UPAYA BANK MENJAGA KEAMANAN RAHASIA BANK DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UPAYA BANK MENJAGA KEAMANAN RAHASIA BANK DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH SKRIPSI"

Transkripsi

1 UPAYA BANK MENJAGA KEAMANAN RAHASIA BANK DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH CITRA BUANA PUTRI SIREGAR DEPARTEMEN : HUKUM EKONOMI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007

2 UPAYA BANK MENJAGA KEAMANAN RAHASIA BANK DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH CITRA BUANA PUTRI SIREGAR DEPARTEMEN : HUKUM EKONOMI Ketua Departemen, Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH NIP : Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II, Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Dr. Sunarmi, SH, M.Hum NIP : NIP : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007

3 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim, Dengan segenap keikhlasan hati, penulis panjatkan puji syukur kepada Allah SWT, Rabb penentu jalan hidup manusia Yang Maha Agung dan yang telah menghantarkan penulis hingga di batas ini. Tulisan ini penulis turunkan adalah untuk mengakhiri tugas penulis sebagai seorang mahasiswa guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum, jurusan Ekonomi, Universitas Sumatera Utara Medan. Penulis sangat menyadari bahwa kehadiran karya kecil ini tidak terlepas dari perhatian, bimbingan, dorongan dan bantuan dari semua pihak, untuk itu izinkanlah penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Runtung Sitepu, SH, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. 2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. 3. Bapak Syafruddin, SH, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. 4. Bapak M. Husni, SH, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

4 5. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, dan juga sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I. 6. Ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang banyak memberikan bimbingan dan saran-saran dalam penyelesaian skripsi ini. 7. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. 8. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan segala kritikan dan saran yang bersifat konstruktif guna penyempurnaan skripsi ini. Medan, Desember 2007 Penulis, Citra Buana Putri Siregar

5 DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi... Abstrak... i iii v BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah... 4 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 4 D. Keaslian Penulisan... 4 E. Tinjauan Kepustakaan... 5 F. Metode Penulisan.. 7 G. Sistematika Penulisan 7 BAB II KETENTUAN TENTANG RAHASIA BANK DALAM UU NO. 10 TAHUN A. Bank Sebagai Lembaga Kepercayaan Masyarakat... 9 B. Pengertian dan Latar Belakang Rahasia Bank C. Hal yang Wajib Dirahasiakan dan Pengecualiannya D. Dasar Hukum Rahasia Bank BAB III HUBUNGAN ANTARA RAHASIA BANK DENGAN PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH A. Hubungan Bank dengan Nasabah B. Mekanisme Perlindungan terhadap Nasabah. 46

6 C. Rahasia Bank dalam Praktek. 52 BAB IV UPAYA BANK MENJAGA KEAMANAN RAHASIA BANK.. 58 A. Upaya Bank Menjaga Rahasia Bank B. Sanksi terhadap Pelanggaran Rahasia Bank BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA... 75

7 UPAYA BANK MENJAGA KEAMANAN RAHASIA BANK DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH *) Bismar Nasution **) Sunarmi ***) Citra Buana P. Siregar Abstrak Perbankan merupakan pokok dari sistem keuangan setiap negara, karena perbankan merupakan salah satu motor penggerak pembangunan bangsa. Dalam rangka menghindari terjadinya penyalahgunaan keuangan nasabah maka dibuat aturan khusus yang melarang bank untuk memberikan informasi tercatat kepada siapapun berkaitan dengan keuangan nasabah, simpanan dan penyimpanannya yang diatur dalam Undang - Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan kecuali dalam hal hal tertentu yang disebutkan secara tegas di dalam undang undang tersebut. Hal inilah yang disebut dengan Rahasia Bank. Skripsi ini mengemukakan permasalahan bagaimana upaya bank di dalam menjaga keamanan rahasia bank, serta bagaimana sanksi terhadap pelanggaran rahasia bank. Metode yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian normatif dengan pengumpulan data secara studi pustaka (library research) disertai dengan mengumpulkan data dan membaca referensi melalui peraturan, majalah, internet dan sumber lainnya, kemudian diseleksi data data yang layak untuk mendukung penulisan. Kepercayaan masyarakat atas lembaga perbankan tumbuh dan berkembang, dikarenakan pada lembaga tersebut adanya satu unsur berupa kerahasiaan bank. Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan tidak boleh secara terbuka diungkapkan kepada pihak masyarakat. Undang Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 telah mewajibkan penerapan rahasia bank demi tetap menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan, akan tetapi dalam prakteknya masih sulit dijalankan karena belum ada keseragaman dalam penentuan kategori yang termasuk rahasia bank. Pelanggaran terhadap ketentuan ini termasuk ke dalam tindak pidana perbankan, yang dapat dikenakan sanksi pidana maupun perdata. Kesimpulan dalam skripsi ini adalah bahwa rahasia bank merupakan hal yang penting karena bank sebagai lembaga kepercayaan wajib merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan nasabah penyimpan dan simpanannya. Key-note : - Rahasia Bank - Perlindungan Nasabah *) Dosen Pembimbing I **) Dosen Pembimbing II ***) Mahasiswa Semester 7 FH USU

8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan pokok dari sistem keuangan setiap negara, karena perbankan merupakan salah satu motor penggerak pembangunan seluruh bangsa. Tidak dapat disangkal bahwa di dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, perbankan mempunyai peran yang sangat penting. Sebagai salah satu motor penggerak pembangunan bangsa, lembaga perbankan mempunyai peran yang sangat strategis karena bank mempunyai fungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat sebagai nasabah dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya. Bank diharapkan dapat menyerasikan, menyelaraskan dan menyeimbangkan unsur pemerataan pembangunan dan hasil hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional yang pada akhirnya mengarah kepada peningkatan taraf hidup masyarakat banyak. Perbankan dituntut untuk dapat bekerja secara profesional, dapat membaca dan menelaah, serta menganalisis semua kegiatan dunia usaha serta perekonomian nasional. Oleh karena itu maka lembaga perbankan perlu dibina dan diawasi secara terus menerus agar dapat berfungsi dengan efisien, sehat, wajar, mampu bersaing dan dapat melindungi dana yang disimpankan oleh nasabah dengan baik serta mampu menyalurkan dana simpanan tersebut kepada sektor sektor

9 produksi yang benar benar produktif sesuai dengan sasaran pembangunan. Sehingga dana yang disalurkan dalam bentuk pinjaman tersebut tidak sia sia. Sebaliknya nasabah yang mempercayakan dana simpanannya untuk dikelola oleh pihak bank juga harus mendapat perlindungan dari tindakan yang dapat merugikan nasabah yang mungkin dilakukan pengelola bank. Selain itu untuk menjaga nama baik nasabah, maka harus diatur kapan dan dalam hal yang bagaimana bank diperkenankan untuk memberikan informasi kepada pihak ketiga mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal hal lain dari nasabah yang diketahui oleh bank. Nasabah hanya akan mempergunakan jasa bank untuk menyimpan dananya apabila ada jaminan dari bank bahwa pihak bank tidak akan menyalahgunakan pengetahuannya tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabahnya. Dalam rangka menghindari terjadinya penyalahgunaan keuangan nasabah maka dibuatlah aturan khusus yang melarang bank untuk memberikan informasi tercatat kepada siapapun berkaitan dengan keadaan keuangan nasabah, simpanan dan penyimpanannya sebagaimana diatur dalam Undang - Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan kecuali dalam hal hal tertentu yang disebutkan secara tegas di dalam undang undang tersebut. Hal inilah yang disebut dengan Rahasia Bank. Pembangunan ekonomi suatu negara di samping memerlukan program pembangunan yang terencana dan terarah untuk mencapai sasaran pembangunan, maka faktor lain yang dibutuhkan adalah modal / dana pembangunan yang cukup

