BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI. agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan (SNI 2847 : 2013).

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

Panjang Penyaluran, Sambungan Lewatan dan Penjangkaran Tulangan

PENGUJIAN KEKUATAN PENGHUBUNG GESER YANG TERBUAT DARI BAJA TULANGAN BERBENTUK L YANG DIBENGKOKKAN DENGAN SUDUT 45 DERAJAT

BAB 1. PENGENALAN BETON BERTULANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fondasi. Karena

KUAT LEKAT TULANGAN PADA BERBAGAI VARIASI MUTU BETON NORMAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tengah sekitar 0,005 mm 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER

MODUL 6. S e s i 5 Struktur Jembatan Komposit STRUKTUR BAJA II. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector)

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desain struktur merupakan faktor yang sangat menentukan untuk menjamin

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH TEBAL SELIMUT BETON TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STRUKTUR JEMBATAN BAJA KOMPOSIT

2. Kolom bulat dengan tulangan memanjang dan tulangan lateral berupa sengkang

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau

MODUL 6. S e s i 5 Struktur Jembatan Komposit STRUKTUR BAJA II. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

BAB III LANDASAN TEORI

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan yaitu Studi Kekuatan Kolom Beton Menggunakan Baja Profil Siku

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelat dasar kolom mempunyai dua fungsi dasar : 1. Mentransfer beban dari kolom menuju ke fondasi.

PENGARUH JARAK SENGKANG TERHADAP KAPASITAS BEBAN AKSIAL MAKSIMUM KOLOM BETON BERPENAMPANG LINGKARAN DAN SEGI EMPAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jenis las Jenis las yang ditentukan dalam peraturan ini adalah las tumpul, sudut, pengisi, atau tersusun.

A. Struktur Balok. a. Tunjangan lateral dari balok

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

BAB III LANDASAN TEORI

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka:

ANALISIS PENGHUBUNG GESER (SHEAR CONNECTOR) PADA BALOK BAJA DAN PELAT BETON

Perencanaan Kolom Beton Bertulang terhadap Kombinasi Lentur dan Beban Aksial. Struktur Beton 1

1. PENDAHULUAN 1.1. BETON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan penanganan yang serius, terutama pada konstruksi yang terbuat

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. Dimensi, berat kendaraan, dan beban yang dimuat akan menimbulkan. dalam konfigurasi beban sumbu seperti gambar 3.

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

Gambarkan dan jelaskan grafik hubungan tegangan regangan untuk material beton dan baja!

BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

PERBANDINGAN KUAT TARIK LENTUR BETON BERTULANG BALOK UTUH DENGAN BALOK YANG DIPERKUAT MENGGUNAKAN CHEMICAL ANCHOR

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral

PENGUJIAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN SENGKANG KONVENSIONAL

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal

Pengenalan Kolom. Struktur Beton II

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

sejauh mungkin dari sumbu netral. Ini berarti bahwa momen inersianya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memikul tekan pada semua beban bekerja distruktur tersebut.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STRUKTUR BETON BERTULANG II

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam bidang konstruksi, beton dan baja saling bekerja sama dan saling

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

TINJAUAN KUAT LEKAT TULANGAN BETON DENGAN TANAH POZOLAN TULAKAN DAN KAPUR SEBAGAI PENGGANTI SEMEN. Naskah Publikasi Ilmiah

ABSTRAK. Kata Kunci : Gedung Parkir, Struktur Baja, Dek Baja Gelombang

pemberian reaksi tekan tersebut, gelagar komposit akan menerima beban kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENAMBAHAN KAWAT YANG DIPASANG LONGITUDINAL DI BAGIAN TULANGAN TARIK.

Tata Cara Pengujian Beton 1. Pengujian Desak

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan SNI Untuk mendukung penulisan tugas akhir ini

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Balok Komposit Tipe konstruksi komposit yang paling umum adalah balok komposit baja beton dimana penggabungan antara baja dan beton bertujuan untuk memanfaatkan keunggulan masing-masing material pembentuknya dan saling berinteraksi sehingga terjadi aksi komposit. 2.1.1 Beton Beton terdiri dari partikel-partikel agregat yang dilekatkan oleh pasta yang terbuat dari semen portland dan air. Pasta tersebut mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel agregat dan setelah beton segar dicorkan, beton mengeras sebagai akibat dari reaksi-reaksi kimia eksotermis antara semen dan air dan membentuk suatu bahan struktur yang padat dan dapat tahan lama. Banyaknya air relatif terhadap banyaknya semen merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan kekuatan beton. Karakteristik penting yang dimiliki oleh beton adalah: kuat menerima gaya tekan, sifat ketahanan yang baik terhadap api, mudah dibentuk serta lebih terjangkau dari segi harga. Beton memiliki kekuatan yang lebih untuk menahan gaya tekan dibandingkan tarik. 2.1.2 Baja Baja merupakan salah satu bahan konstruksi yang penting. Sifat ductility merupakan sifat penting yang dimiliki oleh baja. Ductility adalah kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik dalam tegangan maupun regangan sebelum terjadi kegagalan. Karakteristik penting lain yang dimiliki oleh baja adalah: kekuatan yang tinggi (kuat tarik maupun kuat tekan) serta modulus elastisitas yang tinggi. Baja memiliki perbandingan kekuatan per volumenya lebih tinggi dibandingkan bahan-bahan lainnya. Sehingga untuk perencanaan bentang yang lebih panjang dapat memberikan kelebihan ruang yang dapat dimanfaatkan akibat dari langsingnya profil yang digunakan. Sifat daktilitas tinggi yang dimiliki oleh baja mengakibatkan struktur baja mampu mencegah runtuhnya bangunan secara tiba-tiba. Hal ini menguntungkan dari segi keamanan karena dapat memberikan

