2016 ANALISIS DESKRIPTIF POTENSI EKONOMI BANK SAMPAH DI KOTA BANDUNG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tahun 2012 memiliki total jumlah penduduk sebesar jiwa (BPS, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP),

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang banyak dan terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah penduduk

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Kebersihan lingkungan merupakan salah satu hal yang sangat penting

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang

KERJA SAMA BISNIS PENDIRIAN BANK SAMPAH MODEL BARU

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU UNTUK MENINGKATKAN NILAI EKONOMI BAGI MASYARAKAT DI DAERAH

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia, karena pada

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERAN PEREMPUAN DAYA AIR, SANITASI DAN HIGIENE UNTUK KESEJAHTERAAN ETTY HESTHIATI LPPM UNIV. NASIONAL

2015 STUDI TENTANG PEMBERDAYAAN PARTISIPATIF DALAM MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI DAN PERILAKU WARGA MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. mengabaikan pentingnya menjaga lingkungan hidup. Untuk mencapai kondisi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan. peningkatan sebesar jiwa. Pada tahun 2015, diperkirakan jumlah penduduk akan mencapai

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. yang tentu saja akan banyak dan bervariasi, sampah, limbah dan kotoran yang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahlah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan lingkungan merupakan persoalan yang sangat serius yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. (makhluk hidup) dan abiotik (makhluk tak hidup). Kedua komponen itu akan

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia.

BAB I PENDAHULUAN 6% 1% Gambar 1.1 Sumber Perolehan Sampah di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sampah yaitu dari paradigma kumpul angkut buang menjadi pengolahan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. faktor terpenting bagi kehidupan manusia, karena memiliki tiga fungsi pokok yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. berisi Unilever sebagai perusahaan multinasional memiliki program Green and

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pemukiman yang sehat. Terwujudnya suatu kondisi lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia merupakan negara yang sedang berupaya

Pemberdayaan Masyarakat Rumpin Melalui Pengolahan Sampah Organik Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin

l. PENDAHULUAN Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bertindak tepat untuk sehat dengan menjaga lingkungan dan kebersihan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam semua aspek kehidupan manusia selalu menghasilkan manusia

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia akhir-akhir ini mengalami tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Volume sampah setiap harinya terus bertambah banyak sampah begitu saja di

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB I PENDAHULUAN. pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomis. Masyarakat berperan serta, baik secara perseorangan

PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN MAGELANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berwarna hitam merupakan salah satu jenis plastik yang paling banyak beredar di

Bab I PENDAHULUAN Latar Belakang

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas kehidupan masyarakat di perkotaan, menyebabkan bertambahnya volume

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta adalah ibukota dari Indonesia dengan luas daratan 661,52 km 2 dan tersebar

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE)

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MAKALAH PROGRAM PPM. Pemilahan Sampah sebagai Upaya Pengelolaan Sampah Yang Baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Lingkungan hidup tidak dapat terlepas dari aktivitas berbagai makhluk hidup

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden

BAB I. PENDAHULUAN. masyarakat yang bermukim di pedesaan, sehingga mereka termotivasi untuk

Pengelolaan Sampah Mandiri Berbasis Masyarakat. Oleh: Siti Marwati, M. Si Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai

Abstrak. Kata Kunci: tingkat pendidikan, status pekerjaan, usia, kesejahteraan, partisipasi

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model

BAB I P E N D A H U L U A N

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menuntut Pemerintah Daerah untuk

Gambar 1.1 Logo Bank Sampah Bersinar (sumber : Bank Sampah Bersinar, 2015)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

ADLN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. 13 tahun 2012 tentang pedoman pelaksanaan reduce, reuse, dan recycle melalui

