TINJAUAN BERKENALAN DENGAN GIS UNTUK APLIKASI PERENCANAAN KOTA. Maria Christina Endarwati

dokumen-dokumen yang mirip
Aplikasi Data Penginderaan Jauh untuk Mendukung Perencanaan Tata Ruang di Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)


Pengertian Sistem Informasi Geografis

REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING

A. Pendahuluan Sistem Informasi Geografis/GIS (Geographic Information System) merupakan bentuk cara penyajian informasi terkait dengan objek berupa

Pengantar Teknologi. Informasi (Teori) Minggu ke-11. Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

Prinsip Interkoneksi Informasi Dalam Penanganan Bencana Banjir* Dicky R. Munaf ** Abstract

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

GIS UNTUK PENATAAN DAN MANAJEMEN TATA RUANG

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

Geographic Information System (GIS) Arna Fariza TI PENS. Apakah GIS itu?

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TEMPAT PENGOLAHAN BARANG BEKAS DI SURAKARTA

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

ABSTRAK. Kata kunci: Pelayanan kesehatan, Georaphical Information System (GIS), Kebumen, Rumah sakit dan puskesmas

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENENTUAN PRIORITAS WILAYAH INDUSTRI DI KABUPATEN KUBU RAYA. Priskha Caroline

PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL

EXECUTIVE SUMMARY ZONASI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Polusi maupun efek rumah kaca yang meningkat yang tidak disertai. lama semakin meninggi, sehingga hal tersebut merusak

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Sistem Informasi Geografis. Widiastuti Universitas Gunadarma 2015

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO

RINGKASAN PROGRAM PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN TAHUN 2013

BAB IV ANALISIS. 1. keberadaan dan ketersediaan data 2. data dasar 3. hasil 4. rancangan IDS untuk identifikasi daerah rawan banjir

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Badan Pusat Statistik (2010), jumlah penduduk DKI Jakarta adalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

RELASIONAL PENGINDERAAN JAUH DENGAN PEMETAAN PENGADAAN TANAH JALAN TOL TRANS JAWA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat kita lihat betapa kompleksnya persoalan persoalan dalam kehidupan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENGGABUNGAN INFORMASI TEKSTUAL DAN SPASIAL PADA SIG Indriani Putri 1 Prof. Dr. I Wayan Simri Wicaksana, S.Si, M.Eng 2 1 Sistem Informasi, Fakultas Il

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK INVENTARISASI DAN EVALUASI ASET BANGUNAN MILIK PEMERINTAH KOTA SURABAYA (STUDI KASUS : SURABAYA PUSAT)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan proses perencanaan wilayah dan kota adalah Geographic

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh

Session_01. - Definisi SIG - Latar Belakang - Keunggulan SIG dibanding sistem perpetaan konvensional - Contoh pemanfaatan SIG

Peranan Geographic Information System (GIS) pada Operasi Udara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau merevisi peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KESELARASAN PEMANFAATAN RUANG KECAMATAN SEWON BANTUL TAHUN 2006, 2010, 2014 TERHADAP RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN (RDTRK )

BAB I PENDAHULUAN. informasi tersebut. Berkembangnya teknologi informasi dan komputer

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS RADIO INTERNET

Pemanfaatan Citra Landsat Untuk Klasifikasi Tutupan Lahan Lanskap Perkotaan Kota Palu

APLIKASI DATA CITRA SATELIT LANDSAT UNTUK PEMANTAUAN DINAMIKA PESISIR MUARA DAS BARITO DAN SEKITARNYA

Tabel 1. Jabaran Learning Outcome PS S2 MBK DITSL

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

I. PENDAHULUAN. instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

E-GUIDANCE SEBAGAI INTERPRETASI YANG INFORMATIF PADA WATERWORLD TAMAN SAFARI INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TOMI YOGO WASISSO E

Sistem Informasi Geografis Potensi Wilayah Kabupaten Banyuasin Berbasis Web

Daftar Isi. Daftar Isi Daftar Gambar Bab 1. Pendahuluan... 5

PERENCANAAN PENGHIJAUAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT IKONOS (Studi Kasus di Desa WEK II, Kecamatan Padangsidempuan Utara, Kota Padangsidempuan)

