BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan Daerah memerlukan sumber pendanaan yang tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pembangunan itu dilaksanakan ditiap-tiap daerah. Dalam. ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas sumber daya alam, sumber daya potensial yang

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. tekhnologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. pembangunan. Oleh karena itu peran masyarakat dalam Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus yang sifatnya memperbaiki dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

EVALUASI RETRIBUSI PASAR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. mengubah atau memperbaiki keadaan suatu negara. Dengan adanya kewajiban

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat dengan daerah, dimana pemerintah harus dapat mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Negara Indonesia telah sejak lama mencanangkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah-daerah

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara merata bagi seluruh rakyat Indonesia yang sesuai dengan sila

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, setiap daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan ini dalam artian bahwa karena lapangan retribusi daerah berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kemudian dapat mengarah pada reformasi. Salah satu bentuk dari reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagaimana yang kita ketahui bahwasannya Negara Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

I. PENDAHULUAN. meningkatkan nilai tambah sumber daya alam. Sumber daya potensial yang

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya penyelenggaraan Otonomi Daerah menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia dan tersedianya dana yang memadai, baik dana yang bersumber dari

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32

I. PENDAHULUAN. kehidupan baru yang penuh harapan akan terjadinya berbagai langkah-langkah

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa orde baru, pembangunan yang merata di Indonesia sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINANN TERTENTU

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memperkenalkan kebijakan otonomi daerah. Keseriusan pemerintah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Pembangunan daerah juga

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah.

BAB I PENDAHULUAN. wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali. Secara langsung, yang

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

ANALISIS RETRIBUSI PASAR DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan Otonomi Daerah membuat Pemerintah menggantungkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah semua penerimaan daerah yang

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Pemerintah semakin dituntut untuk mampu menggali sumber-sumber dana

BAB I PENDAHULUAN. keleluasaan kepada daerah dalam mewujudkan daerah otonom yang luas dan. setempat sesuai kondisi dan potensi wilayahnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

BAB I PENDAHULUAN. dilimpahkan ke daerah. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah di Indonesia memasuki babak baru dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pada tahun 2004, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah. Sehingga diganti dengan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kemudian diganti lagi menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah adalah wewenang yang dimiliki daerah otonom untuk mengatur dan mengurus masyarakatnya menurut kehendak sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku (Halim,2007:1). Dimana tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) dan memajukan perekonomian daerah (Mardiasmo,2004:59). Era otonomi daerah menghendaki daerah untuk berkreasi dalam mencari sumber penerimaan yang dapat membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam 1

rangka menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan. Salah satu tolak ukur untuk melihat kesiapan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah dengan mengukur seberapa besar kemampuan keuangan suatu daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah atau pemerintahan sendiri. Sebelum otonomi daerah, pemerintah pusat sangat dominan terhadap pemerintah daerah, sehingga pemerintah pusat seringkali mematikan inisiatif dan prakarsa daerah yang lebih mengetahui tentang kebutuhan daerahnya sendiri. Ini dibuktikan dengan adanya harapan dari pemerintah daerah untuk membangun daerah berdasarkan kemampuan dan kehendak daerahnya sendiri sesuai dengan harapan reformasi. Kebijakan otonomi daerah menjadikan pemerintah daerah memiliki suatu kesempatan untuk menunjukkan kemampuan dalam pengelolaan daerahnya. Dimana, daerah dituntut untuk kreatif dalam memaksimalkan potensi yang dimiliki, dengan tidak melanggar pada peratuan perundang-undangan yang berlaku. Mardiasmo (2004:8), menyatakan bahwa: Otonomi yang diberikan kepada daerah kabupaten dan kota dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada pemerintah daerah secara proporsional. Artinya, pelimpahan tanggungjawab akan diikuti oleh pengaturan pembagian, dan pemanfaatan dan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta pertimbangan keuangan pusat dan daerah. Tujuan otonomi daerah adalah agar daerah mampu mengurus persoalan daerahnya secara lebih otonom, termasuk dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran daerah, karena yang lebih mengetahui persoalan daerah adalah daerah 2

