III. METODOLOGI PENELITIAN. tiga tipe kebun kakao di Desa Cipadang. Secara administratif, Desa Cipadang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. buah-buahan (kelapa, pisang, MPTS). Klasifikasi untuk komposisi tanaman

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif yaitu mengadakan kegiatan

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada lahan pertanaman ubi kayu (Manihot esculenta

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. telah disinggung di atas. Tahap pertama dilaksanakan di PT Great Giant

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. dalam penelitian adalah indeks keanekaragaman (H ) dari Shannon, indeks

III. METODE PENELITIAN. Suka Jaya, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat. Identifikasi

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25-

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2010 hingga Oktober 2011.

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan

RAKITAN TEKNOLOGI SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR

BAB III METODE PENELITIAN. metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda

III. BAHAN DAN METODE

MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bukit Barisan dari bulan Februari

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. peroleh dari lahan pertanian organik dan lahan pertanian intensif di Desa

BAB III METODOLOGI PENELITAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

BAB III METODE PENELITIAN. pengambilan sampel secara langsung dari lokasi pengamatan.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai bulan Februari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian adalah

BAB III METODE PENELITIAN

3 BAHAN DAN METODE. Sarmi. Kota. Waropen. Jayapura. Senta. Ars. Jayapura. Keerom. Puncak Jaya. Tolikara. Pegunungan. Yahukimo.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Universitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

Lampiran 4. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kehutanan Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan (1)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang subkawasan

BAB IV. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Rimbo Panjang Kecamatan. Desa Rimbo Panjang merupakan salah satu Desa di Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu,

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian di Perkebunan pisang PT Nusantara Tropical Farm (NTF) terletak di

BAB 2 BAHAN DAN METODE

I. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung

BAB III METODE PENELITIAN. secara langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

POTENSI KAYU RAKYAT PADA KEBUN CAMPURAN di DESA PESAWARAN INDAH KABUPATEN PESAWARAN

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu, Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Februari 2013 sampai dengan September 2013 pada lahan pertanaman tebu di PT

III. METODE PENELITIAN. Pembuatan biochar dilakukan di Kebun Percobaan Taman Bogo Lampung Timur.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Sistematika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya.

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan daribulan Juli sampai dengan Oktober 2012 di daerah

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Penentuan

BAB 2 BAHAN DAN METODA

III. METODE PENELITIAN

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai September 2014 di kebun

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. esculentum Mill.), serangga pollinator, tumbuhan T. procumbens L.

II. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE. 3.1.Waktu dan Tempat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Lapangan Terpadu, Fakultas Pertanian,

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. segala cara untuk menetapkan lebih teliti atau seksama dalam suatu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kondisi hutan di Cagar Alam Gunung Ambang pada ketinggian 1500-

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

KELIMPAHAN COLLEMBOLA TANAH SEBAGAI INDIKATOR KESEHATAN HUTAN TANAMAN PADA LAHAN GAMBUT YANG DI DRAINASE

BAHAN DAN METODE. Tabel 2 Ketinggian tempat dan ordinat lokasi pengambilan sampel. Psr. Induk Kramat Jati

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Green House, Lahan Percobaan, Laboratorium

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada lahan pertanaman tebu di PT. Gunung Madu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan laboratorium Ilmu Tanah Fakultas

Curah Hujan (mm) Intensitas Penyinaran (cal/cm 2 )

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada lahan alang-alang di Kelurahan Segalamider,

Transkripsi:

23 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survai, yaitu pengambilan sampel semut pada tiga tipe kebun kakao di Desa Cipadang. Secara administratif, Desa Cipadang berada di Kecamatan Gedongtataan, Kabupaten Pesawaran-Provinsi Lampung. Secara geografis, desa ini terletak pada 5 23' 0" LS dan 105 5' 0" BT. Ketinggian tempat Desa Cipadang antara 100-200 meter dpl. Desa Cipadang dan desa-desa lainnya di kecamatan Gedong Tataan memiliki iklim hujan tropis sebagaimana iklim Propinsi Lampung pada umumnya, dengan curah hujan per tahun berkisar antara 2.264 mm sampai dengan 2.868 mm dan hari hujan per tahun antara 90 sampai dengan 176 hari. Angin di Kecamatan Gedong Tataan bertiup dari Samudra Indonesia dengan kecepatan rata-rata 70 km/hari atau 5,83 km/jam. Suhu udara berkisar antara 26 C sampai dengan 29 C rata-rata 28 C (Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran, 2011). Kebun-kebun kakao yang diamati adalah milik petani setempat.

