BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
2015 KEARIFAN LOKAL PADA JENIS DAN MOTIF BATIK TRUSMI BERDASARKAN NILAI-NILAI FILOSOFIS MASYARAKAT CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Definisi Batik

BAB I PENDAHULUAN. Daerah penghasil batik banyak terdapat di pulau Jawa dan tersebar. di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

2015 PENGARUH DIVERSIFIKASI PRODUK DAN PERSAINGAN TERHADAP PENDAPATAN PENGUSAHA BATIK DI CIREBON

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Novi Pamelasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

Asimilasi Budaya : Batik Mega Mendung Sebagai Produk Asimilasi Budaya Cina Indonesia. Dita Dea Desita ( ), Dilah Kencono, M.

BAB I PENDAHULUAN. 1 M u s e u m T e k s t i l B e n g k u l u

BAB III PROSES PERANCANGAN. A. Bagan Pemecahan Masalah. Batik Kreasi Baru. Permasalahan : 1. Bagaimana merancang motif batik dengan sumber ide makanan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya kebudayaan. Beberapa kekayaan

BAB 2 DATA DAN ANALISA. 2.1 SUMBER DATA Adapun sumber data yang akan digunakan untuk proyek tugas akhir ini berasal dari :

Desain Kerajinan. Unsur unsur Desain. Titik 9/25/2014

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu benda pakai yang memiliki nilai seni tinggi dalam seni rupa ialah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Batik di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang baru. Secara historis, batik

Bab 2 Tinjauan Pustaka

BAB I GAMBARAN USAHA. India, Cina, Thailand, dan terakhir Malaysia, mengakui bahwa Seni Batik berasal

BAB III GAGASAN BERKARYA

BAB 1 PENDAHULUAN. komoditas terbesar dari budaya Indonesia, karena batik mewariskan suatu nilai

BAB III KONSEP PERANCANGAN A.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PENCIPTAAN SERAGAM BATIK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Gambar: 5. 5a. Pasar Bali

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

BAB I PENDAHULUAN. setelah ditenun dengan tali sebagai perintang atau menolak warna. Ikat celup di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB V PEMBAHASAN. merupakan penggambaran yang berupa visual. Secara umum, penggunaan simbol. sebagai pemimpin yang didasarkan pada visual serta warna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki tradisi dan hasil budaya yang

KESIMPULAN. Berdasarkan keseluruhan uraian dapat disimpulkan. penemuan penelitian sebagai berikut. Pertama, penulisan atau

BAB IV TEKNIS PERANCANGAN

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PERESMIAN ACARA PESONA BATIK PESISIR UTARA JAWA BARAT. Di Hotel Sari Pan Pasific. Tanggal, 19 Mei 2016.

Penerapan Ragam Hias pada Bahan Tekstil

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global yang saat ini dirasakan hampir di seluruh dunia mengakibatkan

BAB III DATA DAN ANALISA PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. besar terhadap kehidupan manusia, Bagi manusia, busana merupakan salah

A. Bagan Pemecahan Masalah. Cetak Saring. Desain Motif Fauna

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek kajian dalam penelitian ini adalah topeng dari grup band Slipknot.

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri dari atas beberapa suku seperti, Batak Toba,

BAB I PENDAHULUAN. sedikit pergeseran yaitu tidak hanya sebagai pelindung tubuh dari. gangguan alam dan untuk kesopanan, tetapi juga untuk menyalurkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

BAB III PROSES PERANCANGAN. A. Bagan Pemecahan Masalah. Batik Kudus. Perancangan Motif Batik. Konsep desain

Seiring dengan perkembangan zaman, desain kebaya

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

Memahami Pola Pembentuk Estetika Batik Cakar

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB IV HASIL KERJA PRAKTEK

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya. telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan

Written by Anin Rumah Batik Tuesday, 06 November :59 - Last Updated Tuesday, 06 November :10

7.4 Avant Garde Avant Garde buka suatu aliran dalam seni lukis, melainkan gaya yang berkembang dalam dunia fashion serta bergerak ke desain grafis

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad XVIII atau awal

BAB I PENDAHULUAN. dari busana itu sendiri. Lebih dari itu, pemenuhan kebutuhan akan busana

A. Bagan Pemecahan Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB IV KESIMPULAN. Skripsi yang berjudul Makna Motif dan Warna Hollyebok ( 혼례복 ) dalam

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM: PECINTA BUDAYA BAJU BATIK MODERN REMAJA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN BUDAYA BANGSA BIDANG KEGIATAN

BAB III ANALISIS OBJEK

BAB III STRATEGI KOMUNIKASI DAN KONSEP VISUAL

BAB I PENDAHULUAN. dan budaya. Salah satu yang populer diantaranya, berasal dari bidang fashion

ESTETIKA BENTUK SEBAGAI PENDEKATAN SEMIOTIKA PADA PENELITIAN ARSITEKTUR

BAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Latar Belakang

BATIK INDONESIA SEBAGAI SUMBER IDE. Suciati, S.Pd, M.Ds Prodi Pendidikan Tata Busana PKK FPTK UPI

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan fakta dan data yang ditemukan di lapangan serta kajian

BAB I PENDAHULUAN. daerah atau suku- suku yang telah membudaya berabad- abad. Berbagai ragam

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha. Gambar 1.1

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan.

