Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Un

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 11 TAHUN 2014 TENTANG

2015, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 t

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2013 KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI. Whistleblower System. Pelaksanaan. Pedoman.

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 3 TAHUN 2014

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Re

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala LIPI tentang Pengelolaan Pengadu

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2013 TENTANG

2 Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembar

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Sistem Penanganan Pengaduan. Tindak Pidana Korupsi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL,

2015, No Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 34/Menhut-II/2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR : PER- 05 /1.01/PPATK/04/09 TENTANG PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Negara Repu

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

KEPUTUSAN KEPALA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR :800/126 /SK/SET-1/DLH TENTANG

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 200

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Korupsi di Badan Koordinasi Penanaman Modal sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA. No.1386, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Pengaduan. Laporan. Penanganan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lemb

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-026/A/JA/10/2013 TENTANG

penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan sehingga terwujud pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme;

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (

PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM)

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 77/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTANIAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR: 76 TAHUN 2017 TENTANG

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan deng

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pe

PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR : KEP. 13 TAHUN 2012

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2015

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR : 29/M-IND/PER/6/2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150);

2 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Ind

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

2015, No Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 76 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PELAPORAN PENGADUAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Arsip Nasional Republik Indonesia

2017, No Pedoman Pengawasan Intern di Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 19

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 126 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PADANG LAWAS UTARA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PROGRAM KERJA PENGAWASAN INTERNAL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

DBNGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI, 2. Undang-Undang...

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR PK 11 TAHUN 2016 TENTANG PELAPORAN HARTA KEKAYAAN PEGAWAI BADAN SAR NASIONAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan.

PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN BAB I PENDAHULUAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotis

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 t

P e d o m a n. Whistle Blowing System (WBS)

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Transkripsi:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.335, 2014 BASARNAS. Pelaporan. Pelanggaran. Tindak Pidana Korupsi. Whistleblowing. Sistem. PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR PK. 11 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN BADAN SAR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN SAR NASIONAL, Menimbang : a. bahwa u n t u k mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik dan bebas dari praktek tindak pidana korupsi, perlu dilakukan dengan menggunakan metode yang transparatif untuk mendukung pelaksansanaan good governance dengan sistem pelaporan pelanggaran (Wihstleblowing system); b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan untuk memberikan landasan hukum, perlu mengatur Sistem Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing System) terhadap Tindak Pidana Korupsi di lingkungan Badan SAR Nasional dengan Peraturan Kepala Badan SAR Nasiona. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4150); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2006 tentang Pencarian dan Pertolongan (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 89, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 4658); 5. Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2007 tentang Badan SAR Nasional; 6. Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012 2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012 2014; 7. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : Kep/118/M.Pan/8/2004 tentang Pedoman Umum Penanganan Pengaduan Masyarakat Bagi Instansi Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : PER/05/M.PAN/4/2009; 8. Peraturan Kepala Badan SAR Nasional Nomor : PER.KBSN No. PK. 01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan SAR Nasional sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan SAR Nasional Nomor PK. 18 Tahun 2012; 9. Peraturan Kepala Badan SAR Nasional Nomor PK. 19 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Search And Rescue; 10.Peraturan Kepala Badan SAR Nasional Nomor PK. 20 Tahun 2012 tentang Organisasi Tata Kerja Balai

Memperhatikan: Pendidikan dan Pelatihan Badan SAR Nasional; Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2013 tentang Aksi Pecegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2013; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL TENTANG SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN BADAN SAR NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan SAR Nasio n a l ini yang dimaksud dengan: 1. Pegawai Negeri Sipil adalah setiap Warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Sistem Penanganan Pengaduan/SPP atau (whistleblower system) adalah bentuk penerapan dari pengawasan yang disampaikan oleh Pejabat/Pegawai Negeri Sipil lingkup Badan SAR Nasional, baik secara lisan maupun tertulis kepada Pejabat Eselon I terkait, berupa sumbangan pikiran, saran, gagasan atau keluhan/pengaduan yang bersifat membangun. 3. Whistleblower adalah seseorang yang melaporkan perbuatan berindikasi tindak pidana korupsi yang terjadi di dalam organisasi tempatnya bekerja, atau pihak terkait lainnya yang memiliki akses informasi yang memadai atas terjadinya indikasi tindak pidana korupsi tersebut. 4. Whistleblower System adalah mekanisme penyampaian pengaduan dugaan tindak pidana korupsi yang telah terjadi atau akan t erjadi yang melibatkan pegawai dan orang lain yang berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan di dalam organisasi tempatnya bekerja. 5. Pengaduan eksternal (masyarakat) adalah bentuk penerapan dari pengawasan masyarakat yang disampaikan oleh masyarakat, baik secara lisan maupun tertulis kepada Aparatur Pemerintah terkait, berupa sumbangan pikiran, saran, gagasan atau keluhan/pengaduan

yang bersifat membangun. 6. Partisipasi masyarakat adalah peran aktif masyarakat untuk ikut serta mewujudkan Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang dilaksanakan sesuai dengan norma, hukum, nilai moral, sosial dan budaya yang berlaku dalam masyarakat. 7. Pengawasan masyarakat (wasmas), adalah pengawasan yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan. 8. Penanganan pengaduan masyarakat adalah proses kegiatan yang meliputi penerimaan, pencatatan, penelaahan, penyaluran, identifikasi khusus, pengumpulan bahan dan keterangan, pemeriksaan, pelaporan, tindak lanjut dan pengarsipan. 9. Identifikasi Khusus yaitu proses kegiatan untuk mendapatkan penegasan mengenai keberadaan terlapor yang teridentifikasi, baik bersifat perorangan, kelompok maupun institusional apabila mungkin termasuk masalah yang dilaporkan. 10. Pengumpulan bahan dan keterangan yaitu proses penjernihan atau kegiatan yang berupa memberikan penjelasan mengenai permasalahan yang diadukan pada proporsi yang sebenarnya kepada sumber pengaduan dan instansi terkait. 11. Tindak lanjut adalah suatu kegiatan lanjutan yang wajib dilakukan oleh pimpinan instansi/unit kerja yang berwenang atas rekomendasi atau saran aparat pengawasan berdasarkan hasil penelitian atau pemeriksaan suatu kasus tertentu yang diadukan oleh masyarakat. 12. Badan SAR Nasional yang selanjutnya disebut Basarnas adalah lembaga kelembagaan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pencarian dan pertolongan. (1) Peraturan ini berasaskan pada: a. kerahasiaan; b. tidak memihak; BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 c. independen; dan d. perlindungan terhadap pelapor. (2) Peraturan ini bertujuan untuk: a. meningkatkan upaya untuk pencegahan dan pemberantasan

