BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Cisolok Kabupaten Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TinjauanPustaka A. Definisi Sasi

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2009 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015

Desentralisasi dan Pengelolaan Sumber Daya Laut

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH DESA KUCUR

BAB I PENDAHULUAN. ilmu sosial yang sangat penting. Masyarakat atau komunitas desa yang syarat

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. (1968) disebut sebagai tragedi barang milik bersama. Menurutnya, barang

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

MENUJU POLA PENGUASAAN TANAH YANG MERATA DAN ADIL

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

[Type the document subtitle]

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG

Ketika Budaya Sasi Menjaga Alam Tetap Lestari

Tenggara yakni Malaysia, Singapura, dan Brunai Darusalam. Oleh karena itu perlu ditetapkan berbagai langkah kebijakan pengendaliannya.

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaannya diserahkan hukum adat (Pasal 1 UU No.41 tahun 1999). Masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan konservasi di Indonesia baik darat maupun laut memiliki luas

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA TENGAH

LAMPIRAN KERTAS POSISI WWF INDONESIA TENTANG PEMANFAATAN TRADISIONAL SUMBER DAYA ALAM UNTUK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN KONSERVASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI

HAK ULAYAT MASYARAKAT DALAM KETENTUAN HAK PENGUSAHAAN PERAIRAN PESISIR (HP3)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR -3 TAHUN 2006 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Dari ketiga

I. PENDAHULUAN. Program pembangunan di Indonesia telah berlangsung kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan, luas wilayah lautnya lebih besar

BAB 1 PENDAHULUAN. hukum adalah qonditio sine quanon, syarat mutlak bagi masyarakat. 1

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

I. PENDAHULUAN. melaksanakan usaha-usaha yang paling baik untuk menghasilkan pangan tanpa

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.


BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG

BAB 9 IMPLIKASI KEBIJAKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk diperhatikan. Karena akhir-akhir ini eksploitasi terhadap sumberdaya pesisir dan laut semakin mengarah pada penggunaan armada dan alat penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut lebih bersifat merusak demi memperoleh keuntungan sesaat yang lebih besar tanpa memperhatikan aspek konservasi dan keseimbangan ekosistem. Sumberdaya pesisir dan laut merupakan suatu potensi yang cukup menjanjikan untuk mendukung tingkat perekonomian masyarakat terutama bagi nelayan. Konsekuensi logis dari sumberdaya pesisir dan laut sebagai sumberdaya milik bersama (common property) dan terbuka untuk umum (open acces) maka pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut dewasa ini semakin meningkat hampir semua wilayah. Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut sekarang ini semakin ketat, sehingga masyarakat pesisir selalu berusaha untuk menggunakan armada dan peralatan tangkap yang modern. Usaha-usaha yang dilakukan oleh masyarakat pesisir selalu dihubungkan dengan peningkatan pendapatan agar menjamin kehidupan yang lebih baik. Pengelolaan berbasis masyarakat akan memberikan insentif bagi masyarakat untuk mandiri melalui lembaga lokal. Masyarakat yang akan menentukan keberlanjutan dari sumberdaya alam yang dimiliki di wilayahnya. Oleh karena itu, peran masyarakat begitu penting untuk menyepakati dan menjalankan norma dan aturan dalam pengelolaan 1

2 sumberdaya pesisir dan laut. Norma dan aturan tersebut menjadi acuan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut karena pada dasarnya muncul dari inisiatif masyarakat lokal. Saat ini terjadi peningkatan usaha penangkapan dalam memenuhi kebutuhan seharihari, baik bagi masyarakat pesisir maupun permintaan pasar. Di sisi lain hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat agar bisa menjaga kelestarian ekosistem pesisir dan laut. Dengan demikian bisa menunjang kehidupan yang lebih baik untuk masa yang akan datang. Sebagai akibat pemanfaatan sumberdaya pesisir dan sekitarnya jauh lebih besar dari daya dukung lingkungan (over eksploitation) yang lebih mengarah ke kerusakan (destruction), maka perlu perhatian dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan yang baik. Namun sampai saat ini partisipasi masyarakat masih sangat rendah dalam hal perlindungan dan pelestarian sumber daya pesisir dan laut. Partisipasi masyarakat pesisir sebagai stakeholders utama sumberdaya pesisir dan laut adalah faktor yang sangat menentukan khususnya dalam pendekatan pengelolaan dengan melaksanakan proses co-management berbasis komunitas dan dilakukan secara partisipatif. Salah satu pemanfaatan dan mobilisasi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya pesisir adalah mengintegrasikan kearifan lokal setempat dalam upaya pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. Di banyak tempat/daerah di Timor-Leste terdapat kebiasaan adat istiadat yang selalu dan terus menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal/tradisional. Hal itu ternyata cocok dan efektif dalam menjaga keberlangsungan kehidupan sumberdaya pesisir dan laut. Kebijakan pengembangan kawasan pesisir yang dilaksanakan selama ini sering bersifat parsial dan berpola top-down. Dengan demikian sering kali kurang atau bahkan tidak mencerminkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat lokal, dan tidak berpola bottom-up.