10 besar. Peningkatan pembangunan ekonomi ataupun pertumbuhan ekonomi perlu ditunjang dengan peningkatan dana pembangunan. Umumnya suatu negara mengalami keterbatasan dalam penyediaan dana pembangunan, untuk itu diperlukan mobilisasi dana dari masyarakat 1. Di sinilah diperlukannya peranan perbankan, terutama dikarenakan kemampuannya untuk menggali sumber sumber dana dari dalam dan luar negeri serta menyalurkannya dalam bentuk pinjaman kepada para pelaku usaha yang membutuhkannya, agar mampu menjadi salah satu katalisator penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Oleh karena itu kelancaran dan keamanan kegiatan perbankan haruslah mendapat perhatian yang sungguh sungguh dari semua aparat penegak hukum, karena apabila terjadi tindak pidana dalam bidang perbankan akan menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi negara. Oleh sebab itu segala usaha preventif maupun reprensif harus digalakkan untuk menanggulangi kejahatan perbankan tersebut. Pelanggaran terhadap rahasia bank merupakan salah satu bentuk kejahatan. Yang menjadi masalah bukan hanya karena adanya pembocoran rahasia, akan tetapi kenyataan bahwa rahasia bank itu kadang kala dijadikan sebagai tempat berlindung bagi penyelewengan administrasi dan kolusi pada perbankan. Berdasarkan hal tersebut maka penulis merasa perlu pengkajian untuk melihat sejauh apa upaya hukum yang dilakukan oleh pihak bank untuk memberikan rasa aman kepada nasabah dalam menitipkan dananya dengan 1 Faisal Afiff, dkk, Strategi dan Operasional Bank, (Bandung : PT Eresco, 1996), hal 1.

11 mengangkat judul Upaya Bank Menjaga Keamanan Rahasia Bank Dalam Rangka Perlindungan Terhadap Nasabah. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah upaya bank menjaga keamanan rahasia bank? 2. Bagaimanakah sanksi terhadap pelanggaran rahasia bank? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun tujuan pembahasan dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan bank dalam menjaga keamanan rahasia bank. 2. Untuk mengetahui sanksi yang diberikan apabila terjadi pelanggaran terhadap rahasia bank. Manfaat penulisan yang dapat diambil dari skripsi ini antara lain yaitu agar dapat memberi masukan dalam ilmu pengetahuan, khususnya bagi dunia perbankan yang berkenaan dengan rahasia bank. D. Keaslian Penulisan Upaya Bank Dalam Menjaga Keamanan Rahasia Bank Sebagai Wujud Perlindungan Terhadap Nasabah yang diangkat menjadi judul skripsi ini merupakan hasil karya penulis melalui pemikiran, referensi dari buku buku, internet, majalah, bantuan dari para sumber dan pihak pihak lain. Skripsi ini

12 bukan merupakan jiplakan ataupun merupakan judul skripsi yang sudah pernah diangkat sebelumnya oleh orang lain. E. Tinjauan Kepustakaan Yang dimaksud dengan rahasia bank yaitu : a. Menurut Munir Fuady. Hubungan antara bank dengan nasabah ternyata tidaklah seperti hubungan kontraktual biasa. Akan tetapi dalam hubungan tersebut terdapat pula kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia nasabahnya kepada pihak lain manapun kecuali jika ditentukan lain oleh perundang undangan yang berlaku. Hal ini dinamakan rahasia bank. Dengan demikian, istilah rahasia bank mengacu pada rahasia dalam hubungan antara bank dengan nasabahnya. 2 b. Menurut Kasmir. Dikarenakan kegiatan dunia perbankan mengelola uang masyarakat, maka bank wajib menjaga kepercayaan yang diberikan masyarakat. Bank wajib menjaga keamanan uang tersebut agar benar benar aman. Agar keamanan uang nasabahnya terjamin, pihak perbankan dilarang untuk memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal hal lain dari nasabahnya. Dengan kata lain 2 Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern (Buku Kesatu), (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2003), hal 87.

13 bank harus menjaga rahasia tentang keadaan keuangan nasabah dan apabila melanggar kerahasiaan ini perbankan akan dikenakan sanksi. 3 c. Menurut Sutan Remy Syahdeni. Untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan pada umumnya adalah dapat tidaknya bank dipercaya oleh nasabah yang menyimpan dananya dan atau menggunakan jasa jasa lainnya dari bank tersebut untuk tidak mengungkapkan keadaan keuangan dan transaksi nasabah serta keadaan lain dari nasabah yang bersangkutan kepada pihak lain. 4 Dalam hal ini prinsip kerahasiaan bank sangat penting dalam menjaga kepercayaan masyarakat. Dalam rangka untuk menghindari kemungkinan terjadinya kekurangpercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan, yang pada saat ini tengah gencar melakukan ekspansi untuk mencari dan menjaring nasabah, maka perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan terhadap kemungkinan terjadinya kerugian sangat diperlukan. Tidak dapat disangkal bahwa memang telah ada political will dari pemerintah untuk melindungi kepentingan nasabah bank, terutama nasabah penyimpan dana. Ini dibuktikan dengan dikeluarkannya Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, selain yang 3 Kasmir, Dasar Dasar Perbankan, (Jakarta : PT Rajawali Grafindo Persada, 2002), hal Sutan Remy Syahdeni, Rahasia Bank dan Berbagai Masalah Disekitarnya, (Jurnal Hukum Bisnis : 1999), : 5.

14 diatur dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang Undang Nomor 10 Tahun F. Metode Penulisan Metode yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah tergolong ke dalam jenis penelitian normatif dengan pengumpulan data secara studi pustaka (library research) disertai mengumpulkan dan membaca referensi melalui peraturan, majalah, internet kemudian data data yang layak diseleksi untuk mendukung penulisan. G. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini dibagi ke dalam 5 (lima) bab, dimana masing masing bab dibagi atas beberapa sub bab. Urutan bab tersebut tersusun secara sistematik dan saling berkaitan antara satu sama lain. Uraian singkat atas bab bab dan sub bab tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II : Bab ini merupakan bab yang berisi ketentuan tentang rahasia bank dalam Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998, bab ini menguraikan tentang bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat, pengertian dan 5 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2005), hal

15 latar belakang rahasia bank, hal yang wajib dirahasiakan dan pengecualiannya, dasar hukum rahasia bank. BAB III : Bab ini merupakan bab yang berisi tentang hubungan antara rahasia bank dengan perlindungan terhadap nasabah, bab ini menguraikan tentang hubungan bank dengan nasabah, mekanisme perlindungan terhadap nasabah, rahasia bank dalam praktek. BAB IV : Bab ini merupakan bab yang berisi tentang upaya bank dalam menjaga keamanan rahasia bank, bab ini menguraikan tentang upaya bank menjaga rahasia bank, sanksi terhadap pelanggaran rahasia bank. BAB V : Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan terhadap skripsi dan saran saran yang mungkin berguna bagi perkembangan hukum perbankan di Indonesia.

