PENGGUNAAN KADAR PROTEIN RANSUM YANG BERBEDA TERHADAP PERFORMA AYAM JANTAN PETELUR

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Daun Singkong dalam Ransum Komersial terhadap Performa Broiler Strain CP 707

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

EFEK LAMA WAKTU PEMBATASAN PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PERFORMANS AYAM PEDAGING FINISHER

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower.

PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN FINISHER PERIOD

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

PENGARUH MANIPULASI RANSUM FINISHER TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PAKAN DALAM PRODUKSI BROILER

PENGARUH PEMBERIAN PROTEIN KASAR DENGAN TINGKAT YANG BERBEDA TERHADAP PERFORMAN AYAM KAMPUNG

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk

PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN.

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

Tepung Ampas Tahu Dalam Ransum, Performa Ayam Sentul... Dede Yusuf Kadasyah

Pengaruh Jenis Alat Pemanas Kandang Indukan terhadap Performan Layer Periode Starter

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PERFORMA PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER DENGAN SISTEM PEMELIHARAAN CLOSED HOUSE

Perbandingan Performans Dua Strain Broiler Yang Mengonsumsi Air Kunyit

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

PENGARUH PENUNDAAN PENANGANAN DAN PEMBERIAN PAKAN SESAAT SETELAH MENETAS TERHADAP PERFORMANS AYAM RAS PEDAGING ABSTRACT

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

PENGARUH PENUNDAAN PENANGANAN DAN PEMBERIAN PAKAN SESAAT SETELAH MENETAS TERHADAP PERFORMANS AYAM RAS PEDAGING ABSTRACT

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

RESPON PENGGANTIAN PAKAN STARTER KE FINISHER TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAN PERSENTASE KARKAS PADA TIKTOK. Muharlien

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan meningkatkan. kesejahteraan peternak. Masalah yang sering dihadapi dewasa ini adalah

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

Perbandingan Performans Dua Strain Broiler yang Mengonsumsi Air Kunyit

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

PENGARUH KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PRODUKSI AYAM PETELUR FASE AWAL GROWER

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela

BAB III MATERI DAN METODE. 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 Januari 2017 di kandang

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): , Agustus 2016 PERFORMA AYAM PEDAGING PADA SISTEM BROODING KONVENSIONAL DAN THERMOS

PEMANFAATAN STARBIO TERHADAP KINERJA PRODUKSI PADA AYAM PEDAGING FASE STARTER

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

Amiril Mukmin 1, Rina Kurniasih Prodi Peternakan Fakultas Pertanian UNISKA Kediri 2. SMK Negeri 1 Gondang Nganjuk

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

AGROVETERINER Vol.5, No.1 Desember 2016

PERTAMBAHAN BOBOT BADAN AYAM BROILER DENGAN PEMBERIAN RANSUM YANG BERBEDA Chairul Fadli DosenFakultas Pertanian Prodi Peternakan UniversitasAlmuslim

BAB III MATERI DAN METODE

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

PengaruhImbanganEnergidan Protein RansumterhadapKecernaanBahanKeringdan Protein KasarpadaAyam Broiler. Oleh

EFFECT OF HOUSE TEMPERATURE ON PERFORMANCE OF BROILER IN STARTER PERIOD

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

Pengaruh Jenis dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Performans Pertumbuhan dan Produksi Ayam Broiler

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari 02 April--23 April 2014, di

PERFORMA PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica) YANG DI PELIHARA PADA FLOCK SIZE YANG BERBEDA

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

PENGARUH IMBANGAN ENERGI DAN PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT KARKAS DAN BOBOT LEMAK ABDOMINAL AYAM BROILER UMUR 3-5 MINGGU

Pos 35 Ciawi, Bogor ABSTRACT ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan baru

PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS

PERFORMAN PERTUMBUHAN AWAL AYAM BURAS PADA FASE STARTER YANG DIBERI RANSUM KOMERSIL AYAM BROILER

KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER. Niken Astuti Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta

MATERI DAN METODE. Materi

Perbandingan Performans Broiler yang Diberi Kunyit dan Temulawak Melalui Air Minum

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 30 hari pada 16 Maret sampai 15 April 2014,

Pengaruh Penambahan Tepung Kunyit...Rafinzyah Umay Adha

METODE PENELITIAN. Materi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah,

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kandang milik PT. Rama Jaya Lampung, Desa Jati

PENGARUH RANSUM DENGAN PERSENTASE SERAT KASAR YANG BERBEDA TERHADAP PERFORMA AYAM JANTAN TIPE MEDIUM UMUR 3--8 MINGGU

PENGARUH TINGKAT PEMBATASAN PEMBERIAN PAKAN (Restricted Feeding) TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER JANTAN

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG KETELA RAMBAT (Ipomea Batatas L) SEBAGAI SUMBER ENERGI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI AYAM PEDAGING FASE FINISHER

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.

