BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. bersifat nyata (Sarwono, 2002). Di kehidupan sehari-hari terdapat berbagai macam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada dimasyarakat dan biasanya dituntut untuk dilakukan (Staub, dalam Baron

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. sekelompok individu (Eisenberg, 1989). Hudaniah, 2006), menekankan bahwa perilaku prososial mencakup tindakantindakan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENGANTAR I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Sebagai makhluk sosial manusia tumbuh bersama-sama dan mengadakan

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan pepatah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Nilai kesetiakawanan,

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA. Arni Murnita SMK Negeri 1 Batang, Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

c. Pengalaman dan suasana hati.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh Kartini Kartono (1981) mengarikan perilaku (behavior) adalah respon

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB V DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penuh keramahan. Namun akhir-akhir ini banyak ahli yang harus berpikir

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN RUHANI DAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PADA SANTRI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. forum diskusi ilmiah, mempraktikkan ilmu pengetahuan di lapangan, dan. juga dibutuhkan pula oleh orang lain (Zuhri, 2011).

Salah satu perkembangan yang penting dalam kehidupan manusia adalah. masa perkembangan anak, yang merupakan masa pembentukan dan peletakan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terbiasa dengan perilaku yang bersifat individual atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA KARANG TARUNA DESA PAKANG NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan.

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Remaja. suatu konsep yang sekarang kita sebut sebagai remaja (adolescence). Ketika buku

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dijadikan sebagai sampel penelitian. sampel penelitian ini, dalam salah satu aspek prososial yaitu sharing,

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan organisasi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari

BAB II LANDASAN TEORI

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISTIK PADA SISWA SMK BINA PATRIA 2 SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB III METODE PENELITIAN. a. Variabel terikat (Y), yaitu Perilaku Prososial. b. Variabel bebas (X), yaitu Gender

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial Remaja. yang bersifat nyata (Sarwono, 2002).Perilaku merupakan respon individu terhadap

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial pada Remaja 1. Pengertian Perilaku Prososial pada Remaja Sears dkk. (1994: 47), berpendapat perilaku prososial adalah tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi oleh kepentingan sendiri tanpa mengharapkan sesuatu untuk diri si penolong itu sendiri. Perilaku prososial merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari (Sears dkk., 1994: 48). Menurut Gerungan (2002: 25) perilaku prososial adalah hubungan yang erat antara individu dengan lingkungan psikologis di sekelilingnya. Tingkah laku prososial adalah tindakan yang memiliki sifat-sifat positif bagi orang lain. Ada dua macam tindakan, yaitu membantu dan kerjasama. Psikolog biasanya menggunakan istilah tingkah laku yang mementingkan orang lain selain istilah tindakan yang membantu orang lain, menunjukkan bantuan yang diberikan pada orang lain tanpa mengharapkan keinginan-keinginan untuk diri sendiri (Watson, 1984: 272). Sedangkan menurut Bar-Tal (dalam Mahmud, 2003: 3) para psikolog menggunakan teori belajar sosial dalam mempelajari tingkah laku prososial yaitu melalui prinsip-prinsip modelling dan 11

12 reinforcement. Modelling adalah proses saat remaja belajar tingkah laku, khususnya tingkah laku prososial dengan mengamati dan meniru tingkah laku orang lain. Sedangkan reinforcement adalah proses penguatan yang bertujuan untuk memperkuat tingkah laku prososial. Berdasarkan uraian di atas, penulis mengambil sebuah pengertian bahwa perilaku prososial adalah sikap mementingkan orang lain dan menguntungkan orang lain yang dimotivasi oleh kepentingan sendiri tanpa mengharapkan sesuatu untuk diri si penolong itu sendiri. Sehingga memiliki sifat-sifat positif bagi orang lain baik secara fisik maupun secara psikologis. Masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak (Hurlock, 1994: 206). Gunarsa dan Gunarsa (1991: 96) membatasi usia remaja antara 11-21 tahun. Rentang usia tersebut dikelompokkan dalam tiga tahap perkembangan, yaitu: a. Usia 11-15 tahun merupakan masa persiapan fisik atau masa pubertas. b. Usia 15-18 tahun merupakan masa persiapan diri atau masa remaja tengah. c. Usia 18-21 tahun merupakan masa persiapan dewasa atau masa remaja akhir.