24 Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu pengambilan sampel semut di lapangan, identifikasi spesimen semut di laboratorium dan penulisan laporan. Pengambilan sampel semut dilakukan pada bulan Maret tahun 2013. Sampel semut yang diperoleh diidentifikasi di Laboratorium Artropoda Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan Maret 2013 sampai dengan bulan Juli 2013. Penulisan laporan dan perbaikan laporan dilaksanakan dari bulan Oktober 2013 sampai dengan bulan Februari 2014. 3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat pitfall (digunakan untuk memerangkap semut-semut penjelajah), perangkat winkler (digunakan untuk mengoleksi semut yang berasosiasi dengan seresah), kuadran berukuran 1 m 2, kantung pelastik bening, botol koleksi, mikroskop, dan semut pada kebun kakao. 3.3 Pengambilan Sampel Semut Pengambilan sampel semut dilaksanakan pada tiga kebun kakao yang berumur antara 4-6 tahun, sehingga diharapkan tidak ada perbedaan kemapanan atau kemantapan ekosistem. Kebun pertama (Tipe 1) adalah kebun kakao dengan sedikit pohon penaung (6,9%). Luas kebun ± 5.950 m 2 (Gambar 2), dengan jumlah pohon kakao sebanyak 594 batang. Di antara tanaman-tanaman kakao tersebut terdapat 44 tanaman lain (pohon penaung) yang terdiri dari pohon kelapa

25 (Cocos nucifera) sebanyak 23 batang, pohon dadap (Erythrina sp.) sebanyak tiga batang, pohon kemiri (Aleurites moluccana) sebanyak empat batang, pohon durian (Durio zibethinus) tiga batang, pohon bayur (Pterospermum javanicum) enam batang, dan pohon mangga (Mangifera indica) lima batang. 85 m 2 m 27 tan 2 m Jarak tanam kakao 3 m 3 m 22tan 2 m 70 m 2 m Gambar 2. Denah kebun kakao Tipe 1 Kebun kedua (Tipe 2) adalah kebun kakao dengan pohon penaung sedang (13,6%). Kebun ini memiliki luas ± 6.825 m 2 (Gambar 3). Pada kebun tersebut terdapat 670 batang tanaman kakao dan 106 pohon penaung yang terdiri dari pohon kelapa (Cocos nucifera) 37 batang batang, pohon nangka (Artocarpus heterophyllus) tiga batang, pohon bayur (Pterospermum javanicum) lima batang, pohon jati (Tectona grandis) dua batang, pohon alpukat (Persea americana) satu batang, pohon petai (Parkia speciosa) tujuh batang, pohon durian (Durio zibethinus) satu batang, pohon kopi (Coffee Cannephora) 38 batang dan pisang (Musa paradisiaca) 12 rumpun kecil.

26 5 m 12 tan 60 m 75 m Jarak tanam kakao 3 3 m 24 tan 29tan 90 m Gambar 3. Denah kebun kakao Tipe 2. Kebun ketiga (Tipe 3) adalah kebun dengan banyak pohon penaung (52,3% pohon penaung). Luas kebun ± 12.000 m 2 (Gambar 4). Pada kebun ini terdapat 494 pohon kakao dan 546 pohon karet (Havea brasiliensis). Jarak tanam tanaman karet adalah 7 3 m, kemudian di sela-sela tanaman karet ditanami kakao. Permukaan tanah pada kebun ini berbeda dengan kebun karet pada umumnya. Pada kebun ini tidak terdapat tanaman penutup tanah, sehingga permukaan tanah ditutupi oleh serasah daun karet dan daun kakao. 120 m 1 m 39 karet 1,5 m Jarak tanam karet 7 3 m 14 karet 1,5 m 100 m Jarak tanam kakao 7 3m 1 m Keterangan : Tanaman kakao ditanam diantara tanaman karet Gambar 4. Denah kebun kakao Tipe 3.

