ANALISIS PENGARUH MARINE GROWTH TERHADAP INTEGRITAS JACKET STRUCTURE Anom Wijaya Daru 1, Murdjito 2, Handayanu 3 1 Mahasiswa Teknik Kelautan ITS, 2,3 Staf pengajar Teknik Kelautan ITS Abstrak Analisis pengaruh marine terhadap integritas jacket ini menggunakan data struktur APN A dan data lingkungan di Laut Jawa, daerah sekitar jacket struktur tersebut beroperasi. Pada analisis ini, kedalaman divariasi 25%, 50%, 75%, dan 100% kedalaman menurut keberadaan marine untuk mengetahui ketebalan yang memiliki pengaruh signifikan terhadap integritas struktur. Sedangkan variasi ketebalan marine adalah saat kondisi tidak ada marine, kondisi marine aktual, dan kondisi ketebalan marine di atas kriteria desain (1,496 in) dengan kelipatan 20% sampai struktur tersebut mengalami kegagalan atau fail.analisis menggunakan GT Strudl versi 27.0.Berdasarkan hasil analisa, diketahui ketebalan marine yang menyebabkan struktur mengalami kegagalan jika ketebalan marine 2,76 inch atau 80% di atas kriteria desain marine. Saat ketebalan 2,76 inch tersebut, member 662 memiliki UC 1,008 pada kondisi badai dan 1,002 pada kondisi operasi. Sedangkan pada ketebalan marine 3,89 inch, didapat UC joint punching shear jacket terbesar pada joint 385 yaitu 0,977 saat kondisi operasi dan 1,012 saat kondisi badai. Variasi ketebalan marine terhadap kedalaman tidak berpengaruh signifikan terhadap UC member stress maupun UC punching shear. Kata kunci: Marine, jacket structure, analisa statis 1. PENDAHULUAN Dimulai dengan instalasi struktur lepas pantai di Teluk Meksiko pada tahun 1947, teknologi eksplorasi semakin berkembang dengan instalasi struktur lepas pantai pada kondisi lingkungan yang ekstrim di Laut Utara sekitar tahun 1960. Saat ini beragam jenis struktur yang digunakan untuk mengeksplorasi minyak dan gas, diantaranya fix jacket structure, jack-up drilling rig, semisubmersible, gravity structure, dan lain sebagainya. Setiap struktur selalu dikenai beban. Namun beban yang diberlakukan terhadap struktur tidak sama, tergantung pada kondisi lingkungan dan kondisi struktur tersebut. Menurut Sudjono (1999), beban yang harus dipertimbangkan saat perancangan struktur lepas pantai adalah beban mati (dead load), beban hidup (live load), beban akibat kecelakaan (accidental load), dan beban lingkungan (enviromental load). Marine merupakan beban yang bekerja pada sebuah struktur dan termasuk dalam beban lingkungan. Beban marine apabila di luar batas toleransi, akan berakibat pada perubahan hasil perhitungan yang telah pada proses perancangan sehingga memengaruhi pengoperasian struktur lepas pantai secara keseluruhan. Gambar 1. Struktur jacket APN A (sumber: http://oilrigphotos.com.s3.amazonaws.com) Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh marine pada struktur APN A (gambar 1) yang berlokasi di Laut Jawa. Analisis tersebut dilakukan dengan memvariasikan ketebalan marine dan kedalaman, sehingga diharapkan bisa memberikan pemahaman mengenai dampak yang ditimbulkan marine growtkh terhadap kekuatan struktur jacket. Gambar 2. Marine yang tumbuh di kaki jacket (sumber:http://www.foundocean.com/webpac_conten t/oil-and-gas/what-we-do/marine--control/) 1