korupsi; b. mendorong pengungkapan penyimpangan atau penyalahgunaan kewenangan; c. meningkatkan sistem pengawasan yang memberikan perlindungan kepada Whistleblower dalam rangka pemberantasan korupsi. BAB III RUANG LINGKUP Pasal 3 Ruang lingkup Peraturan ini meliputi: a. Tata Cara Penangan Pelaporan Pelanggaran; b. Hak dan kewajiban Whistleblower; dan c. Pembiayaan Whistleblowing System. BAB IV TATA CARA PENANGANAN PELAPORAN PELANGGARAN Pasal 4 Pelaporan yang disampaikan oleh para pegawai negeri Basarnas yang memiliki dugaan pelanggaran berupa: a. penyalahgunaan wewenang; dan b. korupsi, kolusi dan nepotisme. Pasal 5 Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 berisi informasi data, yaitu: a. nama unit kerja; b. penjelasan mengenai terlapor: 1) terlapor; 2) perbuatan yang terindikasi atau dianggap menyimpang atau penyalahgunaan kewenangan; 3) waktu penyimpangan atau penyalahgunaan kewenangan dilakukan; dan 4) unit kerja dimana penyimpangan atau penyalahgunaan kewenangan itu dilakukan. c. bukti-bukti yang mendukung atau menjelaskan substansi pelaporan terkait penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang berupa: 1) data/dokumen; 2) gambar; dan 3) rekaman.

d. data atau sumber informasi untuk pendalaman lebih lanjut. Pasal 6 (1) pegawai negeri/pejabat yang melaporkan mengenai dugaan pelanggaran disampaikan, melalui: a. laporan langsung; dan b. tidak langsung. (2) Laporan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan kepada atasan langsung atau pejabat yang berwenang pada unit kerja yang bersangkutan. (3) Tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan kepada pengelola sistem pelaporan pelanggaran atau Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) baik dengan tatap muka ataupun melalui media komunikasi. (4) Media komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi: a. surat; b. telepon; c. kotak pengaduan; d. layanan pesan singkat (SMS); e. surat elektronik (email); f. aplikasi website Basarnas; dan/atau g. faksimili. Pasal 7 (1) Pelaporan dugaan pelanggaran diterima oleh pengelola sistem laporan pelanggaran untuk dilakukan verifikasi kebenaran data/informasi oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP). (2) Verifikasi yang dilakukan APIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. materi laporan pelanggaran terkait dengan tugas dan fungsi Unit Eselon I agar dilakukan kajian/analisis. b. materi laporan pelanggaran tidak terkait dengan tugas dan fungsi unit Eselon I, agar diteruskan ke instansi/lembaga terkait. c. materi laporan pelanggaran bersifat sumir/tidak jelas: 1) jika identitas pelapor jelas, agar dimintakan informasi tambahan (belum dapat ditindaklanjuti); 2) jika identitas pelapor tidak jelas/tidak ada, pegawai yang diduga melanggar tidak jelas, materi pelanggaran tidak jelas dan/atau pegawai yang dilaporkan telah meninggal (tidak dapat ditindaklanjuti).

Pasal 8 (1) APIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 melakukan kajian/analisa yang memuat: a. dugaan kasus; b. unit kerja terkait; c. pokok permasalahan/materi pelanggaran; d. ketentuan yang dilanggar; e. kesimpulan; dan f. rekomendasi. (2) Rekomendasi yang dibuat atas kajian/analisa oleh APIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. ditindaklanjuti dengan audit investigasi; b. meminta inspektorat instansi terkait untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan, dalam hal ini apabila terkait dengan instansi lain; c. melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (surveillance). (3) Hasil Audit investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dituangkan dalam Laporan Hasil Audit Investigasi yang memuat halhal: a. latar belakang/pokok permasalahan; b. ruang lingkup; c. tujuan audit investigasi; d. hasil pemeriksaan; e. simpulan; dan f. rekomendasi.

Pasal 9 (1) Hasil audit investigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) menjadi dasar penjatuhan hukuman kepada pegawai negeri Basarnas yang melakukan pelanggaran. (2) Penjatuhan hukuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. penjatuhan hukuman disiplin; b. pengembalian kerugian negara; c. penyampaian hasil pemeriksaan kepada Kepolisian Republik Indonesia; d. penyampaian hasil pemeriksaan kepada komisi pemberantasan korupsi. Pasal 10 (1) Penjatuhan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a disampaikan kepada pejabat yang berwenang untuk menjatuhkan hukuman disiplin. (2) Pengembalian kerugian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b disampaikan kepada pejabat yang berwenang menindaklanjuti. (3) Penyampaian hasil pemeriksaan kepada Kepolisian Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf c dilkukan dalam hal hasil pemeriksaan berindikasi tindak pidana umum. (4) Penyampaian hasil pemeriksaan kepada komisi pemberantasan korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf d dilakukan dalam hal hasil pemeriksaan berindikasi tindak pidana korupsi. Pasal 11 (1) Dalam hal terdapat dugaan kesalahan atau kekeliruan atas suatu putusan penjatuhan hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang, Inspektur berwenang melakukan pemeriksanaan dan/atau pengujian. (2) Hasil pemeriksanaan dan/atau pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bahan pertimbangan bagi pimpinan Unit Eselon atau Kepala Basarnas untuk meninjau, meralat, dan/atau mengubah putusan penjatuhan hukuman disiplin. Pasal 12 APIP melaksanakan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan penangann pelaporan pelanggaran masing-masing Unit Eselon I.

