ABSTRAK Pemilihan kontrasepsi dalam rumah tangga merupakan kesepakatan antara suami dan istri sesuai dengan kebutuhan dan keinginan bersama. Peningkatan partisipasi pria dalam penggunaan Keluarga Berencana (KB) merupakan wujud dari peningkatan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi, menghargai dan melindungi hak-hak reproduksi secara adil dan merata. Isu strategis yang menjadi tantangan dalam meningkatkan kesertaan pria dalam menggunakan KB adalah penggunaan vasektomi yang masih sangat terbatas. Pemakaian kontrasepsi vasektomi dipengaruhi oleh anggapan masyarakat yang menyatakan bahwa vasektomi bisa menyebabkan gangguan dalam bidang seksual. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tejakula dari bulan Juli sampai dengan Desember 2016 yang bertujuan untuk mengetahui makna secara mendalam mengenai pengalaman pasangan suami istri akseptor vasektomi terhadap pemenuhan kebutuhan seksual. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Analisis data menggunakan analisis tematik konten dengan tahapan Colaizzi dari hasil wawancara sepuluh partisipan. Tema yang didapatkan adalah pemahaman pasangan akseptor terhadap vasektomi, alasan melakukan vasektomi, aktivitas seksual post vasektomi, faktor yang mempengaruhi aktivitas seksual post vasektomi dan permasalahan post vasektomi. Kata kunci: pengalaman, seksual, vasektomi Referensi (108: 2006-2016)
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... ii LEMBAR PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN LEMBAR PENGESAHAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii DAFTAR SINGKATAN... xiii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 6 1.3 Tujuan Penelitian... 6 1.4 Manfaat Penelitian... 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebutuhan Seksual... 8 2.2 Konsep Dasar Kontrasepsi... 19 2.3 Pemenuhan Kebutuhan Seksual dan Vasektomi... 27 2.4 Pengalaman... 28
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian... 30 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 32 3.4 Partisipan... 32 3.5 Metode dan Alat Pengumpulan Data... 33 3.6 Prosedur Pengumpulan Data... 34 3.7 Analisis Data... 37 3.8 Pengujian Keabsahan Data... 39 3.9 Etika Penelitian... 41 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Karakteristik Partisipan... 43 4.2 Hasil Analisis Tematik... 45 BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Hasil Penelitian... 53 5.2 Keterbatasan Penenlitian... 62 5.3 Implikasi Keperawatan... 63 BAB 6 PENUTUP 6.1 Simpulan... 65 6.2 Saran... 66 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB 1
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang sangat padat. Jumlah penduduk Indonesia sekarang sekitar 293 juta dan jumlah ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Masalah yang dihadapi oleh Indonesia selain kepadatan penduduk adalah angka kelahiran dan Laju Pertambahan Penduduk (LPP) masih relatif tinggi. LPP Indonesia sekitar 1,49% pada periode 2000-2010 atau pertambahan penduduk sekitar empat sampai lima juta/tahun (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2014). Dampak dari ledakan penduduk ini adalah lapangan pekerjaan yang semakin berkurang, menyempitnya lahan pertanian karena digunakan untuk pemukiman, masalah kesehatan, kemiskinan dan lain-lain. Langkah-langkah untuk mengendalikan laju pertambahan penduduk perlu dilakukan. Salah satu solusi pengendalian LPP adalah melalui intensifikasi program Keluarga Berencana Nasional (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2014). Keluarga Berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas (PP No. 87 Tahun 2014). KB memang terkait erat dengan upaya menahan laju pertambahan penduduk. Namun, esensinya adalah pemahaman bahwa KB tidak hanya berhubungan dengan alat-alat kontrasepsi, tapi upaya untuk membentuk keluarga berkualitas. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) merupakan sebuah badan yang menjalankan program pengendalian jumlah penduduk yang didukung oleh Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Undang-Undang ini menyatakan bahwa pembangunan keluarga adalah upaya mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Upaya untuk mengatur jarak kehamilan
dan kelahiran untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas perlu dilakukan dengan penggunaan alat kontrasepsi (Profil BKKBN, 2011). Alat kontrasepsi adalah alat yang digunakan untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya tersebut dapat bersifat sementara (Reversible) dan permanen (Irreversible) (Affandi, Adriaansz, Gunardi & Koesno, 2011). Kontrasepsi yang digunakan oleh Pasangan Usia Subur (PUS) dalam mengatur kehamilan ada berbagai macam. Metode yang diterapkan adalah penggunaan kontrasepsi non hormonal, kontrasepsi hormonal, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) dan kontrasepsi mantap (Sarwono, 2011). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2009 2014 menjelaskan mengenai percepatan pengendalian fertilitas melalui penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). MKJP adalah kontrasepsi yang dapat dipakai dalam jangka waktu lama, lebih dari dua tahun, efektif dan efisien untuk tujuan menjarangkan kelahiran lebih dari tiga tahun atau mengakhiri kehamilan pada pasangan yang sudah tidak ingin menambah anak lagi. Jenis metode yang termasuk dalam kelompok ini adalah metode kontrasepsi mantap (pria dan wanita), implant, dan Intra Uterine Device (IUD) (Asih & Oesman, 2009). Pemakaian MKJP memiliki banyak keuntungan, diantaranya adalah mempercepat penurunan angka kelahiran, lebih efisien karena dapat dipakai dalam waktu yang lama serta lebih aman dan efektif. MKJP sangat tepat digunakan pada kondisi krisis yang dialami oleh sebagian besar masyarakat Indonesia terutama pada masyarakat yang tergolong kurang mampu karena jumlah biaya yang harus dikeluarkan jauh lebih hemat dibandingkan dengan penggunaan kontasepsi jenis lain. MKJP merupakan pilihan kontrasepsi yang patut untuk diunggulkan dibandingkan dengan kontrasepsi lain (Asih & Oesman, 2009).