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Derajat kesehatan merupakan

KAJIAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bandung Bersih, Makmur, Taat, dan Bersahabat (Bermartabat) itulah motto Kota Bandung, tampak jelas adanya harapan bahwasannya Kota Bandung merupakan Kota yang didalamnya terdapat warga yang makmur dan memiliki lingkungan yang bersih dan indah. Kota Bandung kini telah genap berusia 205 tahun pada 25 September 2015, dalam perkembangannya kota ini pernah dijuluki Bandung Lautan Sampah, dan hingga kini kita masih dengan mudah menjumpai tumpukan sampah mulai dari sungai, kawasan pemukiman, hingga di pinggiran jalan yang tentunya banyak menimbulakan kerugian dan permasalahan banjir. Sampah sendiri merupakan limbah padat yang buruk, tidak menyenangkan, dan berbau. Mereka mencemari air yang beredar melalui mereka dan menyediakan tempat berkembang biak bagi tikus dan hama berbahaya lainnya (Zastrow, 2008, hal 545) Polusi air akibat sampah yang dibuang ke kali/sungai mengakibatkan dampak nyata bagi warga miskin yang tinggal di pinggir kali. Orang-orang miskin yang hidup di pinggir kali, menjadikan kali sebagai tempat pembuangan limbah cair dan padat sekaligus menjadikan kali sebagai tempat sumber air untuk keperluan Mandi, Cuci, Kakus (MCK), bahkan untuk kebutuhan konsumsi minum dan memasak makanan (Lubis, 2006, hal, 41-42). Laporan World Health Organization (WHO) menunjukan bahwa pada tahun 1995 setidaknya 3 juta orang, sebagian besar anak-anak miskin, meninggal karena air minum yang terkontaminasi oleh kotoran manusia mengandung mikroorganisme menular yang tidak diobati atau parasit (Hill, 2004, hal.20). Selain itu dari segi polusi udara, hanya dengan menghirup udara anak-anak di daerah perkotaan negara dunia ketiga tercemar setara dengan menghirup dua bungkus rokok setiap hari. Begitu juga yang tinggal di area pedesaan tidak dapat 1

terhindar dari 2,7 juta kematian setiap tahun yang dihasilkan dari populasi udara, 2 juta timbul dari polusi udara dalam ruangan di daerah pedesaan (Hill, 2004, hal. 20). Hal tersebut menjelaskan bahwa dampak yang diakibatkan sampah terhadap kondisi lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pula kesehatan masyarakat. Coble, Coussens dan Quinn (2009) mengatakan bahwa manusia bergantung pada lingkungan mereka, interaksi mereka mempengaruhi lingkungan, dan perubahan yang mereka buat pada lingkungan dapat berefek pada kesehatan mereka pula (hal. 9-10). Di Indonesia sendiri, penyebab mendasar rendahnya derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (45%), faktor perilaku (30%), dan faktor pelayanan kesehatan (20%) (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2006,hal. 268). Berbagai upaya telah dilakukan, dari mulai pengoptimalan kebersihan yang dilakukan tiga kali dalam sehari oleh Tim Penyapu Jalan, Perbanyak Tempat Sampah dempet organik dan anorganik dengan model lucu, adanya Gerakan Pungut Sampah (GPS) setiap senin, rabu, dan jum at, hingga yang terakhir tersedianya mobil penyapu sampah. Tentunya berbagai program tersebut banyak mengeluarkan biaya baik itu dari anggaran Pemerintah Kota Bandung, para pengusaha, dan masyarakat kota ini sendiri. Hal ini disebabkan adanya Pertumbuhan ekonomi yang pesat di kota seringkali menimbulkan permasalahan baru dalam menata perkotaan yang berkaitan dengan penyediaan prasarana dan sarana (Kreasi Hasta Utama, 2002). Selain itu, berbagai model pengelolaan sampah telah dilakukan beberapa pihak untuk dapat mengurangi permasalahan sampah. Paradigma lama pengelolaan sampah lebih bertumpu pada pembuangan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau dibakar. Menurut Kementerian Negara Lingkungan Hidup, sekitar 59,91% sampah dibuang ke TPA, sisa sebesar 40,09% dikelola dengan dtimbun (7,54%), dijadikan kompos dan dimanfaatkan ulang 2