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. maupun lisan. Namun fungsi ini sudah mencakup lima fungsi dasar yakni expression,

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB III SURVEY LAPANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap daerah atau kota di Indonesia memiliki kesenian dengan ciri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zenitha Vega Fauziah, 2013

BAB III PROSES PERANCANGAN. A. Bagan Pemecahan Masalah. Perancangan Motif Batik Geometri

RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora

Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB III STRATEGI DAN KONSEP VISUAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan busana yang terus meningkat pesat membuat para desainer. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Budayawan dan pemerhati batik, Made Casta (2009) menuturkan bahwa sejarah batik Megamendung dimulai ketika Pelabuhan Muara Jati atau Cirebon menjadi tempat persinggahan pedagang Tiongkok, Arab, Persia, dan India. Saat itu terjadi asimilasi dan akulturasi dari beragam budaya yang menghasilkan banyak tradisi baru bagi masyarakat Cirebon. Pernikahan Putri Ong Tien dan Sunan Gunung Jati merupakan latar belakang masuknya budaya dan tradisi Tiongkok atau tradisi Cina ke keraton. Pada saat itu, keraton menjadi pusat kosmologi sehingga ide atau gagasan, pernakpernik tradisi dan budaya Cina yang masuk bersama Putri Ong Tien menjadi pusat perhatian para seniman di Cirebon. Made Casta (2009) menuturkan bahwa pernik-pernik Cina yang dibawa Putri Ong Tien sebagai persembahan kepada Sunan Gunung Jati, menjadi inspirasi seniman termasuk pebatik. Keramik Cina, porselen, atau kain sutera dari zaman Dinasti Ming dan Ching yang memiliki banyak motif, menginspirasi seniman di Cirebon. Banyak terdapat gambar simbol kebudayaan Cina, seperti burung hong atau phoenix, liong atau naga, kupu-kupu, kilin, banji atau kisi-kisi hiasan yang dibuat dari kayu atau porselen. Gambar tersebut merupakan salah satu simbol kehidupan abadi yang kemudian menjadi akrab dengan masyarakat Cirebon. Para pebatik keraton 51

kemudian menuangkannya dalam karya batik. Salah satunya adalah motif Megamendung. Made Casta (2009) berpendapat bahwa tentunya dengan sentuhan khas Cirebon, sehingga motif ini menjadi tidak sama persis. Pada Mega Mendung, garis-garis awan motif Cina berupa bulatan atau lingkaran, sedangkan Mega Mendung Cirebon cenderung lonjong, lancip, dan berbentuk segitiga. Ini yang membedakan motif awan Cina dan Cirebon. Komarudin Kudiya (2009) juga mengemukakan bahwa persentuhan budaya Cina dengan seniman batik Cirebon melahirkan motif batik baru khas Cirebon. Motif Cina ini hanya sebagai inspirasi. Seniman batik Cirebon kemudian mengolahnya dengan cita rasa masyarakat setempat yang mayoritas beragama Islam. Dari situ, lahirlah motif batik dengan ragam hias dan keunikan khas tersendiri. Sebagai contoh adalah motif Paksi Naga Liman, Wadasan, Banji, Patran Keris, Singa Payung, Singa Barong, Banjar Balong, Ayam Alas, dan yang paling dikenal ialah Mega Mendung. Komarudin (2009) berpendapat meski Mega Mendung terpengaruhi Cina, dalam penuangannya secara fundamental berbeda. Mega Mendung Cirebon sarat akan makna religius dan filosofi. Garis-garis gambarnya merupakan simbol perjalanan hidup manusia dari lahir, anak-anak, remaja, dewasa, berumah tangga sampai mati. Antara lahir dan mati tersambung garis penghubung yang semuanya menyimbolkan kebesaran Illahi. Menurut Nugroho (2009), sejarah batik di Cirebon juga terkait dengan perkembangan gerakan tarekat atau ilmu yang berkenaan dengan ajaran Islam yang konon berpusat di Banjarmasin, Kalimantan. Oleh karena itu, walaupun 52

