HUBUNGAN KETAHANAN PANGAN KELUARGA DAN POLA KONSUMSI DENGAN STATUS GIZI BALITA KELUARGA PETANI (Studi di Desa Jurug Kabupaten Boyolali Tahun 2017)

dokumen-dokumen yang mirip
Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan

POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014


HUBUNGAN KETAHANAN PANGAN TINGKAT KELUARGA DAN TINGKAT KECUKUPAN ZAT GIZI DENGAN STATUS GIZI BATITA DI DESA GONDANGWINANGUN TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

KUESIONER POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU

PUBLIKASI ILMIAH. Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaian Program Studi Stara 1 pada JurusanIlmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan.

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN PENGELUARAN, SKOR POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KELUARGA, DAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI-PROTEIN DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 2-5 TAHUN

HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI PROTEIN DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 6-24 BULAN DI RW 2 WILAYAH PUSKESMAS BATUA KOTA MAKASSAR

HUBUNGAN ASUPAN ENERGY DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI KELURAHAN TAMAMAUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Untuk menciptakan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

PERBANDINGAN STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN INDEXS ANTROPOMETRI BB/ U DAN BB/TB PADA POSYANDU DI WILAYAH BINAAN POLTEKKES SURAKARTA

METODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 =

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB I PENDAHULUAN. anak yang rentang usianya 3 6 tahun (Suprapti, 2004). Anak usia

HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI PADA ANAK USIA SEKOLAH (11-12 TAHUN) DI SDK NIMASI KABUPATEN TIMOR TENGAH

PENDIDIKAN IBU, KETERATURAN PENIMBANGAN, ASUPAN GIZI DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-24 BULAN

ABSTRAK. Annisa Denada Rochman, Pembimbing I : Dani dr., M.Kes. Pembimbing II : Budi Widyarto Lana dr., MH.

BAB I PENDAHULUAN. usia dini sangat berdampak pada kehidupan anak di masa mendatang. Mengingat

e-journal Boga, Volume 04, Nomor 09, Edisi Yudisium Periode Maret 2015, hal 71-75

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DAN POLA KONSUMSI DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SAMIGALUH I

BAB I PENDAHULUAN. Status pendidikan dan ekonomi sebuah negara berkaitan erat dengan

POLA MAKAN DAN KERAGAMAN MENU ANAK BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 2005

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

Secara umum seluruh keluarga contoh termasuk keluarga miskin dengan pengeluaran dibawah Garis Kemiskinan Kota Bogor yaitu Rp. 256.

HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Virnanda Adani*), Dina Rahayuning Pangestuti**), M.Zen Rahfiludin**)

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDAPATAN KELUARGA DAN POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA BONGKUDAI KECAMATAN MODAYAG BARAT Rolavensi Djola*

ABSTRAK SHERLY RACHMAWATI HERIYAWAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh

METODE. PAUD Cikal Mandiri. PAUD Dukuh. Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh. Kls B 1 :25. Kls A:20. Kls B 2 :30. Kls B:25. Kls A:11

METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI KABUPATEN BULUKUMBA; STUDI ANALISIS DATA SURVEI KADARZI DAN PSG SULSEL 2009

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan negara-negara lain dalam

INFOKES, VOL. 4 NO. 1 Februari 2014 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia atau lebih dari 100 juta jiwa mengalami beraneka masalah

HUBUNGAN TINGKAT KEPUASAN MUTU HIDANGAN DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN MAKRONUTRIEN PADA REMAJA DI BPSAA PAGADEN SUBANG

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN PADA DAERAH RAWAN BANJIR DI KABUPATEN BOJONEGORO MENUJU EKONOMI KREATIF BERBASIS KETAHANAN PANGAN WILAYAH

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh

KEJADIAN GIZI KURANG PADA BALITA DI KEC. RATU SAMBAN KOTA BENGKULU. Zulkarnain

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang masih tersebar luas di negara-negara. berkembang termasuk di Indonesia, masalah yang timbul akibat asupan gizi

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

Diza Fathamira Hamzah Dosen Program Studi Farmasi Universitas Sains Cut Nyak Dien Langsa ABSTRACT

TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP POLA MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI TAMAN KANAK KANAK DENPASAR SELATAN

ARTIKEL ILMIAH. Disusun Oleh : TERANG AYUDANI J

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang terdiri dari 5,7% balita yang gizi buruk dan 13,9% berstatus gizi

