BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN METODE THINK-PAIR-SHARE (TPS) DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA PADA POKOK BAHASAN SEGITIGA

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan matematika. Matematika mempunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang termuat dalam kurikulum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan berbagai kompetensi tersebut belum tercapai secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. National Cauncil of Teacher of Mathematics (NCTM, 2000) menyebutkan. masalah (problem solving), penalaran (reasoning), komunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses pemberian bekal bagi manusia untuk hidup bermasyarakat,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. pemerintah memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. SDM yang

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa

Rata-rata UN SMP/Sederajat

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ajaran_matematika/kegiatanbelajar1) menyatakan bahwa Matematika itu bukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, menjadi salah satu ilmu yang diperlukan pada saat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau. antisipasi kepentingan masa depan (Trianto, 2009:1).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap peserta didik perlu memiliki kemampuan matematis pada tingkatan

I. PENDAHULUAN. Istilah pendidikan mengandung fungsi yang luas dari pemelihara dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. siswa memiliki kemampuan matematis yang baik. Adapun tujuan pembelajaran

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA MATERI BILANGAN BULAT

TESIS. Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika. Oleh Suharyanto NIM S

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang muncul pada kehidupan setiap

2015 PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu komponen utama kebutuhan manusia. Melalui

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

tanya jawab, pemberian tugas, atau diskusi kelompok) dan kemudian siswa merespon/memberi tanggapan terhadap stimulus tersebut. Pembelajaran harus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. inovatif. Menyadari bagaimana cara memikirkan pemecahan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan negara. Sebagaimana dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1 Thesis Dian Ratna Arianti, dkk., Eksperimentasi Model

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir dan kemampuan dalam memecahkan masalah, terutama dalam

BAB I PENDAHULUAN. penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

I. PENDAHULUAN. pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) merupakan ilmu yang berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

I. PENDAHULUAN. penting dalam pembelajaran. Behrman, Kliegman, dan Arvin (2000: 130)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2006: ) No. 22 tahun 2006 tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pendekatan Brain Based Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran yang penting dalam kehidupan berbangsa. Maju

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. demikian siswa perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih, bidang pendidikan sebagai upaya yang bernilai sangat models bagi

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal penting dalam kehidupan karena dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

I. PENDAHULUAN. pendidikan di Indonesia, agar siswa memiliki pola pikir yang sistematis dan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa ialah dengan pendidikan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka. menghasilkan perubahan yang positif dalam diri anak.

belajar matematika karena penalaran matematika sebagai kompetensi dasar matematika. Berdasarkan Peraturan Dirjen Dikdasmen No.

BAB I PENDAHULUAN. penguasaan matematika yang kuat sejak dini (BNSP, 2007).

PENDAHULUAN. memberikan bekal untuk menjalani kehidupan. Berdasarkan pendapat. pelatihan. Oleh karena itu, setiap manusia memiliki kewajiban untuk

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

BAB I PENDAHULUAN. tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan keterampilan. masalah yang merupakan fokus dalam pembelajaran matematika.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kualitas pendidikan terus dilakukan oleh pemerintah dari waktu ke waktu, melalui berbagai upaya perubahan dan peningkatan, seperti perubahan kurikulum, peningkatan anggaran pendidikan sampai 20% dari anggaran nasional, peningkatan kualitas guru melalui berbagai kegiatan diklat, workshop, pelatihan, dan bentuk kegiatan yang lain. Semua itu dilakukan agar Indonesia menjadi negara yang unggul, berkualitas, dan mampu bersaing dengan negara-negara lain. Upaya pemerintah tersebut dilakukan agar pendidikan di Indonesia benarbenar mampu mencetak sumber daya manusia yang berkualitas, handal, unggul, dan mampu mengimbangi pesatnya kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kemajuan tersebut memungkinkan setiap manusia memperoleh informasi secara cepat, mudah, dan melimpah dari berbagai sumber. Dengan demikian siswa perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk menghadapi keadaan yang selalu berubah, kompetitif, dan tidak pasti. Kemampuan ini menuntut siswa agar berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang menduduki peran penting dalam pendidikan. Matematika merupakan cabang ilmu yang bertujuan untuk mendidik siswa menjadi manusia yang dapat berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan rasional. Hudojo (2005:35), menjelaskan tentang matematika sebagai berikut. Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir, karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk menghadapi kehidupan sehari-hari maupun untuk menghadapi kemajuan IPTEK sehingga matematika perlu dibekalkan pada setiap peserta didik sejak SD bahkan sejak TK. Hal senada juga diungkapkan Soedjadi (2000:19) bahwa : Pendidikan matematika memiliki dua tujuan besar yang meliputi: (1) tujuan yang 1