peringatan dini kepada para pemakai bangunan tersebut dengan deformasinya yang cukup besar. Selain hal-hal tersebut, baja memiliki keunggulan lain yaitu kemudahan pembuatan, keseragaman bahan, dan proses pemasangannya yang cepat di lapangan, sedangkan kelemahan yang dimiliki oleh baja adalah berkurangnya kekuatan akibat tingginya temperatur serta dapat mengalami korosi. 2.1.3 Hubungan Interaksi Antara Balok Baja dan Pelat Beton Balok komposit memposisikan balok baja dan beton sedemikian rupa sehingga masing-masing material menerima tegangan sesuai dengan karakteristiknya. Keunggulan tersebut secara umum adalah beton kuat terhadap tekan dan baja (profil dengan dinding tipis) kuat terhadap tarik. Balok komposit sejak lama dikenal sebagai elemen yang paling ekonomis pada sistem lantai yang konstruksinya dari beton dan baja sebagai penopangnya. Karena konstruksinya mudah dilaksanakan, rasio antara kekuatan dan kekakuan dengan berat adalah tinggi, dan memiliki karakteristik tahan api membuat sistem ini lebih dipilih sebagai aplikasi sistem lantai yang menahan beban gravitasi. Hubungan interaksi antara balok baja dan pelat beton dapat dikategorikan dalam tiga derajat penyambungan, yaitu: 1. Derajat interaksi nol (no interaction) atau non komposit Pada keadaan ekstrim, derajat interaksi yang diberikan bisa dianggap tidak ada sama sekali, sehingga dapat disebut non komposit. Pada Gambar 2.1 terlihat balok non komposit, jika diberikan beban maka pelat beton dan balok baja tidak bekerja sebagai satu kesatuan, karena tidak terpasang sambungan geser. Apabila balok non komposit mengalami defleksi ketika diberikan suatu beban, maka pelat beton dan balok baja akan memberikan respon yang berbeda (tidak tergantung satu dan lainnya) terhadap beban yang diberikan. Permukaan bawah pelat beton akan tertarik dan mengalami perpanjangan, sedangkan permukaan atas balok baja akan tertekan dan mengalami perpendekan. Akibat tidak terdapatnya penghubung geser pada bidang kontak antara pelat beton dengan balok baja, maka pada bidang kontak tersebut tidak terdapat gaya yang dapat menahan perpanjangan serat bawah pelat dan perpendekan serat atas balok

baja. Pada derajat interaksi ini, terdapat gelinciran (slip) bebas. Dimana slip yang terjadi tidak mempunyai batas nilai tertentu. Hal ini dikarenakan pada bidang kontak tersebut hanya bekerja gaya geser horizontal dan stuktur tersebut bukanlah struktur komposit. Regangan yang terjadi pada permukaan bawah pelat beton berlawanan arah dengan permukaan atas balok baja, yang dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Struktur balok non komposit (Sumber: Pd T-12-2005 B) Gambar 2.2 Diagram regangan pada struktur balok non komposit (tanpa interaksi) (Sumber: Pd T-12-2005 B) Derajat interaksi penuh (full interaction) atau komposit penuh Keadaan ekstrim lainnya yaitu diasumsikan interaksi yang penuh. Pada kondisi respon jika diberikan pembebanan maka pelat beton dan balok baja adalah sebagai satu kesatuan seperti yang terlihat pada Gambar 2.3. Pada Gambar 2.4,