BAB V HAK DAN KEWAJIBAN WHISTLEBLOWER Pasal 13 Hak perlindungan whistleblower paling sedikit berupa: a. identitas dirahasiakan; b. bebas dari pertanyaan yang menjerat; c. dapat memberikan pernyataan tanpa tekanan dari pihak manapun; d. tidak dapat dituntut secara hukum atas kesaksian yang sedang atau yang telah diberikan; dan e. perlindungan atas hak saksi dan pelapor sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 14 Dalam hal menyampaikan pengaduan, pelapor (whistleblower) berkewajiban: a. menyampaikan seluruh informasi yang sebenar-benarnya; b. penyampaian pelaporan pelanggaran tidak berindikasi kepentingan pribadi; c. penyampaian pelaporan pelanggaran tanpa adanya paksaan/pengaruh dari pihak lain; dan d. bersikap koorporatif pada saat memberikan informasi. BAB VI PEMBIAYAAN WHISTLEBLOWING SYSTEM Pasal 15 Pembiayaan pengembangan dan pemeliharaan Whistleblowing System dibebankan pada anggaran DIPA Basarnas yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 16 (1) Pelaksanaan Whistleblowing System secara lengkap sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan ini. (2) Lampiran Peraturan ini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan mempunyai kekuatan hukum yang sama. Pasal 17 Sekretaris Utama dibantu Inspektur melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan ini.

BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 18 Peraturan Kepala Badan SAR Nasio n a l ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala Badan SAR Nasio n a l ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 14 Maret 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Ferbruari 2014 KEPALA BADAN SAR NASIONAL, MUHAMMAD ALFAN BAHARUDIN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pelaksanaan good governance suatu entitas baik publik maupun swasta, transparansi merupakan sebagai salah satu faktor penting untuk mendorong pimpinan atau pengelola atau pegawai suatu organisasi dalam memberikan kontribusi yang bermanfaat dan bernilai tambah (added value) baik bagi organisasi maupun pemangku kepentingan. Terdapat metode atau cara dalam implementasi transparansi untuk mendukung efektivitas pelaksanaan good governance, salah satu metode yang dimaksud adalah sistem Pelaporan Pelanggaran (SPP) atau Whistleblowing System (WBS). Reformasi Birokrasi Badan SAR Nasional yang baru dicanangkan tahun 2013 sebagai upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean goverment) dan baik (good governance) telah memberikan dampak positif dalam meningkatkan citra Badan SAR Nasional. Reformasi Birokrasi dimaksud dilaksanakan melalui penataan organisasi, penataan proses bisnis, dan peningkatan sumber daya manusia pada masing-masing unit kerja di lingkungan Badan SAR Nasional, sehingga Badan SAR Nasional diharapkan mampu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Namun, dalam upaya Badan SAR Nasional memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, tidak menutup kemungkinan adanya pejabat/pegawai di lingkungan Badan SAR Nasional yang melakukan pelanggaran sehingga menghambat proses reformasi birokrasi. Hambatan-hambatan tersebut perlu segera mendapat perhatian dan diidentifikasi. Oleh karena itu, peran serta pegawai di lingkungan Badan SAR Nasional dan masyarakat untuk menyampaikan/melaporkan setiap pelanggaran yang diketahuinya sangat diperlukan. Dalam rangka mendorong peran serta pejabat/pegawai di lingkungan Badan SAR Nasional dan masyarakat dalam upaya pencegahan penyimpangan dan/atau penyalahgunaan kewenangan maka ditetapkan Peraturan Kepala Badan SAR Nasional PERKA Nomor... tentang pedoman sistem pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) di lingkungan Badan SAR Nasional.

Melalui pelaporan pelanggaran yang disampaikan oleh pejabat/pegawai Badan SAR Nasional maupun masyarakat kepada Badan SAR Nasional baik secara elektronik ataupun non elektronik, yang kemudian ditindaklanjuti, diharapkan dapat menumbuhkan budaya/kultur kepedulian di kalangan pejabat/pegawai Badan SAR Nasional terhadap pola hidup yang tidak wajar maupun perilaku koruptif demi perbaikan serta memberika efek jera bagi pejabat/pegawai Badan SAR Nasional yang melakukan penyimpangan dan/atau penyalahgunaan wewenang. B. Maksud, Tujuan dan Manfaat Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing System) ini disusun dimaksudkan untuk menjadi pedoman bagi pimpinan/pegawai Badan SAR Nasional dalam berprilaku terhadap hal-hal terkait dengan pelanggaran atau penyimpangan kode etik, hukum, standar prosedur ooperasi dan kebijakan manajemen serta hal-hal lainnya yang dipandang perlu dapat merugikam dan/atau membahayakan organisasi seperti lingkungan, gedung kantor, kondisi kerja, reputasi organisasi, pemangku kepentingan dan lainnya. Tujuan Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing Sytem) adalah : 1. Mendorong setiap pimpinan dan pegawai Badan SAR Nasional untuk menyampaikan kepada pihak internal Badan SAR Nasional yang berwenang tentang pelanggaran dan atau penyimpangan kode etik, hukum, standar prosedur operasi, kebijakan manajemen serta hal-hal lainnya yang dipandang perlundapat merugikan dan/atau membahayakan organisasi seperti lingkungan, gedung kantor, kondisi kerja, reputasi organisasi dan lainnya. Tujuan penyampaian pelanggaran dan atau penyimpangan tersebut dimaksudkan agar pimpinan dapat mengambil tindakan yang sesuai secara tepat waktu untuk menyelesaikan permasalahan yang menjadi penyebab terjadinya pelanggaran dan atau penyimpangan. 2. Meminimalisasikan kemungkinan terjadinya risiko yang merugikan Badan SAR Nasional apabila mekanisme internal sebagaimana ditentukan tidak dapat dilaksanakan atau diberlakukan dan atau disalahgunakan oleh pimpinan atau pegawai Badan SAR Nasional. 3. Memberikan pemahaman edukasi kepada pegawai bahwa Badan SAR Nasional memberikan perhatian utama pada ketaatan terhadap kode etik.