2 bersifat formal yang memberi tekanan pada penataan nalar anak serta pembentukan pribadi anak dan (2) tujuan yang bersifat material yang memberi tekanan pada penerapan matematika serta kemampuan memecahkan masalah matematika. Kedua tujuan tersebut memperlihatkan bahwa matematika sangat penting untuk menumbuhkan penataan nalar atau kemampuan berpikir logis serta sikap positif siswa yang berguna baik dalam mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi maupun dalam penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Keith (dalam Ampadu, 2013:3) dalam semua sistem pendidikan, siswa diperkenalkan dengan berbagai mata pelajaran di semua disiplin ilmu dan program baik untuk keperluan akademik maupun profesional. Namun, matematika memegang posisi kunci dalam kurikulum sekolah dan di hampir semua negara matematika merupakan komponen inti. Hal ini juga dilihat sebagai subjek penting, baik dalam matematika sendiri, juga karena hubungan penting dalam berbagai bidang seperti ilmu alam, teknik, kedokteran, dan ilmu-ilmu sosial. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang sangat penting untuk membangun penalaran, berpikir logis, dan bersikap positif dari siswa untuk mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi maupun memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, jelaslah, keberhasilan pendidikan matematika menjadi harapan pemerintah maupun pendidik. Di sisi lain, kenyataan menunjukkan bahwa keberhasilan pendidikan matematika di Indonesia belum seperti yang diharapkan. Penanda belum berhasilnya pendidikan matematika di Indonesia adalah hasil studi internasional tentang prestasi matematika yang dilakukan oleh PISA (Programme for International Student Assessment) pada tahun 2000, 2003, 2006, 2009 dan 2012 seperti pada Tabel 1.1.

3 Tabel 1.1 Posisi prestasi matematika Indonesia dibandingkan dengan negaranegara di dunia Tahun Skor Rata- Skor Rata-Rata Peringkat Banyak Studi Rata Indonesia International Indonesia Negara Peserta 2000 367 500 39 41 2003 360 500 38 40 2006 391 500 50 57 2009 371 500 61 65 2012 375 500 64 65 (Sumber :Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Kemendikbud 2013) Tampak pada Tabel 1.1 bahwa Indonesia selalu menempati peringkat rendah, dengan rincian peringkat ketiga terbawah pada tahun 2000, peringkat ketiga terbawah tahun 2003, peringkat kedelapan terbawah tahun 2006, peringkat kelima terbawah tahun 2009, dan peringkat kedua terbawah tahun 2012, satu tingkat lebih baik dari Peru yang memperoleh skor 368. Penanda rendahnya kualitas pendidikan matematika juga dapat dilihat dari hasil ujian nasional untuk mata pelajaran matematika tahun pelajaran 2012/2013 SMA Negeri di kota Madiun adalah rata-rata nilai ujian nasional mata pelajaran matematika 7,18 dan masih di bawah rata-rata nilai ujian nasional mata pelajaran matematika tingkat propinsi 7,39. Selain itu, nilai ujian nasional mata pelajaran matematika juga menjadi penyebab ketidaklulusan siswa. Dari 10 siswa SMA negeri di kota Madiun yang tidak lulus pada tahun 2012/2013, 6 di antaranya disebabkan karena nilai ujian nasional matematika tidak memenuhi syarat kelulusan. (BSNP, 2013) Rendahnya prestasi siswa dalam mata pelajaran matematika tentu saja merupakan tantangan bagi guru untuk berperan aktif dan ambil bagian dalam mencari solusi terhadap masalah tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar matematika, yang secara garis besar dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor dari luar dan dari dalam diri siswa tersebut. Faktor dari dalam diri siswa misalnya intelengensi, minat belajar, motivasi belajar, aktivitas belajar, dan gaya belajar, sedangkan faktor dari luar misalnya metode pembelajaran. Banyak