(1,61%), dibakar (35,49%) dan 15, 27% sisanya dibuang ke lingkungan (2006, hal.185). Menurut data tersebut, model pengelolaan sampah yang sudah dilakukan sejauh ini belumlah efektif dan efisien dikarenakan sebagian besar hanya memiliki dampak yang negatif terhadap lingkungan, dikarenakan bertujuan untuk mengurangi sampah yang justru menimbulkan efek lain seperti polusi tanah, air, dan udara. Dalam Zastrow (2008, hal. 545) mengungkapkan bahwa banyak area pembuangan sampah, terutama di kota-kota kecil, tidak memeneuhi standar sanitasi yang diteteapkan oleh pemerintah. Ditambah lagi, pembakaran limbah padat yang dirancang kurang baik memberikan kontribusi besar terhadap polusi udara perkotaan. Jumlah produksi sampah kota ini, pada musim kemarau mencapai sekitar 1.050 hingga 1.100 ton per hari sedangkan pada musim hujan volumenya bisa meningkat menjadi 1.200 hingga 1.300 ton. Dimana biaya pengangkutan (Tipping Fee) Rp. 33.500/ton. (Bandung.go.id). Bisa kita ketahui bersama pengeluaran pemerintah daerah dan masyarakat setiap harinya mencapai puluhan juta, terlebih musim hujan. Tidak hanya itu, aktivitas para pemulung dan pengelolaan sampah menjad produk daur ulang pun terhambat yang nantinya akan berdampak pada penimbunan sampah ataupun pembakaran sampah yang menimbulkan polusi. Kondisi ini diperkuat dengan adanya berita diberbagai surat kabar dan online, diantaranya dari Sinar Harapan.Co yang menyatakan Kabupaten Bandung, Jawa Barat memproduksi sekitar 7.000 meter kubik sampah setiap hari dan hanya 15 persen yang terangkut akibat kekurangan armada."produksi sampah di Kabupaten Bandung, cukup tinggi setiap hari capai 7.000 meter kubik, sedangkan daya angkut terbatas," kata Erwin Kepala Dimas Perumahan, Tata Ruang dan Lingkungan.(Selasa, 2 September 2014). Menurut dia, Kabupaten Bandung hanya memiliki 60 truk angkutan sampah sehingga sampah yang 3

terangkut baru 15 persen, sisanya menumpuk ditambah kekurangan tempat pembuangan sampah. Salah satu solusi untuk menanggulangi permasalahan pengangkutan sampah yang belum optimal dibutuhkan Sistem Pengelolaan Sampah terpadu. Sistem ini diarahkan agar sampah-sampah dapat dikelola dengan baik dalam arti mampu menjawab permasalahan sampah hingga saat ini belum dapat diselesaikan dengan tuntas, juga diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat lokal agar mampu mandiri terutama menyangkut diantaranya penataan dan pemanfaatan sampah berbasis masyarakat secara terpadu, peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan sampah, dan penggalian potensi ekonomi dari sampah, sehingga diharapkan dapat memperluas lapangan kerja (Roni Kastaman, 2007). Dari pernyataan tersebut mendukung pernyataan Chaerul et. Al. (2007) dalam (Wuri Sulistiyorini Purwanti, dkk.2015) mengatakan bahwa : Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, dengan total penduduk sejumlah 237 jiwa. Pada tahun 2025, jumlah penduduk ini diperkirakan akan bertambah menjadi 270 juta. Dengan jumlah penduduk sebanyak itu, diperkirakan akan dihasilkan sampah sebanyak 130.000 ton/hari. Ini merupakan potensi yang besar sebagai sumberdaya (bahan yang dapat di daur ulang, sumber energi, dll), tetapi saat ini sebagian besar masih menjadi sumber penyebab polusi. Meningkatnya timbulan sampah dikarenakan meningkatnya populasi dan rasio timbulan sampah menjadi tantangan bagi Pemerintah Indonesia untuk menyusun pengelolaan sampah padat yang tepat. Oleh karena itu, maka pengurangan sampah untuk membatasi volume sampah yang dihasilkan harus segera dilakukan. Statistik perkembangan pembangunan Bank Sampah di Indonesia pada bulan Februari 2012 adalah 471 buah jumlah Bank Sampah yang sudah berjalan dengan jumlah penabung sebanyak 47.125 orang dan jumlah sampah yang terkelola adalah 755.600 kg/bulan dengan nilai perputaran uang sebesar Rp. 1.648.320.000 perbulan. Angka statistik ini meningkat menjadi 886 buah Bank Sampah berjalan sesuai data bulan Mei 2012, dengan jumlah penabung sebanyak 84.623 orang dan jumlah sampah yang terkelola sebesar 2.001.788 kg/bulan serta menghasilkan uang sebesar Rp. 3.182.281.000 perbulan. 4