16 BAB II KETENTUAN TENTANG RAHASIA BANK DALAM UNDANG UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 A. Bank sebagai Lembaga Kepercayaan Masyarakat Industri perbankan selain penuh dengan peraturan perundang undangan, juga mendasarkan kepada kepercayaan masyarakat, bahkan kepercayaan masyarakat inilah yang merupakan pilar dan unsur utama yang harus selalu dijaga dan dipelihara. Di Indonesia hal itu telah diatur dan merupakan satu kewajiban yang perlu dilaksanakan oleh industri perbankan. Bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat yang akan menjembatani potensi, dan sumber sumber dana yang dimiliki masyarakat dengan berbagai kegiatan ekonomi/pembangunan. Dengan demikian pengelolaan bisnisnya harus berdasarkan pada norma perbankan yang sehat, tetap memperhatikan unsur sebagai agen pembangunan serta sebagai lembaga penghubung (perantara) keuangan yang dapat dipercaya masyarakat, sehingga dengan demikian mereka harus menjauhkan diri dari sikap spekulatif. Tuntutan seperti itu mengingat bisnis perbankan melibatkan dana masyarakat, serta bisnis yang berjangka panjang dengan melandaskan pada kepercayaan masyarakat. 6 Masyarakat berhubungan dengan lembaga perbankan karena adanya kepercayaan, yaitu bahwa perbankan akan memberikan keuntungan terhadap nasabahnya, baik itu berupa keuntungan materi misalnya berupa bunga atas 6 Muhamad Djumhana. Op cit. Hal 113.

17 simpanannya, maupun keuntungan bukan materi seperti keamanan atas barang berharga (dana) yang dititipkan/disimpan di bank tersebut. Dari hal itu timbullah adanya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan yang saling berkaitan, yaitu saling mempercayai. Salah satu bentuk dari saling mempercayai adalah bahwa apa apa yang diketahui oleh bank dari diri nasabahnya akan dirahasiakan dan tidak akan dibuka kepada siapapun kecuali atas dasar peraturan hukum yang berlaku. Kondisi demikian inilah maka perbankan mendapat julukan sebagai lembaga kepercayaan (agent of trust). Di lain pihak perbankan juga merasa yakin dan percaya, bahwa nasabahnya datang dari kalangan masyarakat yang mempunyai reputasi dan kredibilitas baik. 7 Kepercayaan masyarakat atas lembaga perbankan tumbuh dan berkembang, dikarenakan pada lembaga tersebut adanya satu unsur berupa kerahasiaan bank. Dengan adanya kerahasiaan itulah maka masyarakat tertarik untuk menyimpan dana dan menggunakan jasa jasa perbankan. Adanya kerahasiaan tersebut merupakan salah satu pemenuhan atas kebutuhan nasabah (masyarakat). Nasabah (masyarakat) membutuhkan rasa aman, dan dengan kerahasiaannya itulah salah satu daya tarik bagi nasabah untuk menyimpan uang, dan berhubungan dengan lembaga keuangan bank. Karena bila kerahasiaan data nasabah tidak dapat dijamin oleh bank, maka nasabah akan merasa enggan untuk berhubungan dengan bank. 8 7 Ibid. Hal Y. Sri Susilo, dkk, Bank & Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta : Salemba Empat, 2000), hal 35.

18 Ketentuan rahasia bank diperlukan karena perbankan harus melindungi nasabahnya. Bank yang membocorkan informasi yang dikategorikan rahasia bank layak dikenakan sanksi berat. Meskipun demikian ketentuan itu tidaklah bisa kaku serta ketat tanpa kekecualian. Ketentuan ini dapat dikesampingkan saat kepentingan umum (masyarakat) tampak bakal dirugikan oleh oknum tertentu. Disinilah terlihat bahwa kepentingan masyarakat menjadi prioritas utama karena kepentingan masyarakat harus dilindungi, yaitu perbankan bukanlah lembaga yang bisa dijadikan tempat untuk penyalahgunaan kewenangan atau tempat kerja sama mereka yang melanggar hukum dalam menjalankan kegiatan mengambil dana dari masyarakat melalui hal yang tidak wajar. 9 B. Pengertian dan Latar Belakang Rahasia Bank 1. Pengertian Rahasia Bank Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan tidak boleh secara terbuka diungkapkan kepada pihak masyarakat. Dalam hubungan ini yang menurut kelaziman wajib dirahasiakan oleh bank, adalah seluruh data dan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan, dan hal hal lain dari orang, dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya Muhamad Djumhana. Op cit. Hal Ibid. Hal 111.

19 Dengan demikian, istilah rahasia bank mengacu kepada rahasia dalam hubungan antara bank dengan nasabahnya. Sedangkan rahasia rahasia lain yang bukan merupakan rahasia antara bank dengan nasabah, sungguhpun juga bersifat rahasia tidak tergolong ke dalam istilah rahasia bank menurut Undang Undang Perbankan. Rahasia rahasia lain yang bukan rahasia bank tersebut, misalnya rahasia mengenai data dalam hubungan dengan pengawasan bank oleh Bank Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dan Pasal 33 Undang Undang Perbankan. 11 Pasal 1 angka 28 Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa : rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Undang undang ini membatasi atau mempersempit hal hal yang wajib dirahasiakan oleh bank, yakni hanya sebatas pada keterangan dan keadaan keuangan nasabah penyimpan dana saja. Sehingga keterangan dan keadaan keuangan nasabah selain sebagai nasabah penyimpan dana bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 16 Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992, rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Undang undang ini dapat dikatakan menganut kerahasiaan bank yang lebih luas dibandingkan dengan yang dianut oleh Undang Undang Nomor 11 Munir Fuady I. Op cit. Hal 87.

20 10 Tahun 1998, sebab yang dilindungi bukan hanya keterangan dan keadaan keuangan nasabah penyimpan dana dan simpanannya saja melainkan juga keterangan dan keadaan keuangan nasabah debitur atau pinjamannya. Kerahasiaan informasi yang terlahir dalam kegiatan perbankan ini diperlukan baik untuk kepentingan bank maupun untuk kepentingan nasabah itu sendiri. Oleh karenanya lembaga perbankan harus memegang teguh keterangan yang tercatat padanya. Ketentuan ini juga berlaku bagi pihak terafiliasi dalam kegiatan operasional perbankan tersebut. Yang dimaksud dengan pihak terafiliasi adalah 12 : a. Anggota Dewan Komisaris, Direksi, Pejabat, atau karyawan bank (bagi bank yang berbentuk Perseroan Terbatas); b. Anggota Pengurus dan Badan Komisaris, Direksi, Pejabat, atau Karyawan bank (bagi bank yang berbadan hukum koperasi sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku); c. Pihak yang memberikan jasanya kepada bank yang bersangkutan, termasuk konsultan, konsultan hukum, akuntan, dan penilai; d. Pihak yang berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia turut mempengaruhi pengelolaan bank. Bank sebagai lembaga keuangan yang dipercaya oleh masyarakat dihadapkan pada dua kewajiban yang saling bertentangan dan sering kali hal ini tidak dapat dirundingkan. Di satu pihak bank mempunyai kewajiban untuk tetap 12 Zainal Asikin, Pokok Pokok Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995), hal 53.

21 merahasiakan keadaan dan catatan keuangan nasabahnya yang disebut juga dengan teori rahasia mutlak (absolute theory), kewajiban ini timbul erat kaitannya dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat atau para nasabahnya kepada bank selaku lembaga pengelola keuangan atau sumber dana masyarakat. Kewajiban menjaga rahasia ini sering timbul atas dasar kepercayaan. Di sisi lain pihak bank juga berkewajiban untuk mengungkapkan keadaan dan catatan keuangan nasabahnya dalam keadaan keadaan tertentu yang disebut juga teori rahasia bank nisbi / relatif (relative theory) dimana bank diperbolehkan membuka rahasia nasabahnya bila untuk suatu kepentingan mendesak, misalnya untuk kepentingan negara. Disinilah munculnya konflik yang dihadapi oleh pihak bank. Kondisi yang demikian itu dapat disiasati dengan turun tangannya Menteri Keuangan memberikan izin tertulis kepada pihak tertentu seperti pihak perpajakan untuk pemeriksaan pajak, pihak kejaksaan dan kepolisian dalam penanganan kasus hukum. Izin tertulis ini dapat dipergunakan untuk mengetahui keterangan seseorang yang berhubungan dengan rahasia bank karena ada alasan tertentu yang berhubungan dengan kepentingan lembaga tersebut di atas Latar Belakang Rahasia Bank Pada dasarnya setiap orang, baik sebagai pribadi maupun sebagai pengusaha tidak menginginkan keadaan mengenai pribadinya termasuk keadaan keuangannya diketahui oleh orang lain. Tiap tiap kepentingan dari setiap orang 13 Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern (Berdasarkan Undang undang Tahun 1998) Buku Kesatu, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1999), hal 113.