Ir. Rubini Jusuf, MSi. Sukentyas Estuti Siwi, MSi. Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

Pengenalan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam Kesehatan Hewan dan Peternakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

Identifikasi Kawasan Rawan Kebakaran di Martapura Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan dengan Sistem Informasi Geografis

PEMBUATAN MODEL TIGA DIMENSI (3D) SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK VISUALISASI WILAYAH KOTA

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BIMBINGAN TEKNIS PENGUMPULAN DATA NERACA LAHAN BERBASIS PETA CITRA

TUGAS EVALUASI SURVEI DAN EVALUASI LAHAN TENTANG SURVEI LAPANGAN (METODE INDEKS STORIE)

Mendeteksi Kebakaran Hutan Di Indonesia dari Format Data Raster

Transkripsi:

Jurnal Sabua Vol.3, No.3: 50-55, November 2011 ISSN 2085-7020 TINJAUAN BERKENALAN DENGAN GIS UNTUK APLIKASI PERENCANAAN KOTA Maria Christina Endarwati Staf Pengajar Jurusan Teknik Planologi Institut Teknologi Nasional Malang Abstrak. Suatu wilayah baik di pedesaan maupun di perkotaan menampilkan wujud yang rumit, tidak teratur dan dimensi yang heterogen. Kenampakan wilayah perkotaan jauh lebih rumit dari pada kenampakan daerah pedesaan. Hal ini disebabkan persil lahan kota pada umumnya sempit, bangunannya padat, dan fungsi bangunannya beraneka. Oleh karena itu diperlukan suatu aplikasi yang dapat dipergunakan untuk penyusunan tata ruang tersebut, tentunya harus disesuaikan dengan resolusi spasial yang sepadan. Untuk keperluan perencanan tata ruang secara detail, maka resolusi spasial yang tinggi akan mampu menyajikan data spasial secara rinci adalah GIS. GIS/SIG adalah singkatan dari Geographic Information Systems. Dalam bahasa Indonesia sendiri, GIS disingkat SIG yang artinya Sistem Informasi Geografi. Sistem Informasi Geografi adalah sebuah sistem yang dapat membantu memberikan gambaran yang lebih jelas tentang informasi dari sebuah tempat. Dengan teknologi GIS, tidak hanya dapat membuat perencanaan t kota dengan lebih baik saja. Namun, teknologi ini juga dapat membantu menentukan daerah mana saja yang memiliki potensi bencana ataupun menentukan lokasi penyebaran penyakit tertentu. Kata Kunci: GIS, Perencanaan Kota Abstract. A region in the form of displays and urban dimension rural complex, irregular and heterogeneous. Appearance of urban areas is much more complicated than in the rural appearance. This is due to land in cities is generally narrow, crowded buildings, and various functions of the building. Therefore we need an application that can be used for spatial planning, of course, must be adjusted commensurate with the spatial resolution. For the purposes of spatial planning in detail, high spatial resolution will be able to present detailed spatial data is a GIS. GIS / GIS stands for Geographic Information System. In the Indonesian language itself, abbreviated GIS GIS means Geographic Information System. Geographic Information System is a system that can help give a clearer picture of information from one place. With GIS technology, not only can make urban planning more thin. However, this technology can also help identify areas that have the potential for disaster, or locate the distribution of certain diseases Keywords : GIS, Urban Planning @Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado November 2011