terpengaruh motif Cina, penuangan gambar ke dalam motif batik ini berbeda, karena nuansa Islam juga berpengaruh dalam motif ini. Disitulah letak kekhasan dari motif batik di Cirebon. Dugaan mengenai budaya Cina yang mempengaruhi adanya motif tersebut akan dicoba dikaitkan dengan unsur ketuhanan, karena preseden yang memiliki motif serupa merupakan tempat beribadah.. Tetapi akan diambil satu faham yang memiliki simbol-simbol yang menyerupai motif tersebut, yaitu faham Tao. Di negara Cina terdapat beberapa faham mengenai keagamaan, yaitu Konfusianisme, Taoisme dan Buddhisme. Taoisme merupakan ajaran pertama bagi orang Cina yang dikemukakan Laotze. Ia dilahirkan di Provinsi Hunan pada tahun 604 SM. Dikisahkan, Laotze merasa amat kecewa akan kehidupan dunia, sehingga ia memutuskan untuk pergi mengasingkan diri dengan tidak mencampuri urusan keduniawian. Ia kemudian menulis kitab Tao Te Ching yang kelak menjadi dasar pandangan ajaran Taoisme. Tao berarti jalan dan dalam arti luas yaitu realitas absolut, yang tidak terselami dasar penyebab, dan akal budi. Pada faham Tao ditemukan salah satu simbol yang menyerupai motif Megamendung, yaitu simbol Yun atau awan. Pada simbol ini terdapat makna yang terkandung di dalamnya, yaitu keberkahan bagi manusia. Keberkahan tersebut terus dihadirkan untuk manusia, manusia hanya perlu menerimanya pada tempat dan saat yang tepat. Sedangkan motif Megamendung pun memiliki makna khusus. Garis melengkung yang tidak terputus melambangkan rejeki atau keberkahan yang tidak ada habisnya. Adanya kemiripan makna ini menguatkan bukti bahwa 53

motif Megamendung mengadopsi makna-makna yang terkandung di simbol awan pada faham Tao. Menurut faham Tao, simbol awan ini memiliki makna sebagai keberkahan. Tetapi pada penerapannya terhadap benda-benda seni Cina yang membawa unsur Taoisme, awan mulai diterapkan sebagai simbol dari dunia atas, tempat tinggal para dewa. Masuknya motif ini ke dalam kebudayaan Cirebon tidak diterima mentah-mentah melainkan disesuaikan dengan kebudayaan setempat. Motif ini mengalami perubahan bentuk menjadi lancip di ujung-ujungnya. Studi kasus menunjukkan bahwa motif ini ditempatkan pada tempat-tempat yang bermakna sakral yaitu pada gerbang dan benda pusaka. Diduga kuat bahwa penempatan motif ini mengadopsi makna yang diambil dari faham Tao. Gambar 4.1. Proses akulturasi Motif Megamendung ( Sumber : Dokumen Labib Ilmi, FT UI, 2012) Proses terbentuknya motif berasal dari garis lengkung dan spiral pada lambang huruf awan di Cina. Motif ini digambarkan berupa kumpulan garis-garis spiral yang menunjukkan bentuk awan. Bentuk tersebut masih digambarkan tidak beraturan untuk setiap awannya. Tetapi motif tersebut tidak hanya berhenti pada 54

bentuk seperti itu. Motif awan-awanan ini mengalami perkembangan menjadi bentuk satuan yang memanjang horizontal. Motif inilah yang diduga merupakan asal dari lahirnya motif Mega Mendung. 4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Motif Batik Megamendung (Nilai-Nilai Tradisi) Motif batik Megamendung identik dan bahkan menjadi ikon batik di pesisir Cirebon. Batik ini memiliki kekhasan yang tidak dijumpai di daerah-daerah pesisir penghasil batik lain di utara Jawa seperti Indramayu, Pekalongan, maupun Lasem. Kekhasan tersebut terlihat dari bentuk awan. Gambar 4.2. Kekhasan awan-awanan pada Motif Megamendung ( Sumber : Dokumen Pribadi) Kekhasan Mega Mendung atau awan-awanan tidak saja pada motifnya yang berupa gambar menyerupai awan dengan warna-warna tegas seperti biru dan merah, tetapi juga pada nilai-nilai filosofi yang terkandung pada motifnya. 55

Pada motif Mega Mendung tradisional, selain lambang perjalanan manusia juga terdapat pesan terkait dengan kepemimpinan yang bersifat mengayomi. Motif tersebut juga mejadi lambang keluasan dan kesuburan. Komarudin (2009) mengemukakan bahwa bentuk awan merupakan simbol dunia yang luas, bebas, dan di luar segala kesanggupan manusia. Selain itu, juga terdapat nuansa sufisme dibalik motif itu, yaitu menggambarkan proses membatik yang dikerjakan oleh anggota tarekat yang mengabdi kepada keraton sebagai sumber ekonomi untuk membiayai kelompok tersebut. Di Cirebon, para pengikut tarekat tinggal di Desa Trusmi dan sekitarnya seperti Gamel, Kaliwulu, Wotgali, Kalitengah, dan Panembahan, di Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon. Oleh karena itu, sampai sekarang batik Cirebon identik dengan Batik Trusmi, karena masyarakat Trusmi sudah ratusan tahun mengenal batik. Keberadaan tarekat menjadikan batik Cirebon berbeda dengan batik pesisir lain. Karena yang aktif di tarekat adalah laki-laki, maka mereka pula yang awalnya merintis tradisi batik tersebut. Hal tersebut menjadi berbeda dengan daerah lain, karena sebagian besar pekerjaan membatik dilakukan oleh wanita. Sebagai akibat dari perbedaan tersebut, warna-warna merah tua dan biru yang menggambarkan maskulinitas dan suasana dinamis dapat terlihat karena ada campur tangan lakilaki dalam proses pembuatan batik. Oleh karena itu, warna-warna biru dan merah tua yang digunakan pada motif Mega Mendung dapat menggambarkan psikologi masyarakat pesisir yang lugas,terbuka, dan sederajat. (Agung Nugroho, 2009). 56