Program MKJP yang dijalankan oleh BKKBN menggalakkan pemakaian kontrasepsi mantap (tubektomi dan vasektomi), implant dan alat kontrasepsi dalam rahim. Data BKKBN tahun 2014, memperlihatkan bahwa kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah kontrasepsi suntikan yaitu sebesar 4. 128. 115 jiwa (48,56%) dan pil sebesar 2. 261. 480 jiwa (26,60%), sehingga perlu digalakkan program yang mampu meningkatkan penggunaan kontrasepsi jangka panjang, salah satunya adalah kontrasepsi vasektomi. Vasektomi dalam terminologi BKKBN dikenal dengan istilah MOP (Medis Operasi Pria) merupakan tindakan penutupan (pemotongan, pengikatan dan penyumbatan) kedua saluran mani pria sebelah kanan dan kiri, yang terdapat dalam kantung buah zakar. Alat kontrasepsi ini memiliki efek samping kecil, tingkat kegagalan sangat kecil dan berjangka panjang (Rohimi, 2013). Vasektomi adalah metode yang sangat efektif, tidak memerlukan motivasi terus menerus, serta memiliki waktu pemulihan minimal, tingkat kegagalan kurang dari 1% dan insiden komplikasi yang rendah. Pearl Index untuk metode ini adalah 0,15 (penggunaan sempurna = 0,1), sehingga metode ini merupakan kontrasepsi yang paling efektif yang tersedia (Shrivastava, Shrivastava, & Ramasamy, 2013). Pemilihan kontrasepsi dalam rumah tangga merupakan kesepakatan antara suami dan istri sesuai dengan kebutuhan dan keinginan bersama. Peningkatan partisipasi pria dalam penggunaan KB merupakan wujud dari peningkatan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi, menghargai dan melindungi hak-hak reproduksi secara adil dan merata. Partisipasi pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi perlu ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya keluarga berkualitas. Isu strategis yang menjadi tantangan dalam meningkatkan kesertaan pria dalam menggunakan KB adalah pemakaian kontrasepsi kondom dan vasektomi yang masih sangat terbatas. Hasil Survei Demografi & Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003 menunjukkan hanya sekitar 1,3% pria menggunakan kontrasepsi, yaitu 0,9% menggunakan kondom dan 0,4% melakukan vasektomi. Persentase ini sedikit meningkat pada tahun 2012 menjadi 2,7%; yang terdiri dari 0,3%
vasektomi dan 2,5% kondom (BKKBN, 2015). Persentase peserta KB aktif menurut penggunaan kontrasepsi di Bali juga menunjukkan penggunaan kontasepsi vasektomi yang paling rendah yaitu sebesar 0,5% dan 3,3% menggunakan kontrasepsi kondom (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2016). Di Kabupaten Buleleng, fenomena yang sama juga terjadi. Pencapaian peserta KB aktif menurut penggunaan kontrasepsi vasektomi adalah 0,9% dan kondom 7,1% (Badan Keluarga Berencana & Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Buleleng, 2015). Penyebab masih rendahnya partisipasi pria dalam menggunakan KB adalah karena informasi tentang manfaat KB pria belum banyak dipahami oleh masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Rohimi (2013) menemukan bahwa masih rendahnya partisipasi pria dalam menggunakan KB disebabkan karena kekhawatiran para pria setelah vasektomi mereka akan kehilangan kejantanannya. Penelitian tersebut juga menemukan adanya salah persepsi dan pandangan bahwa vasektomi itu sama dengan pengebirian, sehingga pria enggan untuk menjalani vasektomi. Persepsi yang keliru mengenai Sterilisasi pria sama dengan dikebiri yang dikemukakan oleh pria yang berpendidikan tinggi, perlu mendapat perhatian khusus dari pengelola program KB. Persepsi yang salah ini kemungkinan dapat menjadi salah satu alasan vasektomi kurang dapat diterima oleh sebagian besar pria (BKKBN & The United Nations Population Fund, Indonesia, 2014). Penelitian kualitatif lain juga dilakukan oleh Nofiani (2014) yang mendapatkan data bahwa persepsi suami terhadap alat kontrasepsi vasektomi di Desa Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah masih rendah, karena sebagian informan hanya bisa menjelaskan tentang vasektomi, mereka hanya mengetahui secara sederhana, sehingga mereka tidak tahu manfaat dan akibat yang akan terjadi jika menggunakan vasektomi. Mereka juga mengatakan takut menjalani operasi dan malas menggunakan vasektomi karena adanya anggapan jika menggunakan vasektomi akan mengurangi rasa kepuasan dan kejantanan saat berhubungan.