51 M.C. ENDARWATI LATAR BELAKANG Bencana yang menimpa Aceh pada 26 Desember 2004 yang lalu telah menjadi sebuah pukulan yang besar bagi rakyat di Indonesia. Sejak tanggal tersebut, semua perhatian seluruh masyarakat Indonesia bahkan dunia tertumpu ke Aceh. Sebagian besar wilayah Aceh hancur total termasuk infrastruktur daerah. Sehingga membangun Aceh kembali menjadi salah satu pekerjaan yang tidak mudah. Banyak bantuan ditawarkan untuk membantu pemerintah. Mulai dari dana, relawan, sampai bantuan pembangunan pun berdatangan. Seperti apa Aceh baru akan dilahirkan dan bagaiamana memutuskan jabang bayi baru tersebut? Banyak pendapat bermunculan. Mulai dari yang membawa kepentingan sendiri sampai kepentingan bersama. Mulai dari sisi ekonomi, masyarakat, pendidikan, dan banyak lagi telah menjadi masukan bagi pemerintah yang akan membangun Aceh nantinya. Salah satu masukan yang menarik yang mungkin dapat menjadi pertimbangan adalah masukan yang diberikan oleh sebuah forum sipil bernama RS-GIS Forum (Remote Sensing-Geographic Information System). Bulan Januari lalu, RS-GIS Forum mengadakan sebuah workshop yang berjudul Identifikasi dan Analisis Kerusakan Aceh- Sumut Pasca Gempa dan Tsunami dengan Teknologi Satelit dan SIG. Yang kemudian dilanjutan dengan workshop kedua pada bulan berikutnya. RS-GIS Forum mengusulkan agar perencanaan pembangunan Aceh dilakukan dengan memanfaatkan teknologi GIS. Apa yang dimaksud dengan GIS? Dan konstribusi apa yang dapat dilakukan oleh GIS? GIS/SIG bukan Peta GIS adalah singkatan dari Geographic Information Systems. Dalam bahasa Indonesia sendiri, GIS disingkat SIG yang artinya Sistem Informasi Geografi. Sistem Informasi Geografi adalah sebuah sistem yang dapat membantu memberikan gambaran yang lebih jelas tentang informasi dari sebuah tempat. Hasil akhir SIG dapat juga disebut Smart Maps. Hal ini dikarenakan hasil akhir SIG memang merupakan sebuah peta yang dilengkapi dengan data yang dibutuhkan oleh si pembuatnya. Smart Maps inilah yang nantinya dapat membantu user, baik dalam menganalisis ataupun mengambil keputusan terhadap suatu daerah. Tidak seperti peta pada umumnya yang tidak memberikan informasi yang lengkap atau tidak jarang memberikan data yang justru tidak dibutuhkan. Peta yang dihasilkan SIG jauh lebih tepat guna dalam pemanfaatannya bagi user tertentu (tergantung pada kebutuhan). Contohnya, seorang pengusaha yang ingin membuat cabang tokonya, maka pengusaha tersebut akan menganalisis sebuah peta yang berisikan informasi di mana letak konsumen terbanyak dan bagaimana latar belakang sosial ekonomi daerah tersebut. Kemudian dari peta tersebut seorang pengusaha dapat mengetahui posisi atau lokasi terbaik cabangnya. Atau untuk pemerintah daerah dalam membuat perencanaan kota. Seperti yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta. Tentu saja peta SIG yang dimiliki oleh pengusaha dan pemerintah kota akan berbeda meskipun keduanya menggunakan peta dasar yang sama, yaitu kota Jakarta, keduanya memiliki tujuan yang berbeda. Sehingga informasi yang dapat diperoleh pun akan berbeda. SIG ini sendiri di Indonesia belum terlalu dikenal secara luas. Masih banyak hal yang belum memanfaatkan SIG. Padahal dalam hal membuat perencanaan SIG dapat menjadi alat bantu yang sangat dapat diandalkan. Berlapis-lapis seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa peta SIG terdiri dari data yang memang dibutuhkan oleh pembuatnya. Data tersebut disusun secara berlapis di atas peta dari sebuah lokasi yang akan dianalisis. Kemudian data tersebut disatukan dan memebentuk sebuah pola. Data dapat diperoleh dari mana saja. Bisa dari data hasil penelitian, pengamatan satelit atau dari sebuah pusat database tertentu (seperti sensus penduduk, atau data konsumen). Selama data berbentuk spasial, maka data dapat dipresentasikan secara langsung pada peta. Jika data bukan merupakan data