4. Meyakinkan kembali kepada setiap insan Badan SAR Nasional terhadap perlindungan dari hukuman, tindakan balasan atau perlakuan yang tidak wajar dan adil apabila mengungkapkan pelanggaran dengan itikad baik. 5. Mendukung budaya keterbukaan (openness), akuntabilitas dan integritas. 6. Meningkatkan efektifitas good governance, pengendalian internal dan kinerja pegawai maupun organisasi. Secara umum manfaat dari penyelenggaraan Sistem Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing System) yang baik dan efektif antara lain adalah : 1. Tersedianya cara penyampaian informasi penting dan kritis secara lebih dini tentang pelanggaran bagi pimpinan/pegawai Badan SAR Nasional dalam rangka memberikan penugasan kepada pihak yang harus segera menangani permasalahan yang terjadi secara tepat waktu dan efektif. 2. Menumbuhkan kondisi keengganan untuk melakukan pelanggaran dengan semakin meningkatnya kesediaan untuk melaporkan terjadinya pelanggaran karena kepercayaan terhadap sistem pelaporan yang efektif. 3. Menyediakan mekanisme deteksi dini (early warning sytem) atas kemungkinan terjadinya masalah akibat suatu pelanggaran. 4. Menyediakan mekanisme penyampaian suatu permasalahan pelanggaran apabila menurut pelapor tidak memungkinkan dan tidak tepat untuk menyelesaikan permasalahan dengan cara lain bila disampaikan kepada atau mendiskusikan dengan atasan langsung. 5. Menyediakan kesempatan untuk menangani masalah pelanggaran secara internal lebih dahulu, sebelum meluas menjadi pelanggaran yang bersifat publik. 6. Memitigasi risiko yang dihadapi organisasi akibat dari pelanggaran baik dari segi keuangan, operasi, hukum, keselamatan kerja dan reputasi. 7. Meningkatnya reputasi Badan SAR Nasional dari sudut pandang pemangku kepentingan (stockholders), regulator dan masyarakat umum. 8. Memberikan masukan kepada organisasi untuk melihat lebih komperehensif dan menyeluruh area kritikal dan proses kerja yang memiliki kelemahan pengendalian internal, serta untuk merancang tindakan perbaikan yang diperlukan. C. Asas Pelaporan Pelanggaran 1. Rahasia (confidental)

Setiap identitas pelapor wajib dirahasiakan oleh Pengelola Sistem Pelaporan Pelanggaran (whistleblowing). Dalam rangka perlindungan identitas pelapor, Pengelola Sistem Pelaporan Pelanggaran (whistleblowing) wajib menyamarkan, termasuk memberi kode atau metoda lainnya, untuk menghindari adanya subyektivitas, kecurigaan serta menghindarkan sikap memihak. 2. Tidak memihak (impartial) Setiap laporan pelanggaran dan atau penyimpangan kepada Pengelola Sistem Pelaporan Pelanggaran (whistleblowing) wajib memenuhi sifat tidak memihak (impartial) suku, ras, agama dan golongan serta tidak bersifat fitnah dan atau laporan palsu. 3. Independen Pengelola Sistem Pelaporan Pelanggaran (whistleblowing) wajib bersikap independen atas laporan yang diterima. Dalam hal laporan yang diterima terkait dengan Pengelola Sistem Pelaporan Pelanggaran (whistleblowing) maka petugas Pengelola Sistem Pelaporan Pelanggaran (whistleblowing) yang bersangkutan wajib mengajukan pengunduran diri kepada Pimpinan dalam rangka menghindari adanya benturan kepentingan. 4. Perlindungan terhadap pelapor (Whitsleblower) Pimpinan Instansi termasuk Pengelola Sistem Pelaporan Pelanggaran (whistleblowing), wajib memberikan perlindungan, termasuk imunitas administrasi, kepada pelapor pelanggaran terhadap pembalasan, tekanan atau ancaman baik secara fisik, psikologis, administrasi maupun penuntutan hukum. D. PERLINDUNGAN TERHADAP PELAPOR Perlindungan terhadap pelapor (whistleblower) atas perlakuan merugikan antara lain : 1.Penurunan jabatan atau pangkat; 2.Penundaan kenaikan pangkat; 3.Penundaan kenaikan gaji berkala; 4.Pemutasian yang tidak adil; 5.Pemecatan yang tidak adil; 6.Pengenaan sanksi baik langsung maupun tidak langsung;

A. Pengendalian BAB II TATA CARA PENANGANAN PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) Secara umum pengendalian terhadap pelaksanaan Sistem Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing Sytem) mencakup antara lain hal-hal berikut : 1. Setiap pelaporan pelanggaran yang diterima wajib didokumentasikan. 2. Identitas pelapor(whistleblower) wajib dirahasiakan, dilindungi dan disamarkan. 3. Pengelola Sistem Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing Sytem) wajib menyampaikan pemberitahuan jika pelaporan pelanggaran yang disampaikan tidak ataupun perlu dilakukan pemeriksaaan/ investigasi. 4. Pelaksanaan pemeriksaan/investigasi sebagai tindak lanjut hasil analisis harus didasarkan surat tugas oleh Kepala Badan SAR Nasional. 5. Perlindungan kepada pelapor (whistleblower) secara internal wajib didasarkan pertimbangan yang wajar dan didasarkan atas penugasan oleh Kepala Badan SAR Nasional 6. Perlindungan kepada pelapor (whistleblower) dengan meminta bantuan dari institusi yang berwenang seperti kepolisian atau Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) didasarkan atas pertimbangan yang wajar dan surat permintaan perlindungan dari Kepala Badan SAR Nasional. B. Mekanisme Pelaporan Laporan dugaan pelanggaran dan atau penyimpangan oleh pejabat/pegawai Badan SAR Nasional, disampaikan melalui saluan pengaduan yang disediakan, yaitu : 1. Langsung (help desk); 2. Surat; 3. Telepon; 4. Kotak Pengaduan; 5. Layanan Pesan Singkat (SMS);

