PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DALAM BENTUK RAHASIA BANK 1 Oleh: Rezza Muhammad Sjamsuddin 2

dokumen-dokumen yang mirip
NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERTANGGUNGJAWABAN BANK ATAS PENCATATAN PALSU YANG DILAKUKAN OLEH PEGAWAI BANK DALAM PENERBITAN SURAT KETERANGAN PENOLAKAN (SKP) BILYET GIRO Oleh :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720)

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720]

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015

BAB V PENUTUP. 1. Tanggung Jawab Bank Dan Oknum Pegawai Bank Dalam. Melawan Hukum Dengan Modus Transfer Dana Melalui Fasilitas

PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum..., Pramita Dyah Hapsari, FH UI, 2011.

RAHASIA BANK. Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dan berdasarkan asas kehati-hatian, mampu meredam hingga sekecil-kecilnya

BAB III TANGGUNG GUGAT BANK SYARIAH ATAS PELANGGARAN TERHADAP KETENTUAN RAHASIA BANK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

BAB I PENDAHULUAN. terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

Lex et Societatis, Vol. III/No. 10/Nov/2015

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perbankan di Indonesia diatur dalam UU Nomor 10 tahun 1998

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dan memperkokoh dalam tatan perekonomian nasional. peningkatan pembangunan pemerintah maupun bagi pengusaha-pengusaha swasta

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1992/31, TLN 3472]

Lex et Societatis, Vol. I/No. 4/Agustus/2013. USAHA BANK MENJAGA RAHASIA BANK DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH 1 Oleh : Nancy Sarapi 2

Lex et Societatis, Vol. I/No.3/Juli/2013

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2 / 6 /PBI/2000 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia,

Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan BPR dan BPRS

BAB II RAHASIA BANK SECARA UMUM. boleh secara terbuka diungkapkan kepada pihak masyarakat. Dalam hubungan ini

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Era modernisasi saat ini, kejahatan sering melanda disekitar lingkungan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. lembaga perbankan sudah dikenal di Indonesia sejak VOC mendirikan Bank

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

SELUK BELUK PENGATURAN RAHASIA BANK SYARIAH. Rusdan Fakultas Ekonomi Islam IAI Nurul Hakim Kediri Lombok Barat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III ATURAN PELAKSANA UNDANG-UNDANG

Peran Lembaga Penjamin Simpanan Terhadap Klaim Dana Nasabah Bank Likuidasi

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/2/PBI/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM KONVENSIONAL

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM BERBAGAI PERATURAN. A. Pengaturan dan Jenis-jenis Tindak Pidana Di Bidang Perbankan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang bank merupakan barang yang sudah tidak asing lagi

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Kelembagaan. Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Bank

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA [LN 1999/66, TLN 3843]

FUNGSI LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM RANGKA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH PERBANKAN DI INDONESIA 1 Oleh : Juanda Mamuaja 2

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Undang Undang Dasar Tahun 1945 yang berbunyi: diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi. Demokrasi ekonomi

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1998/82, TLN 3790]

BAB I. KETENTUAN UMUM

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DALAM LIKUIDASI BANK

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA

GUBERNUR BANK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU No. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

RANCANGAN POJK PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA. Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. sejak tahun 1988, ketika pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/10 /PBI/2003 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/3/PBI/2013 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Azas-Azas Perbankan. Oleh: IRDANURAPRIDA IDRIS, SH, MH

BAB I PENDAHULUAN. pasar modal, modal venture, leasing, factoring dan lain lain. 1 Lembaga

UPAYA BANK MENJAGA KEAMANAN RAHASIA BANK DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH SKRIPSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN HUKUM TENTANG PENGAWASAN BANK DAN PERLINDUNGAN NASABAH OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN CHAIRIL SUSANTO / D

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

BAB I PENDAHULUAN. waktu Pada pertengahan tahun 1997, industri perbankan akhirnya

I. PENDAHULUAN. Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu Negara,

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH [LN 2008/94, TLN 4867]