BERKENALAN DENGAN GIS 52 spasial, maka data dapat diletakkan pada peta dengan bentuk simbol-simbol yang diinginkan oleh si pembuat peta. Yang dimaksud dengan data spasial adalah data yang berisikan informasi visual, seperti gambar pengamatan cuaca di atas peta yang akan digunakan untuk menganalisis sistem pengairan. Sedangkan yang dimaksud dengan data nonspasial adalah data berupa angka-angka, seperti data jumlah penduduk per kelurahan pada wilayah tertentu.untuk menghasilkan peta yang tepat guna, maka data yang ada akan diproses dengan menggunakan software SIG. Sofware SIG tersebut akan menyusun peta dengan cara melapisi satu peta dengan data yang ada secara satu per satu. Oleh sebab itu, selain Anda dapat memeproleh peta yang bertumpuk rapi keseluruhannya atau Anda juga dapat memperoleh peta yang terpisah-pisah menurut lapisan datanya. Saat ini, keberadaan software SIG dapat diperoleh secara bebas. Dan kepemilikannya tidak dibatasi. Baik atas nama instansi ataupun secara individu. Siapapun dapat mempelajari software dan membuat peta. Peta juga tidak hanya berupa peta luar ruang saja. SIG dapat juga diterapkan untuk melakukan penganalisisan dalam ruang. Dengan SDM yang tepat Software SIG memang dapat diandalkan dalam membuat peta, namun peranan manusia dalam membuatnya maupun menganalisis hasilnya sangat besar. Untuk dapat membuat peta yang tepat guna, sesesorang harus terlebih dahulu mengetahui apa saja yang menjadi komponen data yang dibutuhkan. Banyak data yang dapat diperoleh baik secara cuma-cuma maupun membayar. Tetapi memilih data yang tepat tidak selalu pekerjaan yang mudah. Oleh sebab itu, seorang pembuat peta atau ahli SIG harus terlebih dahulu mampu menganalisis sebuah masalah. Kemudian baru ia memilih komponen data yang diperlukan. Begitu pula dalam mengambil keputusan atau membuat perencanaan. Selain seseorang harus mampu membaca peta SIG, juga harus memiliki kemampuan menganalisis yang tajam. Agar keputusan dan perencanaan yang dilakukannya mengenai sasaran yang dituju. Oleh sebab itu, untuk menggunakan atau memanfaatkan SIG dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang terlatih dan berkemampuan. PERENCANAAN TATA RUANG KOTA Perencanaan Tata Ruang wilayah merupakan suatu upaya mencoba merumuskan usaha pemanfaatan ruang secara optimal dan efisien serta lestari bagi kegiatan usaha manusia di wilayahnya yang berupa pembangunan sektoral, daerah, swasta dalam rangka mewujudkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu. Penyusunan tata ruang merupakan tugas besar dan melibatkan berbagai pihak yang dalam menjalankan tugas tidak terlepas dari data spasial. Data spasial yang dibutuhkan dalam rangka membuat suatu perkiraan kebutuhan atau pengembangan ruang jangka panjang adalah bervariasi mulai dari data yang bersifat umum hingga detail. Bentuk data spasial untuk kegiatan penataan ruang umumnya berupa peta digital dan peta analog yang masing-masing mempunyai karakteristik dan spesifikasi yang berbeda, dimana jenis dan ruang lingkup serta kedetailan rencana tata ruang sangat menentukan. Berkaitan dengan kesiapan data spasial untuk mendukung tata ruang, ada beberapa titik kritis yang perlu mendapatkan perhatian kaitannya dengan prosedur kerja antara lain: Belum adanya format data dan skala peta dasar yang baku untuk penyusunan tata ruang dalam berbagai tingkat. Ada perbedaan format baku peta dengan format operasional, demikian juga skala peta dikaitkan dengan jenis data yang harus digunakan dan prosedur pengolahan data. Pengalaman menunjukkan bahwa belum memadainya kesadaran akan pentingnya penyediaan data spasial yang akurat dari kalangan pengguna. Data spasial yang akurat tidak dilihat sebagai komoditas yang strategis untuk kepentingan jangka panjang. Pembuatan atau penyusunan data spasial skala 1 : 250.000 hingga 1 : 5000 untuk tata ruang detail dilakukan dengan anggapan peta sudah tersedia dan tidak disediakan alokasi biaya untuk pembuatan peta tersebut.