PERFORMAN PRODUKSI AYAM PEDAGING YANG DIBERI PENAMBAHAN TEPUNG KUNYIT (Curcuma domestica Val.) DALAM RANSUM

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU.

BAB III MATERI DAN METODE. November 2015 di Kandang Ayam Fakultas Peternakan dan Pertanian,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian

PENGGUNAAN TEPUNG LIMBAH PENGALENGAN IKAN DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA BROILER. Arnold Baye*, F. N. Sompie**, Betty Bagau**, Mursye Regar**

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter

TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam ordo Galliformes, famili Phasianidae, genus Gallus dan

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

Transkripsi:

68 Setiyono et al. Performa ayam jantan petelur PENGGUNAAN KADAR PROTEIN RANSUM YANG BERBEDA TERHADAP PERFORMA AYAM JANTAN PETELUR THE EFFECT OF DIFFERENT PROTEIN LEVELS IN RATION ON PERFORMANCES OF LAYER ROOSTERS E Setiyono 1, D Sudrajat 2a, dan Anggraeni 2 1 Mahasiswa Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda Bogor Jl. Tol Ciawi No. 1, Kotak Pos 35 Ciawi, Bogor 16720. 2 Dosen Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda Bogor Jl. Tol Ciawi No. 1, Kotak Pos 35 Ciawi, Bogor 16720. a Korespondensi: Deden Sudrajat, E mail: deden.sudrajat@unida.ac.id (Diterima: 29 05 2015; Ditelaah: 01 06 2015; Disetujui: 09 06 2015) ABSTRACT Farm business is still a relatively more efficient and faster in providing animal protein. Protein is needed for growth and production of meat and it is a part of antibodi and enzymes in the body. The aim of study is determine the effect of feeding with different protein levels on growth performance rooster layer. The research was conducted on March 5, 2015 until May 10, 2015. The study located Kampung Palasari RT 01 RW 06 Palasari Village, District Cijeruk, Bogor Regency. Chickens used for research was 90 DOC Males Layer of strain Lohman Brown, with an average weight 38 grams. Chicken feed with 21%, 18%, 23% of crude protein content of ration from the production of PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk namely BR1 with 21% protein, Par S with 18% protein, and BBR with 23% crude protein. The study used completely randomized design (CRD) with 3 treatments and 5 replications. The collected data was analyzed with ANOVA and Duncan s multiple range test. Results showed that the ration containing different levels of proteins which is 18% protein up to 21% protein had no effect on feed intake, FCR, mortality, and production index. The rations containing 18% protein could replace the ration control (ration with 21% crude protein). Key words: layer rooster, performance, protein. ABSTRAK Usaha peternakan ayam masih merupakan usaha yang efisien dalam menghasilkan protein. Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan, pembentukan enzim, dan antibodi dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pemberian pakan dengan protein berbeda terhadap performa pertumbuhan ayam jantan petelur. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 05 Maret 2015 sampai dengan 10 Mei 2015 di kandang yang berlokasi Kampung Palasari RT 01 RW 06 Desa Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Ayam yang digunakan untuk penelitian berjumlah 90 ekor DOC jantan Layer strain Lohman Brown, dengan berat badan rata rata 38 gram, pakan ayam dengan kandungan protein kasar 21%, 18%, dan 23%. Ransum yang digunakan produksi dari PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk yaitu BR 1 dengan protein kasar 21%, Par S yang protein kasarnya 18%, dan BBR dengan protein kasar 23%. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan yang akan dianalisis dengan sidik ragam dan uji lanjut Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ransum protein yang berbeda tidak berpengaruh terhadap konsumsi pakan, FCR, mortalitas, dan indeks produksi. Ransum dengan protein kasar 18% bisa menggantikan protein kontrol (protein kasar 21%). Kata kunci: ayam jantan petelur, performa, protein. Setiyono E, D Sudrajat, dan Anggraeni. 2015. Penggunaan kadar protein ransum yang berbeda terhadap performa ayam jantan petelur. Jurnal Pertanian 6(2): 68 74.