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

UU 10/1998, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

Transkripsi:

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DALAM BENTUK RAHASIA BANK 1 Oleh: Rezza Muhammad Sjamsuddin 2 ABSTRAK Adapun permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana lembaga perbankan Indonesia dalam memberikan perlindungan bagi nasabah dalam bentuk rahasia bank dan sanksi-sanksi bagi pihak bank yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan rahasia bank tersebut. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui undang-undang perbankan sudah memberikan kepastian hukum mengenai bentuk perlindungan yang dilakukan pihak bank dalam menjaga rahasia bank atau belum dan untuk mengetahui dan menjelaskan sanksi-sanksi apa yang dikenakan terhadap pihak bank yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan rahasia bank. Di dalam penulisan karya ilmiah ini metode yang digunakan adalah penilitian hukum normatif (yuridis normatif) yaitu metode penilitan hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Kesimpulan dari tulisan karya ilmiah ini adalah bahwa UU No.10 Tahun 1998 belum memberikan kepastian hukum mengenai bentuk perlindungan rahasia bank yang dilakukan pihak bank dalam menjaga rahasia nasabahnya, karena dalam undang-undang perbankan hanya menjelaskan tentang definisi, pengecualian pemberian informasi rahasia nasabah, dan sanksi dalam rahasia bank. Namun upaya yang dilakukan oleh bank dalam menjaga keamanan rahasia bank tersebut yaitu melalui kelaziman operasional, pencatatan pada bank, dan hukum kerahasiaan. Selain itu akibat hukum bagi pihak bank yang melakukan pelanggaran terhadap rahasia bank dapat dikenakan tiga sanksi yaitu, sanksi pidana, sanksi administratif, dan sanksi perdata. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi saat ini, dimana terjadi peningkatan kegiatan yang mencakup aspek kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Grees Th. Mozes, SH, MH; Atie Olii, SH, MH; Dr. Denny B. A. Karwur, SH, MSi 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 110711055 teknologi, kegiatan perbankan memegang peranan penting dalam menunjang pembangunan terutama kemampuannya untuk menggali sumber-sumber dana dari dalam dan luar negeri sehingga mampu untuk menjadi salah satu sumber penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Peran yang sangat strategis dari bank sebagai suatu badan usaha adalah bank yang mempunyai fungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana yang dihimpun tersebut kepada masyarakat. Bank adalah suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada kepercayaan mutlak dari para nasabahnya yang memercayakan dana dan jasa-jasa lain yang dilakukan mereka melalui bank pada khususnya dan dari masyarakat luas pada umumnya. Oleh karena itu, bank sangat berkepentingan agar kadar kepercayaan masyarakat, yang sudah maupun yang akan menyimpan dananya, maupun yang telah atau akan menggunakan jasa-jasa bank lainnya terpelihara dengan baik dalam tingkat tinggi. Mengingat bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran, masyarakat luas berkepentingan atas kesehatan dari sistem-sistem tersebut. Adapun kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan unsur paling pokok dari eksistensi suatu bank, sehingga terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada perbankan adalah juga kepentingan masyarakat banyak. 3 Salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan pada umumnya ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank. Maksudnya adalah menyangkut dapat atau tidaknya bank dipercaya oleh nasabah yang menyimpan dananya dan/atau menggunakan jasa-jasa lainnya dari bank tersebut untuk tidak mengungkapkan keadaan keuangan dan transaksi nasabah serta keadaan lain dari nasabahnya yang bersangkutan kepada pihak lain. Dengan kata lain tergantung kepada kemampuan bank itu untuk menjunjung tinggi dan mematuhi dengan teguh rahasia bank. 4 3 Adrian Sutedi, Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, Jakarta, Sinar Grafika, 2007, hlm 1. 4 Ibid. 32