13 Berdasarkan uraian di atas dapat penulis ulangi bahwa remaja adalah masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa yang berlangsung dari usia 11-21 tahun. Kategori remaja yang dipakai dalam penelitian ini adalah remaja SMA yang menurut teori termasuk dalam kategori remaja tengah. Pada masa ini mereka lebih menyukai untuk berteman dan membentuk suatu kelompok dan mereka cenderung untuk memilih teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Berdasarkan teori di atas, yaitu teori yang menjelaskan tentang perilaku prososial dan teori yang menjelaskan tentang remaja, maka dapat penulis tegaskan kembali bahwa perilaku prososial pada remaja adalah sikap mementingkan orang lain dan menguntungkan orang lain yang dimotivasi oleh kepentingan sendiri tanpa mengharapkan sesuatu untuk diri si penolong itu sendiri yang dilakukan oleh remaja usia 11-21 tahun, sehingga mempunyai sifatsifat yang positif bagi orang lain baik secara fisik maupun secara psikologis. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Prososial Ada banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku prososial di dalam masyarakat, antara lain seperti yang diungkapkan oleh Sears dkk. (1994: 61-72) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku prososial, yaitu: a. Faktor situasi, meliputi: 1) Kehadiran orang lain

14 Kehadiran orang lain kadang-kadang dapat menghambat usaha untuk menolong, karena kehadiran orang yang begitu banyak menyebabkan terjadinya penyebaran tanggung jawab, misalnya dukungan sosial teman sebaya. 2) Kondisi lingkungan Kondisi lingkungan juga mempengaruhi kesediaan untuk membantu. Keadaan fisik ini meliputi: cuaca, ukuran kota dan derajat kebisingan. 3) Tekanan waktu Penelitian Darley dan Batson (Sears dkk., 1994: 64) membuktikan bahwa kadang-kadang seseorang berada dalam keadaan tergesa untuk menolong. Keadaan ini menekan subyek untuk tidak melakukan tindakan menolong, karena memperhatikan keuntungan dan kerugian. b. Faktor karakteristik penolong, meliputi: 1) Kepribadian Kepribadian tiap individu berbeda-beda, ada yang mempunyai kebutuhan tinggi untuk dapat diakui oleh lingkungannya, dan ada yang mempunyai kebutuhan untuk menjadi pengasuh. Kebutuhan itu akan memberikan corak yang berbeda dan memotivasi subyek untuk memberikan pertolongan, walaupun kadang motivasi itu salah, misalnya

15 seseorang yang suka memberikan bantuan kepada orang lain kemudian ingin diakui oleh lingkungannya. Keharmonisan keluarga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam pembentukan kepribadian seseorang karena dalam keluargalah kepribadian tiap orang pertama kali dibentuk. 2) Suasana hati Bila suasana hati yang buruk menyebabkan kita memusatkan perhatian pada diri kita sendiri dan kebutuhan kita sendiri, maka keadaan itu akan mengurangi kemungkinan untuk membantu orang lain. Di lain pihak, bila kita berpikir bahwa menolong orang lain bisa membuat kita merasa lebih baik sehingga mengurangi suasana hati kita yang buruk, mungkin kita lebih cenderung memberikan bantuan. 3) Rasa bersalah Rasa bersalah merupakan perasaan gelisah yang timbul bila kita melakukan sesuatu yang kita anggap salah. Keinginan untuk mengurangi rasa bersalah bisa menyebabkan kita menolong orang yang kita rugikan, atau berusaha menghilangkannya dengan melakukan tindakan yang baik. 4) Distress diri dan rasa empatik Distress diri adalah reaksi pribadi kita terhadap penderitaan orang lain, perasaan cemas, prihatin, tidak berdaya, atau perasaan apapun yang kita alami.