Gambar 4.3. Motif batik Megamendung dengan nilai-nilai tradisi (Sumber : Batik Megamendung Katura, Mozaik of Indonesian Batik) 4.2.2. Motif Megamendung (Nilai-Nilai Terkomodifikasi) Kini keberadaan batik menghadapi ancaman perubahan di era globalisasi. Industri tekstil batik yang pada awalnya berbasis tenaga kerja (labor intensive) beralih menjadi industri massal yang berbasis modal (capital intensive). Proses pembuatannya tidak lagi mengunakan canting dengan tangan perorangan melainkan mengunakan mesin printing tekstil, untuk produksi masal, dari produksi masal itu kemudian di buatlah berbagai macam kebutuhan sandang/pakaian jadi. Pada awalnya batik Megamendung di desain untuk pakaian formal dan 57

pesta kalangan atas, namun seiring perkembangan zaman dan trend seni mode yang makin berkembang pesat. Hadirnya desain busana batik yang telah mengikuti perkembangan zaman mode diharapkan akan memperkuat batik sebagai tekstil dan seni budaya asli Indonesia. Membeli dan memakai batik diharapkan dapat mempertahankan kelestarian teknik membatik dengan canting terus berproduksi dan menyerap tenaga kerja lokal. Mode gaya busana batik Megamendung ini dianggap menjanjikan oleh sebagian desainer, terbukti dengan makin bervariasinya produk busana yang berhiaskan motif Batik Megamendung. Gambar 4.4. Koleksi Julien MacDonald ( Sumber : http://www.life.viva.co.id/news/read/249088-batik-mega-mendung-di-londonfashion-week) 58

Gambar 4.5. Koleksi Nicole Miller (Sumber : http://female.kompas.com/read/2012/10/14/01563627/ketika.batik.merasuk.di.industri) 4.3. Hasil Analisa data Motif Megamendung dengan nilai-nilai budaya tradisional, terutama adalah susunan atau pengorganisasian unsur-unsur dari ragam hias batik keraton cirebon yang memiliki bentuk dan makna tertentu yang terintegrasi secara total menjadi sebuah kesatuan ornamen local genius budaya khas Cirebon. Dengan penggunaan nilai-nilai budaya lokal, motif batik Megamendung tidak hanya sekedar sebuah refleksi pengungkapan estetik dan simbolik yang mengusung nilai budaya masyarakat, lebih jauh dari itu motif batik Megamendung telah dimaknai sebagai suatu produk budaya material yang memiliki nilai yang tinggi. 59

Motif Megamendung dengan nilai-nilai yang termodifikasi mulai kehilangan ideologi yang terkandung didalam motif batik. Komoditas dan komodifikasi adalah dua hal yang saling berhubungan sebagai objek dan proses. Motif-motif Megamendung banyak dimodifikasi dengan pendekatan berbagai macam, sebagai berikut: 1. Bentuk Motif Bentuk motif Megamendung pada saat sekarang sudah banyak berubah dan dimodifikasi sesuai dengan permintaan pasar diantaranya oleh komunitas perancang busana (fashion designer). Tidak dipungkiri bahwa para perancang busana memberikan andil yang sangat besar bagi kemajuan dunia batik termasuk untuk mengangkat motif Megamendung. Motif Megamendung sudah dikombinasi dengan motif-motif bentuk hewan, bunga atau unsur motif lainnya. Sesungguhnya keberadaan motif Megamendung yang digabungkan dengan motif lain sudah ada sejak dahulu dan telah dibuat oleh seniman batik tradisional. Namun belakangan ini setelah diangkat secara total oleh perancang busana maka motif batik Megamendung semakin berkembang pesat. 2. Proses Produksi Proses produksi batik Megamendung yang dahulunya dikerjakan secara batik tulis dan batik cap, sekarang dikembangkan pula dengan proses produksi sablon (print). Dengan demikian harga produksi bisa ditekan lebih murah. Walaupun kain bermotif Megamendung yang dibuat dengan proses sablon tidak 60