diperlihatkan diagram regangan balok komposit dengan derajat interaksi penuh dan terlihat bahwa di antara pelat beton dan balok baja terdapat garis netral gabungan. Sambungan kaku ini memerlukan penghubung geser, kekakuan lentur dan kekakuan aksial yang memadai. Tidak terdapatnya alat mekanik yang dapat menyediakan tingkat kekakuan seperti itu, maka sambungan kaku ini dianggap tidak praktis. Namun demikian, gelinciran (slip) kecil pada bidang kontak tidak mengurangi kapasitas dari penampang, asalkan penghubung geser yang diberikan mampu mentransfer geser maksimum yang diperlukan atau dengan kata lain pada struktur komposit penuh slip tercegah sama sekali. Lekatan antara baja dan beton Gaya geser yang ditahan oleh penghubung geser Gambar 2.3 Struktur balok komposit dengan derajat interaksi penuh (komposit penuh) (Sumber: Pd T-12-2005 B) Gambar 2.4 Diagram regangan pada struktur balok komposit dengan derajat interaksi penuh (komposit penuh) (Sumber: Pd T-12-2005 B) Konsep analisis penampang komposit penuh, didasarkan pada dua kondisi yaitu kondisi elastis dan kondisi non elastis. Kondisi elastis adalah kondisi

dimana baik beton maupun baja masih berada dalam batas-batas elastis. Pada kondisi inelastis atau non elastis pembahasan dibatasi pada keadaan plastis. 2. Derajat interaksi sebagian (partial interaction) atau komposit parsial Derajat interaksi merupakan keadaan penyambungan dengan kondisi antara tanpa interaksi (non komposit) dengan interaksi sempurna (komposit penuh). Gambar diagram regangan pada balok dengan derajat ineraksi sebagian dapat dilihat pada Gambar 2.5. Garis netral pada pelat beton lebih dekat dengan balok baja dan garis netral balok baja lebih dekat dengan pelat beton dibandingkan dengan balok non komposit (non interaction). Pada kondisi ini, besarnya slip yang terjadi diijinkan hanya mencapai batas tertentu (slip terbatas). Gambar 2.5 Balok komposit dengan derajat interaksi sebagian (komposit parsial) (Sumber: Pd T-12-2005 B) Aksi komposit dapat terjadi apabila pelat beton dan balok baja dihubungkan secara menyeluruh serta mengalami defleksi sebagai satu kesatuan. Pada balok komposit terdapat penghubung geser pada bidang kontak antara pelat beton dan balok baja dimana pada bidang kontak tersebut bekerja gaya geser vertikal maupun horizontal yang dapat menahan perpanjangan serat bawah pelat beton maupun perpendekan serat atas balok baja. 2.2 Penghubung Geser Secara umum balok komposit diasumsikan menerima beban lentur. Balok baja yang menumpu konstruksi pelat beton didesain berdasarkan asumsi bahwa baja dan pelat beton yang menahan beban bekerja secara terpisah. Dalam kondisi ini, balok baja akan dominan menerima tarikan dan beton akan dominan

menerima tekanan. Pengaruh komposit dari baja dan pelat beton yang bekerja bersama-sama diabaikan. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa ikatan antara pelat beton dengan bagian atas balok baja tidak bisa diandalkan. Gambar 2.6 menunjukkan pada struktur balok komposit, terdapat gaya geser horizontal pada permukaan sentuh antara balok baja dan pelat beton. Untuk mentransfer gaya geser horizontal pada permukaan sentuh antara balok baja dan pelat beton dipergunakan bahan yang berfungsi sebagai adhesion (lekatan), friction (gesekan) atau bearing (penumpu). Pada kebanyakan balok komposit, penghubung geser dibuat dari elemen baja yang dilas ke balok dan ditanamkan pada beton. Elemen baja ini akan mentransfer gaya antara balok baja dengan alat penghubung sebagai geser dan antara alat penghubung dengan beton sebagai bearing. Seiring dengan kemajuan penggunaan las, penggunaaan penyambung geser mekanis menjadi praktis untuk menahan gaya geser yang bekerja horizontal. Gambar 2.6 Struktur balok komposit (Sumber: Pd T-12-2005 B) Secara mekanik penghubung geser mempunyai dua fungsi utama yaitu, mentransfer gaya horizontal dan mencegah terjadinya pemisahan secara vertikal antara baja dan beton. Sambungan geser pada bidang kontak antara baja dan beton harus dirancang untuk menahan gaya geser horizontal yang terjadi pada bidang kontak antara balok baja dan pelat beton. Gaya geser ini berada antara tegangan leleh penuh dan persentase kecil dari tegangan leleh penampang baja. Disamping itu, penghubung geser ini juga harus mampu menahan lentur dan menahan kecenderungan terpisahnya pelat dan balok ke arah vertikal (up lift). 2.3 Tipe Penghubung Geser Terdapat beragam tipe penghubung geser, diantaranya: a. Penghubung geser kaku (rigid connector)

