BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif dengan menggunakan data sekunder. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah menjelaskan (Sekaran dan Bougie, 2013: 97). Dalam penelitian ini penulis ingin menjelaskan hubungan antara variabel-variabel penelitian yaitu kapabilitas APIP, opini BPK dan SAKIP untuk menjelaskan pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap implementasi reformasi birokrasi. 3.1. Populasi dan Sampel Dalam penelitian ini penulis menentukan obyek penelitian pada seluruh Kementerian dan Lembaga Republik Indonesia Tahun 2014 sebanyak 86 instansi. Pemilihan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu penentuan sampel yang dilakukan berdasarkan kriteria-kriteria yang dibuat oleh peneliti (Sekaran dan Bougie, 2013: 252). Sampel yang baik adalah bagian dari populasi yang dapat mewakili karakteristik populasi. Proses pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan kriteria-kriteria berikut ini. 1. Kementerian dan lembaga yang menjadi sampel penelitian telah melakukan penilaian mandiri reformasi birokrasi dan telah diverifikasi oleh KemenPAN dan RB. 2. Masing-masing sampel memiliki data lengkap untuk semua variabel penelitian yang dibutuhkan. 26
27 3.2. Sumber Data Data-data diperoleh dari BPKP, Kementerian PAN dan RB, dan BPK maupun publikasi resmi dari website masing-masing instansi. Data level kapabilitas APIP diperoleh dari hasil assessment kapabilitas APIP yang dilakukan BPKP sampai dengan tahun 2014. Hasil penilaian reformasi birokrasi dan evaluasi LAKIP diperoleh dari Kementerian PAN dan RB. Data opini BPK untuk hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Kementerian dan Lembaga Tahun 2014 diperoleh dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2015. 3.3. Statistik Deskriptif Variabel Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (Ghozali, 2013). 3.4. Pengujian Data 3.4.1. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik yang digunakan pada penelitian ini yaitu uji normalitas, uji multikolinieritas dan uji heteroskedastisitas. 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2013). Jika variabel tidak terdistibusi normal maka hasil pengujian statistik akan terdegradasi. Uji normalitas dapat dilakukan dengan analisis grafik dan analisis statistik yaitu uji one sample Kolmogorov-smirnov. Normalitas dapat dilihat dari penyebaran data pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat nilai
28 Asymp. Sig. (2-tailed). Data residual yang terdistribusi normal akan menunjukkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 0,05. 2. Multikolinearitas Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) (Ghozali, 2013). Multikolonieritas dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Gejala multikolonieritas ditunjukkan dengan nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF 10. Gejala multikolonieritas akan menghasilkan nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang tinggi namun secara individual variabelvariabel independen banyak yang tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. 3. Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2013). Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan grafik plot, uji park, uji glejser, uji white. Dalam penelitian ini uji heteroskedastisitas yang dilakukan adalah uji Park. Uji Park meregres nilai logaritma dari kuadrat residual terhadap variabel independen, jika nilai signifikasi variabel independen > 0,05 maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.
29 3.4.2. Pengujian Hipotesis 1. Analisis jalur (path analysis) Analisis jalur (path analysis) merupakan perluasan dari analisis regresi linear berganda. Regresi linear berganda merupakan persamaan regresi yang menggunakan 2 atau lebih variabel bebas yang digunakan sebagai prediktor dan satu variabel tergantung yang diprediksi (Sarwono, 2015) sedangkan analisis jalur digunakan untuk menaksir hubungan kausalitas antar variabel yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan teori (Ghozali, 2013). Gambar 3.1 Model Analisis Jalur (path analysis) Persamaan regresi yang digunakan dalam model analisis jalur, yaitu: OPI = α + β1cap + β2akip +e1 (1) RB = α + β1cap + β2opi + β3akip + e2 (2) Keterangan: RB α : Implementasi Reformasi Birokrasi : Konstanta β 1 β 3 : Koefisien arah regresi CAP OPI : Kapabilitas APIP : Opini BPK
30 AKIP e : SAKIP : Standar error Berdasarkan gambar model diajukan hubungan berdasarkan teori bahwa: a. Variabel kapabilitas APIP mempunyai hubungan langsung terhadap implementasi Reformasi Birokrasi (p1) dan hubungan secara tidak langsung yaitu dari kapabilitas APIP ke opini BPK (p4) kemudian ke implementasi Reformasi Birokrasi (p2). Total pengaruh kapabilitas APIP ke implementasi RB dapat dihitung sebagai berikut: Pengaruh langsung CAP ke RB Pengaruh tidak langsung CAP ke OPI ke RB = p1 = p4 p2 Total pengaruh CAP ke RB = p1 + (p4 p2) Pengaruh variabel mediasi dapat dideteksi dengan menggunakan Sobel Test. Sobel test dilakukan dengan cara menguji kekuatan pengaruh tidak langsung CAP ke RB lewat OPI (p4 p2). Standar error kofisien p4 dan p2 ditulis sp4 dan sp2 dan besarnya standar error pengaruh tidak langsung adalah sp4p2 yang dihitung dengan rumus : sp4p2 = p2 2 sp4 2 + p4 2 sp2 2 + sp4 2 sp2 2 Pengujian signifikansi pengaruh tidak langsung adalah dengan menghitung nilai t koefisien p4p2 dengan rumus: t = p4p2 sp4p2 Jika nilai t hitung > t tabel maka disimpulkan terjadi pengaruh mediasi. b. Variabel SAKIP mempunyai hubungan langsung terhadap implementasi Reformasi Birokrasi (p3) dan hubungan secara tidak langsung yaitu dari
31 kapabilitas APIP ke opini BPK (p5) kemudian ke implementasi Reformasi Birokrasi (p2). Total pengaruh SAKIP ke implementasi RB dapat dihitung sebagai berikut: Pengaruh langsung AKIP ke RB Pengaruh tidak langsung AKIP ke OPI ke RB = p3 = p5 p2 Total pengaruh AKIP ke RB = p3 + (p5 p2) Kekuatan pengaruh tidak langsung AKIP ke RB lewat OPI = (p5 p2). Standar error kofisien p5 dan p2 ditulis sp5 dan sp2 dan besarnya standar error pengaruh tidak langsung adalah sp5p2 yang dihitung dengan rumus : sp5p2 = p2 2 sp5 2 + p5 2 sp2 2 + sp5 2 sp2 2 Pengujian signifikansi pengaruh tidak langsung adalah dengan menghitung nilai t koefisien p5p2 dengan rumus: t = p5p2 sp5p2 Jika nilai t hitung > t tabel maka disimpulkan terjadi pengaruh mediasi. 2. Koefisien Determinasi (R 2 ) Nilai koefisien determinasi (R 2 ) menunjukkan seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2011). Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu, jika mendekati satu berarti variabel-variabel independen semakin baik dalam memprediksi variasi variabel dependen. Semakin besar nilai R² semakin besar pula variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen, semakin kecil R 2 berarti semakin kecil variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen.