22 itu harus mendapat perhatian dan dihormati sepenuhnya oleh siapapun juga termasuk negara. Untuk itu, jika perlu dilindungi dengan mempergunakan hukum pidana yaitu sejauh kepentingan itu secara langsung maupun tidak langsung, juga mempunyai arti bagi masyarakat atau negara. Bagi seorang pengusaha kerahasiaan ini sangatlah penting artinya demi menunjang kelancaran perusahaannya, karena tanpa hal ini setiap orang atau pengusaha akan dengan mudah mempelajari keuangan perusahaan yang nantinya akan dapat dipergunakan untuk mempersulit atau menjatuhkan usahanya. Keadaan ini benar benar disadari oleh dunia perbankan sehingga bank merasa perlu untuk merahasiakan keadaan keuangan nasabahnya yang dipercayakan kepadanya. Tindakan ini dalam dunia perbankan dikenal dengan sebutan Rahasia Bank. Guna melindungi suatu informasi dikenal adanya hukum kerahasiaan. Hukum kerahasiaan adalah hukum yang berisikan kaidah kaidah yang berkaitan dengan perlindungan rahasia bank yang menyangkut rahasia perdagangan, rahasia yang sifatnya pribadi atau mengenai rahasia pemerintahan. Objek dari hukum kerahasiaan ini meliputi informasi yang terjadi karena suatu tugas dan fungsi jabatan seseorang, dan atau karena suatu kegiatan. Informasi yang harus dirahasiakan karena tugas dan jabatan misalnya informasi dalam hubungan pasien dengan dokter, klien dengan pengacaranya, notaris atau rohaniawan. Sedangkan informasi yang harus dirahasiakan karena kegiatannya, misalnya informasi bisnis mengenai data tentang desain, dan proses proses teknik; prosedur kendali mutu;

23 daftar pelanggan; rencana bisnis dan sebagainya atau seorang wartawan yang harus merahasiakan sumber beritanya. 14 Kewajiban untuk menyimpan rahasia sebuah informasi bersumber kepada kewajiban moral serta tuntutan kepentingan masyarakat untuk terbentuknya suatu hubungan berdasarkan rasa saling percaya. Semua itu merupakan azas terpenting dan berhubungan secara intrinsik dengan tugas dan fungsi sesuatu jabatan / pekerjaan. Informasi mengenai kegiatan bank terutama mengenai hubungan antara nasabah dengan bank merupakan bagian dari rahasia bank itu dan hal itu merupakan salah satu bagian yang dilindungi oleh hukum kerahasiaan. Dasar yang melandasi hukum kerahasiaan ini adalah bahwa hukum tersebut dapat mencegah seseorang untuk membuka atau membocorkan informasi yang diberikan kepadanya atau menyalahgunakan informasi yang diketauinya tersebut. Dengan demikian bila terjadi pembocoran atau pembukaan informasi secara melawan hukum atau menyalahgunakan informasi tersebut maka ketentuan hukum dapat dikenakan kepada si pelaku pembocoran atau penyalahgunaan informasi tersebut. Pelanggaran atas hukum kerahasiaan terjadi, bila a. Informasi itu dapat dikategorikan mempunyai nilai rahasia atau untuk dirahasiakan, maksudnya informasi tersebut bukan merupakan hal yang lumrah atau telah menjadi pengetahuan umum; 15 : 14 Muhamad Djumhana. Op cit. Hal Ibid. Hal 132.

24 b. Informasi tersebut diberikan kepada pihak tertentu (seperti bank) dalam kondisi si penerima mempunyai kewajiban untuk merahasiakannya; c. Adanya penggunaan atau pembukaan informasi secara tidak sah. Oleh karena itu agar terhindar dari adanya penyelewangan penyelewengan ini, maka bank harus melindungi kerahasiaan mengenai nasabah dan simpanannya. Rahasia bank mutlak diperlukan bukan hanya untuk nasabah saja, melainkan juga mutlak diperlukan bagi kepentingan bank itu sendiri yakni untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat yang menyimpankan uangnya di bank. Masyarakat hanya akan mempercayakan dananya pada bank apabila ada jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak akan disalahgunakan. C. Hal Yang Wajib Dirahasiakan dan Pengecualiannya 1. Hal Yang Wajib Dirahasiakan Dalam menentukan hal hal (informasi) yang termasuk rahasia bank tidaklah mudah dan sampai saat ini belum ada satu keseragaman mengenai hal hal (informasi) apa saja yang dapat dikategorikan sebagai suatu yang masuk kategori untuk dirahasiakan oleh bank dari informasi dan data data seorang nasabah. Penentuan ini perlu untuk dapat dilindungi oleh hukum kerahasiaan. Hukum kerahasiaan berkaitan dengan perlindungan rahasia rahasia, baik yang menyangkut perdagangan, rahasia yang sifatnya pribadi atau mengenai pemerintahan. Rahasia bank adalah salah satu bagian yang dilindungi oleh hukum kerahasiaan.

25 Menyangkut rahasia bank terkait pula pihak pihak yang berhubungan dengan bank tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Pihak yang secara langsung yaitu mereka yang bekerja atau mempunyai hubungan erat dengan bank seperti anggota komisaris. Adapun pihak yang secara tidak langsung yaitu mereka yang mempunyai keterkaitan dengan kegiatan bank seperti konsultan hukumnya, akuntan publiknya dan pihak jasa penilai (appraisal). Mereka semua terikat pada rahasia jabatannya. Rahasia jabatan adalah menyangkut informasi yang diterima seseorang dari pihak lain dalam rangka hubungan profesinya. Rahasia jabatan yang berhubungan dengan perbankan, seperti yang telah disebutkan di atas yaitu konsultan hukum, akuntan publik, dan pihak jasa penilai (appraisal). Mereka diwajibkan untuk memegang rahasia pihak yang berhubungan dengannya (klien). Tetapi ketatnya pemegang rahasia tersebut sering pula dipakai di luar jalur hukum seperti untuk menutupi kejahatan kliennya. Penentuan hal hal yang termasuk kategori rahasia bank harus berpijak pada 16 : a. Kelaziman operasional perbankan Operasional perbankan yang utama adalah menghimpun dana masyarakat serta memberikan kredit. Dalam operasinya tersebut sudah lazim bank mengadakan pencatatan pencatatan data data, dan informasi jalannya usaha yang dilakukan serta dalam hubungannya dengan nasabahnya. 16 Ibid. Hal 121.

26 Keadaan keuangan nasabah yang tercatat padanya, ialah keadaan mengenai keuangan yang tercatat pada bank yang meliputi segala simpanannya yang tercantum dalam semua pos pasiva, dan segala pos aktiva yang merupakan pemberian kredit dalam pelbagai macam bentuk kepada yang bersangkutan. Hal hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, ialah segala keterangan orang, dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya, yaitu meliputi : pemberian pelayanan, dan jasa dalam lalu lintas uang, baik dalam maupun luar negeri; pendiskontoan, dan jual beli surat berharga; dan pemberian kredit. b. Apakah pembocoran / pembukaan informasi akan merugikan pemilik informasi (nasabah) atau menguntungkan pihak lain. Namun selalu ada pertanyaan tentang informasi seperti apa yang akan menimbulkan akibat kerugian itu. Meskipun agak kabur, kriteria ini jelas menunjuk kalangan perbankanlah sebagai sumber keputusan utama untuk menentukan informasi manakah yang harus diperlakukan sebagai hal yang konfidensial. c. Pihak pemilik informasi (nasabah) harus yakin secara wajar bahwa informasi itu benar benar belum diketahui masyarakat luas. Dari hal hal yang dikemukakan di atas, maka sekarang dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa informasi yang dapat dirahasiakan tidak harus merupakan hal yang sangat khusus.