Bank sampah muncul sebagai inisiatif masyarakat lokal dalam upaya berpartisipasi menangani permasalahan yang selama ini ada. Dengan strategi pengolahan sampah 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle) berbasis masyarakat tersebut mampu mengubah imajinasi sebagain banyak orang terhadap sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi. Di Indonesia, praktek Bank Sampah berkembang di Kabupaten Bantul di Jogjakarta yang dipelopori oleh Bambang Suwerda yang merupakan cerita sukses orang Indonesia memilah sampah (Diskusi Bulanan KLH, 2011, par. 15) Dari permasalahan serta potensi yang ada pada bank sampah tersebut, sudah saatnya masyarakat, pemerintah, pengusaha, dan pihak terkait mencari solusinya. Salah satunya dengan program pengelolaan sampah yang umumnya tidak hanya dikelola oleh masing-masing individu atau rumah tangga namun juga dikelola oleh Bank Sampah yang pada akhirnya dapat mereduksi volume sampah serta biaya yang dikeluarkan sebagai akibat munculnya sampah hingga menciptakan potensi ekonomi bagi para pelakunya. Perbandingan pengelolaan sampah dari aspek ekonomis di Wedomartani dan Banjarsari secara rinci diuraikan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Aspek Ekonomis Pengelolaan Sampah di Wedomartani dan Banjarsari No Uraian Lokasi Wedomartini Banjarsari 1 Biaya pengelolaan konvensional (sentralisasi) a. Per bulan (Rp/bulan) 3.026.580,09 9.597.375,00 b. Per m 3 (Rp/m 3 ) 33.628,69 70.310,44 2 Biaya pengelolaan Pada sumbernya (desentralisasi) a. Per bulan (Rp/bulan) 1.909.533,33 6.511.250,00 b. Per m3 (Rp/m3 ) 21.217,59 47.701,47 3 Presentase reduksi biaya pengelolaan sampah 37% 32% 4 Retribusi Sampah a. Jumlah retribusi sampah (Rp/bulan) 1.960.000,00 7.880.000,00 b.alokasi retribusi untuk tiap m 3 sampah (Rp/m 3 ) 21.777,78 57.728,94 5 Subsidi pemerintah untuk pengelolaan konvesnisonal 5

a. Jumlah subsidi (Rp/bulan) 1.066.580,09 1.717.375,00 b. Presentase subsidi (% ) 35% 18% 6 Nilai tambah ekonomis pengelolaan sampah pada sumbernya (desentralisasi) a. Per bulan (Rp/bulan) 2.200.000,00 5.954.200,00 b. Per m 3 (Rp/m 3 ) 24.444.,44 43.620,51 7 Benefit-Cost Ratio (B/C) pengelolaan sampah pada sumbernya (desentralisasi) 1.12 1.06 Sumber : Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berbasis Komunitas, 2008. Berdasarkan tabel diatas dapat kita ketahui, bahwasannya apabila pengelolaan sampah dilakukan pada sumbernya (desentralisasi) maka pembiayaan akan dapat tercukupi dari retribusi sampah warganya. Artinya prinsip polluter pays (pelaku pencemaran harus membayar) telah terpenuhi sehingga menunjang keberlanjutan pengelolaan dari aspek ekonomis. Namun jika pengelolaan dilakukan secara konvensional (sentralisasi) maka dibutuhkan subsidi khusus dari pemerintah daerah. Biaya pengelolaan sampah pada sumbernya lebih murah dan lebih efektif dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan sampah secara konvensional yang murni berbasis Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Lalu reduksi biaya yang terjadi di Wedomartini lebih kecil dibanding yang terjadi di Banjarsari karena ada komponen biaya untuk pemilihan dan perlakuan sampah yang rutin dikeluarkan oleh pola Wedomartini sebagai konsekuensi ekonomi dalam industri daur ulang. Sedangkan di Banjarsari tidak ada biaya pemilahan dan perlakuan karena dikerjakan secara sukarela oleh rumah tangga. Aida alam Utami (2008) hasil analisis benefit cost ratio (B/C) sebesar 1,12 dan pola Banjarsari sebesar 1,06. B/C dikedua lokasi menunjukan kelayakan secara ekonomis. Hal ini merupakan salah satu alasan kuat terjadinya keberlanjutan pengelolaan sampah di kedua lokasi acuan. Selain itu terdapat pula penelitian lain di Bank Sampah Gemah Ripah, Kabupaten Bantul, dilakukan oleh Aan Nuryani (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Peranan Bank Sampah Gemah Ripah Terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan Keluarga di Kecamatan Bantul, Yogyakarta. Penelitian ini 6

