RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 8/PUU-VIII/2010 Tentang UU Penetapan Hak Angket DPR Hak angket DPR

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 7/PUU-VIII/2010 Tentang UU MPR, DPD, DPR & DPRD Hak angket DPR

I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN, selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 4/PUU-XV/2017 Pemilihan Pimpinan DPR oleh Anggota DPR Dalam Satu Paket Bersifat Tetap

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

I. PEMOHON Bastian Lubis, S.E., M.M., selanjutnya disebut Pemohon.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XI/2013 Tentang Pemberhentian Oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 22/PUU-VII/2009 tentang UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah [Syarat masa jabatan bagi calon kepala daerah]

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 94/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-IX/2011 Tentang Peringatan Kesehatan dalam Promosi Rokok

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor /PUU-VII/2009 tentang UU SISDIKNAS Pendidikan usia dini

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya

PERMOHONAN PERKARA Nomor 122 /PUU-VII/2009 Tentang UU PTUN Memberlakukan kembali pasal yang berkaitan dengan derden verzet

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 88/PUU-XII/2014 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 20/PUU-X/2012 Tentang Peralihan Saham Melalui Surat Kesepakatan Bersama

KUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota

KUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

RINGKASAN PERBAIKAN KEDUA PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 27/PUU-IX/2011 Tentang Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (Outsourching)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD dan DPRD Pemilihan Pimpinan MPR

Kuasa Hukum: Fathul Hadie Utsman sebagai kuasa hukum para Pemohon, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 20 Oktober 2012.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 16/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kekuasaan Kehakiman, UU MA dan KUHAP Pembatasan Pengajuan PK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XVI/2018 Kewajiban Pencatatan PKWT ke Intansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XVI/2018 Dua Kali Masa Jabatan Bagi Presiden atau Wakil Presiden

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017

I. PARA PEMOHON Deden Rukman Rumaji; Eni Rif ati; Iyong Yatlan Hidayat untuk selanjutnya secara bersama-sama disebut Para Pemohon.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 128 /PUU-VII/2009 Tentang UU Pajak Penghasilan Pemerintah tidak berhak menetapkan pajak

KUASA HUKUM Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., dan Vivi Ayunita Kusumandari, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Oktober 2014.

PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. : Habiburokhman S.H., M.H.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 4 / PUU-X / 2012 Tentang Penggunaan Lambang Negara

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 73/PUU-XV/2017

I. PEMOHON Perkumpulan Tukang Gigi (PTGI) Jawa Timur yang dalam hal ini di wakili oleh Mahendra Budianta selaku Ketua dan Arifin selaku Sekretaris

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 2/PUU-XV/2017 Syarat Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela Bagi Calon Kepala Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 102/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 53/PUU-XIV/2016 Persyaratan Menjadi Hakim Agung dan Hakim Konstitusi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 5/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang Notaris dan Formasi Jabatan Notaris

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 38/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Hak Recall

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 56/PUU-XIII/2015 Kualifikasi Pemohon dalam Pengujian Undang-Undang dan Alasan yang Layak dalam Pemberian Grasi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIV/2016 Kewajiban Mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

KUASA HUKUM Dra. Endang Susilowati, S.H., M.H., dan Ibrahim Sumantri, S.H., M.Kn., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 26 September 2013.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

KUASA HUKUM Veri Junaidi, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 18 Agustus 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

I. PEMOHON Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diwakili oleh Kartika Wirjoatmodjo selaku Kepala Eksekutif

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

I. PEMOHON Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diwakili oleh Kartika Wirjoatmodjo selaku Kepala Eksekutif

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 35/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan DPR Dalam Pembahasan APBN dan APBN-P

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XV/2017 Eksploitasi Ekonomi Terhadap Anak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 55/PUU-XV/2017

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I);

Transkripsi:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 8/PUU-VIII/2010 Tentang UU Penetapan Hak Angket DPR Hak angket DPR I. PEMOHON 1. Dr. Bambang Supriyanto, S.H., M.M.. selanjutnya disebut sebagai Pemohon I; 2. Aryanti Artisari, S.H., M.Kn., selanjutnya disebut sebagai Pemohon II; 3. Jose Dima Satria, S.H., M.Kn., selanjutnya disebut sebagai Pemohon III; 4. Aristya Agung Setiawan, S.H., M.Kn., selanjutnya disebut sebagai Pemohon IV: II. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI : Pemohon dalam permohonan sebagaimana dimaksud menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1954 tentang Penetapan Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat adalah : x Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. x Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. III. KEDUDUKAN PEMOHON (LEGAL STANDING) Bahwa menurut ketentuan Pasal 51 Ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK), agar seseorang atau suatu pihak dapat diterima sebagai Pemohon dalam permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, maka orang atau pihak dimaksud haruslah; a. menjelaskan kualifikasinya dalam permohonannya, yaitu apakah yang sebagai perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum, atau lembaga negara; b. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya, dalam kualifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf (a), sebagai akibat diberlakukannya undang-undang yang dimohonkan pengujian 1