itu sendiri. Maka dari itu pemerintah daerah berlomba lomba untuk mencari sumber penerimaan yang dapat membiayai pengeluaran pemerintahan daerah dan pembangunan. Hal ini dikarenakan, dengan adanya otonomi daerah, semakin sedikit ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat. Setiap daerah mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk dapat menyelenggarakan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, daerah berhak mengenakan pungutan terhadap masyarakat. Pembiayaan pemerintah dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, di jelaskan sumber penerimaan daerah terdiri dari: 1. Pendapatan daerah a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) b. Dana perimbangan c. Lain-lain pendapatan 2. Pembiayaan a. Sisa lebih perhitungan anggaran daerah b. Penerimaan pinjaman daerah c. Dana cadangan daerah d. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan Sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD) memegang peranan yang sangat penting, karena melalui sektor ini dapat dilihat sejauh mana suatu daerah dapat 3

membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunan daerah. Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayah sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Halim,2004:96). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menjelaskan pula Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari: 1. Pajak daerah 2. Retribusi daerah 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah Pajak dan retribusi daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang penting untuk dipungut dan dapat dimaksimalkan serta digali potensinya. Disini, masyarakat juga harus memahami, bahwa pemungutan pajak dan retribusi daerah dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, bahwa retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan 4

dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi daerah terdiri atas 3 golongan, yaitu: 1. Retribusi jasa umum, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. 2. Retribusi jasa usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. 3. Retribusi perizinan tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan sektor retribusi daerah lebih potensial sebagai sumber keuangan daripada sumber-sumber yang lainnya. Faktor tersebut yaitu: 1. Retribusi daerah dipungut atas balas jasa sehingga pembayaran dapat dilakukan berulang kali. Siapa yang menikmati jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dapat dikenakan retribusi. Faktor perbedaan antara pungutan retribusi dengan sumber-sumber pendapatan yang lain adalah ada tidaknya jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah. 5

2. Pelaksanaan pemungutan retribusi dapat dilakukan diluar waktu yang telah ditentukan oleh petugas perundang-undangan selama pemerintah daerah dapat menyediakan jasa dengan persetujuan pemerintah pusat. 3. Sektor retribusi terkait erat oleh tingkat aktifitas sosial masyarakat disuatu daerah. Artinya semakin maju dan berkembang tingkat sosial ekonomi masyarakat, maka semakin besar potensi retribusi yang bisa dipungut. Kota Payakumbuh merupakan salah satu daerah otonom di Provinsi Sumatera Barat. Untuk dapat membiayai pengeluaran dan pembangunan daerah, Kota Payakumbuh terus berupaya untuk mengoptimalkan sumber pendapatan daerahnya, salah satunya adalah dengan pengoptimalan penerimaan retribusi izin gangguan yang termasuk kedalam retribusi perizinan tertentu. Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMD-PTSP) Kota Payakumbuh merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Payakumbuh dengan tugas dan fungsi pelayanan perizinan dan non perizinan kepada masyarakat. Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMD-PTSP) Kota Payakumbuh merupakan SKPD yang diberi wewenang untuk pemungutan retribusi izin gangguan (Hinder Ordonantie /HO) atas pemberian izin gangguan. Menurut Perturan Daerah (Perda) Kota Payakumbuh Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Gangguan, yang dimaksud dengan izin gangguan adalah pemberian izin kepada orang pribadi dan/atau badan yang melakukan usaha pada lokasi tertentu di Kota Payakumbuh yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian 6

dan gangguan di Kota Payakumbuh. Izin gangguan diterbitkan oleh pemerintah daerah tentang usaha yang menimbulkan gangguan. Retribusi izin gangguan merupakan salah satu retribusi yang cukup potensial bagi Pemerintah Kota Payakumbuh untuk ditingkatkan penerimaannya, hal ini karena semakin berkembang dan majunya Kota Payakumbuh pada sektor perdagangan dan jasa. Dari data yang ada, penerimaan hampir selalu mencapai target. Ini dapat dilihat dari data penerimaan retribusi izin gangguan selama 4 (empat) tahun sebagaimana dapat dilihat, sebagai berikut: Tabel 1.1 Penerimaan Retribusi Izin Gangguan Tahun 2012-2015 Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) 2012 136.000.000 272.420.027 2013 250.000.000 296.878.269 2014 244.000.000 228.304.156 2015 296.000.000 309.657.279 Sumber : BPMD-PTSP Kota Payakumbuh Berdasarkan tabel diatas, penerimaan retribusi izin gangguan terlihat mengalami fluktuasi. Disini, Pemerintah Kota Payakumbuh terus berusaha untuk memaksimalkan dan menggali potensi retribusi, termasuk penerimaan retribusi izin gangguan. Dan terlihat bahwasanya Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMD-PTSP) Kota Payakumbuh yang baru berjalan selama 5 (lima) tahun, berupaya untuk memaksimalkan penerimaan retribusi izin gangguan. Dimana kemampuan memaksimalkan dan menggali sumber penerimaan retribusi izin gangguan tersebut, harus diikuti juga dengan 7