Ketentuan mengenai rahasia bank ini menimbulkan kesan bagi masyarakat, bahwa bank sengaja untuk menyembunyikan keadaan keuangan yang tidak sehat dari nasabah debitur, baik orang perseorangan, atau perusahaan yang sedang menjadi sorotan masyarakat. Selama ini timbul kesan bahwa dunia perbankan bersembunyi di balik ketentuan rahasia bank untuk melindungi kepentingan nasabahnya yang belum tentu benar. Tetapi, apabila bank sungguh-sungguh melindungi kepentingan nasabahnya yang jujur dan bersih, maka hal itu merupakan suatu keharusan dan kepatutan. 5 Ketentuan mengenai rahasia bank merupakan suatu hal yang sangat penting bagi nasabah penyimpan dan simpanannya maupun bagi kepentingan bank itu sendiri, sebab apabila nasabah penyimpan ini tidak memercayai bank di mana ia menyimpan simpanannya tentu ia tidak akan mau menjadi nasabahnya. Oleh karena itu, sebagai suatu lembaga keuangan yang berfungsi menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, sudah sepatutnya bank menerapkan ketentuan rahasia bank tersebut secara konsisten dan bertanggung jawab sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melindungi kepentingan nasabahnya. 6 Dasar perlunya dan pemikiran ketentuan rahasia bank diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Pelanggaran terhadap ketentuan rahasia bank merupakan suatu tindak pidana dan pihakpihak yang tidak memegang teguh ketentuan rahasia bank tersebut dapat dikenakan sanksi pidana. Adapun pasal-pasal yang mengatur mengenai ketentuan rahasia bank tersebut dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998, yaitu meliputi Pasal 40, Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 42A, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 44A, Pasal 45, Pasal 47, Pasal 47A, Pasal 50, Pasal 50A, Pasal 51, Pasal 52, dan Pasal 53. Namun pada kenyataannya yang terjadi di dalam masyarakat saat ini seperti kasus-kasus pembobolan bank, salah satu pelakunya berasal dari oknum atau pegawai bank itu sendiri yang membantu para pelaku untuk melakukan tindak kejahatan tersebut, dan yang mengkhawatirkan adalah semakin berkurangnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Tentu saja hal semacam ini akan sangat membahayakan terhadap eksistensi dunia perbankan yang notabenenya adalah Lembaga Kepercayaan dimana pada prinsipnya keinginan masyarakat untuk menyimpan dananya pada bank semata-mata dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperoleh kembali pada waktunya dan disertai dengan jaminan keamanan dari segala bentuk. Berdasarkanuraian latar belakang tersebut timbul keinginan penulis untuk membahasnyadalam suatu karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DALAM BENTUK RAHASIA BANK. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap nasabah bank? 2. Bagaimana sanksi terhadap pihak bank yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan rahasia bank? E. Metode Penulisan Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah tergolong ke dalam jenis penelitian normatif secara hukum. Penelitian hukum normatif (yuridis normatif) adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder. 7 Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi konsep dan asas-asas serta prinsip-prinsip perbankan yang digunakan untuk mengatur rahasia perbankan. Metode berpikir yang digunakan adalah metode berpikir deduktif (cara berpikir yang menarik suatu kesimpulan dari suatu pernyataan atau dalil yang khusus). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. 5 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta, Kencana Prenada, 2005, hlm 131-132. 6 Ibid. 7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1981, hlm 33. 33