Atas dasar ketentuan tersebut maka dengan ini Pemohon perlu terlebih dahulu menjelaskan kualifikasinya, hak konstitusi yang ada pada Pemohon, beserta kerugian spesifik yang akan dideritanya secara sebagai berikut : Para Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya telah dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1954 tentang Penetapan Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat. IV. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DIUJI. A. NORMA MATERIIL - Seluruh norma UU No. 6 Tahun 1954 : B. NORMA UUD 1945 SEBAGAI ALAT UJI - Tidak menyebutkan. V. Alasan-Alasan Pemohon Dengan Diterapkan UU a quo Bertentangan Dengan UUD 1945, karena : 1. Bahwa Para Pemohon mendalilkan terjadinya inkonsistensi mengenai dasar hukum pelaksanaan angket disebabkan saat ini terdapat pluralisme aturan tentang hak angket DPR yaitu UU Hak Angket Tahun 1954 dan UU MD3. 2. Bahwa Para Pemohon menemukan 7 perbedaan antara UU Hak Angket Tahun 1954 dan UU MD3, sebagai berikut : a. Perbedaan tentang dasar hukum undang-undang yang mengatur tentang Hak Angket. UU HAK ANGKET TAHUN 1954 yang mengatur tentang Hak Angket dibuat berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS), Pasal 70 dan Pasal 90 ayat (2) jo Pasal 89. UUDS ini dibuat dalam era format pemerintah parlementer di mana Perdana Menteri dapat langsung dijatuhkan oleh Parlemen. Pada sistem pemerintahan perlementer berlaku azas The King Can Do No Wrong yang pengertiannya tidak berarti bahwa raja (Presiden) tidak berbuat salah. Semua perbuatannya dianggap benar. Azas tersebut maknanya adalah bahwa karena dalam sistem pemerintah parlementer berlaku azas bahwa kesalahan yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintah parlementer bukan tanggung jawab raja (Presiden) atau kepala negara tetapi menjadi tangung jawab Perdana Menteri dan secara lebih khusus adalah tanggung jawab menteri yang bersangkutan. Apapun hasil yang didapatkan 2

dari Angket oleh DPR tidak akan bermuara pada pemakzulan Presiden, tetapi dapat berakibat menurunkan Perdana Menteri dan Kabinetnya. Sedangkan UU MD3 merupakan produk peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan dalam sistem pemerintah presidensiil. Pada saat ini sistem pemerintahan adalah presidensiil, di mana parlemen tidak dapat secara langsung menjatuhkan (impeach) Presiden. Berdasarkan UU No 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, proses yang panjang dan bertahap harus dilakukan untuk melakukan impeachment terhadap Presiden. b. Perbedaan tentang jumlah minimal anggota DPR yang mengajukan hak angket. UU HAK ANGKET TAHUN 1954, Pasal 1 (2) mengatur bahwa Usul hak angket dimajukan tertulis oleh sekurang-kurangnya 10 orang anggota DPR. Di sisi lain UU MD3 mengatur bahwa hak angket minimal diusulkan oleh 25 (dua puluh lima) anggota dan lebih dari 1 (satu) fraksi. c. Perbedaan mengenai usul hak angket dapat menjadi hak angket DPR. UU MD3, Pasal 177 ayat (3) menyatakan bahwa Usul angket menjadi hak angket DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota DPR yang hadir. Sedangkan dalam UU HAK ANGKET TAHUN 1954, ketentuan tentang hal tersebut tidak diatur. d. Perbedaan tentang saksi yang disumpah sebelum memberikan kesaksian dalam sidang Angket. UU HAK ANGKET TAHUN 1954, Pasal 8 ayat (a) mengatur bahwa Panitia Angket dapat menyuruh saksi atau ahli yang sudah berumur 16 tahun bersumpah (berjanji) sebelum diperiksa. UU MD3 tidak mengatur hal yang demikian. Pada prakteknya, dalam angket Bank Century yang prosesnya saat ini masih berlangsung, Panitia Angket mewajibkan semua saksi mengucapkan sumpah sebelum sidang angket dilaksanakan. Padahal ketentuan yang diatur dalam UU HAK ANGKET TAHUN 1954 menyebutkan kata dapat yang berarti tidak harus dilakukan sumpah oleh saksi untuk sidang angket DPR. e. Perbedaan tentang proses persidangan angket yaitu apakah terbuka untuk umum atau tertutup. Mengenai hal tersebut, UU HAK ANGKET TAHUN 1954, mengatur dalam Pasal 23 yang berbunyi : (1) Segala pemeriksaan oleh Panitia Angket dilakukan dalam rapat tertutup dan (2) Anggota-anggota Panitia Angket wajib merahasiakan 3