16 Empatik adalah perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagai pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan orang lain. c. Faktor orang yang membutuhkan pertolongan, meliputi: 1) Menolong orang yang disukai Sebenarnya rasa suka individu terhadap orang lain dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti daya tarik fisik dan kesamaan. 2) Menolong orang yang pantas ditolong Individu lebih cenderung menolong orang lain bila individu yakin bahwa penyebab timbulnya masalah berada di luar kendali orang tersebut. Sedangkan menurut Dayakisni dan Hudaniah (2003: 178) terdapat beberapa faktor yang mendasari seseorang untuk bertindak prososial, yaitu: 1. Self-again Harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari sesuatu, misalnya ingin mendapatkan pengakuan, pujian atau takut dikucilkan. 2. Personal values and norms Adanya nilai-nilai dan norma sosial yang diinternalisasikan oleh individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai-nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial, seperti

17 berkewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan serta adanya norma timbal balik, orang tua pun dapat mengidentifikasikan dirinya dengan anak-anaknya dalam keadaan-keadaan tertentu melalui norma-norma yang diterapkan dalam keluarga sehingga terjadilah keadaan timbal balik yang merupakan ciri-ciri khas tiap-tiap interaksi sosial. 3. Empathy Kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain. Kemampuan untuk empati ini erat kaitannya dengan pengambil-alihan peran. Jadi prasyarat untuk mampu melakukan empati, individu harus memiliki kemampuan untuk melakukan pengambilan peran. Berdasarkan uraian di atas, penulis menentukan kembali bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku prososial meliputi: faktor situasi, faktor karakteristik penolong, faktor orang yang membutuhkan pertolongan, faktor self-again, faktor personal values and norms serta faktor empathy. 3. Aspek-Aspek Perilaku Prososial Menurut Mussen (1980: 360) perilaku prososial memiliki beberapa aspek yaitu: a. Berbagi (Sharing), yaitu kesediaan untuk berbagi perasaan dengan orang lain dalam suasana suka maupun duka.

18 b. Menolong (Helping), yaitu kesediaan menolong orang lain yang sedang dalam kesulitan. Menolong meliputi membantu orang lain atau menawarkan sesuatu yang menunjang berlangsungnya kegiatan orang lain. c. Berderma (Donating), yaitu kesediaan untuk memberikan secara sukarela sebagian barang miliknya kepada orang yang membutuhkan. d. Kerjasama (Cooperating), yaitu merupakan kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain demi tercapainya suatu tujuan. Kerjasama biasanya saling menguntungkan, saling memberi, saling menolong dan menenangkan. e. Jujur (Honesty), yaitu kesediaan untuk berkata jujur dan tidak berbuat curang terhadap orang lain. Menurut Staub (dikutip oleh Dayakisni dan Hudaniah, 2003: 177-178) ada tiga indikator yang menjadi tindakan prososial, yaitu: 1. Tindakan itu berakhir pada dirinya dan tidak menuntut keuntungan pada pihak pelaku. 2. Tindakan itu dilakukan secara sukarela. 3. Tindakan itu menghasilkan kebaikan. Sedangkan menurut Mussen (dikutip Dayakisni dan Hudaniah, 2003: 177) aspek-aspek perilaku prososial adalah: 1. Sharing

19 Kesediaan berbagi perasaan dengan orang lain dalam suasana suka maupun duka. Sharing diberikan bila penerima menunjukkan kesukaran sebelum ada tindakan melalui dukungan. 2. Cooperative (bekerjasama) Bekerjasama dengan orang lain demi tercapainya suatu tujuan. Cooperative biasanya saling menguntungkan, saling memberi, saling menolong dan menenangkan. 3. Donating (memberi atau menyumbang) Kesediaan berderma, memberi secara sukarela sebagian barang miliknya untuk orang membutuhkan. 4. Helping (menolong) Kesediaan untuk menolong orang lain yang sedang dalam kesulitan meliputi membantu orang lain, memberitahu, menawarkan bantuan kepada orang lain atau menawarkan sesuatu yang menunjang berlangsungnya kegiatan orang lain. 5. Honesty (kejujuran) Kesediaan untuk tidak berbuat curang terhadap orang lain. 6. Generosity (kedermawanan) Kedermawanan hampir sama dengan donating. 7. Mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain.

