan penanggulangannya. Di dalam ilmu kriminologi sebagai ilmu yang berobjekan kejahatan adalah etilogi kriminologi yang merupakan cabang ilmu kriminologi yang mencari sebab musabab dari kejahatan. Dalam kriminologi, etilogi kejahatan merupakan kajian yang paling utama. Dengan berpedoman pada kajian secara kriminologi khususnya etilogi kriminologi, maka dalam penulisan/penelitian ini dapat dikemukakan beberapa faktor penyebab tindak pidana perdagangan orang terutama perempuan dan anak, sebagai berikut:

1. Faktor Ekonomi. Kemiskinan bukanlah satu-satunya faktor yang mempunyai andil dalammenciptakan kerentanan terhadapperdagangan, tetapi keinginan untuk menikmati penghasilan yang lebih tinggi dapat mendorong orang untuk memasuki siklus migrasi dengan menghadapi resiko diperdagangkan. Penduduk yang miskin mungkin akan lebih rentan terhadap perdagangan. Hal ini tidak hanya disebabkan lebih sedikitnya pilihan yang tersedia untuk mencari nafkah, tetapi juga karena mereka memegang kekuasaan sosial yang lebih kecil, sehingga mereka tidak mempunyai terlalu banyak akses untuk memperoleh bantuan dan ganti rugi. Disamping itu dengan status sosial mereka yang lebih rendah, penduduk miskin juga mempunyai kekuatan yang lebih sedikit untuk menyuarakan keluhannya. Pada saat ini peran perempuan dalam keluarga bukan lagi hanya sekedar sebagai istri dan ibu, tapi lebih dari itu, peran perempuan sudah meluas sampai kepada harus bertanggung jawab untuk memastikan bahwa keluarganya masih dapat bertahan hidup. Banyak perempuan dalam sebuah keluarga menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga. Keadaan seperti ini memungkinkan bahwa perempuan memutuskan untuk meninggalkan keluarganya bermigrasi. Dalam situasi inilah maka perempuan tersebut rentan menjadi korban kekerasan, eksploitasi dan perdagangan dalam proses migrasi. Banyak perempuan Indonesia membantumenghidupi keluarga mereka dengan bekerja di sawah atau di perkebunan, atau dengan bekerja di rumah dalam industri rumah tangga. Pendapat dari kegiatan-kegiatan ini pada masa sekarang sudah tidak

cukup lagi untuk menghidupi keluarga, atau karena keluarga tidak mempunyai tanah lagi, anggota keluarga bermigrasi untuk mencari pekerjaan. Untuk menghidupi keluarga mereka, perempuan bermigrasi ke kota-kota besar dan ke luar negeri untuk menjadi pembantu rumah tangga atau pengasuh anak/orang lanjut usia. Demikian juga halnya dengan anak-anak yang terpaksa mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga karena faktor kemiskinan juga sangat rentan terhadap perdagangan untuk tujuan eksploitasi seksual. Biasanya anak-anak korban perdagangan ini bekerja pada tempat-tempat kasar dengan upah rendah, seperti di perkebunan, jermal, pekerja restoran, tenaga penghibur, perkawinan kontrak, dan dijadikan pekerja seks komersial. 2. Faktor pendidikan dan ketrampilan. Dewasa ini memang tingkat pendidikan di Indonesia telah mencapai kemajuan, tetapi tetap saja masih banyak penduduk yang mengecap tidak lebih dari beberapa tahun pendidikan di bangku sekolah dasar. Keadaan ini lebih dipertajam lagi dengan situasi yang menggambarkan kehadiran perempuan di sekolah justru cenderung lebih rendah dari laki-laki. Tingkat pendidikan juga jelas dapat dilihat dari perbedaannya antara di desa dan di kota, dimana perempuan yang berada di pedesaan mempunyai pendidikan yang sangat rendah dibandingkan dengan perempuan yang tinggal di kota. Apa yang melatarbelakangi keadaan ini adalah tidak terlepas dari pendapatan pencaharian yang jelas berbeda antara di desa dan di kota. Di dalam keluarga yang tidak mampu,

mengirimkan semua anak mereka bersekolah adalah sangat sulit. Berdasarkan kesulitan itu, prioritas utama biasanya akan diberikan pada anak laki-laki. Tingkat pendidikan yang rendah dan kebutahurufan akan membuat perempuan menghadapi resiko yang lebih besar untuk menghadapi eksploitasi dan perdagangan, karena mereka tidak mampu membaca atau memahami kontrak kerja atau dokumen imigrasi. Hambatan itu juga akan semakin Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang - Novelina MS Hutapea menyulitkan mereka dalam mencari bantuan, karena mereka tidak mengetahui hak-hak mereka. Tidak hanya pendidikan yang rendah menyebabkan kaum perempuan terutama di pedesaan yang sulit memperoleh pekerjaan, akan tetapi ditambah lagi dengan tidak adanya ketrampilan yang dapat diperoleh dari pendidikan informal sebagai bekal untuk mencari nafkah. Hal ini menyebabkan adanya sejumlah janji akan dipekerjakan di luar daerah ataupun di luar negeri dengan penghasilan yang cukup tinggi, menjadi faktor pendorong bagi mereka untuk menerima tawaran tanpa menyadari maksud-maksud buruk dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan kesulitan hidup para kaum perempuan yang berasal dari keluarga tidak mampu tersebut. 3. Faktor Hukum. Faktor hukum sangat menentukan terselenggaranya perlindungan terhadap hak-hak seseorang. Faktor hukum dalam hal ini dimaksudkan berkaitan dengan undang-undang yang bias gender dan juga undang-undang yang mengatur tentang penghapusan perdagangan orang khususnya perempuan dan anak di Indonesia.