53 M.C. ENDARWATI Dampaknya adalah peta yang digunakan sudah kadaluarsa. Pada berbagai rencana kegiatan, ketelitian peta yang dibutuhkan kadang-kadang bukan merupakan hal yang utama, yang diutamakan adalah penyebaran temanya. Informasi lokasi dan batas-batas fisik lebih diutamakan (bukan kepastian koordinat), sedangkan dalam beberapa hal misalnya infrastructure management kepastian lokasi harus dicirikan dengan ketepatan koordinat. Kelengkapan dan kebenaran (kualitas) input data spasial akan sangat berpengaruh pada hasil atau keluarannya. Tanpa adanya data spasial yang memadai dalam arti kualitas planimetris dan informasi kualitatif, maka proses pengambilan keputusan tidak dapat dilaksanakan secara benar dan bertanggung jawab.adanya peraturan perundang-undangan penyusunan tata ruang yang bersifat nasional, seperti UndangUndang No 25 Tahun 2004 dan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 kiranya dapat digunakan pula sebagai dasar dalam melaksanakan pemetaan mintakat ruang sesuai asas optimal dan lestari. Untuk menata ruang yang optimal dengan prinsip lestari perlu adanya perencanaan yang holistik antara potensi, kondisi dan kebutuhan akan sumberdaya ruang. Penyusunan tata ruang dalam konteks ini bukan sekedar mengalokasikan tempat untuk suatu kegiatan tertentu, melainkan menempatkan tiap-tiap kegiatan penggunaan lahan pada bagian lahan yang berkemampuan serasi dan lestari untuk kegiatan masing-masing. Oleh karena itu hasil penyusunan tata ruang bukan tujuan, akan tetapi sarana. Yang menjadi tujuan tata ruang ialah manfaat total lahan/ruang dengan sebaikbaiknya dari kemampuan total lahan secara sinambung atau lestari. PENANGANAN MASALAH DATA SPASIAL Dalam menangani masalah ketersediaan data spasial yang up to date, salah satu data spasial yang saat ini banyak digunakan sebagai data dasar untuk penyusunan tata ruang adalah informasi spasial yang diturunkan dari data penginderaan jauh. Data penginderaan jauh mempunyai berbagai jenis dan tingkat ketelitian, disamping itu data penginderaan jauh juga dapat memberikan data real time serta selalu diperbaharui. Teknologi penginderaan jauh mampu menyediakan data mulai dari skala 1 : 1000.000 sampai dengan 1 : 5000. Oleh karena itu pemanfaatan informasi spasial dari data penginderaan jauh untuk tata ruang telah mencakup seluruh skala dan sangat fleksibel disesuaikan dengan tujuan penyusunan tata ruang, apakah untuk tingkat nasional, propinsi, kabupaten atau detail teknis. Tidak tersedianya informasi spasial yang ideal untuk mendukung seluruh ruang lingkup analisis penyusunan tata ruang baik dalam aspek kuantitatif dan kualitatif bagaimanapun harus ditutupi dengan pemanfaatan data satelit penginderaan jauh yang dikombinasikan dengan data spasial lainnya melalui pendekatan SIG. Salah satu pendekatan cerdas untuk mengoptimalkan pemanfaatan data satelit penginderaan jauh adalah melakukan kombinasi data penginderaan jauh dengan data kontur dari Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM) dan data koordinat planimateris dari Global Positioning System (GPS) untuk memperolah informasi yang lebih akurat serta informasi morfometri (kemiringan lereng, panjang lereng dan bentuk lereng serta ketinggian relatifnya) sesuai dengan skala yang dibutuhkan. Sedangkan aspek kualitatif yang merupakan informasi penutup lahan/penggunaan lahan dapat digunakan sebagai informasi kualitatif terkini untuk mendukung perencanaan tata ruang dengan tambahan kegiatan verifikasi lapangan (ground truth). Verifikasi lapangan akan sangat efektif hasilnya jika dilakukan oleh mereka yang memahami dan menguasai kondisi wilayah bersangkutan. Hal ini akan sangat efisien dan efektif apabila terjalin pelaksanaan kerjasama antara instansi penyedia data satelit penginderaan jauh dengan instansi pengguna,