6. Surat elektronik (email) dan atau; 7. Faksimili Mekanisme pelaporan pelanggaran dalam rangka transparansi secara umum dapat dilaksanakan melalui Mekanisme Tidak Langsung (MTL) dan Mekanisme Langsung (ML) 1.Mekanisme Tidak Langsung (MTL) Pelapor (whistleblower) mengungkapkan adanya pelanggaran di tempatnya bekerja yang diketahuinya disampaikan kepada atasan langsung atau pejabat yang berwenang pada unit kerja yang bersangkutan. 2.Mekanisme Langsung (ML) Pelapor (whistleblower) mengungkapkan adanya pelanggaran di tempatnya bekerja yang diketahuinya disampaikan kepada Pengelola Sistem Pelaporan Pelanggaran (whistleblowing) dalam hal ini Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) baik melalui media komunikasi lainnya (email,sms,telpon,faksimili) atau tatap muka dengan alamat berikut ini : Pengelola Sistem Pelaporan Pelanggaran (whistleblowing system)/inspektorat Gedung Badan SAR Nasional Jl. Angkasa Kav.2-3 No. B15 Kemayoran 10720 Jakarta Pusat Telp : (021) 65701152 ext.1719 Fax : (021) 65701178 Hp : Email : pengelola.wbs.bsn@gmail.com Dalam hal pelapor (whistlelower) menginginkan melaporkan terjadinya maladministrasi terhadap pelayanan publik yang dilaksanakan oleh penyelenggara negara di lingkungan Badan SAR Nasional kepada pihak instansi lain, maka pelapor (whistleblower) dapat menyampaikan kepada : Kantor Ombudsman Republik Indonesia

Jl. Adityawarman 43, Kebayoran Baru-Jakarta 12160 Telp : (021) 7258574-77 Fax : (021) 7258579 www.ombudsman.go.id Setiap laporan pengaduan pelanggaran yang diterima dilakukan verifikasi oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), yaitu : 1) Apabila materi laporan pelanggaran terkait dengan tugas dan fungsi Unit Eselon I di lingkungan Badan SAR Nasional agar dilakukan kajian/analisis. 2) Apabila materi laporan pelanggaran tidak terkait dengan tugas dan fungsi unit eselon I di lingkungan Badan SAR Nasional, agar diteruskan ke instansi/lembaga terkait. 3) Apabila materi laporan pelanggaran bersifat sumir/tidak jelas : a) Jika identitas pelapor jelas, agar dimintakan informasi tambahan (belum dapat ditindaklanjuti); b) Jika identitas pelapor tidak jelas/tidak ada, pegawai yang diduga melanggar tidak jelas, materi pelanggaran tidak jelas dan/atau pegawai yang dilaporkan telah meninggal (tidak dapat ditindaklanjuti). Kajian/analisis atas laporan pelanggaran oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah/ APIP, memuat hal-hal sebagai berikut : 1. Dugaan kasus; 2. Unit Kerja Terkait; 3. Pokok permasalahan/materi pelanggaran; 4. Ketentuan yang dilanggar; 5. Kesimpulan; 6. Rekomendasi; Rekomendasi atas kajian/analisis yang dibuat oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah/ APIP adalah : 1. Ditindaklanjuti dengan audit investigasi;

2. Meminta Inspektorat instansi terkait untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan, dalam hal ini apabila terkait dengan instansi lain; 3. Melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (surveillance). Hasil Audit investigasi dituangkan dalam Laporan Hasil Audit Investigasi yang memuat hal-hal sebagai berikut : 1. Latar belakang/pokok permasalahan; 2. Ruang Lingkup; 3. Tujuan Audit Investigasi; 4. Hasil pemeriksaan; 5. Simpulan;dan 6. Rekomendasi. Rekomendasi sebagaimana dimaksud, dapat berupa : 1. Penjatuhan hukuman disiplin; 2. Pengembalian kerugian negara; 3. Penyampaian hasil pemeriksaan kepada Kepolisian Republik Indonesia; 4. Penyampaian hasil pemeriksaan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Apabila dari hasil pemeriksaan menemukan adanya indikasi tindak pidana, maka hasil pemeriksaan tersebut diteruskan kepada Penegak Hukum yang berwenang. Laporan Hasil Audit Investigasi menjadi dasar penjatuhan hukuman disiplin kepada pegawai/pejabat di lingkungan Badan SAR Nasional yang terbukti bersalah dan bertanggung jawab. Putusan penjatuhan hukuman disiplin diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang menghukum paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diterimanya hasil pemeriksaan dengan ditembuskan kepada Inspektur. Aparat Pengawas Internal Pemerintah/ APIP memonitor dan mengevaluasi tindak lanjut penyelesaian laporan pelanggaran.

Dalam rangka kegiatan monitoring dan evaluasi serta memberikan jawaban atas pertanyaan pihak pelapor (whistleblower), maka Aparat Pengawas Internal Pemerintah/ APIP menyelenggarakan sistem monitoring bulanan (monthly monitoring sytem) atas pelaksanaan penanganan pelaporan pelanggaran di masing-masing unit eselon I di lingkungan Badan SAR Nasional. Inspektur melakukan eksaminasi dalam hal terdapat dugaan kesalahan atau kekeliruan atas suatu putusan penjatuhan hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang menghukum. Hasil eksaminasi menjadi bahan pertimbangan bagi pimpinan Unit Eselon atau Kepala Badan SAR Nasional untuk meninjau, meralat, dan/atau mengubah putusan penjatuhan hukuman disiplin. C. Mekanisme Perlindungan Saksi dan Korban 1. Pengelola Sistem Pelaporan Pelanggaran (whistleblowing system) sebagai penerima pertama laporan pengaduan melakukan perlindungan kepada pelapor (whitleblower) dengan merahasiakan identitas pelapor dan memberikan kode tertentu terhadap laporan pelanggaran yang dilaporkan pelapor (whitleblower). 2. Kepala Badan SAR Nasional mengeluarkan surat tugas pemberian perlindungan internal terhadap saksi dan korban kepada Inspektur dan Inspektur membuat surat tugas pelaksanaan perlindungan kepada Pengelola Sistem Pelaporan Pelanggaran dalam hal ini Aparat Pengawas Internal Pemerintah APIP. 3. Dalam hal direkomendasikan perlunya permintaan perlindungan kepada Instansi yang berwenang dan atau penyampaian hasil pemeriksaan/investigasi dalam bentuk penyelesaian proses peradilan, maka diperlukan pendapat dari Kepala Biro Hukum dan Kepegawaian dengan surat/memo dari Inspektur dengan tembusan Kepala Badan SAR Nasional. 4. Kepala Badan SAR Nasional menandatangani surat permintaan perlindungan saksi dan korban kepada instansi yang berwenang dalam hal ini jika diperlukan. 5. Bagi pejabat/pegawai yang dapat menyebabkan saksi dan korban tidak mendapat perlindungan ataupun dirugikan atau dikuranginya hak-hak asasi saksi dan korban, maka dikenakan sanksi sesuai Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