keterangan-keterangan yang diperoleh dalampemeriksaan, sampai ada keputusan lain yang diambil oleh rapat pleno tertutup Dewan Perwakilan Rakyat yang diadakan khusus untuk itu. UU MD3 tidak mengatur hal yang demikian. Namun ternyata dalam pelaksanaan sidang Angket kasus Bank Century dilakukan secara terbuka dan diliput secara penuh oleh media elektronik maupun media cetak. Dengan pemeriksaan yang terbuka secara penuh jutaan pemirsa televisi bahkan dapat menyaksikan perbedaan pendapat di antara anggota Pansus Angket Bank Century yang dibicarakan dengan tenang sampai adu kata-kata yang cukup menegangkan di antara anggota Pansus Angket Bank Century. f. Perbedaan tentang proses pembentukan panitia angket. UU MD3 mengatur ketentuan tentang hal tersebut dalam Pasal 178 yang berbunyi: (1) DPR memutuskan menerima atau menolak usul hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 ayat (1); (2) Dalam hal DPR menerima usul hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPR membentuk panitia angket yang terdiri atas semua unsur fraksi DPR dengan keputusan DPR; (3) Dalam hal DPR menolak usul hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1), usul tersebut tidak dapat diajukan kembali. UU HAK ANGKET TAHUN 1954 tidak mengatur tentang hal yang demikian. g. Perbedaan tentang batas waktu pelaporan pelaksanaan tugas angket. UU MD3 mengatur ketentuan tentang hal tersebut dalam Pasal 181 yang berbunyi: (1) Panitia angket melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat paripurna DPR paling lama 60 ( enam puluh) hari sejak dibentuknya panitia angket; (2) Rapat paripurna DPR mengambil keputusan terhadap laporan panitia angket. UU HAK ANGKET TAHUN 1954 tidak mengatur tentang hal yang demikian. h. Perbedaan tentang apakah keterangan yang diberikan saksi dalam sidang angket dapat dijadikan alat bukti di pengadilan. UU HAK ANGKET TAHUN 1954 mengatur dalam Pasal 25 yang berbunyi: Dengan tidak mengurangi ketentuan yang tersebut dalam pasal 26 maka segala keterangan yang diberikan kepada Panitia Angket tidak dapat dipergunakan sebagai bukti dalam peradilan terhadap saksi atau ahli itu sendiri yang memberikan keterangan atau terhadap orang lain. UU MD3 tidak mengatur hal yang demikian. Perbedaan ketentuan yang diatur dalam kedua undang-undang mengenai hal tersebut sangat signifikan karena dapat berpotensi menjadi pertentangan yang tajam di antara dua kubu yang berbeda pendapat, dan perbedaan mana keduanya berdasarkan undang-undang. 4

i. Perbedaan tentang ketentuan yang mengatur tentang berlanjutnya kewenangan DPR untuk melaksanakan angket meskipun pelaksanaan angket dilakukan oleh DPR baru yang berbeda dengan DPR sebelumnya. UU HAK ANGKET TAHUN 1954 mengatur dalam Pasal 25 yang berbunyi: Kekuasaan dan pekerjaan Panitia Angket tidak tertunda oleh penutupan sidang-sidang atau pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat yang membentuknya sampai Dewan Perwakilan Rakyat baru menentukan lain. Selanjutnya penjelasan Pasal 25 tersebut menyatakan: Untuk menjamin continuiteit pekerjaan Panitia Angket, maka dalam pasal ini ditentukan bahwa penutupan sidang atau pembubaran. Dewan Perwakilan Rakyat tidak mempengaruhi berlangsungnya pekerjaan Panitia Angket. Ketentuan inipun diadakan untuk mencegah jangan sampai Pemerintah membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat untuk menggagalkan langsungnya pekerjaan angket. UU MD3 tidak mengatur hal yang demikian. 3. Bahwa Para Pemohon menyatakan apabila saat ini UU Hak Angket Tahun 1954 masih dinyatakan tetap berlaku, maka hak tersebut menimbulkan kondisi ketidakpastian hukum dalam pengaturan tentang Hak Angket Anggota DPR karena telah diatur dalam UU MD3. VI. PETITUM 1. Mengabulkan permohonan yang dimohonkan Para Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan bahwa UU Hak Angket Tahun 1954 tentang Penetapan hak Angket Dewan perwakilan Rakyat bertentangan dengan Undang-Undang Dasar negara republik Indonesia Tahun 1945; 3. Menyatakan bahwa UU Hak Angket Tahun 1954 tentang Penetapan Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat; atau setidak-tidaknya; 4. Menyatakan bahwa semua ketentuan yang diatur oleh UU Hak Angket Tahun 1954 tentang Penetapan Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat yang bertentangan atau berbeda dengan ketentuan dalam UU MD3, tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. 5. Memerintahkan pemuatan putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tentang Permohonan aquo dalam Berita Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku.. 5