Informasi dari Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Kecamatan Tejakula mengatakan bahwa pengetahuan masyarakat di Kecamatan Tejakula tentang vasektomi masih kurang. Hal ini salah satunya disebabkan karena promosi atau iklan dari media elektronik tentang vasektomi sama sekali tidak ada dan dukungan untuk melakukan KB dari pemegang kebijakan di daerah masih rendah. Situasi ini sedikit berbeda dengan situasi pada tahun 1980 sampai tahun 1990 yang mewajibkan penduduk Indonesia untuk mengikuti program KB, sehingga capaian akseptor KB menjadi tinggi. Data dari Bappenas (1993) menunjukkan selama kurun waktu 1971-1980 jumlah penduduk mengalami pertumbuhan dari 118,0 juta orang pada tahun 1971 menjadi 147,5 juta orang pada tahun 1980. Dengan demikian rata-rata laju pertumbuhan penduduk pada kurun waktu 1971-1980 adalah sebesar 2,32% pertahun. Sedangkan jumlah penduduk pada tahun 1990 sebesar 179,9 juta orang. Oleh karena itu, rata-rata laju pertumbuhan penduduk telah turun menjadi 1,97% per tahun dalam kurun waktu 1980-1990. Animo masyarakat di Kabupaten Buleleng khususnya di Kecamatan Tejakula terhadap penggunaan kontrasepsi vasektomi masih rendah. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan dengan empat orang warga didapatkan informasi bahwa seorang warga tidak mengetahui tentang kontrasepsi vasektomi dan mengatakan takut untuk melakukan vasektomi, sedangkan tiga orang lainnya mengetahui tentang kontrasepsi vasektomi tetapi masih takut menggunakan kontrasepsi tersebut karena ada informasi yang mengatakan bahwa vasektomi bisa menyebabkan impotensi. Impotensi atau Disfungsi Ereksi (DE) adalah ketidakmampuan persisten untuk mencapai dan mempertahankan ereksi yang cukup untuk memungkinkan kinerja seksual yang memuaskan (Hatzimouratidis, Eardley, Giuliano, Moncada & Salonia, 2015). Takaran hubungan seksual yang tepat dapat membuat kehidupan rumah tangga menjadi semakin bahagia. Hubungan seksual membuat seseorang tidak hanya menyalurkan dorongan seksual semata, tetapi seks menjadikan hubungan berpasangan lebih harmonis, bahagia, langgeng dan senantiasa menyebabkan kegairahan hidup.
Berdasarkan latar belakang itulah penulis ingin meneliti bagaimana pengalaman pasangan suami istri akseptor vasektomi, latar belakang keinginan mereka untuk melakukan vasektomi dan kehidupan seksual mereka setelah melakukan vasektomi. Hal ini diharapkan mampu menjawab anggapan banyak masyarakat yang mengatakan bahwa vasektomi bisa menyebabkan impotensi dan membuka mata serta pandangan masyarakat terhadap program vasektomi dan bisa menularkan keinginan untuk melakukan vasektomi. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat dirumuskan masalah penelitian Bagaimanakah pengalaman pasangan suami istri akseptor vasektomi dalam pemenuhan kebutuhan seksual? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna secara mendalam mengenai pengalaman pasangan suami istri akseptor vasektomi terhadap pemenuhan kebutuhan seksual. 1.3.2 Tujuan khusus a. Diketahuinya pemahaman pasangan akseptor terhadap vasektomi. b. Diketahuinya berbagai alasan pasangan akseptor melakukan vasektomi. c. Diketahuinya aktivitas seksual pasangan akseptor post vasektomi. d. Diketahuinya berbagai faktor yang mempengaruhi aktivitas seksual pasangan akseptor post vasektomi. e. Diketahuinya berbagai permasalahan post vasektomi.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis a. Untuk memberikan informasi bagi masyarakat dan pelayanan kesehatan tentang pengalaman pasangan suami istri akseptor vasektomi dalam pemenuhan kebutuhan seksual. b. Sebagai bahan referensi atau rujukan bagi peneliti selanjutnya yang berhubungan dengan pengalaman pasangan suami istri akseptor vasektomi dalam pemenuhan kebutuhan seksual. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Keluarga dan Masyarakat a. Memberikan informasi mengenai kondisi yang mungkin terjadi dalam pemenuhan kebutuhan seksual setelah melakukan vasektomi. b. Tumbuhnya kesadaran masyarakat luas tentang penggunaan vasektomi. 2. Stakeholder atau Pemegang kebijakan di daerah Memberikan informasi kepada pemegang kebijakan di masyarakat tentang hasil penelitian sehingga mereka mempunyai dasar dalam memotivasi masyarakat terutama bapak-bapak untuk mengikuti program vasektomi. 3. Pemerintah dan BKKBN Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pemerintah dan BKKBN khususnya PLKB dalam melakukan deseminasi kepada masyarakat tentang program vasektomi.