3 Sementara itu dalam implementasinya, kurang mendayagunakan potensi yang ada secara optimal termasuk nilai-nilai kearifan lokal yang selama ini menjadi bagian dari kehidupan bermasyarakat di wilayah pesisir. Aktivitas masyarakat pesisir seringkali berdampak negatif bagi kelestarian sumberdaya pesisir dan laut. Penggunaan pupuk kimia atau pestisida di lahan pertanian daerah pesisir, penggunaan peralatan dan cara tangkap tradisional yang merusak, tumpahan minyak dari mesin kapal dapat menyebabkan pencemaran tanah, air berpotensi merusak terumbu karang serta hutan bakau. Upaya penanganan permasalahan di wilayah pesisir perlu mengintegrasikan kearifan lokal masyarakat pesisir sebagai bentuk pertisipasi masyarakat dalam konservasi sumberdaya pesisir dan laut. Kearifan lokal atau kearifan tradisional adalah merupakan pengetahuan yang secara turun temurun dimiliki oleh masyarakat lokal dalam mengolah lingkungan hidupnya, yaitu pengetahuan yang melahirkan perilaku sebagai hasil dari adaptasinya terhadap lingkungannya, yang mempunyai implikasi positif terhadap kelestarian lingkungan (Lamech dan Prioyulianto, 1995). Berbagai macam tabu/pantangan adat, upacara-upacara tradisional, dan berbagai tradisi lainnya yang dimiliki oleh banyak suku adat di berbagai daerah, apabila dikaji maka dapat mengungkapkan pesan-pesan budaya yang besar manfaatnya bagi upaya pelestarian lingkungan hidup. Tradisi dan kearifan lokal merupakan bukti adanya ikatan antara manusia dengan lingkungan sekitar, sehingga melahirkan pengetahuan dan pikiran bagaimana memperlakukan alam dan lingkungannya. Mesyarakat menyadari betul akan segala perubahan dalam lingkungan sekitar dan mampu mengatasinya demi menjaga keselarasan hubungan antara manusia dan alam. Salah satu cara ialah dengan mengembangkan sikap, gaya hidup, dan tradisi-tradisi yang mempunyai implikasi positif terhadap pemeliharaan dan pelestarian

4 lingkungan hidup (Salim, 2008). Tradisi-tradisi inilah yang disebut sebagai salah satu aplikasi sebuah kearifan lokal. Untuk memperkuat implementasi kearifan-kearifan lokal maka Pemerintah Timor- Leste telah menertibkan Undang-Undang Lingkungan Hidup (Lei Baze Ambiente) no. 26 tahun 2012, dimana pada pasal 8 negara mengakui pentingnya kearifan lokal sebagai suatu budaya dan mekanisme tradisional untuk mengatur hubungan antara manusia dengan lingkungan sekitarnya. Pada pasal ini pemerintah menjamin efektivitas dari implementasi kearifan lokal untuk melindungi dan melestarikan sumberdaya alam serta komponen terkait demi mencapai penggunaan sumberdaya alam yang berkelanjutan. Untuk itu masyarakat diminta untuk lebih aktif dalam merencanakan dan mengimplementasikan kearifan budaya lokal dari bawah sebagai bentuk partisipasi masyarakat agar bisa menjaga sumberdaya alam dari kerusakan. Undang-Undang Timor-Leste, no. 5 tahun 2004 tentang Pimpinan Daerah (autoridades comunitarias) pasal 2 tugas kepala desa (chefe do suco) ayat 2, baris (f) menyebutkan bahwa salah satu kegiatan yang dilakukan oleh kepala desa adalah perlindungan lingkungan hidup. Hal itu membuka kewenangan untuk mengelola masyarakat dan menentukan kebijakan dari bawah (bottom-up) untuk menjaga dan melindungi sumberdaya alam baik daratan, pesisir maupun laut. Masyarakat di Kota Administratif Atauro memiliki tradisi kearifan lokal tersendiri yang diwariskan dari nenek moyang daerah tersebut untuk melindungi dan melestarikan sumberdaya pesisir dan laut. Dengan demikian setiap masyarakat mempunyai kewajiban untuk mentaati segala bentuk aturan yang disepakati dalam tradisi kearifan lokal tersebut. Kearifan lokal tersebut baik disadari atau tidak, merupakan sikap pelestarian lingkungan yang diwariskan turun temurun dan menjadi budaya masyarakat setempat. Salah satu bentuk dari

