BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era global ini internet merupakan salah satu yang menjadi jawaban dari tantangan perkembangan teknologi (Susanti 2013). Terbukti dalam 2 tahun terakhir, pertumbuhan internet di Asia dan Afrika sudah naik. Sebuah statistik yang luar biasa adalah peningkatan penetrasi dan pertumbuhan di daerah tertentu pada periode dari tahun 2000 sampai 2012. (Internet Usage Statistik 2012). Setidaknya ada enam alasan mengapa teknologi internet begitu populer. Keenam alasan tersebut adalah internet memiliki konektivitas dan jangkauan yang luas; dapat mengurangi biaya komunikasi; biaya transaksi yang lebih rendah; dapat mengurangi biaya agency; interaktif, fleksibel, dan mudah; serta memiliki kemampuan untuk mendistribusikan pengetahuan secara cepat (Laudon dan Laudon 2000 dalam Rofiq 2007). Dengan semakin banyaknya pengguna internet jumlah orang yang berbelanja atau mencari informasi produk secara online juga terus melonjak. Menurut Nielsen, pada tahun 2012 'lebih dari 85% dari populasi online dunia telah menggunakan internet untuk melakukan pembelian, meningkatkan pasar untuk belanja online sebesar 40% dalam dua tahun terakhir. Secara global lebih dari setengah pengguna internet telah membuat setidaknya satu pembelian secara online dibulan lalu. Tren historis juga menjelaskan pertumbuhan yang cepat dalam penjualan online. Misalnya, pada tahun 2008 lebih dari 875 juta konsumen telah berbelanja online, naik 40% dari tahun 2006 (Cry 2014). Dari hasil uraian ditas dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kepercayaan konsumen dalam melakukan pembelanjaan online. 1
2 Transaksi bisnis dalam menggunakan internet dikenal dengan istilah Electronik Commerce (e-commerce) (McLeod dan Schell 2004 dalam Roriq 2007). Karasterisktik e-commerce adalah terjadinya transaksi dua belah pihak; adanya pertukaran barang, jasa, atau informasi; dan internet sebagai media utaman dalam proses transaksi (Indrajit 2001 dalam rofiq 2007). Maraknya penggunaan internet dirasakan hampir semua negara termasuk Indonesia. Awalnya, internet dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai paguyuban network yang didalamnya memiliki unsur semangat kerjasama, kekeluargaan, serta gotong royong diantara para pelakunya. Namun dalam perkembangannya, aktivitasaktivitas yang berhubungan dengan internet terasa lebih komersial dan individual (Susanti 2013). Perilaku pembelian online masyarakat Indonesia semakin tahun semakin mengalami peningkatan. Data menunjukka bahwa nilai pembelajaan online masyarakat Indonesia pada tahun 2012 mencapai 2,5 triliun rupiah. Pada tahun 2013 meningkat 79,7%, yaitu sebesar 4,5 trilliun rupiah. Pada tahun 2014 diprediksi mencapai 7,2 triliun rupiah. Jumlah tersebut diperoleh dari sekitar enam persen dari lima puluh juta pengguna internet di Indonesia yang melakukan akvitas pembelian secara online (Miftachul 2012 dalam susanti 2013). Fenomena diatas menjadi daya tarik bagi perusahaan-perusahaan untuk mengembangkan bisnis online. Melakukan transaksi melalui internet bukan berarti terhindar dari kejahatan oleh pihak lain sebagaimana bertransaksi secara konvensional. Potensi kejahatan berupa penipuan, pembajakan kartu kredit, pentransferan dana illegal dari rekening tertentu, dan sejenisnya sangatlah besar apabila sistem keamanan infrastruktur dari sebuah website e-
3 commerce masih lemah. Oleh sebab itu keamanan infrastruktur dalam e-commerce menjadi kajian penting bagi ahli komputer dan informatika (Liddy dan Sturgeon 1988; Ferraro 1998; Udo 2001; McLeod dan Schell 2004 dalam rofiq 2007). Kejahatan melalui internet (cyberfraud/internetfraud) dalam berbagai bentuknya, baik di Indonesia maupun di belahan dunia lainnya masih menjadi ancaman. Menurut hasil riset tahun 2001 yang dilakukan oleh Clear Commerce.com yang berkantor di Texas, Indonesia dinyatakan berada di urutan ke dua negara asal pelaku cyberfraud setelah Ukraina. Hasil yang dikatakan adalah sekitar 20% dari total transaksi kartu kredit dari Indonesia adalah fraund. Riset tersebut mensurvei 1.137 toko online, 6 juta transaksi, dan 40 ribu pelanggan (Utoyo 2003 dalam Rofiq 2007). Di Amerika Serikat, pada tahun 2003 cyberfraud dengan modus transaksi penyalahgunaan kartu kredit mencapai angka tertinggi, yaitu 39%. Berikutnya disusul money order (26%), cek (11%), debit card (7%) dan bank debit (7%) (IFW 2004 dalam Rofiq 2007). Sedangkan total nilai kerugian uang sebesar US$ 125,6 juta dengan rincian masing-masing US$ 10.000 US$ 99.999 sebanyak 1,8%; US$ 5.000 US$ 9.999 sebanyak 3%; US$ 1.000 US$ 4.999 sebanyak 21,2%; US$ 100 US$ 999 sebanyak 47,6%; dan di bawah US$ 100 sebanyak 26,3% (IC3,2004). Dari uraian diatas menjelaskan bahwa transaksi melalui sebuah website pada internet memiliki potensi resiko yang cukup tinggi. Namun mengapa transaksi online hingga saat ini masih berlansung dan mengalami peningkatan?. Berkaitan dengan hal itu, Corbit et al. (2003) mengatakan dalam penelitiannya bahwa hasilnya adalah meningkatnya partisipasi konsumen dalam transaksi online berkaitan langsung dengan pengalaman menggunakan web, oriantasi pasar dan kepercayaan (Rofiq 2007)