32 Penggunaan koefisien determinasi memiliki kelemahan terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan kedalam model. Setiap tambahan variabel independen akan meningkatkan R 2 walaupun variabel tersebut tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu dianjurkan untuk menggunakan Adjusted R 2. 3. Uji Signifikansi Simultan (F-value) Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011). Hipotesis nol (H0) yang akan diuji adalah semua variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen dan hipotesis alternatifnya (Ha) adalah semua variabel independen secara simultan merupakan penjelas terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan tingkat signifikansi 0,05 artinya jika nilai signifikansi F < 0,05 terjadi pengaruh yang signifikan antara semua variabel independen terhadap variabel dependen, sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. 4. Uji Signifikansi Parameter Individual (uji statistik t) Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Hipotesis nol (H0) yang akan diuji adalah apakah variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen dan hipotesis alternatifnya (Ha) adalah variabel tersebut merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.
33 Pengujian dilakukan dengan signifikansi 5% artinya jika nilai signifikansi t < 0,05 terdapat pengaruh signifikan antara suatu variabel independen terhadap variabel dependen sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Sebaliknya jika nilai signifikansi t > 0,05 artinya tidak terdapat pengaruh antara satu variabel independen terhadap variabel dependen atau H0 diterima dan Ha ditolak. 3.5. Definisi Operasional dan Pengukuran Menurut Sekaran dan Bougie (2013) variabel adalah apapun yang dapat membedakan atau membawa variasi pada nilai. Definisi operasional dan pengukuran masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: 1. Implementasi Reformasi Birokrasi Implementasi reformasi birokrasi adalah capaian pelaksanaan RB yang dinilai dengan melakukan evaluasi sesuai pedoman yang diatur Kementerian PAN dan RB. Hasil evaluasi implementasi reformasi birokrasi dinyatakan dalam bentuk skor dari hasil penilaian yang dilakukan secara self assessment oleh masingmasing instansi berdasarkan pencapaian target sesuai dengan indikator yang ditentukan. Penilaian ini dilakukan secara online melalui situs https://pmprb.menpan.go.id/ untuk kemudian diverifikasi oleh Kementerian PAN dan RB. Hasil penilaian ini disebut dengan skor RB. 2. Kapabilitas APIP Kapabilitas APIP adalah kemampuan APIP dalam melaksanakan tugas-tugas pengawasan untuk mewujudkan peran APIP secara efektif. Kapabilitas APIP dinilai dengan IACM yang dikembangkan BPKP. Kapabilitas APIP dapat
34 dinyatakan dalam lima tingkatan yang menunjukkan pencapaian enam elemen pengawasan yaitu (1) Peran dan Layanan APIP, (2) Pengelolaan SDM, (3) Penyelenggaraan Pengawasan Intern Pemerintah, (4) Manajemen Kinerja dan Akuntabilitas APIP, (5) Hubungan dan Budaya Organisasional serta (6) Struktur Tata Kelola. Capaian atas enam elemen pengawasan tersebut dievaluasi secara self assessment oleh masing-masing instansi dan kemudian divalidasi oleh BPKP. IACM membagi tingkat kapabilitas APIP menjadi 5 level dan dalam penelitian ini level kapabilitas APIP diberikan skor sesuai tingkatan yang dicapai yaitu skor 1 untul level 1, skor 2 untuk level 2, skor 3 untuk level 3, skor 4 untuk level 4 dan skor 5 untuk level 5. 3. Opini BPK Opini BPK adalah bentuk pernyataan pendapat atas kewajaran penyajian laporan keuangan suatu instansi, yang merupakan hasil dari pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan dan dipublikasikan oleh BPK. Opini BPK terdiri dari lima macam yaitu, Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelasan (WTP-DPP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Wajar (TW) dan Tidak Memberikan Pendapat (TMP). Dalam penelitian ini WTP akan mendapat skor 5, WTP-DPP mendapat skor 4, WDP mendapat skor 3, TW mendapat skor 2 dan TMP skor 1. 4. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) adalah suatu sistem manajemen pemerintahan yang berfokus pada peningkatan akuntabilitas dan kinerja yang berorientasi pada outcome. Evaluasi atas SAKIP dilakukan oleh
35 Kementerian PAN dan RB. Hasil evaluasi LAKIP dinyatakan dalam bentuk skor 0 100 dan peringkat yaitu (AA (memuaskan); A (sangat baik); B (baik); CC (cukup memadai); C (agak kurang); D (kurang)). Dalam penelitian ini hasil evaluasi SAKIP yang digunakan adalah skor evaluasi.