Kata Kunci: Status Gizi Anak, Berat Badan Lahir, ASI Ekslusif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu masa awal

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

PENINGKATAN PERILAKU IBU DALAM PENGATURAN POLA MAKAN BALITA DI POSYANDU MELATI DESA BINTORO KECAMATAN PATRANG KABUPATEN JEMBER Susi Wahyuning Asih*

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia

HUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI NARAPIDANA UMUM (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Semarang Tahun 2016)

ASUPAN GIZI MAKRO, PENYAKIT INFEKSI DAN STATUS PERTUMBUHAN ANAK USIA 6-7 TAHUN DI KAWASAN PEMBUANGAN AKHIR MAKASSAR

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKAN PADA BALITA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DESA GAYAMAN KECAMATAN MOJOANYAR KABUPATEN MOJOKERTO SUHUFIL ULA NIM:

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Esa Unggul

Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dengan Status GIzi Pada Balita di Desa Papringan 7

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Energi, Protein dan Daya Beli Makanan dengan Status Gizi pada Remaja di SMP Negeri 2 Banjarbaru

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan masalah gizi dan penyakit.

Gambar 1 Hubungan pola asuh makan dan kesehatan dengan status gizi anak balita

Gambar 3 Hubungan ketahanan pangan rumahtangga, kondisi lingkungan, morbidity, konsumsi pangan dan status gizi Balita

ABSTRACT. Keywords : mother behavior, early marriage, under five years old nutrition

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

POLA ASUH MAKAN PADA RUMAH TANGGA YANG TAHAN DAN TIDAK TAHAN PANGAN SERTA KAITANNYA DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI KABUPATEN BANJARNEGARA

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan dan pedesaan berdasarkan kriteria klasifikasi wilayah. desa/kelurahan (Badan Pusat Statistik {BPS}, 2010).

Jurnal Care Vol 3 No 3 Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan penanggulangnya harus melibatkan berbagai sektor terkait.

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. 18 tahun. Di Indonesia BPS (2008) mencatat bahwa sekitar 34,5% anak perempuan

PERUBAHAN POLA KONSUMSI DAN STATUS GIZI MAHASISWA PUTRA DAN PUTRI TPB IPB TAHUN 2005/2006 PESERTA FEEDING PROGRAM

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan

POLA MAKAN DAN STATUS GIZI BALITA DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DAN DAERAH TRANDAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SINGKIL

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 adalah mengumpulkan. dan menganalisis data indikator MDG s kesehatan dan faktor yang

HUBUNGAN PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN ASI DAN MP-ASI DENGAN PERTUMBUHAN BADUTA USIA 6-24 BULAN (Studi di Kelurahan Kestalan Kota Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011).

Perbedaan Tingkat Kecukupan Karbohidrat dan Status Gizi (BB/TB) dengan Kejadian Bronkopneumonia

Transkripsi:

HUBUNGAN KETAHANAN PANGAN KELUARGA DAN POLA KONSUMSI DENGAN STATUS GIZI BALITA KELUARGA PETANI (Studi di Desa Jurug Kabupaten Boyolali Tahun 2017) Adelia Marista Safitri, Dina Rahayuning Pangestuti, Ronny Aruben Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Email :rista_adelia@yahoo.com ABSTRACT The condition of family food security is influenced by the ability of the family to fulfill their food needs and result in the lack of nutritional fulfillment of family members, including toddlers. This type of research is analytical research using cross sectional approach. The population and the sample in this study were 43 toddlers aged 24-59 months selected with purposive sampling method. Data were analyzed using Pearson and Rank Spearman trials. The results of this study indicate most (65,1%) family food security in the category of not food resistant. The average food diversity score was 4,86 with moderate category (67,4%). The level of energy consumption was less than 48,8% and level of protein consumption was excessive (53,5%). Nutritional status of children under five by BB/TB was mostly (86%) normal, BB/U was in good nutrition (86%), and TB/U was normal (81,4%). There were correlations of food security with the level of energy consumption (ρ=0,000), protein consumption s level (ρ=0,048), BB/U (ρ =0,036), and TB/U (ρ=0,010); level of energy consumption with BB/TB (ρ=0,006); levels of protein consumption with TB/U (ρ=0,005). There were no correlations between food type diversity with energy (ρ=0,129) and protein (ρ=0,376) consumption level; energy consumption level with BB/U (ρ=0,785) and TB/U (ρ=0,382); levels of protein consumption with BB/TB (ρ=0,091) and BB/U (ρ=0,240); food security with BB/TB (ρ=0,324). It was suggested for the children under five s family to utilize the soil with garden plants or to raise livestock to fulfill households needs while also improving socio-economy so that nutritional needs can be fulfilled. Keywords : household food security, consumption pattern, nutritional status, children under five, farmer household. 120