5 sikap masyarakat terhadap pelestarian lingkungan adalah dengan adanya kesadaran sendiri dari masyarakat untuk melakukan kegiatan lubuk larangan terhadap sumberdaya pesisir dan laut sehingga menghindari kegiatan penangkapan ikan yang merusak, pembakaran hutan dan penangkapan satwa liar yang tidak berijin. Aturan adat di Kota Administratif Atauro pada umumnya dituangkan dalam hukum adat yang dikenal oleh masyarakat lokal sebagai tara bandu (lubuk larangan). Tara bandu dihasilkan oleh kesepakatan masyarakat di seluruh desa yang ada di Pulau Atauro. Peraturan adat di pulau ini masih kuat dan mengikat, diantaranya adalah aturan adat yang melarang masyarakatnya untuk menebang pohon, memburu satwa liar, membakar rumput/semak, dan mencuri. Pelanggaran atas hukum adat ini akan dikenakan sanksi berupa memotong hewan ternak sesuai dengan jumlah yang disepakati dan dibagikan kepada warga di desa tersebut untuk dimakan bersama-sama. Tujuan dari adanya tara bandu ini adalah untuk menjaga kelestarian sumberdaya pesisir dan laut di Pulau Atauro. Undang-Undang Dasar Republik Demokratik Timor-Leste pasal 71 ayat 3 (2002), bahwa Atauro akan diberikan status ekonomi khusus. Mengacu pada Undang-Undang Dasar tersebut di atas pemerintah telah membuat rencana strategi pembangunan nasional Timor- Leste tahun 2011-2030:132 (plano estrategico dezenvolvimento nacional), dimana dalam jangka pendek (2011-2015) menyebutkan bahwa salah satu strategi pembangunan di Pulau Atauro adalah untuk meningkatkan pengelolaan perikanan pesisir dan perikanan darat demi menciptakan sektor perikanan komersial yang berkualitas. Tujuannya fokus pada peningkatan hasil tangkapan dari kegiatan penangkapan ikan tradisional dan pemanfaatan lahan perikanan di zona ekonomi eksklusif. Sebagai tindak lanjut untuk memberikan dukungan dalam kearifan lokal yang mana telah diakui oleh undang-undang lingkungan hidup, maka perlu suatu penelitian mendalam

6 agar bisa menunjukkan dan membuktikan secara ilmiah sehingga bisa diterima oleh semua kalangan nasional sebagai suatu usaha pelestarian dan perlindungan lingkungan hidup secara tradisional. Penelitian yang berhubungan dengan kearifan lokal di Timor-Leste belum banyak dilakukan. Penelitian ini sangat penting guna merespon spekulasi atau keluhankeluhan dari berbagai pihak agar bisa membantu dan mendorong implementasi kearifan lokal untuk melaraskan hubungan manusia dengan lingkungan sekitar. 1.2 Rumusan Masalah Sesuai dengan bahasan tersebut, dapat dirumuskan masalah penelitian adalah sebagai berikut. 1. Apa saja potensi sumberdaya pesisir dan laut yang terdapat di Kota Administratif Atauro dan sejauh mana tingkat pemanfaatannya? 2. Nilai-nilai kearifan lokal apa saja yang terdapat pada masyarakat pesisir di Kota Administratif Atauro yang mempunyai hubungan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut? 3. Bagaimana sikap dan perilaku masyarakat serta komponen terkait terhadap pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di Kota Administratif Atauro? 4. Bagaimana strategi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut berbasis kearifan lokal di Kota Administratif Atauro? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui potensi sumberdaya pesisir dan laut yang terdapat di Kota Administratif Atauro dan tingkat pemanfaatannya.

7 2. Mengetahui nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada mansyarakat pesisir di Kota Administratif Atauro yang mempunyai hubungan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. 3. Mengetahui sikap dan perilaku masyarakat serta komponen terkait terhadap pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di Kota Administratif Atauro. 4. Untuk mendapatkan strategi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut berbasis kearifan lokal di Kota Administratif Atauro. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam bidang pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan laut serta sebagai bahan kajian untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut berbasis kearifan lokal. 2. Manfaat Praktis Bagi Pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan sebagai dasar pertimbangan dan referensi dalam pengambilan keputusan dan rencana aksi untuk pelestarian lingkungan hidup dan khususnya pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. Selanjutnya bagi masyarakat pesisir, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi dan kesadaran masyarakat pesisir dalam praktek pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut.