BAB II MODERNISASI DAN PERGESERAN BUDAYA SALAMAN DALAM TINJAUAN TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT BLUMER

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II INTERAKSI SOSIAL DAN INTERAKSIONISME SIMBOLIK. menyangkut hubungan antara orang-orang-perorangan, antara kelompokkelompok

BAB II INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT MEAD. dahulu dikemukakan oleh George Herbert Mead, tetapi kemudian dimodifikasi oleh

Modul ke: TEORI INTERPRETIF 15FIKOM INTERAKSIONAL SIMBOLIK. Fakultas. Dr. Edison Hutapea, M.Si. Program Studi Public Relations

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh

Kuliah ke-7 Amika Wardana, PhD. Teori Sosiologi Kontemporer

Interaksionisme Simbolik dalam Penelitian Kualitatif

BAB II TEORI INTERAKSI SIMBOLIK GEORGE HERBERT MEAD. Blumer sekitar tahun Dalam lingkup sosiologi, idea ini sebenarnya

BAB II INTERAKSIONISME SIMBOLIK. teori interaksi simbolik, istilah interaksi simbolik diciptakan oleh Herbert

BAB IV ANALISIS DATA. Analisis data merupakan proses pengaturan data penelitian, yakni

BAB II TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK SEBAGAI ALAT ANALISIS. sosial manusia dengan meneliti kelompok-kelompoknya.

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok

BAB II INTERAKSIONALISME SIMBOLIK-GEORGE HERBERT MEAD. interaksi. Sebagaimana interaksi social itu sendiri dipandang sebagai tindakan

BAB II TINJAUN PUSTAKA. socialnya (action theory), yaitu mengenai tindakan yang dilakukan seseorang

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

BAB II TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIS. A. Tokoh teori. George Herbert Mead lahir di South Hadley, Massachusetts, pada tanggal 27

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung selain di kenal sebagai kota Fashion, tapi di kenal juga sebagai

Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

BAB II KAJIAN TEORI. tempat seperti jalan, rumah, kamar, ruangan, panggung, teater, taman dan

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

TEORI SOSIOLOGI KLASIK MAX WEBER

BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL. A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons

BAB II KAJIAN TEORITIS. a. Pengertian Komunikasi Interpersonal

PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL

BAB IV INTERPRESTASI HASIL PENELITIAN. telah dipilih selama penelitian berlangsung. Selain itu juga berguna untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tetangga (RT) dengan penduduk yang cukup padat. Kelurahan Cicadas memiliki

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II SIMBOL SIMBOL MAKNA HAUL GEORGE HERBERT MEAD. Mead. Akan tetapi Mead-lah yang paling populer sebagai perintis dasar teori

BAB I PENDAHULUAN. manusia berinteraksi dengan lingkungannya (Tirtarahardja &Sula, 2000: 105).

BAB IV ANALISIS DATA. 1. Eksistensi Budaya Komunikasi Blater Di Desa Tambuko. dan memilih melakukan aksi kriminal di luar lingkungan desa mereka.

TINJAUAN MATA KULIAH...

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Rasa ingin tahu inilah yang mendorong manusia untuk memahami dan

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi

BAB II. Pandangan Masyarakat Terhadap Kepala Desa

Kecakapan Antar Personal. Mia Fitriawati, S. Kom, M.Kom

BAB II TEORI FENOMENOLOGI ALFRED SCHUTZ. akademik di Universitas Vienna, Austria dengan mengambil bidang ilmuilmu

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Kasoos. Untuk itu, di bawah ini akan dijelaskan secara singkat tentang apa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. ilmu tentang apa yang semestinya dipelajari, a fundamental images a dicipline has

BAB IV ANALISA DATA. memudahkan peneliti untuk menganalisa suatu permasalahan.