20 Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa aspek-aspek yang berpengaruh dalam perilaku prososial adalah berbagi (sharing), menolong (helping), berderma (donating), kerjasama (cooperating), dan jujur (honesty). Akan tetapi dalam penelitian ini, penulis merasa sangat perlu menegaskan kembali bahwa aspek yang akan digunakan adalah aspek berbagi (sharing), menolong (helping), dan berderma (donating). Penulis hanya menggunakan tiga aspek, dikarenakan ketiga aspek tersebut sudah mewakili aspek-aspek lainnya dan penjabarannya cukup jelas serta terperinci. Aspek kejujuran tidak disertakan karena masalah kejujuran (honesty) sulit untuk diungkapkan melalui aitem-aitem tertulis. Sedangkan aspek kerjasama (cooperation) tidak dimasukkan karena sudah tercakup dalam aspek berbagi (sharing). B. Keharmonisan Keluarga 1. Pengertian Keharmonisan Keluarga Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1991: 26) bahwa keluarga merupakan kelompok sosial yang bersifat abadi, dikukuhkan dalam hubungan perkawinan yang memberikan pengaruh keturunan dan lingkungan sebagai dimensi penting serta ruang lain bagi anak dan merupakan tempat yang penting bagi anak dalam memperoleh dasar untuk membentuk kemampuan agar kelak menjadi orang yang berhasil di masyarakat. Hal ini berarti apa yang didapatkan remaja di dalam

21 keluarga akan dibawa di dalam lingkungan sosialisasinya, yaitu dalam masyarakat. Bagaimanapun juga keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat. Liwidjaja & Kuantaraf (1999: 85) mengatakan bahwa keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang mempunyai fungsi pokok sebagai berikut: a. Sebagai wadah berlangsungnya sosialisasi primer yakni di masa anak-anak didik untuk memahami dan menganut kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat. b. Sebagai unit yang mengatur hubungan seksual yang seyogyanya. c. Sebagai unit sosial ekonomis yang membentuk dasar kehidupan sosial ekonomi bagi anak. d. Sebagai wadah tempat berlindung agar supaya kehidupan berlangsung secara tertib dan tenteram, sehingga merasa hidup dalam kedamaian. Sedangkan Yatim (dalam Irwanto, 1986: 72) mengatakan bahwa keluarga sebagai unit masyarakat terkecil dan merupakan ladang asal mula tumbuh kembangnya individu. Di dalam suatu masyarakat terdapat norma-norma umum dan di dalam keluarga terdapat nilai-nilai, sikap serta harapan-harapan terhadap para anggotanya yang tidak selalu sama dengan keluarga lain, hal ini menghasilkan individu yang berbeda-beda.

22 Menurut Gerungan (2002: 199) keharmonisan keluarga adalah keutuhan keluarga, yaitu terdapat ayah, ibu dan anak, serta adanya keutuhan interaksi keluarga, yaitu interaksi yang wajar dan tidak ada sikap saling bermusuhan antara anggota keluarga. Untuk mempertegas pendapat tersebut, Gunarsa dan Gunarsa (1991: 204) mengatakan bahwa suatu keluarga dikatakan harmonis bila seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai dengan berkurangnya ketegangan, kekecewaan dan kepuasan terhadap seluruh keadaan dan keberadaan diri anggota keluarga yang meliputi aspek fisik, mental, sosial dan emosi. Dengan demikian penulis kemudian memberikan pengertian bahwa keharmonisan keluarga adalah timbulnya perasaan bahagia dan tidak ada sikap saling bermusuhan antara anggota keluarga karena adanya interaksi yang wajar. Tidak ada sikap saling bermusuhan, berkurangnya ketegangan, kekecewaan dan kepuasan terhadap seluruh keadaan dan keberadaan diri anggota keluarga yang meliputi aspek fisik, mental, sosial dan emosi. 2. Aspek Keharmonisan Keluarga Menurut Sugarman dan Mashester (dalam Ristianti, 2005: 21-22) aspek keharmonisan keluarga meliputi: a. Aspek Emosional Aspek ini menunjuk pada adanya suasana yang hangat dan penuh pengertian, sehingga akan terpuaskan kebutuhan