4 model atau metode yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran, antara lain pembelajaran kooperatif yang mempunyai banyak tipe, pembelajaran klasikal, dan pembelajaran yang lain. Arends (dalam Trianto, 2007:9) berpendapat bahwa tidak ada satu model pembelajaran yang paling baik di antara yang lainnya, karena masing-masing model pembelajaran dapat dikatakankan baik atau tidak apabila telah diujicobakan untuk mengajarkan materi tertentu. Beberapa siswa yang aktif mungkin akan dengan mudah memahami materi pelajaran dengan model pembelajaran apapun, tetapi bagi siswa lain yang kurang aktif mengalami kesulitan memahami materi. Untuk itu seorang guru harus bijaksana dalam menentukan model pembelajaran yang sesuai dan dapat menjadikan semua siswa aktif, saling bekerjasama, saling membantu dalam memahami materi pelajaran, serta menciptakan situasi dan kondisi kelas yang kondusif sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai yang diharapkan. Matematika merupakan ilmu yang berkenaan dengan konsep abstrak, yang disusun secara hirarki dan penalaran deduktif yang membutuhkan pemahaman secara bertahap dan berurutan. Matematika merupakan ilmu deduktif yaitu matematika tidak menerima generalisasi pembuktian berdasarkan pengamatan (induktif). Meskipun demikian untuk membantu pemikiran, pada permulaan siswa membutuhkan bantuan ilustrasi logis dari permasalahan tersebut. Di sisi lain, sebagian besar siswa masih menganggap matematika merupakan mata pelajaran yang sulit. Bingolbali, et al. (2011:41) dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara kolektif siswa mengalami kesulitan dengan banyak konsep matematika yang diajarkan di tingkat yang berbeda dari sekolah. Padahal pemahaman konsep merupakan hal utama untuk memperoleh prestasi yang baik dalam mata pelajaran matematika dan merupakan langkah awal untuk melakukan kegiatan pada tahap selanjutnya, yaitu aplikasi dalam perhitungan matematika sehingga guru harus memilih model pembelajaran yang membantu siswa lebih mudah untuk belajar matematika. Menurut Freudenthal (dalam Wijaya, 2012:20) matematika merupakan suatu bentuk aktivitas, bukan suatu produk jadi. Sebaiknya matematika diberikan kepada siswa sebagai suatu bentuk kegiatan dalam mengkonstruksi konsep

5 matematika. Siswa dibimbing untuk menemukan kembali konsep-konsep yang terdapat pada matematika. Hal ini sesuai dengan teori konstruktivisme yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama, dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Menurut Asrori (2008:27) tekanan utama teori konstruktivisme adalah memberikan tempat kepada siswa sebagai subyek didik dalam proses pembelajaran daripada guru atau instruktur. Tynjala (1999:364) berpendapat bahwa menurut paham konstruktivisme belajar tidaklah pasif menerima informasi, melainkan siswa harus aktif secara berkesinambungan membangun dan merekonstruksi konsepnya. Sebaiknya dipilih pembelajaran yang interaktif dan menjadikan siswa berpikir selama pembelajaran berlangsung. siswa diposisikan sebagai subjek pembelajaran, yang aktif membangun pengetahuannya melalui kegiatan berpikir, berdiskusi, bekerjasama dalam kelompok, mengemukan pendapat, memecahkan masalah sesuai dengan kecakapan yang siswa miliki untuk berpikir kritis dalam menghadapi masalah serta siswa menerima ataupun menemukan dan menggali sendiri pemecahan masalah pada pelajaran matematika. Weeb (dalam Pandya, 2011:27) menyebutkan bahwa siswa cenderung saling membantu satu sama lain ketika mereka bekerja bersama pada kegiatan dalam kelompok kecil, siswa mampu memperdalam belajar mereka dengan pengetahuan yang diperoleh dari temannya. Dari uraian tersebut pembelajaran yang interaktif, menjadikan siswa selalu berpikir dan aktif membangun pengetahuan sendiri diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi matematika, dan akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Pemerintah mewajibkan semua sekolah untuk melaksanakan kurikulum 2013 pada tahun pelajaran 2014/2015. Kegiatan pembelajaran pada kurikulum 2013 diarahkan untuk memberdayakan semua potensi yang dimiliki peserta didik agar mereka memiliki kompetensi melalui kegiatan yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap. Kompetensi lain dari siswa yang dikembangkan dalam kurikulum 2013 dan harus terealisasi dalam proses pembelajaran, antara lain aktif, kreatif, kritis, kerjasama, solidaritas,

6 empati, toleransi, kepemimpinan, dan kecakapan hidup. Hal ini sejalan dengan pendapat Yew (2012:7) bahwa problem based learning memberikan landasan filosofis yang kuat untuk mengembangkan kemampuan kritis dan kolaborasi siswa sehingga mereka siap untuk berperan aktif dalam masyarakat yang digerakkan pasar yang kompleks. Menurut Barrows dan Kelson (dalam Hmelo, 2004:239) PBL dirancang dengan beberapa tujuan penting Hal ini dirancang untuk membantu siswa 1) membangun basis pengetahuan yang luas dan fleksibel, 2) mengembangkan kemampuan memecahkan masalah yang efektif, 3) mengembangkan kemandirian, keterampilan belajar sepanjang hayat, 4) menjadi kolaborator efektif, 5) menjadi termotivasi untuk belajar. Hasil penelitian tentang PBL yang dilakukan oleh Gurlen (2011:222) menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional di tingkat pencapaian tes prestasi peserta didik. Di sisi lain Kothiyal, et al. (2013:1) menyebutkan bahwa Think Pair Share adalah sebuah pembelajaran aktif berbasis kelas yang bertujuan meningkatkan berpikir kritis melalui keterlibatan siswa, pertama secara individu, kemudian secara berpasangan, dan akhirnya diskusi kelas. Hasil penelitian yang terkait model pembelajaran TPS telah dilakukan oleh Budiastuti (2013) yang diperoleh hasil prestasi siswa yang diberi model pembelajaran TPS lebih baik dari pada siswa yang diberi model pembelajaran konvensional. Model pembelajaran klasikal merupakan model pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran. Pada model ini guru mengajar sejumlah siswa umumnya berkisar dari 10 sampai dengan 45 orang. Para siswa diasumsikan mempunyai minat dan kecepatan belajar yang relatif sama. Dengan kondisi seperti ini, kondisi belajar siswa secara klasikal baik menyangkut kecepatan belajar, kesulitan belajar, dan minat belajar sukar untuk diperhatikan oleh guru. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:170) dengan jumlah siswa 10 45 orang seorang guru masih dapat membelajarkan siswa secara berhasil. Pembelajaran kelas berarti melaksanakan dua kegiatan sekaligus, yaitu (1) pengelolaan kelas dan (2) pengelolaan pembelajaran.

7 Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam kurikulum 2013 adalah pendekatan saintifik, dengan proses pembelajarannya terdiri atas lima tahapan yaitu: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan. Menurut pendapat Hosnan (2014:36) pembelajaran dengan pendekatan saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut: berpusat pada siswa, melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip, melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelektual, khususnya keterampilan tingkat tinggi, dan dapat mengembangkan karakter siswa. Model pembelajaran yang digunakan haruslah sesuai dengan tahapan pembelajaran pada kurikulum 2013. Untuk memilih model pembelajaran yang sesuai, seorang guru harus benar-benar cermat agar kelima pengalaman belajar pokok tersebut dapat terlaksana dengan baik, dan sekaligus dapat memberdayakan semua potensi yang dimiliki peserta didik agar mereka memiliki kompetensi melalui kegiatan yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta sesuai dengan karakteristik pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Materi pokok sistem persamaan dan pertidaksamaan linear merupakan materi yang penerapan dan pengembangannya banyak dalam kehidupan seharihari, sehingga dalam hal ini peneliti memilih model pembelajaran yang sudah disarankan berdasar kurikulum 2013 yang digunakan untuk pemecahan masalah yaitu model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning/PBL). Di sisi lain materi pokok sistem persamaan dan pertidaksamaan linear merupakan materi yang pemecahannya lebih mudah jika diselesaikan dengan kelomook kecil, sebagai pembanding peneliti mengambil model pembelajaran yang lebih sederhana namun masih sesuai dengan tahapan-tahapan pada kurikulum 2013, sehingga dalam hal ini peneliti memilih model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). Model pembelajaran tersebut nantinya dikolaborasikan dengan pendekatan saintifik sesuai dengan kurikulum 2013. Faktor yang juga berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa selain model pembelajaran adalah motivasi berprestasi. Menurut McClellend (dalam Thoha 2008:206) motivasi berprestasi adalah keinginan untuk melakukan suatu karya