Penghubung geser ini secara alami bersifat kaku atau tidak fleksibel. Penghubung tersebut dapat mencegah terjadinya slip antara baja dan beton yang menyebabkan beton hancur akibat kegagalan dalam proses pengelasan. Penghubung geser tipe ini dapat memikul gaya geser yang ditimbulkan antara beton dan permukaan penghubung geser. Contoh penghubung geser kaku yaitu penghubung geser T seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.7. potongan melintang potongan memanjang 3 dimensi Gambar 2.7 Penghubung geser tipe T b. Penghubung geser lentur (flexible connector) Penghubung geser tipe ini menerima gaya geser secara lentur atau fleksibel dan dapat mencegah terjadinya slip antara baja dan beton. Penghubung geser lentur berbeda secara fisik dengan penghubung geser kaku. Contoh penghubung geser lentur yaitu penghubung geser yang terbuat dari potongan kanal dan welded headed stud yang dapat dilihat pada Gambar 2.8 dan Gambar 2.9 Potongan melintang Potongan memanjang 3 dimensi Gambar 2.8 Penghubung geser tipe Kanal

Potongan melintang Potongan memanjang 3 dimensi Gambar 2.9 Penghubung geser Welded Headed Stud c. Penghubung geser tulangan (bond connector) Penghubung ini terbuat dari potongan baja yang biasanya digunakan sebagai tulangan pada beton bertulang. Gaya horizontal yang terjadi antara balok baja dan pelat beton ditransfer oleh tulangan dengan tarikan pada penghubung. Penghubung jenis ini dapat dikombinasikan dengan penghubung geser atau penghubung geser lentur agar lebih kuat menahan gaya geser yang terjadi antara beton dan baja. Contoh penghubung geser ini adalah penghubung geser tulangan spiral yang dapat dilihat pada Gambar 2.9 dan penghubung geser tipe v, I, U Terbalik dan L yang dapat dilihat pada Gambar 2.10 hingga Gambar 2.13. Penghubung geser tulangan lainnya yang dapat divariasikan bentuk dan ukurannya berdasarkan asumsi dan analisis yang tepat. Potongan memanjang Potongan melintang Gambar 2.10 Penghubung geser tipe Spiral

Potongan melintang Potongan memanjang Gambar 2.11 Penghubung geser tipe V Potongan melintang Potongan memanjang Gambar 2.12 Penghubung geser tipe I Potongan melintang Potongan memanjang Gambar 2.13 Penghubung geser tipe U Terbalik Potongan melintang Potongan memanjang Gambar 2.14 Penghubung geser tipe L Terdapat banyak tipe penghubung geser yang dapat divariasikan, tapi yang baru direkomendasikan oleh peraturan adalah penghubung geser tipe welded headed stud dan penghubung geser kanal.

2.4 Kekuatan Penghubung Geser Jenis Paku dan Kanal a. Penghubung geser paku/stud Penghubung geser yang sering digunakan adalah tipe headed stud. Rentang diameter stud adalah 13 mm sampai dengan 25 mm, dengan panjang 65 mm sampai dengan 100 mm, meskipun kadang-kadang digunakan stud yang lebih panjang. Keuntungan menggunakan penghubung geser jenis stud adalah pengelasan cepat, sedikit menghalangi penulangan dan kekuatan dan kekakuan yang sama ke segala arah. Ada dua hal yang berpengaruh dalam menentukan diameter stud. Pertama adalah proses pengelasan, yang mana akan semakin sulit dan mahal jika dilakukan pada diameter diatas 20 mm, dan yang lain adalah tebal pelat (t) dimana stud akan dilaskan. Hasil penelitian menunjukan bahwa stud akan mencapai kekuatan penuh jika rasio d/t lebih kecil dari 2,7 sedangkan pada struktur pelat yang mengalami fluktuasi tegangan tarik, d/t tidak boleh lebih besar dari 1,5. Besar kekuatan nominal satu penghubung geser jenis paku menurut SNI 03-1729-2000, yaitu: Q n = 0,5A sc f c E c A sc f u...(2.1) dimana: Q n : kekuatan nominal satu penghubung geser jenis paku/stud, N A sc : luas penampang penghubung geser jenis paku, mm 2 E c f c f u : modulus elastisitas beton, MPa : kekuatan tekan beton, MPa : kuat tarik penghubung geser jenis paku, MPa Secara umum hubungan antara tegangan dan slip dinyatakan dalam bentuk eksponen seperti diberikan pada Persamaan (2.2): Q = Q u (1 e As ) B (2.2) Dimana: Qu = tegangan ultimit s = slip A dan B = konstanta yang diturunkan dari kurva yang diplot dari hasil tes. Ollgard et al (dalam Viest et al. (1997)) memberikan nilai A = 18 dan B = 0,4.