PENDAHULUAN Masalah gizi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia.Masa balita merupakan masa yang tergolong rawan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak karena pada masa ini anak mudah sakit dan mudah terjadi kurang gizi. Kekurangan gizi umumnya terjadi pada masa balita karena pada umur tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. 1,2 Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia 2013, secara nasional, prevalensi berat kurang pada anak balita tahun 2013 adalah 19,6%, terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Perubahan yang terjadi pada tahun 2007 hingga 2013 terutama pada kenaikan prevalensi gizi buruk sebanyak 0,3% sedangkan prevalensi gizi kurang mengalami kenaikan sebesar 0,9%. 3 Menurut Profil Kesehatan Kabupaten Boyolali tahun 2014, sejumlah 0,9% balita yang ditimbang memiliki berat badan di bawah garis merah dan 5,45% kasus balita gizi kurang di Kabupaten Boyolali. Kasus gizi buruk ditemukan mengalami kenaikan dari 17 menjadi 23 kasus pada tahun 2013 hingga 2014. 4 Melalui hasil pemantauan status gizi balita di Provinsi Jawa Tengah, kendala di lapangan antara lain tingkat kemiskinan, kurangnya asupan zat gizi, penyakit infeksi, pola asuh, ketersediaan pangan di tingkat keluarga dan daya beli masyarakat. Pertanian berpengaruh terutama terhadap gizi melalui produksi pangan dan ketahanan pangan keluarga. Jika pangan diproduksi dalam jumlah dan ragam yang cukup, kemudian bahan tersedia dengan cukup di tingkat desa atau masyarakat dan keluarga memiliki uang yang cukup untuk membeli keperluan pangan yang tidak ditanam di tempatnya maka tidak akan banyak terjadi kurang gizi. 5 Menurut peta akses pangan tahun 2014 Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Boyolali termasuk dalam 24 kabupaten yang berada pada kondisi rawan pangan. Penyebab dominan kerawanan pangan adalah masih banyaknya jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah, terlihat dari persentase keluarga pra dan sejahtera I sebesar 49,65%. Prevalensi gizi buruk-kurang di Kabupaten Boyolali sebesar 17,33%, prevalensi sangat pendek-pendek 31,66%, dan prevalensi sangat kurus-kurus 2,27%. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan Ketahanan Pangan Keluarga dan Pola Konsumsi dengan Status Gizi Balita Keluarga Petani di Kabupaten Boyolali tahun 2017. METODE Jenis penelitian ini bersifat explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan kausal antar variabel penelitian yang menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Metode yang digunakan adalah metode survei analitik yang bertujuan untuk mengumpulkan data dari sejumlah individu mengenai variabel tertentu melalui kuesioner serta menggunakan pendekatan cross sectional, yaitu suatu penelitian dimana data yang menyangkut variabel bebas maupun variabel terikat akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan. 6 Populasi dan sampel dalam penelitian diambil secara total sampling yaitu 43 balita usia 24-59 bulan yang berasal dari keluarga petani di Desa Jurug dan dipilih dengan metode purposive sampling yaitu didasarkan pada pertimbangan tertentu berdasarkan 121

ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. 6 Data yang dianalisis adalah: a) data ketahanan pangan keluarga. b) data keragaman jenis pangan. c) data tingkat konsumsi energi dan protein. d) data status gizi balita di Desa Jurug. Analisis hubungan menggunakan program uji statistik SPSS dengan uji korelasi Pearson dan Rank Spearman. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ketahanan Pangan Tabel 1. Distribusi Frekuensi Ketahanan Pangan Keluarga Balita di Desa Jurug Ketahanan Pangan Keluarga (n) (%) Tahan Pangan (2) 15 34,9 Tidak Tahan Pangan 28 65,1 (0-1) Berdasarkan tabel 1, persentase keluarga tidak tahan pangan lebih banyak (65,1%) dibandingkan dengan persentase keluarga tidak tahan pangan (34,9%). Rata-rata tingkat ketahanan pangan keluarga yang tergolong tidak tahan pangan disebabkan oleh adanya kekhawatiran akan habisnya persediaan pangan, tidak dapat menyediakan makanan bergizi seimbang untuk rumah tangga, ketidakmampuan ibu dalam menyediakan makanan bergizi seimbang untuk anak, dan pemerolehan makanan pokok yang terkadang bergantung dari pemberian orang lain. B. Keberagaman Jenis Makanan Tabel 2. Distribusi Frekuensi Keberagaman Jenis Makanan Balita di Desa Jurug Keberagaman Jenis Makanan (n) (%) Tinggi ( 6 kelompok 11 25,6 pangan) Sedang (4-5 29 67,1 kelompok pangan) Rendah ( 3 3 7,0 kelompok pangan) Tabel 2.menunjukkan bahwa sebagian besar (67,1%) keberagaman jenis makanan pada balita termasuk pada kelompok pangan sedang. Kelompok pangan yang sering dikonsumsi oleh balita adalah nasi, kacang-kacangan, susu, makanan bersumber hewani, sayur dan buah-buahan kaya vitamin A maupun lainnya. Sumber energi yang paling sering dikonsumsi balita adalah nasi sebagai makanan pokok.roti dan biskuit menjadi sumber energi yang cukup sering dikonsumsi oleh balita sebagai selingan.sumber protein yang paling sering dikonsumsi balita adalah protein hewani yaitu sebanyak 69% yang terdiri dari telur, daging ayam, dan ikan. Sumber protein nabati yang dikonsumsi oleh balita hanya 31% yang terdiri dari tahu dan tempe. C. Tingkat Konsumsi Gizi Berdasarkan tabel 3.diketahui bahwa sebagian besar (48,8%) balita mengalami kekurangan tingkat konsumsi energi dan sebagian besar (53,5%) balita mengalami kelebihan tingkat protein. 122

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Gizi pada Balita di Desa Jurug Tingkat Konsumsi Gizi (n) (%) Energi Normal (100-130% 3 7,0 AKG) Kurang (70-100% 21 48,8 AKG) Defisit (<70% AKG) 19 44,2 Protein Lebih (>100% AKP) 23 53,5 Baik (80-100% AKP) 18 41,9 Kurang (<80% AKP) 2 4,7 Sumber energi yang paling sering dikonsumsi balita adalah nasi sebagai makanan pokok. Sumber protein yang paling sering dikonsumsi balita adalah protein hewani yang terdiri dari telur, daging ayam, dan ikan sedangkan sumber protein nabati terdiri dari tahu dan tempe. D. Status Gizi Balita Tabel 4. Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita di Desa Jurug Kategori (n) (%) Indeks BB/TB Normal 37 86,0 Kurus 6 14,0 Indeks BB/U Gizi Lebih 1 2,3 Gizi Baik 37 86,0 Gizi Kurang 5 11,6 Indeks TB/U Tinggi 2 4,7 Normal 35 81,4 Pendek 6 14,0 Berdasarkan tabel 4, sebagian besar balita petani di Desa Jurug memiliki status gizi normal pada indeks BB/TB (86,0%), gizi baik pada indeks BB/U (86,0%), dan normal pada indeks TB/U (81,4%). E. Hubungan Ketahanan Pangan Keluarga dengan Tingkat Konsumsi Gizi Balita Tabel 5. Hasil Korelasi antara Ketahanan Pangan Keluarga dengan Tingkat Konsumsi Gizi Balita Variabel Ketahanan Pangan Keluarga Keberagaman Jenis Pangan Tingkat Konsumsi Energi Protein (n) (r) ρ 43 0,511 0,000* 0,304 0,048* Energi 0,235 0,129 43 Protein 0,139 0,376 Tabel 5 menunjukkan adanya hubungan bermakna antara ketahanan pangan keluarga dengan tingkat konsumsi balita, baik energi dan protein. Korelasi positif pada keduanya menandakan bahwa semakin tinggi tingkat ketahanan pangan keluarga maka akan semakin tinggi pula tingkat konsumsi energi dan protein pada balita.sebagian besar (83,3%) balita dengan tingkat konsumsi energi yang kurang cenderung berasal dari keluarga tahan pangan namun sebagian besar (60,7%) balita dengan tingkat konsumsi energi yang defisit cenderung berasal dari keluarga tidak tahan pangan. Rumah tangga petani di lokasi penelitian umumnya adalah rumah tangga yang memiliki pendapatan relatif rendah atau dibawah Upah Minimum Kabupaten (UMK) sehingga tingkat kesejahteraannya masih rendah.artinya rumah tangga petani masih mengeluarkan 123