27 2. Pengecualiannya Pengecualian dalam hal rahasia bank ini tercantum dalam Pasal 40 ayat (1) Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang menyebutkan bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana diatur dalam Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44 A. Kata kecuali diartikan sebagai pembatasan terhadap berlakunya rahasia bank. Mengenai keterangan yang disebutkan dalam pasal pasal tadi bank boleh tidak merahasiakannya (boleh mengungkapkannya). 17 Keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya itu boleh diungkapkan dalam hal hal sebagai berikut : a. Untuk Kepentingan Perpajakan (Pasal 41) Mengenai pembukaan rahasia bank untuk kepentingan perpajakan ini diatur dalam ketentuan Pasal 41 ayat (1) Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menentukan bahwa, Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti bukti tertulis serta surat surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2000), hal Hermansyah. Op cit. Hal 115.

28 Untuk pembukaan atau pengungkapan rahasia bank, Pasal 41 ayat (1) Undang undang Nomor 10 Tahun 1998 menetapkan unsur unsur yang wajib dipenuhi sebagai berikut 19 : 1) Pembukaan Rahasia Bank itu untuk kepentingan perpajakan. 2) Pembukaan Rahasia Bank itu atas permintaan tertulis Menteri Keuangan. 3) Pembukaan Rahasia Bank itu atas perintah tertulis Pimpinan Bank Indonesia. 4) Pembukaan Rahasia Bank itu dilakukan oleh Bank dengan memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti bukti tertulis serta surat surat mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan yang namanya disebutkan dalam permintaan tertulis Menteri Keuangan. 5) Keterangan dengan bukti bukti tertulis mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tersebut diberikan kepada pejabat pajak yang namanya disebutkan dalam perintah tertulis Pimpinan Bank Indonesia. Pengecualian untuk kepentingan perpajakan bagi kerahasiaan bank yang diatur dalam Pasal 41 ayat (1) tersebut merupakan paksaan hukum demi kepentingan umum, yaitu kepentingan negara serta kepentingan masyarakat. b. Untuk Penyelesaian Piutang Bank (Pasal 41 A) Dalam Pasal 41 A Undang undang Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan 19 Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati. Op cit. Hal 79.

29 Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur. Izin tersebut diberikan 20 : 1) atas permintaan tertulis dari Kepala BUPLN / Ketua PUPN dengan menyebutkan : a). nama dan jabatan pejabat BUPLN / PUPN yang meminta keterangan; b). nama nasabah debitor yang bersangkutan yang diperlukan keterangan; dan c). alasan diperlukannya keterangan dari nasabah debitor tersebut. 2) izin tersebut dengan sendirinya : a). diberikan secara tertulis; b) menyebutkan nama dan jabatan pejabat BUPLN / PUPN yang meminta keterangan; c). menyebutkan nama nasabah debitor yang akan dimintai keterangan berkaitan dengan utang bank yang diserahkan kepada BUPLN / PUPN; dan d) mencantumkan keperluan keterangan tersebut dikaitkan dengan urusan penyelesaian piutang bank. c. Untuk Kepentingan Peradilan Pidana (Pasal 42) Pemeriksaan di Pengadilan Negeri meliputi perkara pidana dan perkara perdata. Ketentuan yang berhubungan dengan pembukaan rahasia bank dalam 20 Rachmadi Usman, Aspek aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal 157.

30 hukum acara pidana diatur pada Pasal 170 Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yaitu 21 : Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka. Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut. Kalangan perbankan diakui oleh peraturan perundang undangan Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok pokok Perbankan, diwajibkan untuk menyimpan rahasia. Tanpa izin tertulis dari Menteri Keuangan, mereka tidak boleh membuka yang menyangkut rahasia bank. Dengan demikian bila tidak izin maka mereka dapat mengajukan untuk dibebaskan dari kewajiban untuk menjadi saksi suatu perkara. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Menteri Keuangan dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan keuangan tersangka / terdakwa pada bank. Izin sebagaimana dimaksud di atas diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung atau Ketua Mahkamah Agung. Permintaan sebagaimana dimaksud di atas harus menyebutkan 21 Muhamad Djumhana. Op cit. Hal 152.

31 nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim, nama tersangka / terdakwa, sebab sebab keterangan diperlukan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan keterangan yang diperlukan. 22 d. Untuk Kepentingan Pemeriksaan Peradilan Perdata (Pasal 43) Pasal 43 Undang Undang Perbankan menyatakan, dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, Direksi Bank dapat menginformasikan kepada pengadilan di depan hakim tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut. 23 Dalam penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa informasi mengenai keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dapat diberikan oleh bank kepada Pengadilan tanpa izin Menteri. Karena pasal ini tidak diubah oleh Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998, maka penjelasannya perlu disesuaikan. Yang memberi izin tersebut bukan lagi Menteri, melainkan adalah Pimpinan Bank Indonesia. 24 Ketentuan ini merupakan landasan hukum dan alasan dapat dibukanya atau diterobosnya ketentuan rahasia bank untuk kepentingan penyelesaian perkara perdata antara bank dan nasabahnya di pengadilan. Untuk itu direksi dari bank yang bersangkutan dapat memberikan keterangan mengenai keadaan keuangan dari nasabah tersebut Marulak Pardede, Hukum Pidana Bank, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995), hal Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia (Simpanan, Jasa dan Kredit), (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2006), hal Muhamad Djumhana. Loc cit. Hal Hermansyah. Op cit. Hal 116.

32 e. Untuk Kepentingan Tukar Menukar Informasi Antar Bank (Pasal 44) Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. Tukar menukar informasi antar bank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari suatu bank lain. Dengan demikian bank dapat menilai tingkat resiko yang dihadapi, sebelum melakukan sesuatu transaksi dengan nasabah atau dengan bank lain. Ketentuan mengenai tukar menukar informasi tersebut diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia, yang antara lain mengatur mengenai tata cara penyampaian dan permintaan informasi serta bentuk dan jenis informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indikator secara garis besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan, dan masuk tidaknya debitur yang bersangkutan dalam daftar kredit macet. 26 Informasi antar bank tersebut antara lain berupa : 1) informasi bank, untuk mengetahui keadaan dan status bank dalam rangka melakukan kerjasama atau transaksi dengan bank; 2) informasi kredit untuk mengetahui status dan keadaan debitor bank guna mencegah penyimpangan pengelolaan perkreditan; 3) informasi pasar uang, untuk mengetahui tingkat suku bunga dan kondisi likuiditas pasar. Sebelumnya Bank Indonesia telah mengatur ketentuan tata cara tukar menukar informasi antar bank sebagaimana dalam Surat Keputusan Direksi Bank 26 Marulak Pardede I. Op cit. Hal 59.