Pemaknaan Tubuh Ideal (Studi Deskriptif Tentang Pemaknaan tubuh Ideal bagi Komunitas XL SO) Oleh: Greytha Vialini NIM:

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dini di Indonesia bukanlah hal yang baru karena telah ada sejak

BAB IV ANALISIS DATA. dijadikan sebagai suatu temuan penelitian yang akan mengupas

BAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik

Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial

BAB II KERANGKA TEORITIK. Dalam penelitian ini peneliti mengunakan paradigma definisi sosial sebagai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan penggemar boyband Korea

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak

Posisi Semiotika dan Tradisi-tradisi Besar Filsafat Pemikiran

PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI

BAB IV ANALISIS DATA. kepada komunikannya, sehingga dapat dapat menciptakan suatu persamaan makna antara

TEORI INTERPRETIF INTERAKSIONAL SIMBOLIK MODUL PERKULIAHAN

BAB I PENDAHULUAN. pembeda adalah penanganan dalam proses tindak pemidanaan terhadap narapidana

PRINSIP DASAR MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL DI MASYARAKAT

BAB II TEORI PILIHAN RASIONAL DALAM PERSPEKTIF JAMES S. COLEMAN

BABII KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. konsep, atau proposisi yang secara logis dipakai peneliti 1. Paradigma (paradigm)

BAB IV ANALISIS DATA. A. Pengaruh Regresi Tentang Budaya Bantengan Terhadap Perilaku Anak di Desa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DAFTAR PUSTAKA. Ace Suryadi & H.A.R. Tilaar, 1983, Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

BAB IV ANALISIS DATA

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian, dan cara menarik kesimpulan yang bertujuan memperbaiki. prosedur dan kriteria baku dalam penelitian ilmiah.

BAB II KERANGKA TEORI. fakta benar benar terjadi di panti asuhan darul mushthofa, desa gogor

BAB V PENUTUP. motif batik terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Dusun. Dongkelan Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul

BAB II KAJIAN TEORITIS. kepada orang lain; berhubungan dengan orang lain. Dari kata kerja itu. pemberitahuan, dan perhubungan.

110 dan maknanya, mencari makna di balik yang sensual menjadi penting di dalam interaksi simbolis. Secara umum, ada enam proporsi yang di pakai dalam

BAB II STRUKTURAL FUNGSIONAL TALCOTT PARSONT. Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural fungsional

BAB I PENDAHULUAN. di dalam mempertahankan hidupnya. Hal ini terbukti dari salah satu seni di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemahaman dikatakan proses berfikir dan belajar. Dikatakan

Dampak Perubahan Sosial Budaya

Teori-teori Umum (LittleJohn) Drs. Alex Sobur, M.Si. Tine A. Wulandari, S.I.Kom.

Pengantar Ilmu Komunikasi

TEORI SOSIOLOGI KONTEMPORER

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER. Pada bab dua ini akan membahas mengenai teori sosiologi yang relevan

BAB II KAJIAN TEORI. dikenal sebagai seorang raja Kediri yang hebat, tetapi juga dikenal dengan

BAB III METODE PENELITIAN. kepustakaan (buku) atau jenis penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian yang


Pertemuan ke-6. TEORI KOMUNIKASI Pengampu: Dr. Rulli Nasrullah, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat

BAB IV ANALISIS DATA. proses perkenalan melalui interaksi antar SFCK, interaksi antara anggota

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

BAB II URAIAN TEORITIS. Beberapa orang ilmuwan punya andil utama sebagai perintis

Pengantar Psikologi Sosial. Pertemuan 1

BAB IV ANALISIS DATA. pada orang tua dengan anak dan berdasarkan data-data yang telah. disajikan dalam Bab III didapatkan, sebagai berikut:

Oleh: Nur Afni Kusumaningtyas NIM:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. 1. Tipe - tipe Interaksi Sosial menurut James S. Coleman

BAB I PENDAHULUAN. merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia terus melakukan komunikasi yang

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy

MAKNA PRESTASI BELAJAR (NILAI) BAGI SISWA YANG BERASAL DARI KELUARGA MISKIN DI SMA NEGERI 3 JOMBANG

INTERAKSI DALAM PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR WILAYAH PESISIR (STUDI FENEMENOLOGI DI SDN KERTASADA SUMENEP)

BAB V. PENUTUP. memiliki kondisi yang berbeda-beda pada masing-masing keluarga. Hanya hak anak

BAB II KAJIAN TEORITIS. dikenal dengan nama interaksionist prespektive. Di antara berbagai pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. hanya manusia makhluk yang dikarunia akal dan hati oleh Allah SWT.

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana konsumsi mengalahkan produksi, nilai-tanda dan nilai-simbol

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR DALAM MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN PENGETAHUAN SOSIAL DI SEKOLAH DASAR

Transkripsi:

BAB II MODERNISASI DAN PERGESERAN BUDAYA SALAMAN DALAM TINJAUAN TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT BLUMER A. Teori Interaksionisme Simbolik Yang menjadi objek kajian sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antara manusia dan proses yang timbul dari hubungan manusia didalam masyarakat. Dan dalam menganalisis budaya salaman dan modernisasi maka peneliti menggunakan teori interaksionisme simbolik. Istilah interaksionisme simbolik menjadi sebuah metode untuk pendekatan yang relatif khusus pada ilmu yang membahas tingkah laku manusia. Teori interaksionisme simbolik dimunculkan oleh George Herbert Mead, teori ini memiliki subtansi yaitu kehidupan bermasyarakat terbentuk melalui proses interaksi dan komunikasi antar individu dan antar kelompok dengan mengunakan simbol-simbol yang dipahami maknanya melalui proses belajar dan memberikan tanggapan terhadap stimulus yang datang dari lingkungan dan dari luar dirinya. 1 Istilah interaksionisme simbolik diciptakan oleh Herbert Mead pada tahun 1863-1931 dan dipopulerkan oleh Blumer pada tahun 1937, meskipun sebenarnya Mead-lah yang paling popular sebagai peletak dasar teori tersebut. Masyarakat merupakan bentukan dan interaksi antar individu. Interaksi sosial adalah sebuah interaksi antar pelaku, dan bukan antar faktor-faktor yang 1 I.B. Wirawan, Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2012), 71. 43

44 menghubungkan mereka, atau yang membuat mereka berinteraksi. Teori interaksionisme simbolik melihat pentingnya interaksi sosial sebagai sebuah sarana ataupun sebagai sebuah penyebab ekspresi tingkah laku manusia. 1. Biografi Herbert Blumer dan Karyanya Herbert Blumer dilahirkan di St Louis, Missouri, pada 1900. Ayahnya adalah seorang pekerja kabinet dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Dia kuliah di University of Missouri pada 1918 s.d 1922 dan memilih tetap untuk mengajar selang waktu 1922 s.d 1925. Pada 1928 ia menerima gelar doktor dari University of Chicago, dimana ia berada dibawah pengaruh akademik George Herbert Mead, WI Thomas, dan Jhon Dewey. Setelah menyelesaikan studinya, ia menerima posisi mengajar di Universitas Chicago, dimana ia menetap sebagai dosen sampai tahun 1952. Dia mengahabiskan dua puluh tahun terakhir dari karier mengajarnya (1952-1972) sebagai ketua Sosiologi di University of California di Berkeley. Blumer memegang berbagai posisi prestisius, termasuk presiden kedua unuk Studi Masalah Sosial pada 1955 dan American Sociological Association pada 1956. Pada 1934 ia mulai mengedit Sosiologi Seri Prentice Hall, dan ia juga mengedit American Journal of Sociology 1940-1952. Ia terkenal karena bersemangat mengajarkan teori-teorinya bersama dengan para pengikut Mead pada awal 1930-an. Karya Blumer yang paling terkenal adalah Symbolic

45 Interactionism: Perspective and Method (1969). Dalam karyanya ini, ia menjabarkan prinsip-prinsip utama teori dan metodologi sosologi. 2 Ia dikenal sebagai pendiri konsep interaksionisme simbolik. Blumer menciptakan istilah tersebut pada 1937 dalam sebuah artikel tentang hakikat psikologi sosial yang diterbitkan dalam Man and Society. Dalam mengembangkan teori interaksionisme simboliknya, Blumer tidak terlepas dari pengaruh para tokoh sebagaimana yang disebutkan diatas. Ia dipengaruhi oleh pemikiran Mead tentang individu sebagai entitas dan pentingnya pengamatan empiris dan metodologi sebagai dasar analisis. Selain itu, ia juga dipengaruhi oleh W.I. Thomas dan John Dewey tentang gagasan bahwa setiap situasi harus didefinisikan, dan Jhon Dewey pemahaman tentang interaksi antar manusia dan alam. 2. Pendekatan Teori Interaksionisme Simbolik Herbert Blumer seorang tokoh modern dari teori interaksionisme simbolik ini menjelaskan perbedaan antara teori ini dengan behaviorisme sebagai berikut: Menurut Blumer istilah interaksionisme simbolik menunjuk kepada sifat khas dari interaksi antar manusia. Kekhasannya adalah bahwa manusia saling menerjemahkan dan saling mendefinisikan tindakannya. Bukan hanya sekedar reaksi belaka dari tindakan seseorang terhadap orang lain. Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung terhadap tindakan orang lain, tetapi didasarkan atas makna yang diberikan terhadap tindakan orang lain itu. Interaksi antar individu, diantarai oleh penggunaan simbol- 228. 2 Ambo Upe, Tradisi dalam Sosiologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), 227-