BAB III SISTEM OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENANGANAN PELAPORAN PELANGGARAN A. Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Pelaporan Pengelola pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) wajib menyelenggarakan fungsi penerimaan dan analisis laporan. SOP penerimaan pelaporan pelanggaran adalah sebagai berikut: No Prosedur Pelaksana Output 1. Menerima setiap laporan baik dalam bentuk komunikasi secara fisik atau tatap muka, tertulis, telepon, e-mail, kotak pos atau bentuk lainnya. Semua laporan wajib ditatausahakan dan didokumentasikan 2. Dalam hal laporan dilakukan secara lisan melalui tatap muka dan atau telepon, pelaporan pelanggaran wajib dibuatkan ihtisarnya secara tertulis 3. Menyampaikan kepada pengelola pelaporan pelanggaran mengenai laporan pelanggaran yang diterima dan menugaskan untuk melaksanakan analisis 4. Menerima dari Inspektur laporan pelanggaran, mencatat dan menginput ke pangkalan data (data base) 5 Melaksanakan penyamaran dan atau perahasiaan identitas pelapor untuk melindungi identitas pelapor serta memberikan kode terhadap permasalahan yang dilaporkan sesuai dengan klasifikasinya 6 Melaksanakan analisis terhadap laporan yang diterima untuk menentukan apakah laporan yang Inspektur Inspektur Inspektur Pengelola Pelaporan Pelanggaran/ Auditor Pengelola Pelaporan Pelanggaran/ Auditor Pengelola Pelaporan Pelanggaran/ Auditor Laporan Pelanggaran Laporan Pelanggaran Disposisi Pencatatan dan data inputan tentang pelaporan pelanggaran Penyamaran dan atau perahasiaan identitas pelapor; pengkodean permasalahan Pelaksanaan analisis

diterima memerlukan tindak lanjut dalam bentuk pemeriksaan dan atau investigasi. Hasil analisis diberikan peringkat merah, kuning dan hijau dan mengkategorikan ke dalam jenis pelanggaran, yaitu : a. Pelanggaran terkait tugas dan fungsi; b. Pelanggaran tidak terkait tugas dan fungsi; dan c. Pelanggaran berindikasi pidana Peringkat merah Hasil analisis berperingkat merah menggambarkan bahwa permasalahan yang dilaporkan mengindikasikan : a. Dampak yang sangat signifikan terhadap reputasi, sistem prosedur operasi dan pelaksanaan operasional Badan SAR Nasional. b. Permasalahan yang dilaporkan juga bersifat sistemik. c. Permaslahan bersifat berulang. d. Memerlukan tindak lanjut dalam waktu segera dalam bentuk pemeriksaan/investigasi Peringkat kuning Hasil analisis berperingkat kuning menggambarkan bahwa : a. Permasalahan yang dilaporkan mengindikasikan dampak yang cukup signifikan terhadap reputasi, sistem prosedur operasi dan pelaksanaan operasional Badan SAR Nasional b. Permasalahan yang dilaporkan tidakbersifat sistemik dan atau Pengelola Pelaporan Pelanggaran/ Auditor Pengelola Pelaporan Pelanggaran/ Auditor Hasil Analisis Peringkat Merah Hasil Analisis Peringkat Kuning

berulang c. Belum memerlukan prioritas dalam pelaksanaan tindak lanjut dalam waktu segera dalam bentuk pemeriksaan/investigasi Peringkat hijau Hasil analisis berperingkat hijau menggambarkan bahwa : a. Permasalahan yang dilaporkan mengindikasikan dampak yang kurang signifikan terhadap reputasi, sistem prosedur operasi dan pelaksnaan operasional Badan SAR Nasional b. Permasalahan yang dilaporkan tidak bersifat sistemik dan atau berulang. c. Tidak memerlukan tindak lanjut dalam waktu segera dalam bentuk pemeriksaan/investigasi 7 Menyampaikan laporan analisis ke Inspektur serta mendokumentasikan dan menginput data/informasi hasil analisis kepangkalan data (data base) 8 Dalam hal pelaksanaan analisis menghasilkan peringkat merah, menyusun dan menyampaikan ke Inspektur : a. Konsep memo Inspektur kepada Kepala Badan SAR Nasional tentang permintaan untuk melakukan pemeriksaan/investigasi. b. Konsep surat tugas Kepala Badan SAR Pengelola Pelaporan Pelanggaran/ Auditor Pengelola Pelaporan Pelanggaran/ Auditor Hasil Analisis Peringkat Hijau Laporan analisis dan data inputan pada data base Pengelola Pelaporan Pelanggaran/ Auditor Konsep memo Inspektur Konsep tugas Badan Nasional surat Kepala SAR

Nasional 9 Dalam hal direkomendasikan perlunya perlindungan terhadap pelapor yang dilaksanakan secara internal oleh Badan SAR Nasional, menyusun dan menyampaikan ke Inspektur : a. Konsep memo Inspektur kepada Kepala Badan SAR Nasional tentang permintaan untuk melakukan perlindungan terhadap pelapor. b. Konsep surat tugas Kepala Badan SAR Nasional untuk melakukan perlindungan 10 Dalam hal direkomendasikan perlunya perlindungan terhadap pelapor yang memerlukan bantuan otoritas yang berwenang seperti kepolisian atau LPSK (Lembaga Perlindungan Korban dan Saksi), menyusun dan menyampaikan ke Inspektur : a. Konsep memo Inspektur kepada Kepala Badan SAR Nasional tentang permintaan untuk melakukan perlindungan terhadap pelapor. b. Konsep surat Kepala Badan SAR Nasional kepada instansi yang berwenang tentang permintaan perlindungan. c. Konsep memo Inspektur kepada Kepala Biro Hukum dan Kepegawaian tentang permintaan pendapat hukum dengan tembusan Kepala Badan SAR Nasional d. Laporan perkembangan status kasus secara berkala. Pengelola Pelaporan Pelanggaran/ Auditor Pengelola Pelaporan Pelanggaran/ Auditor Konsep Inspektur Konsep tugas Badan Nasional Konsep Inspektur memo surat Kepala SAR memo Konsep surat Kepala Badan SAR Nasional tentang permintaan perlindungan Konsep surat Inspektur kepada Kepala Biro Hukum dan Kepegawaian tentang permintaan pendapat hukum