kemampuan penetapan target sesuai dengan potensi sebenarnya. Serta kemampuan menekan biaya yang dikeluarkan dalam pemungutannya. Mengingat bahwa penerimaan retribusi izin gangguan juga memberikan kontribusi terhadap penerimaan daerah, maka evaluasi terhadap penerimaan retribusi izin gangguan perlu dilakukan untuk mengetahui apakah dalam penentuan target penerimaan retribusi izin gangguan untuk tahun yang telah dianggarkan dapat tercapai dan mengetahui jumlah realisasi yang diperoleh. Serta mengetahui perkembangan penerimaan retribusi izin gangguan dan kontribusinya dalam mendukung penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Payakumbuh. Peningkatan penerimaan retribusi izin gangguan diharapkan mampu memberikan kontribusi yang positif bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kota Payakumbuh. Atas dasar data dan uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai Evaluasi Penerimaan Retribusi Izin Gangguan Pada Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Payakumbuh Tahun 2012-2015. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka diperlukan perumusan masalah yang sangat berguna bagi arah dan langkah penelitian ini kedepannya. Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Seberapa besar kontribusi retribusi izin gangguan pada Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMD-PTSP) terhadap 8

total retribusi dan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Payakumbuh tahun 2012 sampai 2015? 2. Seberapa besar tingkat laju pertumbuhan penerimaan retribusi izin gangguan pada Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMD-PTSP) Kota Payakumbuh tahun 2012 sampai 2015? 3. Seberapa besar tingkat efektivitas penerimaan retribusi izin gangguan pada Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMD-PTSP) Kota Payakumbuh tahun 2012 sampai 2015? 4. Faktor apa saja yang menghambat penerimaan retribusi izin gangguan pada Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMD-PTSP) Kota Payakumbuh? 5. Upaya apa saja yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan oleh Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMD- PTSP) Kota Payakumbuh untuk meningkatkan penerimaan retribusi izin gangguan? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah: 1. Untuk mengetahui besarnya kontribusi retribusi izin gangguan pada Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMD- PTSP) terhadap total retribusi dan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Payakumbuh tahun 2012 sampai 2015. 9

2. Untuk mengetahui tingkat laju pertumbuhan penerimaan retribusi izin gangguan pada Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMD-PTSP) Kota Payakumbuh tahun 2012 sampai 2015. 3. Untuk mengetahui tingkat efektivitas penerimaan retribusi izin gangguan pada Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMD-PTSP) Kota Payakumbuh tahun 2012 sampai 2015. 4. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menghambat penerimaan retribusi izin gangguan pada Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMD-PTSP) Kota Payakumbuh. 5. Untuk mengetahui upaya apa saja yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan oleh Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMD-PTSP) Kota Payakumbuh untuk meningkatkan penerimaan retribusi izin gangguan. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Akademik Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmiah, dan dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi penelitian-penelitian berikutnya, serta bisa memperbaiki dan menyempurnakan kekurangan dalam penelitian ini maupun sebagai bahan perbandingan. 2. Praktis Hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi bagi Pemerintah Kota Payakumbuh, khususnya Badan Penanaman Modal 10

Daerah dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMD-PTSP) Kota Payakumbuh untuk dapat mengoptimalkan penerimaan retribusi izin gangguan sebagai salah satu elemen untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Payakumbuh. 1.5 Sistematika Penulisan berikut: Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari beberapa bab, yaitu sebagai BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menjelaskan tentang teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini. Dimana teori-teori yang didapat menjadi landasan bagi penulis untuk melakukan pembahasan dan pengambilan kesimpulan. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini akan menguraikan metode analisa yang digunakan dalam penelitian dan jenis data-data yang digunakan beserta sumber data. BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang telah dilakukan penulis. BAB V PENUTUP Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil analisa data dan saran yang diberikan penulis. 11