23 perhatian, afeksi, penghargaan yang akan mendukung kematangan di dalam perkembangan kehidupan emosional. Suasana dan sikap hubungan yang dingin dan kurang mengerti perasaan orang lain. b. Aspek Sosial Dua insan yang bersatu dalam rumah tangga, masing-masing memiliki lingkungan keluarga dan teman-teman yang berbeda dan sudah berlangsung lama. Mereka berusaha menjaga hubungan yang sudah ada tersebut dan berusaha mencoba mengubah sesuai dengan keadaan yang baru. Perubahan ini merupakan bagian terpenting dalam meletakkan dasar bagi perkawinan yang baik. c. Aspek Seksual Dalam pengalaman seksual, setiap pasangan peka atau rentan, karena baik suami ataupun istri mungkin takut untuk membicarakan masalah tersebut. Keadaan yang harus diperhatikan ialah menciptakan suatu keadaan agar pasangan tersebut dapat merasa aman. d. Aspek Intelektual Faktor inteligensi dan pendidikan yang berbeda sering menyulitkan, sehingga terkadang suami-istri kurang mengerti untuk menyenangkan pasangannya. Mereka perlu

24 mengembangkan kemampuan mengenal perasaan pasangannya, suasana perasaan dan saling menyelaraskan diri. e. Aspek Rekreasi Rekreasi sangat diperlukan untuk kehidupan yang seimbang, karena tugas suami-istri tidak hanya belajar bekerjasama tetapi juga belajar untuk menjelaskan persoalan dan juga menurunkan kadar konflik. Gunarsa dan Gunarsa (1991: 204) mengatakan bahwa aspek keharmonisan keluarga meliputi aspek fisik, aspek mental, aspek sosial dan aspek emosi. Menurut Mulyono (1984: 53) ada beberapa aspek dalam keharmonisan keluarga, yaitu: 1. Mendorong minat anak untuk mengembangkan bakat. Orang tua memberikan dorongan dan kebebasan pada anak untuk membuat keputusan sendiri serta memilih kemampuan untuk tumbuh sendiri dan menghargai apa yang menjadi keputusan dalam pengembangan minatnya. 2. Melatih hidup disiplin sejak kecil tanpa menggunakan kekerasan atau paksaan yang mengakibatkan jiwa anak menjadi kecil. 3. Kesempatan untuk berdialog. 4. Menanamkan nilai-nilai religius pada anak. Berdasarkan uraian di atas, penulis merujuk pada pendapat terakhir (Mulyono, 1984: 53) yakni bahwa aspek-aspek keharmonisan keluarga meliputi mendorong minat anak untuk mengembangkan

25 bakat, melatih hidup disiplin sejak kecil tanpa menggunakan kekerasan atau paksaan yang mengakibatkan jiwa anak menjadi kecil, kesempatan untuk berdialog serta menanamkan nilai-nilai religius pada anak. Keempat aspek ini akan digunakan dalam penyusunan skala keharmonisan keluarga. C. Dukungan Sosial Teman Sebaya 1. Pengertian Dukungan Sosial Teman Sebaya Manusia sebagai makhluk sosial keberadaannya selalu membutuhkan dan dibutuhkan orang lain. Interaksi timbal balik ini pada akhirnya akan menciptakan hubungan ketergantungan satu sama lain. Kehadiran orang lain dalam kehidupan pribadi seseorang begitu diperlukan dalam situasi ini. Chaplin (2000: 495) menyatakan dukungan sosial memberikan dorongan atau pengorbanan, semangat atau nasehat kepada orang lain dalam satu situasi. Menurut Gottlieb (dikutip Smet, 1994: 135) bahwa dukungan sosial dapat diberikan dalam bentuk informasi atau nasehat, verbal atau non verbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Sedangkan Coob (dikutip Smet, 1994: 136) berpendapat bahwa dukungan sosial merupakan informasi yang menuntut seseorang

26 untuk meyakini bahwa ternyata dirinya masih diurus dan disayangi. Setiap informasi apapun dari lingkungan sosial yang mempersiapkan persepsi subyek bahwa ia menerima efek positif, penegasan atau bantuan menandakan ungkapan dukungan sosial (Gottlieb dikutip Smet, 1994: 136). Berdasarkan pendapat di atas, maka kemudian penulis perlu memantapkan kembali bahwa pengertian dukungan sosial adalah pemberian informasi, semangat atau nasehat lewat bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran orang lain yang mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima kepada individu yang tengah menghadapi satu situasi sehingga si penerima merasa dirinya masih diurus dan disayangi. Teman sebaya merupakan faktor penting dalam kehidupan remaja. Hal ini dikarenakan remaja menganggap bahwa teman-teman lebih dapat memahami keinginannya. Oleh sebab itu remaja ingin menghabiskan waktu dengan teman-temannya sebagai kelompok (Hurlock, 1994: 231). Morrish (dikutip Santrock, 2003: 221) menyatakan bahwa kelompok teman sebaya adalah kelompok yang terdiri atas sejumlah individu yang mempunyai persamaan. Persamaan yang penting terutama terdiri dari persamaan usia dan status sosialnya.