33 Indonesia Nomor 27/6/UPB masing masing tanggal 25 Januari 1995, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan tukar menukar informasi antar bank adalah permintaan pemberian informasi mengenai keadaan kredit yang diberikan bank kepada debitor tertentu dan keadaan serta status suatu bank. Informasi antar bank ini hanya dapat dilakukan oleh Anggota Direksi atau pejabat yang memperoleh penunjukan sebagaimana diatur oleh ketentuan internal masing masing bank. Ada dua bentuk permintaan informasi antar bank, yaitu 27 : 1) permintaan informasi kepada bank lain Bank dapat meminta informasi kepada bank lain mengenai keadaan debitor tertentu secara tertulis dari Direksi bank dengan menyebutkan secara jelas tujuan penggunaan informasi yang diminta. Permintaan informasi mengenai keadaan kredit dapat dilakukan oleh : a. Bank Umum kepada Bank Umum. b. BPR kepada BPR. Bank yang dimintai informasi wajib memberikan informasi secara tertulis sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Untuk nasabah yang masih tercatat sebagai debitor aktif (nasabah aktif) cukup dengan menegaskan bahwa nasabah yang dimaksud adalah debitor bank yang bersangkutan. Sedangkan untuk nasabah yang tidak lagi tercatat sebagai debitor aktif (nasabah tidak aktif) informasinya dapat meliputi : a. data debitor; b. data pengurus; 27 Rachmadi Usman. Op cit. Hal 162.

34 c. data agunan; d. data jumlah fasilitas kredit yang diberikan; e. data keadaan kolektibilitas terakhir. Informasi yang diterima oleh bank peminta, bersifat rahasia dan wajib digunakan sesuai dengan tujuan penggunaan sebagaimana disebutkan dalam surat permintaan informasi. Bank yang melanggar akan dikenakan sanksi administratif yang dapat menurunkan tingkat kesehatan bank. 2) Permintaan informasi melalui Bank Indonesia Bank dapat meminta informasi mengenai nasabah debitor kepada Bank Indonesia atau keadaan dan status suatu bank melalui Bank Indonesia secara tertulis dengan menyebut secara jelas tujuan penggunaan informasi yang diminta. Informasi mengenai bank yang dapat diberikan oleh Bank Indonesia tersebut meliputi : a. nomor dan tanggal akta pendirian dan izin usaha; b. status / jenis usaha; c. tempat kedudukan; d. susunan pengurus; e. permodalan; f. neraca yang telah diumumkan; g. pengikutserataan dalam kliring; dan h. jumlah kantor bank.

35 Bank yang melanggar ketentuan ini dikenakan sanksi administratif yang dapat menurunkan tingkat kesehatan bank. f. Untuk Kepentingan Pihak Lain yang ditunjuk Nasabah (Pasal 44 A ayat 1) Pemberian keterangan atas persetujuan nasabah penyimpan untuk kepentingan pihak lain sebagaimana disebutkan dalam Pasal 44 A ayat (1) Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 bahwa atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut. Berdasarkan ketentuan Pasal 44 A ayat (1) tersebut bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan kepada pihak yang ditunjuknya, asalkan ada permintaan, atau persetujuan, atau kuasa tertulis dari nasabah penyimpan yang bersangkutan, misalnya kepada penasehat hukum yang menangani perkara nasabah penyimpan. g. Untuk Kepentingan Penyelesaian Kewarisan (Pasal 44 A ayat 2) Apabila nasabah penyimpan telah meninggal dunia, maka ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut. 28 Pengecualian ini disebutkan dalam Pasal 44 A ayat (2) yang merupakan ketentuan baru yang ditambahkan dalam undang undang perbankan yang diubah. 28 Y. Sri Susilo. Op cit. Hal 38.

36 Sebagai pelaksanaan Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998, pengecualian rahasia bank juga diatur dalam peraturan Gubernur Bank Indonesia Nomor : 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah Atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank. Lahirnya peraturan Gubernur Bank Indonesia ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa rahasia bank yang diperlukan sebagai salah satu faktor untuk menunjang kepercayaan nasabah penyimpan, dimungkinkan dibuka untuk kepentingan perpajakan, penyelesaian piutang bank, kepentingan peradilan dalam perkara pidana, dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah, dan permintaan ahli waris yang sah dari nasabah yang telah meninggal dunia. 29 Selain pengecualian pengecualian yang telah diuraikan di atas, maka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga diberikan kewenangan dalam membuka rahasia bank. Kewenangan tersebut didasarkan pada Surat Mahkamah Agung No. KMA/694/R.45/XII/2004 perihal pertimbangan hukum atas pelaksanaan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan ketentuan rahasia bank yang ditandatangani oleh Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 2 Desember Surat Keputusan Mahkamah Agung RI tersebut diterbitkan sebagai jawaban atas Surat Gubernur Bank Indonesia No. 6/2/GBI/DHk/Rahasia, tanggal 8 Agustus 2004 yang meminta 29 Adrian Sutedi, Hukum Perbankan (Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi dan Kepailitan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2006), hal 9.

37 pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung untuk menjawab persoalan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam membuka rahasia bank. 30 Pemberian kewenangan untuk menerobos rahasia bank kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah suatu terobosan hukum yang tepat dalam upaya mencegah dan menindak tindak pidana di bidang perbankan. 31 D. Dasar Hukum Rahasia Bank Terdapat beberapa ketentuan yang menjadi dasar hukum sebagai landasan bagi rahasia bank agar dapat berlaku secara yuridis formal. Adapun yang merupakan dasar hukum berlakunya rahasia bank adalah Pasal 40 sampai dengan Pasal 45 Undang undang Perbankan, yaitu sebagai berikut 32 : Pasal 40 (1) Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44 A. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tersebut berlaku juga bagi pihak terafiliasi. Pasal ini menjelaskan bahwa apabila nasabah penyimpan yang sekaligus juga sebagai nasabah debitur, bank wajib merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan. Walaupun demikian, 30 Hermansyah. Op cit. Hal Ibid. Hal Munir Fuady I. Op cit. Hal 89.

38 pemberian data dan informasi kepada pihak lain dimungkinkan yaitu berdasarkan Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44. Pasal 41 (1) Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang untuk mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti bukti tertulis serta surat surat mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. (2) Perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), haruslah menyebutkan nama pejabat pajak, dan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya. Pasal ini menjelaskan bahwa dalam hal kepentingan perpajakan, bank dapat menginformasikan keterangan keterangan dan bukti bukti tertulis atas permintaan Menteri Keuangan melalui Pimpinan Bank Indonesia, dan pengecualian ini merupakan paksaan hukum demi kepentingan umum. Pasal 41 A (1) Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan Nasabah Debitur.

39 (2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara / Ketua Panitia Urusan Piutang Negara. (3) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, nama nasabah debitur yang bersangkutan, dan alasan diperlukannya keterangan. Pasal ini menjelaskan bahwa untuk penyelesaian piutang bank yang diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin secara tertulis kepada Pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur. Pasal 42 (1) Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank. (2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tersebut diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung.

40 (3) Permintaan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan. Pasal ini menjelaskan bahwa untuk kepentingan pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin tertulis kepada polisi, jaksa, atau hakim sepanjang permintaan tersebut telah memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (3). Pasal 42 A Pasal ini mengatur bahwa bank wajib memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42. Pasal 43 Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada Pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut. Pasal ini menjelaskan bahwa dalam hal perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, maka bank dapat memberikan informasi keuangan nasabah yang dalam perkara tersebut serta keterangan lain yang bersangkutan dengan perkara tersebut tanpa perlu izin dari Menteri.

41 Pasal 44 (1) Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tukar menukar informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia. Pasal ini menjelaskan bahwa dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, maka direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain dengan tujuan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah terjadinya kredit rangkap serta untuk mengetahui keadaan dan status dari suatu bank. Pasal 44 A (1) Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan tersebut. (2) Dalam hal Nasabah Penyimpan telah meninggal dunia, ahliwaris yang sah dari Nasabah Penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan tersebut. Pasal ini merupakan ketentuan yang baru ditambahkan dalam Undang undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang mengatur mengenai penyelesaian kewarisan. Dimana atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari

BAB II RAHASIA BANK SECARA UMUM. boleh secara terbuka diungkapkan kepada pihak masyarakat. Dalam hubungan ini

BAB II RAHASIA BANK SECARA UMUM. boleh secara terbuka diungkapkan kepada pihak masyarakat. Dalam hubungan ini A. Pengertian Rahasia Bank BAB II RAHASIA BANK SECARA UMUM Rahasia bank adalah segala sesuatu yang behubungan dengan keuangan, dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan

Lebih terperinci

RAHASIA BANK. Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

RAHASIA BANK. Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM RAHASIA BANK PENGERTIAN RAHASIA SESUATU YANG DIPERCAYAKAN SESEORANG UNTUK TIDAK DICERITAKAN KEPADA ORANG YANG TIDAK BERWENANG MENGETAHUINYA RAHASIA BANK SESUATU YANG DIPERCAYAKAN NASABAH KEPADA BANK AGAR

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN PERINTAH ATAU IZIN TERTULIS MEMBUKA RAHASIA BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN PERINTAH ATAU IZIN TERTULIS MEMBUKA RAHASIA BANK GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 19 /PBI/2000 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN PERINTAH ATAU IZIN TERTULIS MEMBUKA RAHASIA BANK GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TENTANG PEMBUKAAN RAHASIA BANK MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Pembukaan Rahasia Bank

BAB II PENGATURAN TENTANG PEMBUKAAN RAHASIA BANK MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Pembukaan Rahasia Bank BAB II PENGATURAN TENTANG PEMBUKAAN RAHASIA BANK MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN A. Pengertian dan Ruang Lingkup Pembukaan Rahasia Bank 1. Defenisi Rahasia Bank Rahasia Bank atau Banking Secrecy di kenal

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Liabilitas dan Modal. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Liabilitas dan Modal. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Liabilitas dan Modal Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Liabilitas dan Modal Persyaratan dan

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Liabilitas dan Modal. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Liabilitas dan Modal. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Liabilitas dan Modal Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Liabilitas dan Modal Persyaratan dan

Lebih terperinci

SELUK BELUK PENGATURAN RAHASIA BANK SYARIAH. Rusdan Fakultas Ekonomi Islam IAI Nurul Hakim Kediri Lombok Barat

SELUK BELUK PENGATURAN RAHASIA BANK SYARIAH. Rusdan Fakultas Ekonomi Islam IAI Nurul Hakim Kediri Lombok Barat SELUK BELUK PENGATURAN RAHASIA BANK SYARIAH Rusdan Fakultas Ekonomi Islam IAI Nurul Hakim Kediri Lombok Barat E-mail: rusdan@yahoo.com ABSTRAK Bank syariah merupakan lembaga keuangan yang eksistensinya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1998/82, TLN 3790]

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1998/82, TLN 3790] UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1998/82, TLN 3790] 33. Ketentuan Pasal 46 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 46 ayat (1) menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang bank merupakan barang yang sudah tidak asing lagi

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang bank merupakan barang yang sudah tidak asing lagi 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa sekarang bank merupakan barang yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat yang hidup di negara-negara maju. Bank merupakan mitra dalam rangka memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai nasabah serta dana yang disimpannya dari pihak-pihak yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. mengenai nasabah serta dana yang disimpannya dari pihak-pihak yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai suatu lembaga yang diberikan kepercayaan untuk mengelola dana masyarakat berkewajiban untuk menjaga kerahasiaan atas segala informasi mengenai nasabah serta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1992/31, TLN 3472]

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1992/31, TLN 3472] UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1992/31, TLN 3472] BAB VIII KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 46 (1) Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016

PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016 PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016 Syapri Chan, S.H., M.Hum. Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Medan E-mail : syapri.lawyer@gmail.com Abstrak Korporasi

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017. RAHASIA BANK DALAM KEGIATAN USAHA BANK SYARIAH (UU No. 21 TAHUN 2008) 1 Oleh: Reviyansyah J.

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017. RAHASIA BANK DALAM KEGIATAN USAHA BANK SYARIAH (UU No. 21 TAHUN 2008) 1 Oleh: Reviyansyah J. RAHASIA BANK DALAM KEGIATAN USAHA BANK SYARIAH (UU No. 21 TAHUN 2008) 1 Oleh: Reviyansyah J. Dien 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimankah rahasia bank dalam kegiatan usaha bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun

BAB I PENDAHULUAN. terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun pihak yang berwenang

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK. keuangan (Financial Intermediary) antara debitur dan kreditur

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK. keuangan (Financial Intermediary) antara debitur dan kreditur BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK 2.1. Pengertian dan Fungsi Bank Bank adalah "suatu industri yang bergerak di bidang kepercayaan, yang dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan (Financial

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 68-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 52, 1999 PERBANKAN. LIKUIDASI. IZIN USAHA. PEMBUBARAN. LEMBAGA KEUANGAN. (Penjelasan dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

RAHASIA BANK THALIS NOOR CAHYADI, M.A., M.H., CLA

RAHASIA BANK THALIS NOOR CAHYADI, M.A., M.H., CLA RAHASIA BANK THALIS NOOR CAHYADI, M.A., M.H., CLA DEFINISI RAHASIA BANK Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya. (Pasal 1 UU NO.10/1998)

Lebih terperinci

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

UU No. 8/1995 : Pasar Modal UU No. 8/1995 : Pasar Modal BAB1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1 Afiliasi adalah: hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat a. kedua, baik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM BERBAGAI PERATURAN. A. Pengaturan dan Jenis-jenis Tindak Pidana Di Bidang Perbankan

BAB II TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM BERBAGAI PERATURAN. A. Pengaturan dan Jenis-jenis Tindak Pidana Di Bidang Perbankan BAB II TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM BERBAGAI PERATURAN A. Pengaturan dan Jenis-jenis Tindak Pidana Di Bidang Perbankan Semakin banyak kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank, semakin banyak

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. I/No.3/Juli/2013

Lex et Societatis, Vol. I/No.3/Juli/2013 PENYELESAIAN ATAS PELANGGARAN RAHASIA BANK 1 Oleh : Indra S. Mooduto 2 ABSTRAK Salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH YANG DIDAFTARHITAMKAN AKIBAT KESALAHAN SISTEM PERBANKAN MENURUT UU No. 10 TAHUN 1998 TENTANG PERBANKAN 1 Oleh : Anggraini Said 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

TINDAK-TINDAK PIDANA PERBANKAN INDONESIA Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H., FCBArb

TINDAK-TINDAK PIDANA PERBANKAN INDONESIA Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H., FCBArb TINDAK-TINDAK PIDANA PERBANKAN INDONESIA Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H., FCBArb 1. PENGERTIAN TINDAK PIDANA PERBANKAN Arti luas: TPP adalah perilaku (conduct), baik berupa melakukan sesuatu (commission)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UU R.I No.8/1995 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya suatu masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan

Lebih terperinci

Penerobosan Rahasia Bank : Upaya Penegakan Kepatuhan Pajak

Penerobosan Rahasia Bank : Upaya Penegakan Kepatuhan Pajak Penerobosan Rahasia Bank : Upaya Penegakan Kepatuhan Pajak Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Jurusan PPKn Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Abstrak : Perlunakan ketentuan mengenai rahasia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH [LN 2008/94, TLN 4867]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH [LN 2008/94, TLN 4867] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH [LN 2008/94, TLN 4867] BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 59 (1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha Bank Syariah, UUS, atau kegiatan penghimpunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 31 Tahun 1992 TLN Nomor 3472, Pasal 4. Aditya Bakti, 2003), hal 86. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 31 Tahun 1992 TLN Nomor 3472, Pasal 4. Aditya Bakti, 2003), hal 86. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sistem perekonomian suatu negara industri perbankan memegang peranan penting sebagai penunjang perekonomian negara tersebut. Di Indonesia industri perbankan mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perbankan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. BAB III PEMBAHASAN A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. Semua harta benda dari si pailit untuk kepentingan kreditur secara bersama-sama. Kedudukan