27 Pada setiap tipe kebun ditentukan 15 titik sampel yang diambil secara acak. Setiap pohon kakao yang ditemukan diberi nomor berdasarkan baris. Pengacakan dilakukan dengan menggunakan angka acak pada microsoft excel. Pengambilan sampel semut pada masing-masing tipe kebun dilakukan dengan tiga metode, yaitu secara manual, dengan perangkap pitfall dan dengan metode winkler. Metode manual ditujukan untuk mengoleksi semut yang aktif di tajuk pohon kakao. Pitfall dipasang untuk mengoleksi semut yang aktif di permukaan tanah. Ada pun penggunaan metode winkler ditujukan untuk mengoleksi semut pada serasah. 3.3.1. Pengambilan Sampel Semut Secara Manual Pengambilan sampel semut secara manual dilakukan pada pohon yang terpilih sebagai titik sampel. Seluruh semut yang terdapat pada pohon (dari permukaan tanah sampai dahan yang dapat dijangkau) diambil dan dikolesi dalam botol vial yang berisi alkohol 70%. Waktu pengambilan sampel secara manual ini adalah 10 menit pada setiap pohon sampel. 3.3.2. Pengambilan Sampel Semut Menggunakan Metode Perangkap Pitfall Titik sampel pada metode perangkap pitfall ditentukan berdasarkan pohon yang dijadikan titik sampel pada pengambilan sampel secara manual. Titik sampel pitfall ditentukan sejajar dengan batang pohon kakao dan berjarak satu meter ke

28 arah utara. Pada titik tersebut dibuat lubang yang berukuran sesuai dengan wadah yang digunakan untuk perangkap pitfall. Wadah kemudian dibenamkan dalam lubang dengan bagian bibir wadah sejajar dengan permukaan tanah, kemudian wadah diisi 150 ml cairan alkohol 70%. Dengan demikan, semut yang aktif di permukaan tanah pada titik itu dan jatuh ke dalam wadah akan terperangkap. Bagian atas perangkap diberi pelindung plastik mika untuk menghindari air masuk ke dalam wadah apabila terjadi hujan. Setelah 24 jam, pitfall diambil dan seluruh semut yang terperangkap dikoleksi ke dalam botol-botol vial. 3.3.3. Pengambilan Sampel Semut Menggunakan Metode Winkler Titik sampel winkler ditetapkan sejajar dengan dan berjarak 1 m dari pohon kakao (yang menjadi titik sampel metode manual) ke arah timur. Pada titik tersebut diletakkan kuadran berukuran 1 m 2, kemudian seluruh seresah yang terdapat pada kuadran di ambil dan dimasukkan ke dalam kantung kain winkler. Sebelum dilakukan inkubasi serasah terlebih dahulu disiapkan perangkat winkler yang telah digantungkan pada tiang-tiang bambu (Gambar 5). Pada bagian bawah winkler dipasang gelas plastik yang berisi alkohol 70% sebanyak ± 250 ml. Seresah yang sudah dikumpulkan pada kantung winkler diayak dengan menggunakan ayakan winkler. Seresah hasil ayakan kemudian dimasukkan dalam kantung kasa berukuran 25 20 cm. Pemindahan seresah ke dalam kasa dilakukan di atas nampan yang berisi alkohol 70%, sehingga apabila terdapat semut yang jatuh dapat langsung dikoleksi pada botol koleksi yang telah diberi

29 label. Kasa yang berisi seresah kemudian dimasukkan ke dalam winkler dan digantungkan pada kait kawat yang tersedia di dalam winkler. Bagian atas winkler diikat agar tidak ada serangga lain yang masuk ke dalam aparatus winkler. Seresah tersebut diinkubasi selama 72 jam, tujuannya adalah agar seresah yang ada dalam winkler kering secara perlahan dan seluruh semut yang ada dalam seresah dapat jatuh ke dalam gelas plastik yang berisi alkohol 70%. Seluruh semut yang terdapat pada gelas plastik kemudian dimasukkan dalam vial yang juga berisi alkohol 70%. Gambar 5. Perangkat winkler