46 simbol, interpretasi atau dengan saling berusaha untuk saling memahami maksud dari tindakan masing-masing. Jadi dalam proses interaksi manusia itu bukan suatu proses dimana adanya stimulus secara otomatis dan langsung menimbulkan tanggapan atau respon. Tetapi antar stimulus yang diterima dan respon yang terjadi sesudahnya, diantarai oleh proses interpretasi oleh si aktor. Jelas proses interpretasi ini adalah proses berpikir yang merupakan kemampuan yang khas yang dimiliki manusia. 3 Prespektif interaksionisme simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subyek, prespektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan keberadaan orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Definisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, obyek dan bahkan pada diri mereka sendiri yang menentukan perilaku mereka. Perilaku mereka tidak dapat digolongkan sebagai kebutuhan, dorongan implus, tuntutan budaya atau penafsiran mereka atas obyek-obyek disekeliling mereka. Interaksi simbolik, kata Blumer, merujuk pada karakter interaksi khusus yang berlangsung antar manusia. Aktor tidak semata-mata bereaksi Pers, 2013), 52. 3 George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, (Jakarta: Rajawali

47 terhadap tindakan yang lain tetapi dia menafsirkan dan mendefinisikan setiap tindakan orang lain. Respon aktor baik secara langsung maupun tidak langsung didasarkan atas penilaian makna tersebut. Oleh karenanya, Interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol penafsiran atau dengan menemukan makna tindakan orang lain. 4 Simbol adalah aspek penting yang memungkinkan orang bertindak menurut cara-cara yang khas dilakukan manusia. Karena simbol, manusia tidak memberikan respon secara pasif terhadap realitas yang memaksakan dirinya sendiri, tetapi secara aktif menciptakan dan mencipta ulang dunia tempat mereka berperan. Sebagai tambahan atas kegunaan umum ini, simbol pada umumnya dan bahasa pada khususnya, mempunyai sejumlah fungsi khusus bagi aktor. 5 Pertama, simbol memungkinkan orang menghadapi dunia material dan dunia sosial dengan memungkinkan mereka untuk mengatakan, menggolongkan dan mengingat objek yang mereka jumpai disitu. Dengan cara ini manusia mampu menata kehidupan, agar tak membingungkan. Bahasa memungkinkan orang mengatakan, menggolongkan, dan terutama mengingat secara lebih efisien ketimbang yang dapat mereka lakukan dengan menggunakan jenis simbol lain seperti kesan bergambar. 4 Irving M. Zetlin, Memahami Kembali Sosiologi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Perss, 1998), 332. 5 George Ritzer, Teori Sosiologi Modern, (jakarta: Kencana 2004), 292-293.

48 Kedua, simbol meningkatkan manusia untuk memahami lingkungan. Dari pada dibanjiri oleh banyak stimuli yang tak dapat dibeda-bedakan, aktor dapat berjaga-jaga terhadap bagian lingkungan tertentu saja ketimbang terhadap bagian lingkungan yang lain. Ketiga, simbol meningkatkan kemampuan untuk berpikir. Jika sekumpulan simbol bergambar hanya dapat meningkatkan kemampuan berpikir secara terbatas, maka bahasa akan dapat lebih mengembangkan kemampuan ini,. Dalam artian ini, berpikir dapat dibayangkan sebagai berinteraksi secara simbolik dengan diri sendiri. Keempat, simbol meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan berbagai masalah. Binatang harus menggunakan cara true and error, tetapi manusia dapat memikirkan dengan menyimbolkan berbagai alternatif tindakan sebelum benar-benar melakukannya. Kemampuan ini mengurangi peluang berbuat kesalahan yang merugikan. Kelima, simbol memungkinkan aktor mendahului waktu, ruang, dan bahkan pribadi mereka sendiri. Melalui penggunaan simbol, aktor dapat membayangkan seperti apa kehidupan dimasa depan. Lagi pula, aktor dapat secara simbolik mendahului pribadi mereka sendiri dan membayangkan seperti apa kehidupan ini dilihat dari sudut pandang orang lain. Inilah konsep teoritisi interaksionisme simbolik yang terkenal: mengambil peran orang lain.

49 Keenam, simbol memungkinkan kita membayangkan realitas metafisik, seperti surga dan neraka. Ketujuh, dan paling umum, simbol memungkin orang menghindar dari diperbudak oleh lingkungan mereka. Mereka dapat lebih aktif ketimbang pasif artinya mengatur sendiri mengenai apa yang akan mereka kerjakan. Dengan berbagai standar yang ditetapkan dalam budaya salaman, pelajar atau individu dapat membentuk makna dalam salaman. Dengan adanya pelajar atau individu yang bersifat kreatif inilah berbagai isyarat muncul dari simbol yang diciptakan oleh individu. Bagi Blumer interaksionisme simbolis bertumpu pada tiga premis : 1). manusia bertindak pada susuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada suatu itu bagi mereka, 2). makna tersebut berasal dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain, 3). makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial berlangsung. 6 Mengenai sebab tindakan, Blumer mengatakan bahwa tindakan manusia bukan disebabkan oleh sejumlah kekuatan luar ataupun kekuatan dalam. Gambaran yang benar mengenai hal itu adalah individu membentuk objek-objek, lalu merancang objek-objek yang berbeda, kemudian memberinya arti, menilai kesesuaiannya dengan tindakan, dan mengambil 6 Wardi Bachtiar, Sosiologi Klasik, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya 2010), 249.

50 keputusan berdasarkan penilaian tersebut. Inilah yang dimaksud dengan penafsiran atau tindakan berdasarkan simbol-simbol. 7 Interaksionisme simbolis yang diketengahkan Blumer mengandung sejumlah root images atau ide-ide dasar, yang dapat diringkas sebagai berikut: 1. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi. Kegiatan tersebut saling bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk apa yang di kenal sebagai organisasi atau struktur sosial. 2. Interaksi terdiri dari kegiatan manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia yang lain. Interaksi-interaksi non simbolis mencakup stimulus respon yang sederhana, seperti halnya bentuk untuk membersihkan tenggorokan seseorang. Interaksi simbolis mencakup penafsiran tindakan. Bila dalam pembicaraan seseorang pura-pura batuk ketika tidak setuju dengan pokok-pokok yang diajukan oleh si pembicara, batuk tersebut menjadi suatu simbol yang berarti, yang dipakai untuk penolakan. Bahasa tentu saja merupakan simbol berarti yang paling umum. 3. Objek-objek tidak mempunyai makna instrinsik, makna lebih merupakan produk interaksi simbolik. Objek-objek dapat di klasifikasikan kedalam tiga kategori yang luas (a) objek fisik, seperti meja, tanaman atau mobil, (b) objek sosial seperti ibu, guru, menteri Utama), 129. 7 Wirawan, Teori-teori Sosial Dalam Tiga Paradigma, (Jakarta: PT Karisma Putra

51 atau teman, dan (c) objek abstrak, seperti nilai-nilai, hak dan peraturan. Blumer membatasi objek sebagai segala sesuatu yang berlainan dengannya. Dunia objek diciptakan, disetujui, ditransformir dan dikesampingkan lewat interaksi simbolis, ilustrasi peranan makna yang diterapkan kepada objek fisik dapat dilihat dalam perlakuan yang berbeda terhadap sapi di Amerika sapi dapat diartikan makanan, sedang di India sapi dianggap sakral. Bila dilihat dari perspektif lintas kultural, objek-objek fisik yang maknanya kita ambil begitu saja bisa di anggap terbentuk secara sosial. 4. Manusia tidak hanya mengenal objek eksternal, mereka dapat melihat dirinya sebagai objek. Jadi seorang pemuda dapat melihat dirinya sebagai mahasiswa, suami dan seorang yang baru saja menjadi ayah. Pandangan terhadap diri sendiri ini, sebagaimana dengan semua objek, lahir disaat proses interaksi simbolis. 5. Tindakan manusia adalah tindakan interpretatif yang dibuat oleh manusia itu sendiri. 6. Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggotaanggota kelompok, hal ini disebut sebagai tindakan bersama yang dibatasi sebagai, organisasi sosial dari perilaku tindakan-tindakan berbagai manusia. 8 2010), 264-265. 8 Margaret M. paloma, Sosiologi KoNtemporer, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

52 Kesimpulan utama yang perlu diambil dari uraian tentang subtansi Teori Interaksionalisme Simbolik ini adalah kehidupan bermasyarakat terbentuk melalui proses interaksi dan komunikasi antar kelompok dengan menggunakan simbol-simbol yang dipahami maknanya melalui proses belajar. Tindakan seseorang dalam proses interaksi itu bukan semata-mata merupakan suatu tanggapan yang bersifat langsung terhadap stimulus yang datang dari lingkungannya atau dari luar dirinya. Tetapi tindakan itu merupakan hasil dari pada proses interpretasi terhadap stimulus. Jadi merupakan hasil proses belajar, dalam arti memahami simbol-simbol, dan saling menyesuaikan makna dari simbol-simbol itu. Meskipun norma-norma, nilai-nilai sosial dan makna dari simbol-simbol itu memberikan pembatasan terhadap tindakannya, namun dengan kemampuan berpikir yang dimilikinya manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan tindakan dan tujuan-tujuan yang hendak dicapainya. Menurut Blumer istilah interaksionisme simbolik menunjukkan kepada sifat khas dari interaksi antar manusia. Kekhasannya, adalah bahwa manusia saling menerjemahkan dan saling mendefinisikan tindakannya. Bukan hanya sekedar reaksi belaka dari tindakan seseorang, terhadap orang lain. Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung terhadap tindakan orang lain, tetapi didasarkan atas makna yang diberikan terhadap tindakan orang lain itu. Interaksi antar individu, diantara penggunaan simbol-simbol, interprestasi atau dengan saling berusaha untuk saling memahami maksud dari tindakan masing-masing.

53 Sehingga dalam proses interaksi manusia itu bukan suatu proses dimana adanya stimulus secara otomatis dan langsung menimbulkan tanggapan atau respon. Tetapi antara stimulus yang diterima dan respon yang terjadi sesudahnya diantara proses interprestasi oleh si aktor. Jelas proses interprestasi ini adalah proses berfikir yang merupakan kemampuan yang dimiliki manusia. Proses interprestasi yang menjadi penengah antara stimulus respons menempati posisi kunci dalam teori interaksionalisme simbolik. Disamping itu, menurut Herbert Blumer tindakan-tindakan bersama yang mampu membentuk struktur atau lembaga itu hanya mungkin disebabkan oleh interaksi simbolis, yang dalam menyampaikan makna menggunakan isyarat dan bahasa. Melalui simbol-simbol yang berarti, simbol-simbol yang telah memiliki makna, objek-objek yang dibatasi dan ditafsirkan, melalui proses interaksi makna-makna tersebut disampaikan pada pihak lain. Menurut Margaret M.Paloma premis-premis interaksionisme simbolik Blumer tersebut membimbingnya dalam menetapkan garis besar metodologis penelitian. Tindakan sosial harus dilihat sebagai suatu proses dan sehubungan dengan bagaimana tindakan itu terbentuk. Karena itu, organisasi atau struktur sosial dilihat sebagai tindakan organisasi. Interaksionisme simbolik mencoba menjelaskan bagaimana cara para partisipan membatasi, menafsirkan dan menangkap situasi yang kemudian memperlancar pembentukan struktur atau

54 perubahannya. Dalam penelitian empiris hakikat prosedural pembentukan diri dan struktur sosial tidak boleh diabaikan. 9 Beberapa tokoh teori interaksionisme simbolik seperti Blumer, Manis dan Meltzer, Rose, Snow telah menghitung jumlah prinsip dasar teori interaksionisme sombolik ini, yang meliputi: 10 a. Tak seperti binatang, manusia dibekali kemampuan untuk berpikir. b. Kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi sosial. c. Dalam interaksi sosial manusia mempelajari arti dan simbol yang memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berpikir mereka yang khusus itu. d. Makna dan simbol memungkinkan manusia melanjutkan tindakan khusus dan berinteraksi. e. Manusia mampu mengubah arti dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan penafsiran mereka terhadap situasi. f. Manusia mampu membuat kebijakan modifikasi dan perubahan, sebagian karena kemampuan mereka berinteraksi dengan diri mereka sendiri, yang memungkinkan mereka menguji serangkaian peluang tindakan, menilai keuntungan dan kerugian relatif mereka, dan kemudian memilih satu diantara serangkaian peluang tindakan itu. g. Pola tindakan dan interaksi yang saling berkaitan akan membentuk kelompok dan masyarakat. 9 Dewi Wulansari, Sosiologi Konsep dan Teori (Bandung: PT Refika Aditama, 2009), 195. 10 George Ritzer, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana 2004), 289.