bagian yang lebih besar untuk keperluan pangannya dan masih belum memprioritaskan terpenuhinya kecukupan gizi bagi keluarga. Status ketahanan pangan rumah tangga responden terbanyak adalah tidak tahan pangan yang berarti bahwa sebagian besar rumah tangga responden harus mengeluarkan sejumlah uang yang lebih banyak untuk memperoleh pangan yang dapat memenuhi kebutuhan mereka. 8 Ketergantungan yang tinggi pada beras sebagai sumber energi merupakan penyebab konsumsi energi yang belum mencukupi angka kecukupan energi. 9 Apabila konsumsi beras sebagai sumber energi utama kurang, maka akan berakibat pada rendahnya tingkat konsumsi energi. Ketahanan pangan tingkat keluarga mendukung tingkat konsumsi protein sehingga semakin baik ketahanan pangan keluarga maka tingkat konsumsi protein juga akan semakin baik. Lebihnya nilai tingkat konsumsi protein (111,5% AKG) disebabkan karena kecenderungan mengonsumsi tahu, tempe, telur, dan susu dalam jumlah yang cukup setiap harinya.hal ini dilatarbelakangi oleh faktor kemudahan dalam mendapatkan tahu, tempe, dan telur sehingga menjadi pilihan rumah tangga untuk dikonsumsi. F. Hubungan Keberagaman Jenis Pangan dengan Tingkat Konsumsi Gizi Hasil penelitian pada tabel 5 menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara keragaman jenis makanan dengan tingkat konsumsi energi (r = 0,235; ρ = 0,129) maupun (r = 0,139; ρ = 0,0,376). Tidak adanya hubungan disebabkan oleh balita dengan tingkat konsumsi energi dan protein pada masing-masing kategori memiliki kemungkinan yang sama pada keragaman jenis makanan yang tinggi ( 6 jenis makanan), sedang (4-5 jenis makanan) maupun rendah ( 3 jenis makanan).rata-rata responden mengonsumsi 4-5 kelompok pangan yang berbeda menandakan bahwa konsumsi pangan mereka menawarkan keragaman yang baik dalam zat gizi makro maupun mikro. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa keseluruhan balita dengan tingkat konsumsi energi yang defisit mengonsumsi makanan dengan keragaman yang rendah. Di sisi lain, sebagian besar (66,7%) balita dengan tingkat konsumsi protein yang baik justru mengonsumsi makanan dengan keragaman yang rendah. Variasi makanan dalam sehari yang didominasi oleh karbohidrat dan protein saja.sebagian ibu balita beranggapan bahwa dengan meminum susu maka telah menyempurnakan gizi balitanya sehingga dapat menutupi kekurangan gizi yang berasal dari sayur-sayuran yang jarang disukai balitanya. Penelitian yang dilakukan pada balita usia 12-23 bulan di Wilayah Pantura Kabupaten Brebes menemukan bahwa sebagian besar (63,9%) anak mengonsumsi makanan yang tidak beragam. Akibatnya terdapat sebanyak 56,7% anak dengan status gizi pendek mengalami kekurangan asupan energi dan 70,5% kekurangan asupan protein.penelitian lain 124