BERKENALAN DENGAN GIS 54 khususnya pemerintah daerah guna menghasilkan informasi keruangan yang diturunkan dari citra satelit yang diverifikasi secara bersama. berbasis citra Landsat ETM. Demikian juga untuk berbagai wilayah prioritas telah tersedia informasi yang relatif rinci berdasarkan data citra SPOT-5, IKONOS dan QUICK BIRD. LANGKAH LAPAN DALAM MENDUKUNG IMPLEMENTASI TATA RUANG Penyusunan Tata Ruang tidak terlepas dari kebutuhan akan tersedianya data spasial yang akurat, periodik (1-5 tahun) dan rinci sesuai dengan tujuan tata ruang itu sendiri, untuk propinsi atau kabupaten. Salah satu alternatif yang paling mungkin dalam rangka tersedianya data spasial untuk tata ruang secara cepat adalah memanfaatkan teknologi satelit penginderaan jauh. Di Indonesia pemanfaatan teknologi penginderaan jauh sudah banyak dilakukan oleh berbagai kalangan, baik institusi pemerintah: LAPAN, BAKOSURTANAL, BPPT dan lain sebagainya, juga oleh kalangan perguruan tinggi dan organisasi swasta. Pada umumnya upaya-upaya yang telah dilakukan untuk sosialisasi pemanfaatan data penginderaan jauh antara lain meliputi penguasaan teknologi penginderaan jauh, pengembangan model-model yang diturunkan dari data penginderaan jauh, kegiatan inventarisasi sumberdaya alam dan mengintegrasikan dengan aplikasi SIG. LAPAN sebagai instansi pemerintah yang mempunyai kompetensi untuk menyediakan data penginderaan jauh dan memanfaatkannya dalam berbagai aplikasi dalam skala nasional, sejak tahun 2000 telah membangun dan menyusun berbagai model aplikasi untuk berbagai kegiatan seperti pertanian, kehutanan, iklim, geologi, tata ruang dan lain sebagainya. Berbagai jenis data dari resolusi rendah (NOAA, GMS dan MODIS) sampai resolusi spasial tinggi baik sensor pasif maupun aktif (SPOT-5, IKONOS, QUICK BIRD) juga digunakan untuk mengembangkan model-model aplikasi yang lebih luas dan lebih dalam. Untuk aplikasi data penginderan jauh terkait tata ruang dalam rangka mendukung ketersediaan data spasial, LAPAN telah melakukan inventarisasi informasi spasial penutup lahan skala 1:100.000 seluruh Indonesia APLIKASI SIG DALAM PERENCANAAN KOTA Saat ini SIG sudah diapliksikan dalam berbgai bidang seperti pertanian, lingkungan, manajemen sumbur daya alam, pariwisata, geologi, perencanaan dan lain sebagainya. Keunggulan SIG kenapa dipakai oleh bidangbidang tersebut adalah kemampuannya mengintegrasikan antara data spasial dan data atribut sehingga dalam analisisnya mampu menghasilkan informasi yang kompleks. Selain kemampuan tersebut adalah penghematan waktu akibat dari Aplikasi SIG. Aplikasi SIG dalam proses perencanaan sangat beragam bentuknya tergantung dari keperluan pemakai. Anon (2003) mengatakan bahwa yang penting dari aplikasi SIG adalah menduga dari berbagai aktivitas yang dilakukan seperti pemantauan pencemaran, perubahan penggunaan lahan atau suatu perencanaan pembangunan. Diambil sebagai contoh adalah suatu rencana pembangunan jaringan irigasi dan bendungan. Jika suatu bendungan dibangun di lokasi tertentu, maka dapat dikembangkan beberapa pertanyaan lanjutan yaitu bagaimana membuat variasi struktur atau bentuk serta dianalisis bagaiman efeknya atau skenario lain yang dapat dikembangkan misalnya yang berkaitan dengan umur bendungan itu sendiri. Teknologi Geographic Information System (GIS) ini dapat digunakan untuk investigasi ilmiah, pengelolaan sumber daya, perencanaan pembangunan, kartografi dan perencanaan rute. Misalnya, Geographic Information System (GIS) bisa membantu perencana untuk pengaturan tata letak suatu kota. Secara umum untuk mendapatkan jawaban dari informasi yang tersedia, diperlukan suatu kerangka dasar pertanyaan yang baik. Barus dan Wiradisastra (2000) memberikan ilustrasi tentang sistem kerangka kerja menganai perlunya jawaban tentang kemungkinan adanya bahaya dan manajemennya di suatu kawasan perkotaan.