Hasil push out test yang dilakukannya memberikan persamaan tegangan studs seperti Persamaan (2.1). Nilai Ec dihitung dari persamaan emperis seperti pada Persamaan (2.3), dimana satuan dari Ec dan f c adalah MPa. E c = 4700 f c (2.3) Dua keadaan batas diberikan pada Persamaan (2.1), yang pertama diatur oleh beton, dan yang kedua diatur oleh baja stud. Tegangan geser penyambung meningkat sejalan dengan peningkatan tegangan tekan beton sampai pada suatu nilai maksimum sama dengan tegangan tarik baja stud. Hubungan yang diberikan pada Persamaan (2.1) mengindikasikan bahwa keruntuhan dalam push out test akan dikontrol oleh keruntuhan beton (terlepas keluar, terbelah) untuk nilai tegangan tekan beton yang relatif kecil, dan keruntuhan baja untuk nilai tegangan beton yang relatif tinggi. Tetapi Ollgaard (dalam Viest et al. 1997) melaporkan bahwa sesungguhnya seluruh tes menunjukan keruntuhan kombinasi antara beton dan baja. b. Penghubung geser kanal Besar kekuatan nominal satu penghubung geser jenis kanal menurut SNI 03-1729-2000, yaitu: Q n = 0,3 (t f + 0,5 t w ) L c f c E c...(2.4) dimana: Q n t f t w L c E c f c : kekuatan nominal satu penghubung geser jenis kanal, N : tebal pelat sayap kanal, mm : tebal pelat badan kanal, mm : panjang penghubung geser kanal, mm : modulus elastisitas beton, MPa : kekuatan tekan beton, MPa Dari rumus di atas dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan penghubung geser dalam mentransfer gaya geser horizontal yakni: luas penampang serta kekakuan penghubung geser, kekuatan tekan serta modulus

elastisitas beton. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya deformasi pada penghubung geser yaitu bentuk, ukuran, lokasinya pada balok, lokasi momen maksimum, dan cara pemasangannya pada balok baja. Pada Pedoman Perencanaan Lantai Jembatan Rangka Baja Dengan Menggunakan CSP (Pd T-12-20005-B), disebutkan bahwa kekuatan sistem penghubung geser dipengaruhi oleh beberapa hal seperti: - jumlah penghubung geser; - tegangan longitudinal rata-rata dalam pelat beton di sekeliling penghubung; - ukuran, penataan dan kekuatan tulangan pelat di sekitar penghubung - ketebalan beton di sekeliling penghubung - derajat kebebasan dari setiap dasar pelat untuk bergerak secara lateral dan kemungkinan terjadinya gaya tarik ke atas (up lift force) pada penghubung - daya lekat pada antar muka beton-baja - kekuatan pelat beton - tingkat kepadatan pada beton disekeliling pada setiap dasar penghubung Pada balok komposit, seluruh gaya geser horizontal pada bidang kontak balok baja dan pelat beton harus disalurkan oleh penghubung geser. Apabila ditinjau berdasarkan bidang geser balok dengan beban merata, maka secara teori dibutuhkan lebih banyak penghubung geser di dekat ujung bentang dimana tegangan geser yang terjadi lebih besar dari pada tegangan geser yang terjadi di pertengahan bentang. Pada penampang yang seluruhnya komposit, dimana beton mengalami gaya tekan akibat lentur, kekuatan geser nominal (V nh ) yang harus diberikan oleh penghubung geser adalah nilai terkecil dari Persamaan (2.5) dan (2.6). V nh = C maks = 0,85. f c b E. t c...(2.5) V nh = T maks = A s. f y...(2.6) dimana: V nh f c b E : gaya geser horizontal, kn : kuat tekan beton, MPa : lebar efektif pelat beton, mm

t c : tebal pelat beton, mm A s : luas penampang baja, mm 2 f y : tegangan leleh baja, MPa Apabila kekuatan nominal Q n dari penghubung geser diketahui, maka jumlah penghubung geser yang dibutuhkan di antara titik momen maksimum dan momen nolnya adalah: N = V nh Q n... (2.7) dimana: N V nh Q n : jumlah penghubung geser : gaya geser horizontal, kn : kekuatan nominal satu penghubung geser, kn 2.5 Analisa Awal Kekuatan Penghubung Geser Lurus Menganalisis kekuatan suatu penghubung geser secara teori dapat dilakukan dengan menentukan pada bagian mana dari struktur komposit yang akan mengalami kegagalan terlebih dahulu. Terdapat tiga bagian yang memiliki kemungkinan untuk mengalami kegagalan yaitu penghubung geser, beton dan pada bagian las. Ketiga bagian ini dapat digunakan sebagai dasar analisa kekuatan penghubung geser lurus. 2.5.1 Gaya yang Dapat Ditahan oleh Penghubung Geser Untuk mengetahui apakah shear connector tidak akan rusak akibat adanya gaya geser yang ditimbulkan oleh gaya luar, untuk itu perlu dikontrol kekuatan connector tersebut terhadap beban geser yang diterimanya, untuk melakukan hasil ini dapat dilakukan berdasarkan teori keruntuhan geser Von Mises (Akoeb, 1989). Beban sebesar P diberikan pada masing-masing penghubung geser tiap spesimen. Gaya tersebut akan mengakibatkan terjadinya reaksi pada penghubung geser dan pelat beton. Gaya-gaya yang bekerja pada kaki penghubung geser tidak diperhitungkan karena permukaan kaki penghubung geser dioleskan pelumas untuk menghilangkan lekatan antara baja dan pelat beton. Gambar 2.14 mennunjukkan distribusi gaya pada penghubung geser lurus