27 Sedangkan menurut Mappiare (1990: 157) secara gradual remaja meninggalkan rumah dan bergaul secara luas dalam lingkungan sosial. Pergaulan meluas melalui terbentuknya kelompok teman sebaya (peer group) sebagai suatu wadah penyesuaian. Selanjutnya, ia juga mengemukakan bahwa teman sebaya adalah kelompok sosial yang terdiri dari unsur status yang sama pada kategori yang dimiliki dan mempunyai kecenderungan pada nilai-nilai namun tidak ada peraturan resmi. Dari uraian di atas dapat penulis artikan bahwa teman sebaya adalah suatu kelompok sosial yang terdiri dari beberapa orang dengan usia relatif sama. Mereka saling mengenal, berinteraksi dalam lingkungan sosialnya serta mengadakan penyesuaian diri. Berdasarkan beberapa teori di atas, maka perlu penulis tegaskan bahwa dukungan sosial teman sebaya adalah pemberian informasi, semangat atau nasehat lewat bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran orang lain yang mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima kepada individu yang tengah menghadapi satu situasi sehingga si penerima merasa dirinya masih diurus dan disayangi yang dilakukan suatu kelompok sosial yang terdiri dari beberapa orang dengan usia relatif sama. Mereka saling mengenal, berinteraksi dalam lingkungan sosialnya serta mengadakan penyesuaian diri.

28 2. Jenis Dukungan Sosial Teman Sebaya Menurut Hardjana (dalam Sarwono, 1994: 83-84) ada empat jenis dukungan sosial, yaitu: a. Dukungan Emosional (emotional support) Berupa ungkapan perhatian, simpati dan keprihatinan. Dukungan emosional membuat orang yang menerimanya merasa dipahami, diterima keberadaan dan keadaannya. b. Dukungan Penghargaan (esteem support) Melalui dukungan penghargaan, orang menyatakan penghargaan dan penilaian positif terhadap orang lain. Dukungan penghargaan mengembangkan harga diri dan rasa percaya diri pada orang yang menerimanya. c. Dukungan Instrumental (instrumental support) Merupakan dukungan yang berupa bantuan langsung, baik berupa benda maupun tenaga. Dukungan instrumental dapat membuat orang menjadi lebih siap menghadapi sesuatu. d. Dukungan Informasional (informational support) Dukungan ini meliputi pemberian penjelasan, nasehat, pengarahan dan saran. Dukungan ini dapat memberi arah bertindak dan inspirasi dalam menghadapi sesuatu. Menurut House (dalam Smet, 1994: 136) ada empat jenis dukungan sosial, yaitu:

29 a. Dukungan Emosional Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Misalnya: umpan balik dan penegasan. b. Dukungan Penghargaan Terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk orang lain, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif orang itu dengan orang-orang lain, seperti orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah penghargaan diri). c. Dukungan Instrumental Mencakup bantuan langsung, seperti kalau orang-orang memberi pinjaman uang kepada orang itu atau menolong dengan pekerjaan pada waktu mengalami stress. d. Dukungan Informatif Mencakup memberi nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran atau umpan balik. Berdasarkan uraian di atas penulis menegaskan bahwa jenisjenis dukungan sosial mencakup dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan informatif. Keempat jenis dukungan sosial ini akan digunakan untuk menyusun skala dukungan sosial teman sebaya.