oleh Etylusfina menemukan bahwa terdapat hubungan keanekaragaman menu dengan tingkat konsumsi protein dan status gizi balita di Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan Medan Tuntungan. 10 Perbedaan hasil penelitian kemungkinan disebabkan oleh pengetahuan gizi ibu namun tidak diteliti. G. Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dengan Status Gizi Balita Adanya hubungan antara tingkat konsumsi energi dengan BB/TB balita pada tabel 6 terlihat dari keseluruhan balita dengan status gizi normal cenderung memiliki tingkat konsumsi energi yang kurang serta 68,4% lainnya defisit. Namun, sebagian besar (31,6%) balita gizi kurus mengalami defisit tingkat konsumsi energi. Tabel 6. Hasil Uji Korelasi antara Variabel-Variabel Bebas dengan Status Gizi Balita Variabel Tingkat Konsumsi Energi Tingkat Konsumsi Protein Ketahanan Pangan Keluarga Status Gizi (r) BB/TB 0,414 0,006* BB/U 0,043 0,785 TB/U 0,137 0,382 BB/TB 0,261 0,091 BB/U 0,183 0,240 TB/U 0,419 0,005* BB/TB 0,154 0,324 BB/U 0,320 0,036* TB/U 0,389 0,010* Tabel 6 menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat konsumsi energi dengan BB/U dan TB/U.Hasil tersebut menggambarkan balita dengan status gizi indeks BB/U maupun TB/U memiliki kemungkinan yang sama pada tingkat konsumsi energinya. Tidak adanya hubungan dimungkinkan karena frekuensi makan ρ responden yang kurang dari 3 hari sehari sehingga terdapat status gizi dalam kategori kurus. Perbedaan hasil penelitian kemungkinan disebabkan karena indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat kini dengan lebih sensitif dan spesifik.berat badan yang dinyatakan dalam BB/U sangat peka terhadap perubahan mendadak, baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun.tinggi badan kurang peka jika dipengaruhi oleh pangan dibandingkan dengan berat badan. Pengaruh defisiensi gizi terhadap tinggi badan akan tampak pada waktu yang relatif lama sehingga indeks TB/U menggambarkan status gizi masa lalu. 11 Balita yang mengalami gizi kurang dan tingkat konsumsi energi yang defisit disebabkan karena konsumsi beras sebagai sumber energi utama responden belum mencapai angka kecukupan energi. Kebiasaan balita yang tidak makan malam dan hanya mengonsumsi biskuit, roti, atau jajanan lainnya mengakibatkan terjadinya ketidak-seimbangan antara asupan energi dengan energi yang dikeluarkan H. Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Status Gizi Balita Tidak adanya hubungan tingkat konsumsi protein dengan BB/TB dan BB/U pada tabel 6 terlihat dari keseluruhan balita berstatus gizi normal pada indeks BB/TB mengalami kekurangan tingkat konsumsi protein. Namun di sisi lain, sebagian besar (27,8%) balita dengan gizi kurus justru memiliki tingkat konsumsi protein yang 125

baik. Sedangkan tidak adanya hubungan dengan BB/U terlihat dari sebagian besar (88,9%) balita dengan status gizi yang baik memiliki tingkat konsumsi protein yang baik. Di sisi lain, sebagian besar (50%) balita dengan malnutrisi (gizi kurang) mengalami kekurangan tingkat konsumsi protein.tidak adanya hubungan antara asupan protein dan status gizi kemungkinan karena adanya variabel yang tidak diteliti antara lain pendidikan, pengetahuan, dan pendapatan keluarga yang rendah. Berbeda dengan BB/TB dan BB/U, ada hubungan bermakna antara tingkat konsumsi protein dengan status gizi balita menurut indeks TB/U. Hal ini ditandai dengan sebagian besar (87%) balita dengan status gizi yang normal mengalami kelebihan tingkat konsumsi protein dan tidak ada yang mengalami kekurangan tingkat konsumsi protein. Namun, seluruh balita tidak normal mengalami kekurangan tingkat konsumsi protein. Tingginya tingkat konsumsi protein disebabkan karena balita yang menjadi responden mengonsumsi telur dan susu formula secara berlebihan. Frekuensi konsumsi telur lebih dari 2 kali sehari dan susu formula biasanya lebih dari 3 kali dengan jumlah takaran 4-5 sendok teh. Berdasarkan daya dukungnya bagi pertumbuhan badan dan pemeliharaan jaringan protein sempurna dapat bersumber dari makanan hewani. Gizi kurang pada anak balita menjadikan tubuh kurus dan pertumbuhannya terhambat terjadi karena kurang zat yang bersumber dari zat tenaga dan pembangun yang diperoleh melalui konsumsi makanan anak. 12 Jika terlalu berlebihan mengonsumsi protein juga akan sangat membebani kerja ginjal. Makanan yang tinggi proteinnya biasanya tinggi lemak pula sehingga menyebabkan obesitas. Kelebihan protein pada bayi dapat memberatkan kerja ginjal dan hati yang harus dimetabolisme dan juga dapat menyebabkan asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amonia darah, kenaikan ureum darah, dan demam. 13 I. Hubungan Ketahanan Pangan Keluarga dengan Status Gizi Balita Tidak adanya hubungan disebabkan oleh sebagian besar (93,3%) dengan status gizi baik indeks BB/U cenderung berasal dari keluarga balita yang tahan pangan namun sebagian besar (17,9%) balita malnutrisi (gizi kurang) cenderung berasal dari keluarga tidak tahan pangan.di sisi lain, ada hubungan antara ketahanan pangan keluarga dengan BB/U dan TB/U (ρ<0,05). Hal ini memiliki arti bahwa semakin baik ketahanan pangan keluarga maka semakin baik pula BB/U dan TB/U pada balita. Banyaknya responden yang bermata pencaharian sebagai buruh tani membuat ketersediaan dan akses mereka terhadap pangan tidak semudah keluarga pemilik lahan.keluarga buruh tani menggantungkan kebutuhan makanan pokoknya dari warung atau pasar yang dekat dengan tempat tinggalnya.tingkat kemudahan dalam memperoleh sumber pangan ini tentunya 126