bisa kita namakan batik, namun secara komersil motif Megamendung merupakan sasaran empuk bagi produsen tekstil yang bisa menghasilkan banyak keuntungan. 3. Bentuk Produksi Wujud benda produksi pada masa sekarang ini yang mengenakan motif Megamendung tidak lagi dalam wujud kain batik. 4.4. Pembahasan 4.4.1. Kode Hermeneutik, Kode Semantik, Kode Simbolik, Kode Narasi dan Kode Kebudayaan Sebagai fenomena Komunikasi, tentu saja motif batik Megamendung memiliki struktur tertentu seperti halnya bahasa. Struktur bahasa rupa ornamen motif batik dalam mengkaji sebuah teks motif batik ini, teks bisa ditafsir atau ditelaah melalui aspek struktural. a. Kode Hermeneutik Kode visual hermeneutik terlihat pada aspek visual berupa ikon awan yang distylasi sedemikian rupa menjadi bentuk awan Megamendung. Visualisasi bentuk garis lengkung yang beraturan secara teratur dari bentuk garis lengkung yang paling dalam (mengecil) kemudian melebar keluar (membesar) menunjukkan gerak yang teratur harmonis, ini membawa pesan moral dalam kehidupan manusia yang selalu berubah (naik dan turun) kemudian berkembang keluar untuk mencari jati diri (belajar/menjalani kehidupan sosial agama) dan pada akhirnya membawa dirinya memasuki dunia baru menuju kembali kedalam penyatuan diri setelah melalui pasang surut (naik dan turun) pada akhirnya kembali ke asalnya 61

(sunnatullah). Sedangkan susunan warna dari Megamendung itu terdiri dari warna dasar,warna utama dan warna gradasi. Warna dasar yaitu melambangkan tanah untuk kehidupan (menurut ajaran islam manusia itu tercipta dari sari patih tanah.sifat tanah ini membawa kedamaian,adem,tetram). Warna utama yaitu warna melambangkan cahaya yang sangat terang (cahaya pembawa penunjuk untuk pemimpin) Cahaya terang ini adalah cahaya yang terpancar dari hati nurani yang membawa ke pemimpinan yang menerangi dan mengayomi masayarakatnya.sehingga masyarakat merasa tenang,tentram,subur dan makmur. Warna gradasi ini adalah sederetan warna yang mendukung warna utama yang melambangkan keberadaan masayarakat dan kebudayaanya. Keberadaan masyarakat dari mulai suku,ras,etnik,agama dan kebudayaan yang berbeda-beda bersatu padu untuk membentuk suatu pemerintahan /kerajaan (warna utaman). Semua kehidupan masyarakat harus bersatu padu untuk mejaga persatuan dan kesatuan. b. Kode semantik Kode semantik terlihat pada aspek Identitas local genius budaya Indonesia yang merupakan bentuk perwujudan konotasi nasionalisme. c. Kode simbolik Kode simbolik terlihat pada aspek simbol warna gelap pada Megamendung tersebut yang menggambarkan awan gelap yang mengandung air hujan, pemberi penghidupan, dan warna terang melambangkan semakin cerahnya kehidupan. d. Kode narasi 62

Kode narasi yaitu kode yang mengandung cerita terlihat pada aspek garisgaris awan motif Cina berupa bulatan atau lingkaran merupakan persentuhan budaya Cina dengan seniman batik Cirebon melahirkan motif batik baru khas Cirebon mengandung cerita tentang Pernikahan Putri Ong Tien dan Sunan Gunung Jati yang merupakan latar belakang masuknya budaya dan tradisi Tiongkok atau tradisi Cina ke keraton. e. Kode kebudayaan Kode kebudayaan terlihat pada aspek mitos dan pengetahuan. Mitos awan sebagai dunia atas, dunia khayangan, tempat tinggal para dewa memiliki makna sebagai keberkahan. Pada aspek pengetahuan nampak jelas bahwa struktur Megamendung terdiri atas pengaruh teks kebudayaan China yang luluh menjadi kesatuan bentuk dengan makna utuh, meski masing-masing teks masih bisa terlihat dengan jelas, bila dilihat dari namanya Mega mendung, nama motif ini berasal dari bahasa indonesia, serat dalam etika ajaran keraton adanya ajaran Hasta Brata yang di dalamnya mengajarkan pada sifat dan prilaku luhur sesuai dengan sifat-sifat alam jagad raya serta unsur-unsurnya yakni di antaranya Megamendung (Hendriyana, 2000:53-55). Adapun hadirnya teks budaya China, dimungkinkan pula dasar penciptaannya adalah untuk menujukkan bahwa di Cirebon hidup berdampingan secara damai dengan budaya China yaitu pada masa pernikahan raja/sunan Gunung Jati dengan putri kaisar cina yang bernama Nyi Ong Tien Noi, Beliau adalah istri kedua sunan gunung jati. 63