11 Menerima dari Pengelola Pelaporan Pelanggaran dokumen : a. Hasil analisis atas pelaporan pelanggaran dengan pemberian peringkat. b. Konsep memo Inspektur kepada Kepala Badan SAR Nasional tentang permintaan penugasan pemeriksaan/investigasi c. Konsep memo Inspektur kepada Kepala Badan SAR Nasional untuk melaksanakan pemeriksaan/investigasi jika diperlukan d. Konsep memo Inspektur kepada Kepala Badan SAR Nasional tentang permintaan perlindungan terhadap pelapor. e. Konsep surat tugas Kepala Badan SAR Nasional untuk melakukan perlindungan. f. Konsep memo Inspektur tentang permintaan pendapat hukum kepada Kepala Biro Hukum dan Kepegawaian dengan tembusan Kepala Badan SAR Nasional tentang permintaan pendapat hukum atas permintaan perlindungan terhadap pelapor ke instansi yang berwenang g. Konsep surat Kepala Badan SAR Nasional kepada instansi berwenang tentang permintaan perlindungan, jika diperlukan h. Konsep Laporan status kasus pelanggaran i. Menelaah dokumen, melakukan pembahasan Inspektur Hasil Reviu Memo Inspektur Konsep surat tugas pemeriksaan yang telah diparaf Memo Konsep surat tugas perlindungan Memo Konsep surat Kepala Badan SAR Nasional yang telah diparaf Laporan Status

dengan Auditor terkait dengan hasil analisis pelaporan pelanggaran, menandatangani memomemo dan laporan status, serta memparaf konsep surat tugas dan konsep surat Kepala Badan SAR Nasional. 12 Menyampaikan laporan hasil analisis berperingkat merah, memo, notulen pembahasan, konsep surat tugas dan konsep surat Kepala Badan SAR Nasional yang telah diparaf kepada Kepala Badan SAR Nasional 13 Menerima dari Inspektur dokumen : a. Laporan Hasil Analisis Berperingkat Merah b. Memo Inspektur kepada Kepala Badan SAR Nasional tentang permintaan penugasan pemeriksaan/investigasi. c. Notulen pembahasan d. Konsep surat tugas Kepala Badan SAR Nasional untuk melaksanakan pemeriksaan/investigasi yang telah diparaf. e. Konsep surat Kepala Badan SAR Nasional tentang permintaan perlindungan yang telah diparaf. f. Memo Inspektur kepada Kepala Badan SAR Nasional tentang permintaan untuk melakukan perlindungan terhadap pelapor kepada institusi yang berwenang. g. Konsep surat tugas Kepala Badan SAR Nasional untuk melakukan perlindungan internal yang telah Kepala Badan SAR Nasional Disposisi Disposisi Disposisi Disposisi Surat Tugas Pemeriksaan Surat tentang Permintaan Perlindungan Disposisi Surat Tugas Disposisi

diparaf. h. Laporan status pelanggaran. i. Menelaah dokumen yang diterima, melakukan pembahasan dengan Inspektur, menandatangani surat tugas dan menyampaikan ke Inspektur seta menugaskan kepada Penata Usaha untuk menyampaikan surat ke instansi terkait. B. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemeriksanaan/Investigasi Prosedur pelaksanaan pemeriksaan/investigasi sebagai tindak lanjut hasil analisis laporan adalah sebagai berikut : No Prosedur Pelaksana Output 1 Menerima dari Kepala Badan SAR Nasional surat tugas Inspektur Arahan pemeriksaan,.melakukan pembahasan dengan dan memberikan arahan kepada anggota tim pemeriksa/investigasi serta menyerahkan surat tugas kepada Tim Pemeriksa/Investigasi 2 Melaksanakan supervisi dan reviu kertas kerja pemeriksaan/investigasi. Pelaksanaan interviu dalam rangka pemeriksaan/investigasi wajib memberitahukan kepada pihak yang diinterviu tentang tujuan interviu. 3 Menerima surat tugas, melakukan pembahasan dan koordinasi internal serta pembagian tugas serta melaksanakan tugas 4 Menyusun dan menyampaikan kepada Inspektur dokumen : a. Menyusun kertas kerja pemeriksaan/investigasi b. Laporan hasil pemeriksaan/investigasi Tim Pemeriksa/ Auditor Supervisi reviu dan paraf pada kertas kerja Pembagian tugas Kertas kerja pemeriksaan Laporan hasil Pemeriksaan Konsep Memo

c. Konsep memo Inspektur Kepada Kepala Badan SAR Nasional tentang Laporan Hasil Pemeriksaan/Investigasi 5 Dalam hal direkomendasikan perlunya permintaan perlindungan kepada instansi yang berwenang dan atau penyampaian hasil pemeriksaan/investigasi dalam bentuk penyelesaian proses peradilan sebagai tindak lanjut kepada instansi yang berwenang, maka diperlukan pendapat hukum dari KepalanBiro Hukum dan Kepegawaian dan Tim Pemeriksa menyampaikan kepada Inspektur dokumen : Konsep memo Konsep memo Inspektur kepada Kepala Biro Hukum dan Kepegawaian dengan tembusan Kepala Badan SAR Nasional tentang permintaan pendapat hukum atas hasil pelanggaran. 6 Menerima dari Tim Pemeriksa/Investigasi dokumen : a. Kertas kerja pemeriksaan/investigasi. b. Laporan hasil pemeriksaan/investigasi atas pelanggaran. c. Konsep memo Inspektur ke Kepala Badan SAR Nasional tentang Laporan Hasil Pemeriksaan/Investigasi. d. Konsep memo Inspektur ke Kepala Biro Hukum dan Kepegawaian tentang permintaan pendapat hukum untuk penyampaian hasil pemeriksaan/investigasi ke pengadilan. e. Menelaah dokumen yang