30 3.3.4. Identifikasi Semut Spesimen semut diidentifikasi di Laboratorium Artropoda Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Identifikasi dilakukan sampai tingkat genus dengan menggunakan buku Inventory & Collection: Total protocol for understanding of biodiversity (Hashimoto, 2003). Genus-genus yang telah terindentifikasi selanjutnya direklasisfikasi berdasar fungsi ekologisnya, yaitu sebagai predator, pesaba, simbion dan pemanen biji. Variasi morfologi pada spesimen-spesimen pada genus yang sama selanjutnya dipilahkan ke dalam morfospesies. 3.3.5. Pengamatan Faktor Lingkungan Kebun Kakao Variabel lingkungan yang diamati adalah suhu tanah, keasaman (ph) tanah, kelembaban tanah, ketebalan serasah, dan C organik serta N total serasah (C/N serasah). Seluruh variabel lingkungan itu diamati pada setiap titik sampel winkler. Suhu tanah diukur dengan menggunakan termometer. Keasaman tanah (ph) tanah diukur dengan ph meter dan kelembaban tanah diukur menggunakan moisture meter. Ketebalan seresah diukur menggunakan mistar 30 cm sebelum seresah tersebut diambil untuk proses ekstraksi semut pada metode winkler. Penentuan kadar C organik pada seresah dilakukan di Laboratorium menggunakan metode Walkley and Black, sedangkan untuk menentukan N total digunakan metode Kjeldahl (Balai Penelitian Tanah, 2005).

31 3.4 Analisis Data 1. Melakukan uji F Data jumlah morfospesies, jumlah genus, dan kelimpahan semut antartipe kebun kakao dianalisis menggunakan uji F (ANOVA) pada taraf 1% atau 5% dan uji BNT pada taraf 5%. 2. Membuat spesies accumulation curve (kurva akumulasi morfospesies) Species accumulation curve atau kurva akumulasi spesies digunakan untuk menaksir (menduga) jumlah genus semut kawasan pengambilan contoh. Pendugaan dilakukan dengan menggunakan software EstimateSWin910 (Colwell, 2013). 3. Menentukan indeks diversitas Shannon Untuk menghitung indeks diversitas digunakan rumus dalam Waite (2000) sebagai berikut. dengan catatan S = jumlah morfospesies dan pi = Proporsi (kepadatan relatif) morfospesies ke-i 4. Menentukan indeks kesamaan/kemiripan komunitas (indeks Sorensen) Untuk memembandingkan komunitas semut antartipe kebun kakao digunakan indeks kesamaan komunitas (Qs) menurut Suin (2002) sebagai berikut.

32 dengan Qs = indeks kesamaan komunitas; A = jumlah morfospesies dalam habitat a; B = jumlah morfospesies dalam habitat b; dan C = Jumlah morfospesies yang sama pada kedua habitat 5. Membuat pola kelimpahan relatif morfospesies Pola kelimpahan morfospesies dibuat untuk mengetahui morfospesiesmorfospesies penting pada ketiga tipe kebun kakao. Data kelimpahan morfospesies merupakan dasar untuk membuat kurva kelimpahan relatif, yaitu dengan mencari nilai kelimpahan relatif (pi) morfospesies dari data kelimpahan morfospesies. Nilai kelimpahan relatif morfospesies diperoleh dengan membagi nilai kelimpahan morfospesies dengan kelimpahan total morfospesies. Tahap tersebut dilakukan pada setiap tipe kebun. Nilai kelimpahan relatif pada setiap tipe kebun kemudian diurutkan (tertinggiterendah), kemudian membuat kurva kelimpahan relatif berdasarkan nilai tersebut. 6. Melakukan analisis korelasi Variabel-variabel lingkungan kebun kakao ( suhu tanah, ph tanah, kelembaban tanah, ketebalan seresah, C organik dan N total) dikorelasikan dengan variabel kelimpahan semut. Korelasi tersebut diuji menggunakan uji t pada taraf 5%.