Undang-undang dan kebijakan dapat membuat perempuan semakin rentan terhadap perdagangan. Sebagai contoh, jika ada persoalan yang menempatkan seorang perempuan meminta cerai dari suaminya karena suaminya suka melakukan kekerasan yang menyebabkan dirinya telah mengalami cukup lama dan banyak penderitaan. Menurut undang-undang perkawinan seorang perempuan yang menuntut cerai dengan alasan apapun tidak berhak menuntut tunjangan dari mantan suaminya. Dengan demikian ia harus mencari jalan untuk menghidupi dirinya sendiri. Jika perempuan itu berpendidikan rendah dan tidak mempunyai banyak pengalaman kerja, pilihan yang ada terbatas jumlahnya, sehingga sangat rentan menjadi korban perdagangan orang. Contoh kasus yang dikemukakan di atas hanyalah salah satu dari masih banyaknya kasus yang menggambarkan belum terakomodasinya dengan maksimal pengaturan perlindungan terhadap hak-hak perempuan Indonesia menjadi potensi kerentanan perempuan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. E. Dampak Dari Perdagangan Anak Terhadap Korban Maupun Masyarakat Akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana perdagangan orang sangat komplek, artinya selain timbul dampak sosial di masyarakat juga menimbulkan dampak emosional terhadap para korban, diantaranya adalah perasaan kehilangan kendali dan kurangnya rasa aman. Kejadian yang traumatis merenggut perasaan

kendali diri individu yang sering mengarah kepada perasaan tidak nyaman dan kurang aman yang menyeluruh dan mendalam, serta korban telah secara paksa dipisahkan dari sistem lingkungan dan kekerabatan mereka sehingga wilayah keselamatan serta keamanan mereka telah dilanggar. Mereka mungkin juga telah diancam oleh pelaku agar tidak menceritakan pengalaman mereka. Hal ini menyebabkan mereka sulit untuk mempercayai orang lain dan berbicara mengenai pengalaman mereka. Hal yang paling penting ketika berhubungan dengan para para korban dalam pemberian layanan adalah menciptakan rasa aman bagi mereka. Rasa tidak percaya diri. Orang yang telah menjadi korban kekerasan dan kekerasan seksual biasanya memiliki rasa kepercayaan diri yang kurang. Ini dapat dimanifestasikan dalam berbagai macam tingkah laku seperti depresi, rasa malu, kelesuan, respon emosional yang keras, ketidakpekaan emosional, dan lain-lain. Stigma sosial dan rasa malu karena beberapa alasan, diantaranya pengalaman yang telah mereka lalui selama proses perdagangan orang (misalnya pemerkosaan, penyiksaan, pelecehan seksual), mereka tidak berhasil untuk mendapatkan uang untuk keluarga mereka, mereka merasa merekalah yang menyebabkan pelanggaran yang mereka alami tersebut. Respon emosional yang keras. Trauma perdagangan orang dapat muncul berbagai ragam respon emosional termasuk rasa marah, histeria, mudah menangis, sikap yang obsesif, kediaman, dan lain-lain. Tetapi respon seperti itu tidak dapat langsung dibaca. Misalnya, jika seseorang tertawa ketika menceritakan tentang penyerangan seksual kepada mereka, hal ini bukan berarti bahwa orang itu merasa

ceritanya lucu. Perdagangan orang biasanya melibatkan pengkhianatan kepercayaan atau manipulasi yang dilakukan oleh orang yang dipercaya. Memperlihatkan perilaku seksual. Respon sosial yang sering ditemukan pada korban kekerasan seksual adalah kecenderungan untuk memperlihatkan perilaku seksual. Hal ini dapat dimanifestasikan dalam bentuk menggoda, menyentuh, dan lain-lain. Dan ini biasanya terjadi pada kasus dimana korban adalah pekerja seks yang mengkonseptualkan jati diri mereka dalam bentuk-bentuk seksual. Jenis respon seperti ini dibentuk oleh fakta bahwa orang-orang tersebut telah menerima perhatian pada waktu lalu melalui interaksi seksual (bukan dipaksakan) sehingga mereka merasa bahwa satu-satunya cara agar mereka dapat menunjukkan pengendalian diri dan/atau mereka mungkin mencoba untuk mendapatkan perhatian dan penghargaan dari orang lain melalui perilaku seperti ini.