diterima, melakukan pembahasan dengan Tim Pemeriksa,menandatanga ni memo-memo dan laporan, serta memparaf surat Kepala Badan SAR Nasional 7 Melakukan pembahasan dengan Kepala Biro Hukum dan Kepegawaian tentang pendapat hukum penyampaian hasil pemeriksaan ke penegak hukum dan penyusunan notulensi pembahasan 8 Menyampaian laporan analisis berperingkat merah, memo, notulen pembahasan, konsep surat tugas dan konsep surat Kepala Badan SAR Nasional yang telah diparaf Kepala Badan SAR Nasional. Notulen pembahasan Disposisi C. Standar Operasional Prosedur (SOP) perlindungan saksi dan korban Dalam Pengelolaan Pelaporan Pelanggaran (whsitleblowing) memandang perlu dilaksanakan perlindungan terhadap pelapor dan atau pelapor meminta perlindungan kepada Pengelola SPP/WBS, standar prosedur operasi pelaksanaan perlindungan pelapor adalah sebagai berikut : No Prosedur Pelaksana Output 1 Menerima dari Kepala Badan SAR Nasional surat tugas Inspektur Arahan pemberian perlindungan secara internal, melakukan pembahasan dengan dan memberikan arahan kepada Pengelola SPP/WBS, serta menyerahkan surat tugas kepada Pengelola SPP/WBS yang melakukan perlindungan. 2 Melakukan koordinasi Koordinasi dengan petigas pemberi perlindungan dalam hal perlindungan dalam hal perlindungan dilaksanakan oleh penegak hukum. 3 Melaksanakan perlindungan Pengelola SPP/WBS

untuk pelapor pelanggaran, menyusun dan menyampaikan ke Inspektur : a. Laporan pelaksanaan perlindungan. b. Konsep memo Inspektur ke Kepala Badan SAR Nasional tentang pelaksanaan perlindungan. 4 Menerima dari pengelola SPP dokumen : a. Laporan pelaksanaan perlindungan. b. Konsep memo Inspektur ke Kepala Badan SAR Nasional tentang pelaksanaan perlindungan. Inspektur Laporan memo Disposisi Memo Konsep Menelaah dokumen, melakukan pembahasan dengan Tim Auditor yang melakukan tugas perlindungan, jika menyampaikan ke kepala Badan SAR Nasional. 5 Menerima dari Inspektur dokumen : a. Laporan pelaksanaan perlindungan. b. Memo Inspektur tentang pelaksanaan perlindungan. Menelaah dokumen yang diterima, melakukan pembahasan dengan Inspektur, membuat disposisi pada memo dan laporan pelaksanaan perlindungan dan memyampaikan kembali ke Inspektur. 6 Menerima dari Kepala Badan SAR Nasional dokumen yang telah diberi disposisi : a. Laporan pelaksanaan perlindungan b. Memo Inspektur tentang pelaksanaan Kepala Badan SAR Nasional Inspektur Disposisi Disposisi Disposisi Disposisi

perlindungan. Menelaah dokumen yang diterima, melakukan pembahasan dengan Tim Auditor, dan menugaskan Penata Usaha untuk mengarsipkan tugas dimaksud.

A. Penerapan dan Sosialiasi BAB IV PENUTUP Keberhasilan implementasi yang berkesinambungan pedoman sistem pengelolaan pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) melalui beberapa tahapan implementasi yaitu sosialisasi dan penerapannya. Kegiatan sosialisasi diperlukan dalam rangka mendapat pemahaman yang memadai dan kesamaan persepsi terhadap filosofi manfaat implementasi pedoman sistem pengelolaan pelaporan pelanggaran (whistleblowing system). Pelaksanaan sosialisasi pedoman sistem pengelolaan pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) baik kepada pimpinan dan pegawai Badan SAR Nasional harus mampu menjadi pemicu atas kepedulian dan komitmen yang konsisten untuk melaksanakan pedoman sistem pengelolaan pelaporan pelanggaran (whistleblowing system). Selain itu diharapkan bahwa secara bertahap terbentuk rasa saling memiliki dari semua pihak Badan SAR Nasional terhadap keberadaan dan implementasi pedoman sistem pengelolaan pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) dalam kegiatan operasional sehari-hari. Materi pedoman sistem pengelolaan pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) dapat juga digunakan sebagai bahan pembahasan pada kegiatan capacity building bagi pegawai baru. Dengan pelaksanaan sosialisasi yang berkesinambungan diharapkan multi tafsir atas penerapan pedoman sistem pengelolaan pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) dapat dimitigasikan sehingga efektivitas pedoman sistem pengelolaan pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) sebagai satu sub sistem bermanfaat untuk meningkatkan kinerja dan reputasi Badan SAR Nasional. B. Monitoring dan Evaluasi Inspektorat sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) Badan SAR Nasional harus melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penerapan pedoman sistem pengelolaan pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) ini dan melakukan evaluasi secara berkesinambungan dan menyampaikan hasil monitoring dan evaluasi kepada Kepala Badan SAR Nasional dalam rangka legitimasi tindak lanjut atas rekomendasi yang telah disampaikan.

Oleh karena itu, diharapkan dapat menimalisasikan tindakan yang berindikasi korupsi, kolusi dan nepotisme di lingkungan Badan SAR Nasional sehingga kinerja dan reputasi instansi dapat tetap terjaga dan profesional dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Namun, pelaksanaan penerapan pedoman sistem pengelolaan pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) tidak terlepas dari dukungan secara bersama-sama seluruh pimpinan dan pegawai Badan SAR Nasional untuk dapat menjadikan pedoman sistem pengelolaan pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) ini sebagai acuan dari pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang sehari-hari selaku penyelenggara negara yang berintegritas dan bermoral. Dengan demikian pedoman sistem pengelolaan pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) di lingkungan Badan SAR Nasional ditetapkan untuk dijadikan sebagai acuan bagi seluruh Unit Kerja Badan SAR Nasional dan dilaksanakan sebaik-baiknya untuk menjamin terlaksananya pengelolaan penanganan pelaporan pelanggaran (whistleblowing) di lingkungan Badan SAR Nasional secara transparan, akuntable, dan dapat dipertanggungjawabkan. KEPALA BADAN SAR NASIONAL, MUHAMMAD ALFAN BAHARUDIN