4.4.2. Makna Denotasi dan Konotasi Motif Batik Megamendung Pada tatanan pertama dari penanda Roland Barthes yaitu tahapan denotasi. Tahapan denotasi pada motif batik Megamendung umumnya menggambarkan pemandangan alam yang berhubungan dengan mitologi yang dianggap penting berupa stylasi bentuk Awan. Awan merupakan gejala alam yang dapat digambarkan menggumpal, bergulung-gulung, atau berlapis-lapis, yang dapat disederhanakan menjadi garis-garis spiral yang dinamis. Tekanan warna yang digunakan untuk itu adalah sama. Ragam hias awan Megamendung disusun dalam berbagai bentuk, misalnya pola ulang simetri, tanpa pola ulang, pola ulang renggang, pola ulang penuh dan sebagainya. Dari segi pewarnaan, ada tujuh tingkatan warna biru-merah: putih, biru muda sekali, biru muda, biru sedang, biru agak tua, biru tua, biru kehitaman, dan merah. Adapula warna biru-coklat keoranyean tetapi tanpa tingkatan warna. Ada biru muda, biru sedang, biru agak tua, biru tua, biru kehitaman. Sebagai dasar analisis konsep denotasi dan konotasi dalam pada batik motif Megamendung bisa ditinjau dari hal-hal sebagai berikut : a. Nilai Penampilan (appearance) atau nilai wujud yang melahirkan benda seni. Nilai ini terdiri dari nilai bentuk dan nilai struktur. Nilai bentuk yang bisa dilihat secara visual adalah motif megamendung dalam sebuah kain yang indah terlepas dari penggunaan bahan berupa kain katun atau kain sutera. Sementara dalam nilai struktur adalah dihasilkan dari bentukbentuk yang disusun begitu rupa berdasarkan nilai esensial. Bentuk-bentuk 64

tersebut berupa garis-garis lengkung yang disusun beraturan dan tidak terputus saling bertemu. b. Nilai Isi (Content) yang dapat terdiri atas nilai pengetahuan (kognisi), nilai rasa, intuisi atau bawah sadar manusia, nilai gagasan, dan nilai pesan atau nilai hidup (values) yang dapat terdiri dari atas moral, nilai sosial, nilai religi, dan lain-lain. Pada bentuk Megamendung bisa kita lihat garis lengkung yang beraturan secara teratur dari bentuk garis lengkung yang paling dalam (mengecil) kemudian melebar keluar (membesar) menunjukkan gerak yang teratur harmonis. Garis lengkung yang beraturan ini membawa pesan moral dalam kehidupan manusia yang selalu berubah (naik dan turun) kemudian berkembang keluar untuk mencari jati diri (belajar/menjalani kehidupan sosial agama) dan pada akhirnya membawa dirinya memasuki dunia baru menuju kembali kedalam penyatuan diri setelah melalui pasang surut (naik dan turun) pada akhirnya kembali ke asalnya (sunnatullah). c. Nilai Pengungkapan (presentation) yang dapat menunjukkan adanya nilai bakat pribadi seseorang, nilai ketrampilan, dan nilai medium yang dipakainya. Ungkapan yang ditampilkan oleh senimannya berupa proses batik yang begitu indah. Paduan unsur warna yang harmonis dengan penuh makna bagi siapa yang melihatnya. Unsur warna biru yang kita kenal dengan melambangkan warna langit yang begitu luas, bersahabat dan tenang. 65

Tabel 4.1. Denotasi dan Konotasi Motif Batik Megamendung (Nilai-Nilai Tradisi) No Teks Media Batik Ciri Denotasi Interpretasi Konotasi 1a 1b - Warna-warna dominan batik klasik tradisional biasanya memiliki warna biru tua atau berwarna merah tua, hitam dengan Bagian latar warna hitam dengan warna garis pada motif utamanya adalah biru. - Batik klasik tradisional cenderung memilih sebagian latar kainnya dibiarkan kosong tanpa diisi dengan ragam hias berbentuk tanahan atau rentesan. - Tata warna Batik klasik tradisional dengan teknik babaran,menampilkan warna dasar merah atau hitam. Sedangkan motifnya berwarna merah, biru, kehitaman. - Warna biru tua motif Megamendung tersebut menggambarkan awan gelap yang mengandung air hujan, pemberi penghidupan. - Warna biru muda motif Megamendung melambangkan semakin cerahnya kehidupan. ( Komarudin Kudiya). - Motif pada kain batik tersebut termasuk dalam kategori jenis babaran biron. karakter motifnya kebiruan sebagai simbol penjaga kedamaian dan pelaku kebajikan (Taylor Hartman, 2004:117). 66