Las Gambar 2.15 Distribusi gaya pada penghubung geser Gaya normal: Ps = P cos a...(2.8) Gaya geser: Pc = P sin a...(2.9) Tegangan normal: σ = P s A s σ = Pcosa 1 4 πd 2 σ = 4P cosa πd 2... (2.10) Tegangan geser: τ = P c A g σ s = Psina d. h 2 σ s = Psina dh 2... (2.11) Berdasarkan PPBBI (3.1.4), σ i = σ 2 + 3τ 2, sehingga: σ i = P d 16cos2 a π 2 d 2 + 3sin2 a h 2 2... (2.12)

P = dimana: σ i d 16cos2 a π 2 d 2 +3sin2 a h2 2... (2.13) P = gaya yang dapat ditahan oleh penghubung geser, kg σ i = tegangan idiil penghubung geser, kg/cm 2 Berdasarkan SNI 03-1729-2002, komponen struktur yang memikul gaya tekan, kuat rencana harus dikalikan faktor reduksi 0,85, sehingga Persamaan 2.11 menjadi: P = 0,85σ i d 16cos2 a π 2 d 2 +3sin2 a h2 2... (2.14) 2.5.2 Gaya Reaksi yang Dapat Ditahan Oleh Beton Pada Gambar 2.12, penghubung geser dianggap sebagai kantilever pendek yang terletak pada sayap balok baja WF. Lekatan antara sayap baja dan pelat beton diabaikan. Gambar 2.16 Distribusi tegangan pada beton Dengan mengacu pada metode perhitungan yang dipakai oleh Akoeb (1989), diketahui besar gaya yang dapat ditahan oleh beton untuk keadan tanpa lekatan antara pelat beton dan baja adalah: P c = h 1.d 2. σ bk... (2.15) dimana: P c = gaya yang dapat ditahan oleh beton, kg

σ bk = tegangan karakteristik beton, kg/cm 2 Menurut Akoeb (1989) berdasarkan PBI tahun 1971 pasal 6, dituliskan bahwa unuk tekan sentris, kekuatan beton yang digunakan adalah 0,83σ bk, sehingga Persamaan (2.13) menjadi: P c = 0,83 σ bk ( 1 2 h 1. d)...(2.16) 2.5.3 Gaya yang Dapat Ditahan Oleh Las Pada Gambar 2.13 diperlihatkan penampang las pada penhubung geser lurus (gaya geser yang ditahan oleh penghubung geser adalah gaya horizontal P/4). Potongan melintang Potongan memanjang Gambar 2.17 Penampang las pada penghubung geser Menurut SNI 03-1729-2000, untuk las sudut, kuat nominal sambungan las harus memenuhi: 1. Kuat bahan las f nw t uw R 0,75. t. l. 0, 6 f...(2.17) 2. Kuat bahan dasar R 0,75. t. l. 0, 6 f f nw t dimana: f = 0,75 f uw = kuat tarik logam las, MPa f u = kuat tarik bahan dasar, MPa t t = tebal rencana las, mm u... (2.18)