PEMBAHASAN a. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Hubungan hukum antara nasabah penyimpan dan bank didasarkan atas suatu perjanjian. Untuk itu tentu adalah sesuatu yang wajar apabila kepentingan dari nasabah yang bersangkutan memperoleh perlindungan hukum, sebagaimana perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada bank. Tidak dapat disangkal bahwa memang telah ada political will dari pemerintah untuk melindungi kepentingan nasabah bank, terutama nasabah penyimpan dana. Ini dibuktikan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, selain yang diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Beberapa macam hal yang dipergunakan dalam rangka perlindungan nasabah bank adalah sebagai berikut: 8 1) Pembuatan peraturan baru Lewat pembuatan peraturan baru di bidang perbankan atau merevisi peraturan yang sudah ada merupakan salah satu cara untuk memberikan perlindungan kepada nasabah suatu bank. Banyak peraturan yang secara langsung maupun tidak langsung yang bertujuan melindungi nasabah. Akan tetapi lebih banyak lagi diperlukan seperti itu dari apa yang terdapat dewasa ini. 2) Pelaksanaan peraturan yang ada Salah satu cara lain untuk memberikan perlindungan kepada nasabah adalah dengan melaksanakan peraturan yang ada di bidang perbankan secara lebih ketat oleh pihak otoritas moneter, khususnya peraturan yang bertujuan melindungi nasabah sehingga dapat dijamin law enforcement yang baik. Peraturan perbankan tersebut harus ditegakkan secara objektif tanpa melihat siapa direktur, komisaris, atau pemegang saham dari bank yang bersangkutan. 3) Perlindungan nasabah deposan lewat lembaga asuransi deposito Perlindungan nasabah, khususnya nasabah deposan melalui lembaga asuransi deposito 8 Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern (Berdasarkan Undang-Undang Tahun 1998) Buku Kesatu, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999, hlm 106. yang adil dan predictable ternyata dapat juga membawa hasil yang positif. 4) Memperketat perizinan bank Memperketat pemberian izin untuk suatu pendirian bank baru adalah salah satu cara agar bank tersebut kuat dan kualified sehingga dapat memberikan keamanan bagi nasabahnya. 5) Memperketat pengaturan di bidang kegiatan bank Ketentuan-ketentuan yang menyangkut dengan kegiatan bank banyak juga yang bertujuan secara langsung atau tidak langsung bertujuan untuk melindungi pihak nasabah. Pengaturan-pengaturan tersebut khususnya yang menyangkut dengan kegiatan bank mengatur tentang hal-hal sebagai berikut: 9 a) Ketentuan mengenai permodalan. Antara lain mengenai kecukupan modal atau yang disebut juga dengan Capital Adequate Ratio (CAR) yang diukur dari persentase tertentu terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). b) Ketentuan mengenai manajemen, yang dalam hal ini merupakan penilaian kualitatif mengenai manajemen terhadap manajemen permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas. c) Ketentuan mengenai kualitas aktiva produktif, yang dalam hal ini diukur tingkat kemampuan pengembaliannya dengan kategori lancar, kurang lancar, diragukan dan macet. d) Ketentuan mengenai likuiditas. Dalam hal ini seringkali dilakukan pengukuran lewat Cash Ratio atau Minimum Reserve Requirement. Juga harus dihindari adanya kesulitan likuiditas yang biasanya terjadi karena adanya tindakan yang disebut mismatch. e) Ketentuan mengenai rentabilitas. Dalam hal ini sering diukur dengan cara penilaian kuantitatif melalui rasio perbandingan laba selama 12 (dua belas) bulan terakhir terhadap volume usaha dalam periode yang sama (Return on Assets atau ROA), dan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional dalam periode satu tahun. 9 Ibid., hlm 107. 34