4 Peneliti lain, Mukherjee dan Nath (2003), menemukan bahwa komitmen konsumen dalam menggunakan website berkaitan langsung dengan shared value (etika, keamanan, dan privacy) dan kepercayaan. Resiko dalam transaksi online, menurut Tan dan Thoen (2000), dapat dieliminir dengan menjalin komunikasi yang baik antara dua pihak yang bertransaksi, di antaranya melalui penyajian informasi yang relevan. Penyajian informasi yang baik akan menghindari terjadinya information asymmetry yang seringkali dimanfaatkan pihak lain untuk melakukan kejahatan di internet (cybercrime). Melalui komunikasi yang baik, konsumen merasa mendapat jaminan keamanan dalam bertransaksi sehingga partisipasinya dalam berbelanja online menjadi meningkat (Rofiq 2007). Bangunan sistem e-commerce sebaik apapun pasti masih mengandung potensi risiko. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Pavlou dan Gefen (2002), Corbit et al. (2003), Kim dan Tadisina (2003), Mukherjee dan Nath (2003), dan peneliti yang lain dari sekian banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya transaksi online, faktor kepercayaan (trust) menjadi faktor kunci. Hanya pelanggan yang memiliki kepercayaan yang akan berani melakukan transaksi melalui media internet (Rofiq 2007). Menurut Ruparelia et al. (2010) menyebutkan terjadi pembelian secara online disebabkan pemahaman kebutuhan oleh vendor internet dalam memahami kebutuhan konsumen. Menurut Anderson dan Narun (1990) bahwa membangun kepercayaan merupakan masalah penting dalam menjalin hubungan kerja sama dan menjadi dasar bagi kelanjutan hubungan. Morgan dan Hunt (1994) mengatakan bahwa kepercayaan tanpa adanya kemauan untuk mengandalkan pihak yang dipercaya menunjukkan bahwa kepercayaan tersebut masih bersifat terbatas.
5 Keuntungan yang didapat dengan adanya transaksi secara online dimanfaatkan banyak perusahaan termasuk perusahaan Lazada yang dapat melihat peluang besar tersebut. Perusahaan menyadari bahwa untuk membangun kepercayaan konsumen tidaklah mudah. Kepercayaan merupakan faktor yang sangat penting dalam merangsang pembelian.untuk itu penting untuk vendor untuk menang dan membangun kepercayaan konsumen sehingga dapat bertahan dalam pasar yang sangat kompotitif. Dalam penelitian ini penulis mencoba untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kepercayaan merek. Penelitian ini meneruskan penelitian yang dilakukan oleh Ruparelia et al. (2010). Ruparelia et al. (2010) menyarankan penelitian ini pada tingkat pendidikan yang lebih luas. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan pada seluruh tingkat pendidikan yang ada di Universitas Sebelas Maret. Hal ini dikarenakan tingkat penggunaan internet dikalangan mahasiswa khususnya Universitas Sebelas Maret yang semakin tinggi. Serta tingkat pembelian online mahasiswa Universitas Sebelas Maret yang juga semakin tinggi. Adapun objek penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Sebelas Maret. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis berniat untuk melakukan penelitian dengan judul ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPERCAYAAN MEREK (Survei pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Pengguna Lazada ).
6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah adalah : 1. Apakah keamanan berpengaruh pada web brand trust? 2. Apakah privasi berpengaruh pada web brand trust? 3. Apakah nama merekberpengaruh pada web brand trust? 4. Apakah desain web site dan navigasi berpengaruh pada web brand trust? 5. Apakah informasi berpengaruh pada web brand trust? 6. Apakah kebijakan pengembalian berpengaruh pada web brand trust? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui : 1. Untuk mengetahui apakah keamanan berpengaruh pada kepecyaan merek. 2. Untuk mengetahui apakah privasi berpengaruh pada web brand trust. 3. Untuk mengetahui apakah nama merek berpengaruh pada web brand trust. 4. Untuk mengetahui apakah desain web site berpengaruh pada web brand trust. 5. Untuk mengetahui apakah informasi berpengaruh pada web brand trust. 6. Untuk mengetahui apakah kebijakan pengembalian berpengaruh pada web brand trust. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat akademis Membantu perkembangan kajian teori bagaimana variabel keamanan, privasi, nama merek, Word of mouth, desain website dan navigasi, informasi, kebijakan pengembalian, pengalaman masa lalu, Iklan dan testimonis terhadap brand trust
7 yang mempengaruhi perkembagan ilmu manajemen terutama manajemen pemasaran di fakultas ekonomi Universitas Sebelas Maret. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi konsumen untuk dapat meningkatkan brand trust serta pengaruh dari variabel-variabel yang mempengaruhi pada pembelian secara online..
8