menemukan bahwa peranan Bank Sampah Gemah Ripah terhadap kesempatan kerja di Kecamatan Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta masih kecil yaitu 1,02 persen. Peranan Bank Sampah Gemah Ripah terhadap pendapatan keluarga juga masih kecil yaitu 0,90 persen dari pendapatan hasil menabung. Peranan pendapatan dari menabung di Bank Sampah terhadap pendapatan total keluarga paling besar berasal dari penabung atau nasabah yang mempunyai pekerjaan pokok sebagai buruh 1,34 persen dan yang paling kecil berasal dari nasabah yang memiliki profesi sebagai PNS yaitu 0,63 persen. Faktor penghambat dalam perkembangan Bank Sampah Gemah Ripah adalah manajemen Bank Sampah yang belum baik. Dari Bank Sampah pun sampah-sampah tersebut diolah menjadi produk daur ulang sampah yang memiliki nilai guna dan nilai ekonomis, salah satunya tas dari kemasan plastik. Produk kreatif dari hasil pemanfaatan sampah plastik ini dijual dan dipasarkan melalui industri kreatif di Indonesia. Industri kreatif diprediksi akan menjadi industri masa depan sebagai fourth wave industry (industri gelombang keempat). Industri gelombang keempat sangat menekankan pada gagasan dan ide kreatif dengan intensifitas informasi dan kreativitas, mengandalkan ide dan stock of knowledge dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. (The Creative Economy Howkins, 2001) Berdasarkan uraian diatas, pada hakikatnya sampah merupakan benda yang sudah tidak dapat digunakan dan dapat menimbulkan permasalahan di berbagai aspek diantaranya kesehatan, lingkungan, ekonomi dan hal tersebut terjadi seiring keberadaan manusia itu sendiri. Namun sebaliknya apabila sampah-sampah tersebut diolah dengan strategi dan cara yang tepat, seperti program usaha pengolahan sampah yang terdapat pada bank sampah, maka akan berbalik berdampak positif diantaranya dari aspek ekonomi akan menambah pendapatan masyarakat, mereduksi pengeluaran masyarakat dan pemerintah daerah sebagai 7

akibat adanya sampah. Untuk itu penulis tertarik mengambil judul penelitian Analisis Deskriptif Potensi Ekonomi Bank Sampah di Kota Bandung 1.2 Rumusan Masalah Mengacu dari paparan latarbelakang diatas maka dapat dirumuskan rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimana gambaran modal kerja pada bank sampah di Kota Bandung? 2. Bagaimana gambaran kesempatan kerja pada bank sampah di Kota Bandung? 3. Bagaimana gambaran pendapatan masyarakat yang menjadi nasabah bank sampah di Kota Bandung? 4. Bagaimana gambaran omzet pada bank sampah di Kota Bandung? 5. Bagaimana gambaran penjualan produk daur ulang sampah pada bank sampah di Kota Bandung? 1.3 Tujuan Berdasarkan rumusan masalah diatas maka didapatkan bahwasannya tujuan penelitian ini sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui gambaran modal kerja pada bank sampah di Kota Bandung; 2. Untuk mengetahui gambaran kesempatan kerja pada bank sampah di Kota Bandung; 3. Untuk mengetahui gambaran pendapatan masyarakat yang menjadi nasabah bank sampah di Kota Bandung; 4. Untuk mengetahui gambaran omzet pada bank sampah di Kota Bandung; dan 5. Untuk mengetahui gambaran penjualan produk daur ulang sampah pada bank sampah di Kota Bandung. 1.4 Manfaat Penelitian 1 Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memperkaya khazanah keilmuwan penulis dan para pembaca dalam ruang lingkup ekonomi mikro yang berkaitan erat dengan Green Economy; 8

2 Secara praktis, diharapkan dengan dimuatnya penelitian ini dapat memberikan masukan kepada masyarakat dan pemerintah kota untuk lebih mengsosialisasikan bahwasannya Sampah untuk dikelola bukan untuk dibuang seperti slogan yang ada pada transportasi angkutan sampah Bandung Juara. Karena dalam kegiatan pengelolaan sampah di bank sampah terdapat potensi ekonomi yang besar bagi masyarakat dan pemerintah daerah. 9