f) Ketentuan mengenai solvabilitas. g) Ketentuan mengenai kesehatan bank. 6) Memperketat pengawasan bank Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah ini, Marulak Pardede mengemukakan bahwa dalam sistem perbankan Indonesia, mengenai perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana, dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu: 10 a. Perlindungan secara implisit (implisit deposit protection), yaitu perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini yang diperoleh melalui: 1) Peraturan perundang-undangan di bidang perbankan, 2) Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif, yang dilakukan oleh Bank Indonesia, 3) Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya, 4) Memelihara tingkat kesehatan bank, 5) Melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian, 6) Cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah, dan 7) Menyediakan informasi risiko pada nasabah. b. Perlindungan secara eksplisit (explicit deposit protection), yaitu perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehinggga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut. Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI No. 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum. Setiap bank wajib memegang teguh prinsip rahasia bank. Adapun salah satu bentuk upaya yang dapat dilakukan bank di dalam menjaga keamanan rahasia bank adalah apabila ada 10 Hermansyah, Op.cit., hlm 145. orang yang menanyakan identitas dari nasabah, atau aktivitasnya di bank selain dari ketiga pihak yang berwenang yaitu Kejaksaan, Kepolisian dan Pengadilan, maka bank tidak dapat memberikan informasi apapun. Dengan melakukan upaya menjaga keamanan rahasia bank berarti secara tidak langsung juga menjaga keamanan keuangan nasabah karena rahasia bank mencakup perlindungan terhadap nasabah dan simpanannya. Disamping itu, upaya lain yang dilakukan oleh bank untuk menjaga keamanan rahasia bank tersebut adalah melalui 11 : 1. Kelaziman Pada Bank 2. Pencatatan Pada Bank 3. Hukum Kerahasiaan Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan dana, Hermansyah membaginya dalam dua macam, yaitu perlindungan hukum secara tidak langsung dan perlindungan hukum secara langsung. A. Perlindungan Tidak Langsung Perlindungan secara tidak langsung oleh dunia perbankan terhadap kepentingan nasabah penyimpan dana adalah suatu perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana terhadap segala resiko kerugian yang timbul dari suatu kebijaksanaan atau timbul dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank. Hal ini adalah suatu upaya dan tindakan pencegahan yang bersifat internal oleh bank yang bersangkutan dengan melalui hal-hal yang dikemukakan berikut ini. 12 1. Prinsip Kehati-hatian (Prudential Principle) 2. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) 3. Kewajiban Mengumumkan Neraca dan Perhitungan Laba Rugi 4. Merger, konsolidasi, dan Akuisisi Bank B. Perlindungan Langsung Perlindungan secara langsung oleh dunia perbankan terhadap kepentingan nasabah penyimpan dana adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana secara langsung terhadap kemungkinan 11 Dewi Fitri, Tinjauan Hukum Terhadap Prinsip Rahasia Bank Dikaitkan dengan Sistem Perbankan di Indonesia, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2004, hlm 52-56. 12 Hermansyah, Op.Cit., hlm 146. 35