l = panjang las, mm 2.6 Push Out Test Karakteristik kekuatan dari penghubung geser ditentukan dengan melakukan tes lab (push-out test) mengikuti standar yang diberikan pada AS 2327 Part 1 dengan beberapa penyesuaian yaitu penghubung geser yang digunakan adalah penghubung geser lurus, serta pelat beton yang digunakan adalah pelat beton tanpa tulangan. Test adalah: Beberapa kriteria yang diberikan pada AS 2327 Part 1 mengenai Push Out 1. Hubungan antara pelat beton dan baja harus dijaga agar tidak terdapat lekatan, sebelum dilakukan pengecoran pelat beton dilakukan 2. Laju aplikasi pembebanan harus seragam dan sedemikian rupa sehingga kegagalan beban tercapai tidak kurang dari 10 menit. 3. Secara praktis, menurut AS 2327 Part 1, kekuatan Pk yang akan dipakai di lapangan, masing-masing alat penyambung tersebut dihitung besarnya dengan Persamaan (2.7) : Pk = Fu fu F c f c xp test... (2.19) dimana: Pk = kekuatan karakteristik dari penghubung geser, N Fu = tegangan ultimit baja yang digunakan untuk penghubung geser, MPa fu = tegangan ultimit baja yang didapat dalam tes, MPa F c = kuat tekan beton yang direncanakan dalam 28 hari, MPa f c = kuat tekan beton yang didapat dari test pada waktu yang bersamaan dengan pelaksanaan push out test, MPa Kekuatan karakteristik, Pk dari penghubung geser diambil 0,7 kali dari rata-rata minimal 3 buah P. 2.7 Penempatan dan Jarak Antara Penghubung Geser Sesuai dengan SNI 03-2487-2002, dalam penempatan penghubung geser jenis stud harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. penghubung geser harus mempunyai selimut beton pada arah lateral setebal minimal 25 mm, kecuali untuk penghubung geser yang dipasang pada gelombang dek baja bergelombang, 2. diameter penghubung geser jenis paku tidak boleh lebih besar dari 2,5 kali ketebalan pelat sayap penampang dimana penghubung geser jenis paku tersebut dilaskan, kecuali yang terletak di atas pelat badan penampang, 3. jarak minimum antara penghubung geser tidak boleh lebih kecil dari 6 kali diameter di sepanjang sumbu longitudinal balok penumpu, 4. jarak minimum antar penghubung geser tidak boleh kurang dari 4 kali diameter di sepanjang sumbu tegak lurus terhadap sumbu longitudinal balok penumpu, 5. untuk daerah di antara gelombang dek baja bergelombang, jarak minimum antara penghubung geser tersebut dapat diperkecil menjadi 4 kali diameter ke semua arah, 6. jarak maksimum antar penghubung geser tidak boleh melebihi 8 kali ketebalan pelat total. Jumlah penghubung geser yang diperlukan disesuaikan jumlahnya dengan gaya geser yang terjadi di daerah tersebut. 2.8 Teori lekatan Suatu persyaratan dasar dalam konstruksi beton bertulang adalah adanya lekatan (bond) diantara penulangan dan beton sekelilingnya, ini berarti di bawah beban kerja tidak terjadi slip dari baja tulangan relatif terhadap beton sekeliling boleh jadi tidak atau dapat mengakibatkan keruntuhan total dari balok. Sekalipun terjadi pemisahan yang menyeluruh dari tulangan dan beton pada hampir keseluruhan panjang, suatu balok dapat saja terus memikul beban selama tulangan tidak lepas pada ujung-ujungnya. Pengangkeran mekanis dari ujung tulangan dapat digunakan untuk mendapatkan integritas dari sistem, atau dimana mungkin, tulangan harus diangkerkan dengan jalan menanamkannya melewati titik dimana beban menimbulkan tarik maksimum, dengan jarak yang cukup untuk mengembangkan kapasitas tarik penuh dari batang tulangan (Wang, 1993).

Agar beton bertulang dapat berfungsi dengan baik sebagai bahan komposit dimana batang baja tulangan saling bekerja sama sepenuhnya dengan beton, maka perlu diusahakan supaya terjadi penyaluran gaya yang baik dari suatu bahan ke bahan yang lain. Untuk menjamin hal ini diperlukan adanya lekatan yang baik antara beton dengan penulangan, dan penutup beton yang cukup tebal. Agar baja tulangan dapat menyalurkan gaya sepenuhnya melalui ikatan, baja harus tertanam di dalam beton hingga suatu kedalaman tertentu yang dinyatakan dengan panjang penyaluran (Vis dan Gideon, 1993). Menurut Nawy (1986), secara umum kuat lekat antara baja tulangan dan beton yang membungkusnya dipengaruhi oleh faktor: 1. Adhesi Adhesi antara elemen beton dan bahan penguatnya yaitu tulangan baja. Adhesi merupakan ikatan kimiawi yang terbentuk pada seluruh bidang kontak antara beton dan tulangan akibat adanya proses reaksi pengerasan semen. 2. Friksi Friksi merupakan tahanan geser terhadap gelinciran dan saling mengunci pada saat elemen penguat atau tulangan mengalami tegangan tarik. Mekanisme ini terbentuk karena adanya permukaan yang tidak beraturan pada bidang kontak antara beton dan tulangan. 3. Interlocking Mekanisme ini terbentuk hanya pada tulangan ulir. Interlocking terjadi karena adanya interaksi antara ulir/tonjolan tulangan (rib) dengan matriks beton yang ada di sekitarya, mekanisme ini sangat bergantung pada kekuatan, dan kepadatan material beton, geometri dan diameter tulangan. 4. Gripping Efek memegang (gripping), akibat susut/pengeringan beton di sekeliling tulangan. 5. Efek kualitas beton Kualitas beton meliputi kuat tarik dan kuat tekan. Akibat desakan oleh tegangan radial, beton mengalami tegangan tarik keliling, jika tegangan tarik ijin beton terlampaui maka akan mengakibatkan retak belah.