30 D. Hubungan antara Keharmonisan Keluarga dan Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Perilaku Prososial pada Remaja 1. Keterkaitan antara Keharmonisan Keluarga dengan Perilaku Prososial pada Remaja Menurut Gerungan (2002: 25) perilaku prososial adalah hubungan yang erat antara individu dengan lingkungan psikologis di sekitarnya. Tingkah laku prososial adalah tindakan yang memiliki sifat-sifat positif bagi orang lain. Ada dua macam tindakan, yaitu membantu dan kerjasama. Psikolog biasanya menggunakan istilah tingkah laku yang mementingkan orang lain selain istilah tindakan yang membantu orang lain, menunjukkan bantuan yang diberikan pada orang lain tanpa mengharapkan keinginan-keinginan untuk diri sendiri (Watson, 1984: 272). Ada beberapa faktor di dalam perilaku prososial, faktorfaktor tersebut sangat berpengaruh dalam pembentukan perilaku prososial, terutama pada remaja, dikarenakan masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Salah satu faktor yang berpengaruh dalam pembentukan perilaku prososial pada remaja adalah keharmonisan keluarga. Sikap remaja terhadap perilaku prososial tidak lepas dari keadaan keluarganya. Keluarga merupakan lingkungan yang pertama kali dikenal oleh remaja, karena dalam keluarga seorang remaja mulai diperkenalkan dengan nilai-nilai dan sikap yang terdapat dalam masyarakat dan dianut oleh masyarakat.

31 Pembentukan perilaku prososial anak, dimulai sejak awal kehidupan dalam sistem keluarga. Bila orang tua dalam mengasuh anaknya dapat memberikan kehangatan dan memberikan rasa percaya pada anak, sehingga anak memiliki penghayatan rasa percaya yang memadai pada dirinya, maka ini akan menjadi dasar bagi peluang terbentuknya hubungan sosial yang lebih luas. Pengalaman ini merupakan modal penting untuk dikemudian hari anak membina relasi dengan orang lain (Edwina, 2002: 13). Menurut Gerungan (2002: 199) keharmonisan keluarga adalah keutuhan keluarga, yaitu terdapat ayah, ibu dan anak serta adanya keutuhan interaksi keluarga, yaitu interaksi yang wajar dan tidak ada sikap saling bermusuhan antara anggota keluarga. Ketidak-harmonisan suatu keluarga mempunyai pengaruhpengaruh negatif terhadap perkembangan sosial anak, antara lain seperti penelitian yang dilakukan R. Stury (dalam Gerungan, 2002: 185) melaporkan bahwa 63% dari anak nakal dalam suatu lembaga pendidikan anak delinkuen berasal dari keluarga-keluarga yang tidak harmonis. Seorang anak digolongkan delinkuen apabila tampak padanya kecenderungan-kecenderungan anti sosial. Dari uraian di atas, maka penulis berpendapat bahwa keluarga yang harmonis berpengaruh dalam pembentukan perilaku prososial bagi remaja. Keharmonisan keluarga dapat membentuk sikap positif remaja terhadap perilaku prososial.

32 2. Keterkaitan antara Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Perilaku Prososial pada Remaja Menurut Bar-Tal (dalam Mahmud, 2003: 3) para psikolog menggunakan teori belajar sosial dalam mempelajari tingkah laku prososial yaitu melalui prinsip-prinsip modelling dan reinforcement. Modelling adalah proses saat remaja belajar tingkah laku, khususnya tingkah laku prososial dengan mengamati dan meniru tingkah laku orang lain. Sedangkan reinforcement adalah proses penguatan yang bertujuan untuk memperkuat tingkah laku prososial. Dukungan sosial teman sebaya merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam pembentukan perilaku prososial pada remaja. Dukungan sosial dapat diartikan sebagai dukungan yang dapat diberikan dalam bentuk informasi atau nasehat, verbal atau non verbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima (Gottlieb dikutip Smet, 1994: 135). Sedangkan teman sebaya merupakan faktor penting dalam kehidupan remaja, karena remaja menganggap bahwa temanteman lebih dapat memahami keinginannya. Oleh sebab itu remaja ingin menghabiskan waktu dengan teman-temannya sebagai kelompok (Hurlock, 1994: 231). Selain itu ada tanggapan emosi rasa memiliki berhubungan dengan perilaku prososial, di mana pertimbangan moral hanya