timbulnya risiko kerugian dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank. Mengenai perlindungan secara langsung ini dapat dikemukakan dalam dua hal, yaitu: 13 1. Hak Preferen Nasabah Penyimpan Dana 2. Lembaga Asuransi Deposito B. Sanksi Terhadap Pihak Bank Yang Melakukan Pelanggaran Terhadap Ketentuan Rahasia Bank Apabila ada perjanjian antara bank dengan nasabah, maka rahasia bank bersifat kontraktual. Sehingga apabila bank memberikan keterangan tentang keadaan keuangan nasabahnya, bank dapat digugat oleh nasabahnya berdasarkan alasan wanprestasi (cidera janji). Sebaliknya, meskipun tidak ada perjanjian antara bank dan nasabah, namun bank tetap berkewajiban untuk mempertahankan rahasia bank berdasarkan pada peraturan perundang-undangan atau konsep lainnya, seperti konsep perbuatan melawan hukum. Artinya dalam hal bank memberikan keterangan tentang nasabahnya yang merugikan nasabah, bank dapat dituntut oleh nasabahnya dengan alasan perbuatan melawan hukum. Untuk hal ini nasabah harus dapat membuktikan bahwa kerugian yang dialaminya sebagai akibat dari pembocoran rahasia bank tersebut. 14 Contoh kasus yang dapat kita lihat disini yaitu kasus Bank Century. Dapat dikatakan bahwa Bank Century merupakan tragedi kebangkrutan terbesar dalam ranah perbankan di Indonesia pada tahun 2009. 15 Pemerintah terpaksa melakukan suntikan dana talangan atau bail out 6,7 triliun rupiah untuk menyelamatkan likuiditas Bank Century. Dimana keputusan penyelematan berasal dari permintaan Bank Indonesia karena dapat berdampak sistemik dengan menyeret 23 bank lainnya. Kasus bermula dari dugaan penyelewengan dana nasabah oleh Antaboga Sekuritas sebagai pemegang 7,52% saham Bank Century dalam permainan instrumen derivatif. Kasus 13 Hermansyah, Op.Cit., hlm 154. 14 Yunus Husein, Rahasia Bank dan Penegakan Hukum,Pustaka Juanda Tiga Lima, Jakarta, 2010, hlm. 37. 15 ekaagustianingsih.blogspot.com/2012/11/kejahatanperbankan-studi-kasus-pada.html?m=1 diakses pada tanggal 4 September 2015 pukul 19.00 WITA. penyelewengan dana tersebut berkembang ke arah missmanagement yang dilakukan oleh pengelola DPK (dana pihak ketiga) Bank Century. Mencuatnya kasus Bank Century sering dikaitkan dengan dampak krisis global yang menerpa lembaga keuangan dunia yang berdampak sistemik pada perbankan indonesia. Namun olah data badan penyidik keuangan (BPK) menemukan bahwa kasus Bank Century sudah terendus sebelum krisis global terjadi. Hal ini menimbulkan kecurigaan adanya pengalihan isi, sehingga para nasabah dan investor menjadi maklum dengan kasus likuiditas akibat efek krisis global yang berdampak pada Bank Century. Terjadi force majeur krisis dalam bentuk pembodohan opini publik. Hal ini dikuatkan oleh hasil penyidikan BPK yang menyebutkan bahwa Bank Century sudah cacat dari lahir berdasar hal tersebut, nampaknya Bank Century sejak dulu sampai diambil LPS selalu melanggar aturan, dimana pelanggaran yang terjadi berupa tingkat minimum CAR (rasio kecukupan modal), batas maksimal pemberian kredit, dan FPJP (Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek). Berdasarkan kasus-kasus diatas, Bank Century banyak melanggar peraturan perundang undangan. Undang-undang yang dilanggar antara lain: Pasal 1 ayat 28 UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyatakan bahwa Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Selanjutnya dalam Pasal 40 ayat 1 UU Perbankan disebutkan bahwa Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Jadi, data nasabah penyimpan di Bank Century merupakan rahasia bank yang wajib dirasiakan. Mengenai mengapa data nasabah penyimpan Bank Century yang merupakan rahasia bank dapat diekspos oleh media massa maka kita harus melihat pada Pasal 4 ayat 3 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers: Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hal mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Media masa sebagai pers dapat mencari informasi dari berbagai sumber, baik dari pejabat, ataupun sumber sumber lainnya. 36

Mengenai DPR yang meminta data nasabah penyimpan ke Bank Century, seharusnya memang tidak boleh dilakukan. Seperti telah dibahas diatas, data nasabah penyimpan termasuk dalam rahasia bank yang wajib dirahasiakan. Memang dalam Pasal 3 ayat 1 UU No. 6 Tahun 1954 tentang Penetapan Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat (UU Hak Angket), dalam hal Panitia Angket DPR, semua warga negara Republik Indonesia dan semua penduduk serta orang-orang lain yang berada dalam wilayah Republik Indonesia diwajibkan memenuhi panggilan-panggilan Panitia Angket dan wajib pula menjawab pertanyaanpertanyaannya dan memberikan keteranganketerangan selengkapnya. Akan tetapi, dalam Pasal 22 ayat 1 UU Hak Angket, diatur bahwa ada orang-orang yang diperbolehkan untuk menolak memberikan keterangan. mereka yang karena kedudukannya, karena pekerjaannya ataupun karena jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat membebaskan diri dari memberikan penyaksian, akan tetapi semata-mata mengenai hal-hal yang dipercayakan kepadanya sebagai rahasia dalam kedudukan, pekerjaan atau jabatan tersebut. Oleh karena itu, merujuk pada Pasal 22 ayat 1 UU Hak Angket di atas pejabat- pejatabat Bank Century dapat menolak untuk memberikan data nasabah penyimpan yang termasuk rahasia bank tersebut. Hingga detik ini, perkembangan kasus Bank Century belum juga menghasilkan titik temu penyelesaiannya. Pengucuran dana Fasilitas Pinjaman Jangka Panjang (FPJP) sebesar Rp 6,7 triliun kepada Bank Century itu masih diselidiki oleh KPK dan belum ada tersangka yang ditetapkan dalam kasus ini. Sedangkan menurut Panitia Khusus (Pansus) Kasus Century terdapat di DPR dan DPR telah menemukan sekitar 60 pelanggaran pada saat proses merger, pengucuran FPJP, sampai keputusan mem-bail out Bank Century. Banyaknya contoh kasus diatas mengharuskan kita untuk mengetahui sanksisanksi apa yang dapat dikenakan apabila melanggar ketentuan rahasia bank tersebut. Dibawah ini akan diuraikan wujud sanksi pidana, sanksi administratif maupun sanksi perdata terhadap pelanggaran ketentuan rahasia bank. 1. Sanksi Pidana Sesuai dengan UU No. 10 Tahun 1998 bagi pihak yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan rahasia bank dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan. Sanksi tersebut diatur dalam Pasal 47 ayat (1) dan (2), sebagai berikut: 16 Menurut ketentuan Pasal 47 ayat (1) bahwa: Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp 200.000.000.000 (dua ratus miliar rupiah). Adapun Pasal 47 ayat (2) menentukan bahwa: Anggota Dewan Komisaris, direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 4.000.000.000 (empat miliar rupiah) dan paling banyak sekurang-kurangnya Rp 8.000.000.000 (delapan miliar rupiah). Berdasarkan ketentuan Pasal 47 ayat (1) dan (2) di atas, menunjukkan bahwa sanksi pidana yang berupa pidana penjara dan denda dikenakan kepada siapa saja yang memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud Pasal 40. Sanksi tersebut dikenakan juga kepada Anggota Dewan Komisaris, direksi, pegawai bank, atau pihak terafiliasi yang sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut ketentuan Pasal 40. Selanjutnya ketentuan Pasal 47A menentukan bahwa Anggota Dewan Komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana 16 Lihat Pasal 47 ayat (1) dan (2) UU Nomor 10 Tahun 1998. 37