Lebih terperinci

MEKANISME DAN PROSEDUR PEMBUKAAN RAHASIA BANK *

MEKANISME DAN PROSEDUR PEMBUKAAN RAHASIA BANK * MEKANISME DAN PROSEDUR PEMBUKAAN RAHASIA BANK * Bambang Catur SP 1 Permalink: https://www.academia.edu/9964222 Abstract: Mechanisms and procedures at the Opening of Bank Secrecy. The bank secrecy is the

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perputaran uang yang terjadi, hal itu akan semakin mendorong pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. perputaran uang yang terjadi, hal itu akan semakin mendorong pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman dan teknologi di dunia ini, tidak diragukan lagi telah membawa dampak yang sangat berarti terhadap perkembangan seluruh negara. Tidak terkecuali Indonesia.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. I/No. 4/Agustus/2013. USAHA BANK MENJAGA RAHASIA BANK DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH 1 Oleh : Nancy Sarapi 2

Lex et Societatis, Vol. I/No. 4/Agustus/2013. USAHA BANK MENJAGA RAHASIA BANK DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH 1 Oleh : Nancy Sarapi 2 USAHA BANK MENJAGA RAHASIA BANK DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH 1 Oleh : Nancy Sarapi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah bagaimana usaha bank menjaga rahasia bank dan bagaimanakah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERATURAN KLIRING DALAM PERHITUNGAN UTANG PIUTANG WARKAT BILYET GIRO DI BANK MANDIRI CABANG SURAKARTA

IMPLEMENTASI PERATURAN KLIRING DALAM PERHITUNGAN UTANG PIUTANG WARKAT BILYET GIRO DI BANK MANDIRI CABANG SURAKARTA IMPLEMENTASI PERATURAN KLIRING DALAM PERHITUNGAN UTANG PIUTANG WARKAT BILYET GIRO DI BANK MANDIRI CABANG SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa II. Tinjauan Pustaka A. Bank Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa pengertian bank telah dikemukakan baik oleh para ahli maupun menurut ketentuan undangundang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas pada umumnya. Oleh karena itu, bank sangat berkepentingan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas pada umumnya. Oleh karena itu, bank sangat berkepentingan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank adalah suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung pada kepercayaan mutlak dari para nasabahnya yang mempercayakan dana dan jasajasa lain yang dilakukan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2 FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah utnuk mengetahui bagaimana prosedur pengajuan Peninjauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor kredit baik dalam bentuk bunga, provisi, ataupun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Bahan TIMUS 23-06-04 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 10/Nov/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 10/Nov/2015 PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH DALAM LIKUIDASI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN 1 Oleh: Jeanette Karundeng 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

Lebih terperinci

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 HAK DAN KEWAJIBAN NASABAH BANK SERTA PERLINDUNGAN HUKUM MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 1 Oleh : Aprilya Altji Papendang 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HUKUM HUBUNGAN BANK DENGAN NASABAH. Kemudian pihak bank menggunakan dana yang disetorkan tersebut untuk

BAB II TINJAUAN HUKUM HUBUNGAN BANK DENGAN NASABAH. Kemudian pihak bank menggunakan dana yang disetorkan tersebut untuk BAB II TINJAUAN HUKUM HUBUNGAN BANK DENGAN NASABAH A. Hubungan Bank Dengan Nasabah Hubungan bank dengan nasabah pada prinsipnya didasarkan oleh dua unsur, yaitu hukum dengan kepercayaan. Kepercayaan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kiprah dan sepak terjang industri perbankan syariah di tanah air. Hal ini dengan

BAB I PENDAHULUAN. kiprah dan sepak terjang industri perbankan syariah di tanah air. Hal ini dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan sistem perbankan syariah dalam sistem perbankan di Indonesia kini telah mendapatkan payung hukum tertinggi yang akan melindungi kiprah dan sepak terjang industri

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian terus berlangsung di manapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN A. Pengertian Lembaga Pembiayaan Perusahaan merupakan Badan Usaha yang menjalankan kegiatan di bidang perekonomian (keuangan, industri, dan perdagangan), yang dilakukan

Lebih terperinci

RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG 47 RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG I. UMUM Pembangunan rezim anti pencucian uang di Indonesia yang

Lebih terperinci

JURNAL HUKUM KEWAJIBAN BANK UNTUK LAPOR PERPAJAKAN ATAS DATA NASABAH BANK YANG MENGGUNAKAN JASA KARTU KREDIT DITINJAU DARI PRINSIP KERAHASIAAN BANK

JURNAL HUKUM KEWAJIBAN BANK UNTUK LAPOR PERPAJAKAN ATAS DATA NASABAH BANK YANG MENGGUNAKAN JASA KARTU KREDIT DITINJAU DARI PRINSIP KERAHASIAAN BANK JURNAL HUKUM KEWAJIBAN BANK UNTUK LAPOR PERPAJAKAN ATAS DATA NASABAH BANK YANG MENGGUNAKAN JASA KARTU KREDIT DITINJAU DARI PRINSIP KERAHASIAAN BANK Diajukan oleh: Carissa Amelia Haryono N P M : 130511116

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum O L WARTINI WIJAYA DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum O L WARTINI WIJAYA DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI DALAM PENYAMPAIAN LAPORAN KEUANGAN YANG MENYESATKAN (MISLEADINGSTATEMENT) ; SUATU ANALISIS TERHADAP UU NO.40/2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DAN UU NO.8/1995 TENTANG PASAR MODAL

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720] Bagian Kedua Ketentuan Pidana Pasal 71 (1) Setiap Pihak yang melakukan kegiatan Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesulitan baik karena keterbatasan dana sehingga sudah sewajarnya manusia

BAB I PENDAHULUAN. kesulitan baik karena keterbatasan dana sehingga sudah sewajarnya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya terkadang mengalami kesulitan baik karena keterbatasan dana sehingga sudah sewajarnya manusia saling membutuhkan dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN NASABAH KOPERASI SIMPAN PINJAM DALAM PAILITNYA KOPERASI SIMPAN PINJAM.

KEDUDUKAN NASABAH KOPERASI SIMPAN PINJAM DALAM PAILITNYA KOPERASI SIMPAN PINJAM. KEDUDUKAN NASABAH KOPERASI SIMPAN PINJAM DALAM PAILITNYA KOPERASI SIMPAN PINJAM. S K R I P S I Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Oleh

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT PERJANJIAN KREDIT Yang bertanda tangan di bawah ini : I. ------------------------------------- dalam hal ini bertindak dalam kedudukan selaku ( ------ jabatan ------- ) dari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 2007/85, TLN 4740] 46. Ketentuan Pasal 36A diubah sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerataan pembangunan di segala bidang pada umumnya merupakan salah satu dari tujuan utama pembangunan nasional. Dalam rangka melindungi segenap Bangsa Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat yang kelebihan dana, tetapi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional guna mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016 TUGAS BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL DI INDONESIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1999 JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2009 1 Oleh: Nanda Ch. A. Patimbano 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di pisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan para pelaku ekonomi yang secara terus menerus dari waktu

Lebih terperinci

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) NOMOR 23 TAHUN 1960 (23/1960) Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) NOMOR 23 TAHUN 1960 (23/1960) Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) NOMOR 23 TAHUN 1960 (23/1960) TENTANG RAHASIA BANK Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa kepentingan pembiayaan usaha-usaha pembangunan

Lebih terperinci