2. DASAR TEORI 2.1 Beban gelombang Penerapan teori untuk beban gelombang berdasarkan rasio diameter member (D) dan panjang gelombang ( ) adalah sebagai berikut; 1. Jika D/ < 0.2, Persamaan Morison dapat diaplikasikan. 2. Jika D/ 0.2, Teori Difraksi diaplikasikan. Persamaan Morison mengasumsikan bahwa gaya gelombang merupakan gabungan dari komponen gaya inersia dan gaya hambatan (drag) yang dijumlahkan secara linier. Koefisien kedua gaya tersebut diperoleh dari hasil eksperimen. Persamaan Morison tepat jika diterapkan pada kasus struktur dimana gaya hambatan signifikan, yakni ketika pada ukuran diameter (D) member jacket relatif kecil jika dibandingkan dengan panjang gelombang ( ) atau bernilai kurang dari 0,2. Persamaan Morison yang digunakan untuk mendapatkan gaya gelombang per unit panjang adalah (Indiyono P., 2004): F = ½ ρ C D D u u + ρ C I (π D 2 ) / 4 a z (1) ρ : massa jenis air laut (kg/m 3 ) C D : koefisien drag C I : koefisien inersia u : kecepatan (m/s) a z : percepatan (m/s 2 ) 2.2 Beban arus Arus laut memiliki harga yang bervariasi untuk kedalaman perairan tertentu. Hal ini menyebabkan distribusi beban yang ada pada struktur akibat arus juga tidak sama. Kecepatan arus tersebut dirumuskan dalam formulasi matematis berikut (Dawson 1983): U T = U OT (y/h) 1/7 (2) U W = U OW (y/h) (3) U T : kecepatan arus pasang surut (m/s) U OT : kecepatan arus pasang surut di permukaan (m/s) U W : kecepatan arus akibat angin (m/s) U OW : kecepatan arus akibat angin di permukaan (m/s) y : jarak dari dasar laut (m) h : kedalaman laut (m) Berdasarkan hasil analisa Swamidas (1997) yang telah dikutip oleh Suyuthi (2002), gaya arus yang bekerja pada suatu struktur dirumuskan sebagai berikut: d 1 F z C U z U z C D C C D dz (4) 2 0 : massa jenis air (kg/m 3 ) _ U C z : kecepatan arus pada ketinggian z di atas dasar laut (m/s 2 ) C D : koefisien drag D : diameter struktur (m) 2.3 Koefisien hidrodinamis Penelitian di laboratorium yang dilakukan untuk mendapatkan hubungan antara Cd, Cm dan Cl dengan Reynold Number (Re) dan Keulegan- Carpenter Number. Hasil percobaan itu menunjukkan Cd dan Cm pada silinder halus adalah fungsi Re dan KC (Sarpkaya, 1976). Cd atau koefisen drag merupakan bilangan yang menunjukkan besar kecilnya tahanan fluida yang diterima oleh suatu benda. Harga koefisien drag yang kecil menunjukkan hambatan fluida yang diterima benda saat berjalan adalah kecil, dan begitu juga sebaliknya. Nilai Cd efektif didapat dari perhitungan berikut: OD 2 Cd model = Cd OD 2 model (5) Sedangkan nilai koefien inersia efektif didapat dari perhitungan berikut: OD Cm model = Cm OD model (6) OD : diameter jacket leg sebelum ada marine OD model : diameter jacket leg ditambah dengan tebal marine (ft) Cd : koefisien drag sebelum ada marine Cd model : koefisien drag setelah ada marine Cm : koefisien inersia sebelum ada marine Growth Cm model : koefisien drag setelah ada marine 2.4 Gaya drag Gaya drag merupakan salah satu gaya aerodinamika yang arah gayanya berlawanan dara arah gaya thrust (gaya dorong) sehingga berpengaruh untuk menghambat gerak. Drag merupakan suatu gaya mekanis yang disebabkan oleh interaksi dan kontak dari solid body dengan fluida. df d = (0,5 Cd ρ D u u ) ds (7) 2
ρ : massa jenis air laut (kg/m 3 ) C D : koefisien drag u : kecepatan (m/s) D : Diameter silinder (m) 2.5 Gaya inersia Konsep gaya inersia adalah bahwa partikel air dalam gelombang membawa suatu intensitas momentum. Partikel air yang melewati silinder akan mengalami percepatan dan perlambatan. Hal ini terjadi jika ada kerja oleh gaya pada silinder untuk menaikkan momentum. dfm = Cm ρ πd2 4 u t ds (8) Fm : gaya inersia ρ : massa jenis air laut (kg/m 3 ) C m : koefisien inersia u : kecepatan (m/s) D : Diameter silinder (m) 2.6 Teori gelombang Penentuan teori gelombang yang dapat diaplikasikan dalam desain dapat mengacu pada grafik yang dikeluarkan oleh American Petroleum Institute (API), yaitu pada dokumen API RP2A (2000). Pemilihan teori gelombang didasarkan pada tiga parameter utama gelombang, yaitu kedalaman perairan (d), tinggi gelombang (H), dan periode gelombang (Tapp) Tabel 1. Data Struktur APN A Nama Struktur APN A Platform Block/ Kompleks APN Field Lokasi Geografis Laut Jawa, Indonesia Orientasi Struktur 45 0 Utara sebenarnya Jenis Struktur Well Platform Tahun Instalasi 2005 Jumlah Deck 3 (Main Deck, Well Deck, Heli Deck) Tabel 2. Data Lingkungan Struktur APN A Mean Sea Level (MSL) 40, 95 m Tinggi Gelombang Maksimum: 3,5 m 5.5 m Periode Tinggi Gelombang Maksimum: 7 s 8.7 s Total Pasang Surut : 1,04 m 1,04 m Kecepatan Arus Badai Kecepatan Angin Tipe Tanah Dominan Surface: 0,67 m/s Bottom: 0,29 m/s Surface: 1,09 m/s Bottom: 0,31 m/s 12,4 m/s 25,7 m/s Clay Gambar 3. Daerah penerapan fungsi Stream, Stokes orde 5, dan teori gelombang linear (API RP 2A WSD, 2000) Pemodelan struktur jacket dengan menggunakan perangkat lunak GT STRUDL 27.0, kemudian dilakukan validasi model berdasarkan berat struktur yang ada. Dilanjutkan pemodelan dan penghitungan beban lingkungan sebelum ada marine yang menempel pada struktur. 3. METODOLOGI Pengerjaan tugas akhir ini dimulai dengan studi literatur tentang jurnal yang berhubungan dengan marine dan pengaruhnya terhadap struktur. Kemudian dilanjutkan dengan proses pengumpulan data, baik itu data struktur maupun data lingkungan. Data struktur dan lingkungan dapat ditunjukkan oleh tabel 1 dan 2. 3
Gambar 4.1. Grafik pengaruh ketebalan marine terhadap koefisien drag (Cd) Gambar 4. Redraw Solid APN A Marine dan beban lingkungan yang laiinya dianalisis menggunakan software GT SELOS dengan 8 arah pembebanan yaitu; 30, 60, 90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300, 330, dan 360 derajat. Bila ketebalan marine sudah melebihi ketebalan yang diijinkan, dilakukan removal karena dapat mengganggu integritas struktur tersebut. Ketebalan marine tersebut divariasi menurut ketebalan dan kedalaman. Untuk ketebalan marine digunakan skenario 20%, 40%, 60%, dan seterusnya di atas ketebalan marine yang diijinkan sampai struktur mengalami kegagalan.. Sedangkan skenario kedalaman meliputi 0%-25% kedalaman, 25%-50% kedalaman, 50%-75% kedalaman, 75%-100% kedalaman, dan 0%- 100% kedalaman. Setelah tahap analisis tersebut, diambil kesimpulan dan saran dari proses analisis. 4. ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Validasi struktur Validasi dibutuhkan untuk membuktikan bahwa struktur yang dimodelkan sudah dapat mewakili struktur sesungguhnya. Dalam penelitian ini, validasi struktur mengacu pada berat struktur. Tabel 3. Hasil perbandingan berat struktur PERBANDINGAN BERAT STRUKTUR SELISIH Output Model GT PT Paramuda Jaya (%) STRUDL 2171,07 kn 2162,53 kn 0,39 Pada ketebalan marine 1,8 in, koefisien drag (Cd) bernilai 1,12. Nilai koefisein drag semakin besar pada ketebalan 2,,16 in, 2,4 in, dan 2,76 in, hingga mencapai puncaknya pada ketebalan 3,89 in dengan nilai Cd 1,2. Hal tersebut membuktikan semakin tebal marine, semakin besar nilai koefisien dragnya. Sedangkan pengaruh marine terhadap perubahan koefisien inersia ditunjukkan oleh grafik berikut. Gambar 5. Grafik pengaruh ketebalan marine terhadap koefisien inersia (Cm) Pada ketebalan marine 1,8 in, koefisien inersia (Cm) bernilai 2,13. Nilai koefisein drag semakin besar pada ketebalan 2,,16 in, 2,4 in, dan 2,76 in, hingga mencapai puncaknya pada ketebalan 3,89 in dengan nilai Cm 2,29. Hal tersebut membuktikan semakin tebal marine, semakin besar nilai koefisien inersianya. 4.2 Pengaruh marine terhadap koefisien hidrodinamis Marine yang tumbuh menempel pada jacket akan menimbulkan perbedaan nilai koefisien drag. Perbedaan koefisien drag terhadap ketebalan marine h ditunjukkan pada grafik di bawah ini.