Tabel 4.2. Denotasi dan Konotasi Motif Batik Megamendung (Nilai-Nilai Terkomodifikasi) No Teks Media Batik Ciri Denotasi Interpretasi Konotasi 1 - Gaun malam yang dikenakan Qory tersebut didominasi dengan warna perak pada bagian dasar kain yang terbuat dari material bahan tenun lame. - Pada permukaan kainnya dihias dengan motif Megamendung yang di rangkai dari mote berwarna perak kebiruan, biru muda, dan biru tua yang jumlahnya kurang lebih 3 (tiga) kilogram yang diaplikasikan pada kain dengan teknik pengerjaan tangan. - Warna biru tua motif Megamendung tersebut menggambarkan awan gelap yang mengandung air hujan, pemberi penghidupan. - Warna biru muda motif Megamendung pada busana tersebut melambangkan semakin cerahnya kehidupan. Pada motif ini dapat dilihat baik dalam bentuk maupun warnanya bergaya selera cina (Komarudin Kudiya). - Motif pada kain batik tersebut termasuk dalam kategori jenis babaran biron. karakter motifnya kebiruan sebagai simbol penjaga kedamaian dan pelaku kebajikan (Taylor Hartman, 2004:117). 67

No Teks Media Batik Ciri Denotasi Interpretasi Konotasi 2 - Gaun spring summer yang dikenakan model tersebut didominasi dengan warna putih. - Pada bagian dasar kain yang pada permukaan kainnya dihias dengan motif Megamendung yang didominasi kebiruan, biru muda, dan biru tua dengan posisi yang bebas ( vertikal dan horisontal). - Warna biru tua motif Megamendung tersebut menggambarkan awan gelap yang mengandung air hujan, pemberi penghidupan. - Warna biru muda motif Megamendung pada busana tersebut melambangkan semakin cerahnya kehidupan. Pada motif ini dapat dilihat baik dalam bentuk maupun warnanya bergaya selera cina (Komarudin Kudiya). - Motif pada kain batik tersebut termasuk dalam kategori jenis babaran biron. karakter motifnya kebiruan sebagai simbol penjaga kedamaian dan pelaku kebajikan (Taylor Hartman, 2004:117). 68

No Teks Media Batik Ciri Denotasi Interpretasi Konotasi 3a - Gaun Resort Collection yang dikenakan model tersebut didominasi dengan latar warna hijau pada bagian dasar kain yang pada permukaan kainnya dihias dengan motif Megamendung yang didominasi merah. Warna merah pada motif Megamendung tersebut termasuk dalam kategori jenis babaran abang. Karakter merah menggambarkan simbol pengguna kekuasaan (Taylor Hartman, 2004: 67). 3b - Gaun Resort Collection yang dikenakan model tersebut didominasi dengan biru tua pada bagian dasar kain yang pada permukaan kainnya dihias dengan motif tunggal Megamendung dengan pewarnaan bloking perpaduan ungu, biru muda kehijauan dan putih. - Motif pada kain batik tersebut termasuk dalam kategori jenis babaran biron. karakter motifnya didominasi kebiruan sebagai simbol penjaga kedamaian dan pelaku kebajikan (Taylor Hartman, 2004: 117). 69

Dari analisis diatas maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut, Denotasi dan Konotasi Motif Batik Megamendung (Nilai-Nilai Tradisi) : - Denotasi : Motif tradisional Megamendung masih mengapilkasikan batik tulis. Bentuk dan warna motif ini mencirikan ada percampuran/pengaruh budaya China sebagai karya ekspresi komunal kedaerahan yang terwujud dalam karya visual (artefak) budaya Cirebon. - Konotasi : Motif Megamendung sebagai identitas karya lokal (Local Genius) daerah Cirebon yang melambangkan pembawa hujan yang di nanti-nantikan sebagai pembawa kesuburan, dan pemberi kehidupan, dominasi warna biru tua menggambarkan awan gelap yang mengandung air hujan, pemberi penghidupan, sedangkan warna biru muda melambangkan semakin cerahnya kehidupan dan warnar merah menggambarkan simbol pengguna kekuasaan (Kesultanan Keraton Cirebon). Denotasi dan Konotasi Motif Batik Megamendung (Sudah Terkomodifikasi): - Denotasi : Pewarnaan motif Megamendung lebih beraneka warna dan menggunakan unsur-unsur warna yang lebih terang dan cerah, serta memiliki bentuk ragam hias yang tidak mengapilkasikan teknik batik tulis. - Konotasi : Motif Megamendung sebagai identitas karya lokal (Local Genius) daerah Cirebon yang melambangkan pembawa hujan yang di nanti-nantikan sebagai pembawa kesuburan, dan pemberi kehidupan, dominasi warna biru tua menggambarkan awan gelap yang mengandung air hujan, pemberi penghidupan, sedangkan warna biru muda melambangkan semakin cerahnya kehidupan dan 70