8 yang berprestasi lebih baik dari prestasi karya orang lain secara cepat dan sebaik mungkin. Seseorang yang memiliki kebutuhan motivasi berprestasi, ia memiliki hasrat untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik atau lebih efisien daripada yang dilakukan sebelumnya. Selanjutnya McClellend (dalam Thoha 2008:206) mengatakan bahwa seorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki dorongan untuk melakukan aktivitas lebih kuat dalam mencapai prestasi yang tinggi, dibandingkan dengan yang memiliki tingkat motivasi berprestasi rendah. McClelland (dalam Wahyuningtyas 2013:23) menyatakan bahwa motivasi berprestasi (achievement motivation) mempunyai kontribusi sampai 64% terhadap prestasi belajar. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi adalah usaha keras yang dilakukan oleh masing-masing individu untuk meningkatkan kecakapan diri setinggi mungkin dalam semua aktivitas dengan menggunakan standar keunggulan sebagai pembanding. Motivasi berprestasi akan menumbuhkan jiwa kompetisi yang sehat dalam diri individu, akan menumbuhkan individu-individu yang bertanggung jawab, dan membentuk individu menjadi pribadi yang kreatif sehingga dapat mencapai kemajuan yang sangat cepat. Dalam penelitian ini motivasi berprestasi dibatasi hanya dalam pembelajaran matematika. Sesuai dengan uraian tersebut, model pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning/PBL) dengan pendekatan saintifik dan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan saintifik diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa menjadi lebih baik. Selain itu, faktor lain mempengaruhi prestasi belajar adalah motivasi berprestasi siswa. Penelitian ini akan mengkaji tentang eksperimentasi model pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning/PBL) dengan pendekatan saintifik, pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan saintifik, dan pembelajaran Klasikal (KL) dengan pendekatan saintifik pada materi sistem persamaan dan pertidaksamaan linear ditinjau dari motivasi berprestasi siswa terhadap prestasi belajar matematika kelas X SMA Negeri di Kota Madiun tahun pelajaran 2014/2015.

9 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian sebelumnya, perumusan masalahnya dinyatakan sebagai berikut: 1. Manakah pembelajaran yang menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik, pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning/PBL) dengan pendekatan saintifik, model Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan saintifik, atau pembelajaran klasikal (KL) dengan pendekatan saintifik? 2. Manakah yang memperoleh prestasi belajar matematika lebih baik, antara siswa dengan tingkat motivasi berprestasi yang tinggi, sedang, atau rendah? 3. Pada masing-masing tingkat motivasi berprestasi, manakah pembelajaran yang menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik, pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning/PBL) dengan pendekatan saintifik, model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan saintifik, atau pembelajaran klasikal (KL) dengan pendekatan saintifik? 4. Pada masing-masing model pembelajaran, manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik antara siswa dengan tingkat motivasi berprestasi yang tinggi, sedang, atau rendah? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui manakah yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik antara pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning/PBL) dengan pendekatan saintifik, model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan saintifik, atau pembelajaran klasikal (KL) dengan pendekatan saintifik.

10 2. Untuk mengetahui manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik, antara siswa dengan tingkat motivasi berprestasi yang tinggi, sedang, atau rendah. 3. Untuk mengetahui pada masing-masing tingkat motivasi berprestasi, manakah pembelajaran yang menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik, pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning/PBL) dengan pendekatan saintifik, model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan saintifik, atau pembelajaran klasikal dengan pendekatan saintifik. 4. Untuk mengetahui pada masing-masing pembelajaran, manakah yang memperoleh prestasi belajar matematika lebih baik antara siswa dengan tingkat motivasi berprestasi yang tinggi, sedang, atau rendah. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak diantaranya guru, sekoalah, siswa, dan bagi peneliti lain. Manfaat dari penelitian ini dinyatakan sebagai berikut: 1. Bagi guru: hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi guru dan calon guru dalam memilih model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan prestasi belajar siswa berdasarkan motivasi berprestasi siswa. 2. Bagi sekolah: memberikan masukan untuk mengembangkan model pembelajaran yang mampu meningkatkan respon siswa dalam pembelajaran dan dapat meningkatkan prestasi belajar matematika. 3. Bagi siswa: diharapkan siswa dapat mengembangkan semua potensi yang ada dalam dirinya sehingga mereka memiliki kompetensi yang baik dalam hal pengetahuan, keterampilan dan sikap. 4. Bagi peneliti lain: diharapkan peneliti lain dapat mengembangkan penelitian ini dengan menggunakan model pembelajaran yang lebih variatif serta menggunakan tinjauan yang berbeda dari penelitian ini.