6. Efek mekanisme penjangkaran ujung tulangan. Efek penjangkaran dapat berupa panjang lewatan/tanam, bengkokan tulangan dan persilangan tulangan. 7. Diameter, bentuk dan jarak tulangan. Diameter, bentuk maupun jarak tulangan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan retak radial, diameter terlalu kecil akan mengakibatkan keruntuhan putus pada tulangan karena kuat lekatnya jauh lebih tinggi dari pada kuat putus baja/tulangannya, sedangkan diameter terlalu besar akan mengakibatkan keruntuhan slip, karena kuat tarik baja/tulangan jauh lebih besar dari pada kuat lekatnya sehingga akan terjadi slip yang didahului oleh retak belah yang sangat cepat. Bentuk tulangan polos keruntuhan akan berupa slip karena kuat lekat beton sangat kecil, sedangkan bentuk tulangan ulir akan mengalami keruntuhan belah. Jarak tulangan yang terlalu dekat dibanding selimut beton, maka akan terjadi keruntuhan belah. 8. Selimut beton. Selimut beton yang tidak mencukupi untuk mengakomodasi tegangan tarik keliling akan mengakibatkan retak belah yang selanjutnya mengakibatkan kehancuran belah. 9. Korosi Karatan/korosi pada tulangan akan mengakibatkan menurunnya adhesi, gripping dan friksi antara beton dan tulangan sehingga mengurangi kuat lekat. Pada tulangan polos (plain bar), lekatan antara tulangan dan beton dibentuk oleh adanya adhesi dan friksi. Pada saat pembebanan awal adhesi dan friksi bekerja bersama-sama hingga tercapai kondisi beban maksimum. Pada kondisi ini adhesi mulai rusak sehingga lekatan antara beton dan tulangan hanya dipikul oleh friksi saja. Selanjutnya kapasitas lekatan berangsur-angsur turun karena berkurangnya friksi yang menyebabkan slip. Fenomena terjadinya lekatan bersama-sama antara beton dan baja adalah dengan ditunjukan adanya peralihan gaya geser dari tulangan ke beton yang mengelilinginya. Pengalihan gaya ini menjadi sangat penting terutama pada perbedaan panjang sepanjang tulangan yang menyalurkan gaya aksial, gaya pada

beton selalu berubah pada sepanjang tulangan. Perubahan gaya yang terjadi akan menyebabkan perubahan tegangan dan regangan, perbedaan penyimpangan antara beton dan tulangan (slip) terjadi dimana regangan pada baja berbeda dengan regangan pada tulangan, hal ini terjadi karena modulus elastisitas (E) antara baja dan beton berbeda. 2.9 Hasil Penelitian Sebelumnya 1. Akoeb (1989) Pada pengujian Push Out test, digunakan 2 buah pelat beton bertulang dengan ukuran 16 cm x 35 cm x 45 cm, tulangan praktis diameter 10 mm, tulangan sengkang diameter 8 mm, jarak sengkang 25 cm serta profil baja yang digunakan WF 200 x 400 dengan panjang 55 cm, pada kedua sisi sayap baja dipasang penghubung geser yang terbuat dari tulangan bulat polos seperti pada Gambar 2.17. Gambar 2.18 Penghubung geser yang digunakan pada penelitian Akoeb (1989) (dalam satuan mm) Penelitian tersebut menghasilkan bahwa benda uji dengan diameter penghubung geser 12 mm dengan mutu beton sebesar 236 kg/cm 2 (19,59 MPa) dan di antara sayap baja dan pelat betonnya terdapat lekatan, beban ultimit yang dicapai berkisar antara 17750 kg hingga 21000 kg, slip yang terjadi pada beban ultimit berkisar antara 1,52 mm sampai 2,75 mm. Benda uji dengan diameter penghubung geser 12 mm dan di antara sayap baja dan pelat betonnya tidak terdapat lekatan, beban ultimit yang dicapai berkisar antara 13500 kg

hingga 18800 kg, slip yang terjadi pada beban ultimit berkisar antara 2,963 mm sampai 4,50 mm. Benda uji dengan diameter penghubung geser 15 mm dan di antara sayap baja dan pelat betonnya terdapat lekatan, beban ultimit yang dicapai berkisar antara 30000 kg hingga 32500 kg, slip yang terjadi pada beban ultimit berkisar antara 2,47 mm sampai 4,50 mm. Benda uji dengan diameter penghubung geser 15 mm dan di antara sayap baja dan pelat betonnya tidak terdapat lekatan, beban ultimit yang dicapai berkisar antara 23000 kg hingga 29150 kg, slip yang terjadi pada beban ultimit berkisar antara 2,593 mm sampai 3,20 mm. persamaan mengenai hubungan antara beban, mutu beton dan diameter penghubung geser ditentukan dengan menggunakan analisa regresi linear berganda dan dengan bantuan paket program Mikrostat yaitu: Untuk keadaan tanpa lekatan interface Q u = 2,4177. A 1,066 1,56 s. σ bk...(2.20) Untuk keadaan dengan lekatan interface Q u = 2,76312. A 1,0799 0,328 s. σ bk...(2.21) dimana: Q u = kapasitas ultimit penghubung geser, kg A s = luas penampang tulangan, cm 2 σ bk = tegangan karakteristik beton, kg/cm 2