4.3 Pengaruh marine terhadap massa struktur Penambahan massa oleh marine ditunjukkan dengan grafik berikut ini. menunjukkan bahwa jacket yang tidak ditumbuhi marine memiliki UC member sekitar 0,956. Pada kondisi aktual, yaitu saat ketebalan marine signifikan 1,08 in, UC member jacket menjadi 0,957. UC member jacket tersebut semakin naik seiring dengan variasi ketebalan marine yang bertambah, hingga terdapat member mengalami kegagalan (fail) karena UC member mencapai lebih dari 1 dengan nilai UC 1,001 saat ketebalan marine mencapai 3 in.. Gambar 6. Grafik pengaruh ketebalann marine terhadap massa. Pada struktur jacket, adanya marine akan menyebabkan struktur menjadi terjadi penambahan massa sehingga menyebabkan perubahan respon struktur tersebut terhadap beban-beban dinamis yang diterimanya. Grafik di atas menunjukkan bahwa semakin tebal marine, massa yang dibebankan kepada struktur jacket menjadi lebih besar. Saat ketebalan marine 1,8 inch, massa marine sebesar 5,95 ton. Massa tersebut terus meningkat seiring dengan bertambahnya ketebalan marine. 4.4 Pengaruh marine terhadap UC member Pada analisis penelitian ini, digunakan variasi ketebalan marine dan kedalaman. Sehingga akan dihasilkan nilai-nilai UC member yang sesuai pada setiap kondisi variasi. Gambar 8. Grafik hubungan UC member dengan ketebalan marine dan kedalaman pada kondisi badai. Grafik di atas merupakan grafik yang menggambarkan hubungan UC member dengan ketebalan marine dan kedalaman pada kondisi badai. Hasil dari variasi di atas menunjukkan bahwa jacket yang tidak ditumbuhi marine memiliki UC member sekitar 0,81. Pada kondisi aktual, yaitu saat ketebalan marine signifikan 1,08 in, UC member jacket menjadi 0,86. UC member jacket tersebut semakin naik seiring dengan variasi ketebalan marine yang bertambah, hingga terdapat member mengalami kegagalan (fail) karena UC member mencapai lebih dari 1 dengan nilai UC 1,01 saat ketebalan marine mencapai 3 in. Kedua grafik di atas menunjukkan bahwa variasi kedalaman tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada nilai UC atau kekuatan member. Gambar 7. Grafik hubungan UC member dengan ketebalan marine dan kedalaman pada kondisi operasi. Grafik di atas merupakan grafik yang menggambarkan hubungan UC member dengan ketebalan marine dan kedalaman saat kondisi operasi. Hasil dari variasi di atas
4.5 Pengaruh marine terhadap UC joint punching shear Selain member check, analisis kekuatan struktur juga meliputi joint punching shear check. Berikut ini grafik yang menunjukkan hasil analisis joint punching shear pada kondisi operasi. Gambar 9. Grafik hubungan UC joint punching shear dengan ketebalan marine dan kedalaman pada kondisi operasi. Hasil dari variasi di atas menunjukkan bahwa jacket yang tidak ditumbuhi marine memiliki UC joint punching shear sekitar 0,818. Pada kondisi aktual, yaitu saat ketebalan marine signifikan 1,08 in, UC joint punching shear menjadi 0,833. UC joint punching shear jacket tersebut semakin naik seiring dengan variasi ketebalan marine yang bertambah, hingga terdapat joint yang memiliki nilai UC joint punching shear mencapai 0,977 saat ketebalan marine 3,89 in. Sedangkan hasil analisis pengaruh ketebalan marine terhadap UC joint ounching shear saat kondisi badai ditunjukkan oleh grafik berikut. jacket tersebut semakin naik seiring dengan variasi ketebalan marine yang bertambah, hingga terdapat joint yang memiliki nilai UC joint punching shear mencapai 1,012 saat ketebalan marine 3,89 in sehingga menyebabkan kegagalan struktur. Kedua grafik hubungan UC joint punching shear dengan ketebalan marine dan kedalaman di atas menunjukkan bahwa variasi kedalaman tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada nilai UC joint punching shear atau kekuatan struktur. 