mempengaruh tingkat kecukupan gizi keluarga, termasuk balitanya. Bila pola makan keluarga baik dan tidak mengalami pengurangan frekuensi dan ukuran makan, variasi makanan beragam serta tidak menderita penyakit atau infeksi maka tingkat kecukupan gizi keluarga akan baik pula. Dampak selanjutnya akan terjadi peningkatan status gizi yang baik bagi keluarga, khususnya bagi balita. Menurut Riyadi, kemiskinan dapat menyebabkan terjadinya ketersediaan pangan yang memburuk. Secara tidak langsung keadaan tersebut berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit, serta ketidakcukupan konsumsi energi dan zat gizi. 14 Berdasarkan hasil penelitian, keluarga dengan kondisi tidak tahan pangan lebih banyak memberikan dampak status gizi kurang (17,9%), status gizi kurus (17,9%), dan status gizi pendek (21,4%). Penyebabnya adalah pola makan dan asupan makan anak yang kurang baik.di samping itu, tingkat pendapatan yang tidak menentu bagi buruh tani menunjukkan status ekonomi yang rendah sehingga berpeluang terhadap kerawanan pangan. KESIMPULAN Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara ketahanan pangan keluarga dengan tingkat konsumsi energi dan protein, tingkat konsumsi energi dengan BB/TB, tingkat konsumsi protein dengan TB/U, dan ketahanan pangan keluarga dengan BB/U dan TB/U dengan nilai p<0,050. Tidak ada hubungan antara keragaman jenis makanan dengan tingkat konsumsi energi dan protein; tingkat konsumsi energi dengan BB/U dan TB/U; tingkat konsumsi protein dengan BB/TB dan BB/U; ketahanan pangan dengan BB/TB karena nilai p>0,050. DAFTAR PUSTAKA 1. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta: EGC; 2002. 2. Adisasmito W. Faktor Resiko Diare Pada Bayi dan Balita di Indonesia. Universitas Indonesia; 2007. 3. Kementerian Kesehatan RI. RISKESDAS 2013. Jakarta; 2013. 4. Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. Profil Kesehatan Kabupaten Boyolali Tahun 2014. 2014. 5. Suhardjo, Harper LJ, Deaton BJ, Driskel JA. Pangan, Gizi, dan Pertanian. Suhardjo, editor. Jakarta: UI Press; 2009. 6. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2012. 7. Soblia ET. Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga, Kondisi Lingkungan, Morbiditas, dan Hubungannya dengan Status Gizi Anak Balita pada Rumah Tangga di daerah Rawan Pangan Banjarnegara, Jawa Tengah. Bogor; 2009. 8. Amaliyah H, Handayani SM. Analisis Hubungan Proporsi Pengeluaran dan Konsumsi Pangan dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Padi di Kabupaten Klaten. SEPA. 2011;7 (2):110 8. 9. Yudaningrum A. Analisis Hubungan Proporsi Pengeluaran dan Konsumsi Pangan dengan 127

Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani di Kabupaten Kulon Progo. Universitas Sebelas Maret; 2011. 10. Zahraini Y. Analisis Biaya Minimum Makanan Bergizi dan Pemberian Makanan terhadap Status Gizi (12-23 Bulan) di Wilayah Pantura, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012. Universitas Indonesia; 2012. 11. Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2001. 12. Khayati S. Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita pada Keluarga Buruh Tani di Desa Situwangi Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara. Universitas Negeri Semarang; 2011. 13. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2009. 77-309 p. 14. Riyadi H. Materi Pokok Gizi dan Kesehatan Keluarga. Jakarta: Universitas Terbuka; 2006. 128