55 M.C. ENDARWATI menduga perubahan aliran sungai di hilir jika terjadi perubahan hutan di bagian hulu daerah aliran sungai. Dari pertanyaan yang ada maka fungsi-fungsi yang diperlukan adalah fungsi penyimpanan dan pemanggilan, fungsi pemilihan terbatas dan fungsi-fungsi pemodelan. Gambar 1. Penerapan SIG/GIS Penyajian seluruh data yang ada dengan sasaran jawaban tertentu misalnya basis data tentang jalan atau fasilitas umum yang ada, pola data harus terlihat, seperti nilai harga tanah di kawasan tertentu, prediksi tentang suatu data atau hasil yang dikaitkan dengan waktu dan tempat yang berbeda. Sebagai contoh pendugaan terjadinya bahaya tentang bencana alam, penting diketahui untuk membuat kemungkinan skenario keadaan darurat. Untuk mendapatkan jawaban-jawaban di atas, maka perlu dikenali karakteristik dari data yang diperlukan mengenai pertanyaan spesifik yaitu: 1.Tipe data yang sudah tersedia, bagaimana bentuknya? Misalnya, dalam data kadastral maka nama dan alamat pemilik rumah atau lahan perlu diketahui 2. Bagaimana pola data yang ada? Pertanyaan ini meminta informasi yang berkaitan dengan pola penyebaran misalnya rumah yang berharga tertentu. Maka jika seluruh data disajikan seluruhnya sekaligus, informasi yang diperlukan tersebut misalnya rumah-rumah yang mempunyai nilai jual lebih mahal dari Rp 100 juta akan segera terlihat 3. Data yang ada dapat dimodifikasi menjadi apa saja? Pertanyaan ini penting untuk mengembangkan pemodelan yang diinginkan. Model dapat dibuat sederhana, seperti menduga produksi tanaman pada tahun ini dengan analisis berdasarkan data tahun lalu dan tahun ini. Tapi model juga dapat lebih rumit misalnya untuk PENUTUP Pada masa yang akan datang diharapkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat dalam penyusunan tata ruang, baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota dapat memanfaatkan keunggulan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis untuk mendukung penyusunan tata ruang. Dengan demikian minimnya atau ketidaktersediaan data spasial yang selama ini menjadi kendala utama dalam penyusunan tataruang dapat dengan cepat teratasi. DAFTAR PUSTAKA Anonimus. 1993. Remote Sensing Note. Japan Association on Remote Sensing. University. Of Tokyo Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional. 2004. Peraturan Perundang-Undangan Bidang Penataan Ruang. Buletin Tata Ruang. Jakarta. Hadi Sabari.Y.. 2000. Struktur Tata Ruang Kota. Pustaka Pelajar Offset. Yogyakarta Larz T. Anderson. 2000. Petunjuk Dalam Persiapan Perencanaan Kota. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro. Semarang. Maskun. Soemitro. 1996. Penataan Ruang dan Pembangunan Perkotaan dalam kerangka Otonomi Daerah. Proceding. CIDES. Jakarta Nurmandi. 1999. Manajemen Perkotaan. Lingkaran Bangsa. Yogyakarta Socki. B.S.. 1993. The Potential of Aerial Photos for Slum and Squatter Settlement Detection and Mapping. Asian-Pasific Remote Sensing Journal. Vol.5. No.2. Bangkok. Sugeng Martopo, Tejoyuwono. 1987. Pembangunan Wilayah Berwawasan Lingkungan. Kumpulan Makalah Kursus SEPADYA. Yogyakarta. ISSN 2085-7020