5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis pengaruh marine terhadap integritas struktur ini antara lain: 1. Marine menambah massa struktur, menambah koefisien hidrodinamis, dan menambah dimensi efektif jacket terkena beban gelombang dan arus, sehingga mempengaruhi kekuatan member dan joint punching shear jacket. 2. Desain kriteria marine untuk struktur jacket APN A adalah 1,496 in. Setelah proses analisis, diketahui ketebalan marine yang menyebabkan struktur mengalami kegagalan adalah sebesar 2,76 in atau 80% di atas ketebalan marine yang diijinkan. Kondisi tersebut terdapat pada 25% kedalaman. Saat ketebalan marine 2,76 in, member 662 memiliki UC 1,002 pada kondisi operasi dan 1,008 pada kondisi badai. Sedangkan pada ketebalan marine 3,89 in, didapat UC joint punching shear jacket terbesar pada joint 385 yaitu 0,977 saat kondisi operasi dan 1,012 saat kondisi badai yang mengakibatkan struktur mengalami kegagalan. Kondisi tersebut terdapat pada 25% kedalaman. Variasi kedalaman saat analisis tidak berpengaruh signifikan. Gambar 10. Grafik hubungan UC joint punching shear dengan ketebalan marine dan kedalaman pada kondisi badai. 5.2. Saran 1. Untuk analisa selanjutnya dapat dilakukan variasi marine sesuai dengan tingkat kekerasan dan kedalaman struktur. 2. Diperlukan analisis lanjutan tentang dampak marine, misalnya terhadap korosi dan integritas struktur setelah terjadi korosi. Hasil dari variasi di atas menunjukkan bahwa jacket yang tidak ditumbuhi marine memiliki UC joint punching shear sekitar 0,826. Pada kondisi aktual, yaitu saat ketebalan marine signifikan 1,08 in, UC joint punching shear menjadi 0,847. UC joint punching shear
6. Daftar Pustaka American Petroleum Institute. 2000. Recommended Practice For Planning and Constructing Fixed Offshore Platform-Working Stress Design, API Recommended Practice 2A (RP 2A) WSD, Washington Chakrabarti, S.K. (1987). Hydrodynamics of Offshore Structures, Computational Mechanics Publications Southampton, Boston, USA. Dawson, T.H..(1983). Offshore Structural Engineering. Prentice Hall,Inc., New Jersey. Indiyono,Paul, 2004, HIDRODINAMIKA Bangunan Lepas Pantai. Surabaya: Penerbit SIC. McClelland, B. dkk 1986. Planning and Designing of Fixed Offshore Platforms. Van Norstrand Reinhold. New York. Murdjito, 1997, Inovasi dalam Perancangan Jacket Platform untuk Perairan Dalam, ITS, Surabaya. Popov, E. P. 1993. Mechanical of Material. Prentice-Hall Inc. Engelwood Cliffts. New Jersey. USA. Putra, I W. S. E., 2010, Studi Eksperimen Pengaruh Kecepatan Arus dalam Pertumbuhan Marine, Teknik Kelautan ITS, Surabaya. Retno, E. T., 1992, Analisa Perawatan Bangunan Lepas Pantai terhadap Pengaruh Marine, Teknik Kelautan ITS, Surabaya. Rosyid, D. M.,1996, Perancangan Struktur Anjungan Lepas Pantai Filosofi, Prosedur, Model Analisis, ITS, Surabaya. Sarpkaya, T.(1981). Mechanics of Forces on Offshore Structures. Litton Educational publishing, Inc. USA. Soedjono, J. J., 1998, Diktat Mata kuliah Konstruksi Bangunan Laut II, Jurusan Teknik Kelautan ITS, Surabaya. Suryanto, H., 2000, Aplikasi Elemen Hingga untuk Analisa Struktur Statik dengan Program MSC/ Nastran, Teknik Mesin Universitas Negeri Malang, Malang. Waluyo, P.R (2003). Diktat Kuliah Finite Element Model. Jurusan Teknik Kelautan FTK-ITS, Surabaya. 7