55 Teori interaksionisme simbolik memandang manusia sebagai makhluk sosial dalam suatu pengertian yang mendalam, yakni suatu makhluk yang ikut serta dalam berinteraksi sosial dengan dirinya sendiri, dengan membuat indikasinya sendiri, dan memberikan respon pada sejumlah indikasi. Asumsi-Asumi interaksionisme simbolik berdasarkan karya Herbert Blumer sebagai berikut: a. Manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar asumsi internilai simbolik yang dimiliki sesuatu itu (kata benda atau syarat) dan bermakna bagi mereka. b. Makna-makna itu merupakan hasil interaksi sosial dalam masyarakat manusia. c. Makna-makna yang muncul dari simbol-simbol yang dimodifikasi dan ditangani melalui proses penafsiran yang digunakan oleh setiap individu dalam keterlibatannya dengan benda-benda dan tanda-tanda yang dipergunakan. 11 Interaksionisme simbolik berpandangan bahwa tindakan manusia ditentukan oleh makna yang ada pada dirinya. Makna tersebut berasal dari proses interpretasi seseorang terhadap berbagai objek di luar dirinya ketika interaksi berlangsung. Dengan demikian, makna tersebut bersifat labil dan temporer yang setiap saat memiliki kecenderungan untuk berubah dan mengikuti alur mutual yang terjadi antara diri (self). Dengan demikian, pikiran 11 George Ritzer, Teori Sosiologi, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2012), 281.

56 (mind), dan realitas sosial. Dengan demikian, masyarakat bukan sesuatu yang statis diluar sana yang terus-menerus memengaruhi dan membentuk diri sang aktor, namun pada hakikatnya merupakan sebuah proses interaksi yang bersifat mutual. Individu bukan hanya memiliki pikiran (mind), namun juga diri (self) yang bukan sebuah entitas psikologis, namun sebagai aspek dari proses sosial yang muncul dalam proses pengalaman dan aktivitas sosial. Selain itu, keseluruhan proses interaksi tersebut bersifat simbolik, dimana makna-makna dibentuk oleh akal budi manusia itu sendiri. Bagi Herbert Blumer manusia bertindak bukan hanya faktor eksternal (fungsionalisme struktural) dan internal (reduksionis psikologis) saja, namun individu juga mampu melakukan self indication atau memberi arti, menilai, memutuskan untuk bertindak berdasarkan referensi yang mengelilingnya tersebut. 12 Berdasarkan penjelasan di atas dapat disumpulkan bahwa teori interaksionisme simbolik adalah suatu teori tentang pribadi/individu, tindakan sosial, Penjelasan-penjelasan mengenai tindakan komponen teoritis tetap sederhana, tetapi ini bisa dilihat sebagai suatu pilihan yang sadar dalam rangka menangkap beberapa dari kerumitan situasi-situasi nyata. Dalam penelitian ini menggunakan teori interaksionisme simbolik dengan memahami realitas sebagai suatu interaksi yang dipenuhi sebagai simbol. Kenyataan merupakan interaksi interpersonal yang menggunakan simbol-simbol. Dalam budaya salaman mempunyai beberapa makna yang 12 Umiarso Elbadiansyah, Interaksionisme Simbolik Dari Era Klasik Hingga Modern, (Jakarta: PT Grafindo Persada 2014), 157.

57 mendalam diantaranya sebagai tradisi turun menurun, menghargai satu sama lainnya, bisa menumbuhkan kedekatan yang terjalin antara guru dan pelajar serta timbulnya kasih sayang juga. Teori interaksionisme simbolik ini merupakan sisi lain dari pandangan yang melihat individu sebagai produk yang ditentukan oleh masyarakat. Dan simbol-simbol juga bisa mewakili cara kita berkomunikasi, karena terkadang lawan bicara kita sudah bisa memahami dari simbol yang melekat pada diri kita. Landasan pokok dalam interaksionisme simbolik adalah memaknai setiap tindakan atau simbol yang disampaikan oleh pelajar atau individu. Prespektif interaksi simbolik berusaha memahami budaya lewat perilaku pelajar yang terpantul dalam komunikasi. Interaksi simbolik lebih menekankan pada makna interaksi budaya sebuah komunitas. Oleh karena itu untuk dapat memahami budaya slaman, harus dipahami terlebih dahulu definisi salaman sendiri.