dimaksud dalam Pasal 42A dan Pasal 44A, diancam dengan pidana penjara sekurangkurangnya dua tahun dan paling lama 7 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp 15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah). 2. Sanksi Administratif Selain sanksi pidana tersebut diatas, pihak pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank yang bersangkutan dan Bank Indonesia juga dapat menetapkan atau menambah sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) dan ayat (2). 17 Ketentuan Pasal 52 ayat (1) bahwa: Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 47A, Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50A, Bank Indonesia dapat menetapkan sanksi administratif kepada bank yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini, atau pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank yang bersangkutan. Adapun Pasal 52 ayat (2) menentukan bahwa: Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain adalah: a. denda uang; b. teguran tertulis; c. penurunan tingkat kesehatan bank; d. larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring; e. pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan; f. pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia; g. pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang tercela di bidang perbankan. 3. Sanksi Perdata Dari segi perdata pelaku dapat dituntut ganti rugi atas alasan perbuatan melawan hukum 17 Lihat Pasal 52 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 1998. karena telah melanggar Pasal 40 Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Atas pelanggarannya, pelaku diancam dengan tuntutan ganti rugi berdasarkan dalih bahwa bank telah melakuakn Perbuatan Melawan Hukum berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Meskipun atas pelanggaran Pasal 40 pelaku telah dijatuhi hukuman pidana, namun hal tersebut tidak mengurangi hak bagi pihak korban untuk menuntut ganti rugi perdata. Pembukaan rahasia bank seseorang selain melanggar undang-undang juga melanggar hak nasabah yang dapat mendatangkan kerugian kepada nasabah. Penerapannya dapat disetujui sepanjang pelanggaran dilakukan terhadap kepentingan nasabah atau debitur yang beritikad baik. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Undang-Undang Perbankan belum memberikan kepastian hukum mengenai bentuk perlindungan rahasia bank yang dilakukan pihak bank dalam menjaga rahasia nasabahnya, karena dalam Undang-Undang Perbankan hanya menjelaskan tentang definisi, pengeceualian pemberian informasi rahasia nasabah, dan sanksi dalam rahasia bank. Namun upaya yang dilakukan oleh bank untuk menjaga keamanan rahasia bank tersebut yaitu melalui kelaziman operasional, pencatatan pada bank, dan hukum kerahasiaan. 2. Akibat hukum bagi pihak bank yang melakukan pelanggaran terhadap rahasia bank dapat dikenakan tiga sanksi yaitu, sanksi pidana berupa ancaman pidana dan denda secara kumulatif sesuai dengan Pasal 47 ayat (1) dan (2), sanksi administratif berupa mencabut izin usaha bank yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) dan ayat (2) serta sanksi perdata berupa ganti rugi sesuai dengan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. B. Saran 1. Peraturan mengenai perlindungan hukum bagi nasabah pada dasarnya sudah baik 38

namun dalam prakteknya masih saja terjadi pelanggaran-pelanggaran yang merugikan nasabah sehingga berkurangnya kepercayaan masyarakat pada lembaga simpanan tersebut. Untuk itu diharapkan pihak bank agar lebih memperketat pengawasan dalam menjaga kerahasiaan bank guna meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam melakukan transaksi perbankan. 2. Perlu adanya penambahan mengenai sanksi di bidang keperdataan untuk melindungi nasabah dalam Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 agar terciptanya kepastian hukum yang memberikan jaminan dan kepercayaan bagi nasabah dalam menyimpan dananya di bank manapun. DAFTAR PUSTAKA Adrian Sutedi. Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan. Jakarta: Sinar Grafika. 2007. Chainur Arrasjid. Hukum Pidana Perbankan. Jakarta: Sinar Grafika. 2013. Charlie Rudyat. Kamus Hukum. Jakarta: Pustaka Mahardika. 2012. Dewi Fitri, Tinjauan Hukum Terhadap Prinsip Rahasia Bank Dikaitkan dengan Sistem Perbankan di Indonesia, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2004. Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman. Hukum Perbankan. Jakarta: Sinar Grafika. 2010. H. Salim. Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum. Jakarta: Rajagrafindo Persada. 2012. Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana. 2005. Muhammad Djumhana. Hukum Perbankan Di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 1996. Munir Fuady. Hukum Perbankan Modern (Berdasarkan Undang-Undang Tahun 1998) Buku Kesatu. Bandung: Citra Aditya Bakti. 1999. Sentosa Sembiring. Hukum Perbankan. Bandung: Mandar Maju. 2002. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1981. Try Widyono. Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia. Bandung: Ghalia Indonesia. 2006. Yunus Husein, Rahasia Bank dan Penegakan Hukum,Pustaka Juanda Tiga Lima, Jakarta, 2010. Yusuf Sofie. Perlindungan Konsumen. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2000. Zahirin Harahap.Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2001. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akusisi Surat Edaran Bank Indonesia No.2/337/UPPB/PbB perihal Penafsiran tentang Pengertian Rahasia Bank Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/177/KEP/DIR tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan Undang-Undang Nomor 23 PrP Tahun 1960 tentang Rahasia Bank Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan http://kbbi.web.id/lindung http://www.artikata.com/perlindunganhukum.html http://ekaagustianingsih.blogspot.com/2012/1 1/kejahatan-perbankan-studi-kasus-pada.html 39