warna merah menggambarkan simbol pengguna kekuasaan (Kesultanan Keraton Cirebon). 4.4.3. Mitos Pada Motif Motif Batik Megamendung Tahap Mitos yaitu tatanan ketiga dalam peta mitos Roland barthes, yaitu merupakan denotasi dari tatanan kedua. Dari uraian denotasi dan konotasi diatas dapat dilihat dalam tabel Mitos berikut: Tabel 4.3. Tabel Mitos Roland Barthes Batik Motif Megamendung (Nilai-Nilai Tradisi) 1.Signifier (Penanda) 2.Signified (Petanda) Motif Megamendung Motif Megamendung dengan teknik batik tulis sebagai Identitas batik bentuk awan awanan tata karya lokal (Local warna babaran tradisional. Genius) daerah Cirebon 3.Denotatif Sign (Tanda Denotatif) - Pemandangan alam berupa stylasi bentuk Awan. - Awan sebagai gejala alam yang digambarkan menggumpal, bergulung-gulung, atau berlapis dengan perwujudan sesuai aslinya. I. Connotative Signifier (Penanda Konotatif) - Bentuk awan merupakan simbol dunia luas, bebas, dan transenden. - Pembawa hujan yang di nanti-natikan sebagai pembawa kesuburan, dan pemberi kehidupan. II. Connotative Signified ( Petanda konotatif) - Menunjukan status sosial, anggun, wibawa dan sebagai simbol filosofi keraton kesultana Cirebon sebagai Identitas local genius ( budaya lokal). III. Connotative Sign (Tanda Konotatif) Motif Megamendung adalah Identitas local genius budaya Cirebon yang mewakili Indonesia sebagai bentuk perwujudan nasionalisme melalui media busana batik. 71

Tabel 4.4. Tabel Mitos Roland Barthes Batik Motif Megamendung (Sudah Terkomodifikasi) 1.Signifier (Penanda) 2.Signified (Petanda) Motif Megamendung Motif Megamendung dengan teknik kontemporer sebagai Identitas batik (cetak dll), bentuk awan karya lokal (Local awanan dengan tata warna Genius) daerah Cirebon yang bebas dan modern. 3.Denotatif Sign (Tanda Denotatif) - Pemandangan alam berupa stylasi bentuk Awan. - Awan sebagai gejala alam yang digambarkan menggumpal, bergulung-gulung, atau berlapis dengan perwujudan sudah terstylasi dengan bentukbentuk kontemporer. I. Connotative Signifier (Penanda Konotatif) - Bentuk awan merupakan simbol dunia luas, bebas, dan transenden. - Pembawa hujan yang di nanti-natikan sebagai pembawa kesuburan, dan pemberi kehidupan. II. Connotative Signified ( Petanda konotatif) - Menunjukan status sosial, anggun, wibawa dan sebagai simbol filosofi keraton kesultana Cirebon sebagai Identitas local genius ( budaya lokal). III. Connotative Sign (Tanda Konotatif) Motif Megamendung adalah Identitas local genius budaya Cirebon yang mewakili Indonesia sebagai bentuk perwujudan nasionalisme melalui media busana batik. Berdasarkan tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa mitos yang dihasilkan oleh motif batik Megamendung klasik Tradisional maupun yang sudah terkomodifikasi adalah menunjukan status sosial, anggun, wibawa dan ragam hias tersebut melambangkan simbol filosofi keraton kesultana Cirebon sebagai Identitas local genius budaya Indonesia yang merupakan bentuk perwujudan nasionalisme. Pada mitos ini peneliti melihat bahwa betapa pentingnya pihak-pihak yang terkait mengedepankan aspek nilai-nilai budaya pada sebuah batik motif 72

Megamendung. Motif batik Megamendung sebagai motif batik yang populer tetap harus mempertahankan produknya melalui media busana batik yang ditampilkan yang diproduksi para desainer ataupun industri dengan sangat persuasif dengan menonjolkan nilai-nilai budaya lokal. Pada tatanan ini mitos tersebut merupakan denotasi tatanan kedua, dan konotasinya adalah ideologi. Dalam motif batik Megamendung, ideologi atau konotasi dari mitos merupakan bentuk rasa nasionalisme sebagai wujud ketahanan budaya identitas karya lokal (Local Genius) daerah Cirebon. Dan batik motif Megamendung merupakan kekayaan budaya nasional yang harus dipertahankan, sebagai bagian dari rasa nasionalisme. Kapitalisme dalam motif batik Megamendung terlihat dari pemakaian kain batik yang semula dipandang sebagai salah satu unsur busana tradisional dengan teknik batik tulisnya (sebagai salah satu sarana kegiatan ritual, seremonial, dan merupakan simbol status sosial), kini setelah terkomodifikasi bergeser hingga difungsikan menjadi komoditas untuk berbagai pemenuhan kebutuhan pasar tanpa memperhatikan fungsi didalamnya dengan masuknya peran modal (industri) dengan tujuan mengeruk keuntungan/laba. Jadi terdapat dua asumsi pandangan ideologi, yaitu: Nasionalisme dan Kapitalisme. Di bawah ini adalah skema temuan penelitian pembahasan mitos nilai-nilai budaya tradisional dan nilai terkomodifikasi pada motif batik Megamendung: 73

Di bawah ini adalah skema temuan penelitian pembahasan mitos nilai-nilai budaya tradisional dan nilai terkomodifikasi pada motif batik Megamendung: Diagram 4.1. Skema Temuan Penelitian 51