33 berhubungan dengan hasil sebelumnya, barangkali karena orientasi rekan sebaya pada kebanyakan dilema-dilema pertimbangan moral (Miller dkk., 1996: 219). Dari uraian di atas dapat penulis tekankan bahwa remaja membutuhkan dukungan sosial yang positif dari teman sebaya terhadap perilaku prososial terhadap remaja. Adanya dukungan sosial yang positif dapat menimbulkan sikap yang positif remaja terhadap perilaku prososial. E. Kerangka Teoritik Sebagaimana telah dijelaskan bahwa perilaku prososial merupakan segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan seseorang untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motifmotif si penolong (Sears, dkk., 1991: 47). Sebelum seseorang dapat berperilaku prososial tentu saja terdapat suatu pengaruh lingkungan, dalam penelitian ini yaitu keharmonisan keluarga dan dukungan sosial teman sebaya. Sebagaimana dijelaskan dalam teori belajar sosial Albert Bandura bahwa dalam mempelajari perilaku prososial, yaitu melalui prinsip modelling dan reinforcement (Bar-Tal dalam Mahmud, 2003: 3). Karena sebagian besar tingkah laku individu diperoleh dari hasil belajar melalui pengamatan atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu-individu lain yang menjadi model, sementara itu untuk

34 reinforcement sendiri berperan sebagai penguat dari tingkah laku yang telah dipelajari. Keharmonisan keluarga adalah timbulnya perasaan bahagia dan tidak ada sikap saling bermusuhan antara anggota keluarga karena adanya interaksi yang wajar. Hal ini dapat dikatakan bahwa titik awal seorang individu mendapatkan pengajaran tentang bagaimana ia akan memperlakukan individu lain atau kumpulan individu sama seperti perlakuan yang telah diberikan oleh lingkungan keluarga pada dirinya atau dengan kata lain perlakuan yang telah diterimanya. Ditambah lagi, keharmonisan keluarga yang terkandung tersebut yaitu tidak adanya sikap saling bermusuhan, berkurangnya ketegangan, kekecewaan dan kepuasan terhadap seluruh keadaan dan keberadaan diri anggota keluarga yang meliputi aspek fisik, mental, sosial dan emosi, yang mana demikian ini dapat lebih mendukung munculnya perilaku-perilaku prososial yang dikembangkan oleh individu tersebut. Sementara itu, dukungan sosial teman sebaya adalah pemberian informasi, semangat atau nasehat lewat bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran orang lain yang mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima kepada individu yang tengah menghadapi satu situasi sehingga si penerima merasa dirinya masih diurus dan disayangi yang dilakukan suatu kelompok sosial yang

35 terdiri dari beberapa orang dengan usia relatif sama. Dengan adanya dukungan sosial tersebut seseorang akan lebih merasa mampu untuk melakukan sesuatu dalam menghadapi satu situasi. Apabila dukungan tersebut ditujukan untuk perilaku prososial, maka dapat diprediksikan akan lebih meningkatkan frekuensi terjadinya perilaku prososial yang dilakukan oleh individu. Sebagaimana penjelasan di atas maka dapat digambarkan kerangka berpikir sebagai berikut. Keharmonisan keluarga Dukungan sosial teman sebaya individu Perilaku prososial Bagan 1: gambaran perilaku prososial individu yang dilatarbelakangi oleh adanya keharmonisan keluarga dan dukungan sosial dari teman sebaya. Bagan di atas merupakan gambaran perilaku prososial individu yang dilatarbelakangi oleh adanya keharmonisan keluarga dan dukungan sosial teman sebaya. Jadi, unsur keharmonisan keluarga dan dukungan sosial teman sebaya dapat dijadikan acuan melihat individu dalam berperilaku prososial.

36 F. Hipotesis Berdasarkan uraian di atas penulis mengajukan hipotesis atau jawaban sementara sebagai berikut: 1. Hipotesis mayor (utama): Ada hubungan antara keharmonisan keluarga dan dukungan sosial teman sebaya dengan perilaku prososial remaja di SMAN 2 Jombang. 2. Hipotesis minor (tambahan): a. Ada hubungan antara keharmonisan keluarga dengan perilaku prososial remaja di SMAN 2 Jombang. Semakin harmonis suatu keluarga, maka semakin positif perilaku prososial pada remaja. b. Ada hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan perilaku prososial remaja di SMAN 2 Jombang. Semakin positif dukungan sosial yang diterima dari teman sebaya, maka semakin positif perilaku prososial pada remaja.