Jurnal Pertanian ISSN 2087 4936 Volume 6 Nomor 2, Oktober 2015 69 PENDAHULUAN Saat ini peternakan ayam masih merupakan usaha relatif efisien dan cepat dalam menyediakan protein hewani. Selain itu, peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan kesejahteraan berdampak langsung terhadap jumlah konsumsi berbagai jenis bahan pangan dan bahan sumber protein salah satunya daging ayam. Hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya konsumsi daging ayam perkapita pertahun. Pada tahun 1970 an, daging ayam berkontribusi hanya 20% dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia. Tahun 2012 daging ayam berkontribusi sebesar 66,8%, dengan 84,4% berasal dari daging ayam. Berdasarkan data Gabungan Petani Peternak Unggas (GPPU) pada tahun 2012 diprediksi konsumsi karkas per kapita akan meningkat menjadi 8,6 kg/kapita pada tahun 2013 ini, 9,97 kg/kapita pada tahun 2014: 11,45 kg/kapita pada tahun 2015: 12,97 kg/kapita pada tahun 2016, dan 14,49 kg/kapita pada tahun 2017 (Sugiyono 2012). Permintaan daging ayam yang cenderung meningkat mencerminkan selera masyarakat yang baik terhadap produk produk hewani tersebut. Kejadian ini tidak aneh karena produkproduk tersebut relatif lebih murah dibandingkan dengan harga daging sapi. Peluang masyarakat dengan memanfaatkan ayam jantan petelur sebagai penghasil daging. Keuntungan dari ayam ini yaitu harga DOC yang relatif murah, harga jual masih memenuhi rasio manfaat, rekayasa pakan masih dapat diusahakan, dan rasa daging seperti ayam kampung. Pakan merupakan komponen yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu peternakan dan merupakan komponen biaya yang besar. Oleh karena itu, dilakukan manajemen pakan yaitu dengan melihat kualitas dan kuantitas pakan sehingga dapat meningkatkan kecernaan pakan penyerapan zatzat makanan dan efisiensi harga. Protein merupakan persenyawaan organik yang mengandung unsur unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen (Anggorodi 1995). Protein adalah unsur pokok pembentuk alat tubuh dan jaringan lunak tubuh aneka ternak unggas. Protein diperlukan untuk pertumbuhan, pengelolaan, dan produksi daging serta merupakan bagian enzim dalam tubuh dan antibodi. Rasyaf (2000) menyatakan bahwa standar protein untuk stater adalah 20 22%. Ayam yang lebih tua membutuhkan protein yang lebih rendah dibandingkan dengan ayam yang muda. Selama ini peternak masih menggunakan pakan ayam pedaging (broiler) dalam pemeliharaanya dan belum ada standar yang baku untuk penggunaan protein dalam pemeliharan ayam jantan petelur. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pemberian pakan dengan protein berbeda terhadap performa pertumbuhan ayam jantan petelur. MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 05 Maret 2015 sampai dengan 10 Mei 2015 di kandang yang berlokasi di Kampung Palasari RT 01 RW 06 Desa Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Materi Penelitian Ayam yang digunakan untuk penelitian berjumlah 90 ekor DOC Jantan Layer strain Lohman Brown, dengan berat badan rata rata +/ 38 gram, pakan ayam dengan kandungan protein kasar 21%, 18%, dan 23%. Kandang ayam yang digunakan dengan ukuran 2,5 m x 2,5 m sejumlah 3 unit, dan setiap kandang dibagi mejadi 5 sekatan, masing masing berukuran 0,5 m x 0,5 m. Peralatan dan perlengkapan kandang meliputi: chick guard, tempat pakan, tempat minum, plastik putih (plastik cor), timbangan digital, timbangan 50 kg, dan pemanas lampu bohlam 40 watt. Ransum yang digunakan diproduksi dari PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk yaitu BR 1 dengan protein kasar 21%, Par S yang protein kasarnya 18%, dan BBR dengan protein kasar 23%. Tabel 1. Kandungan nutrisi ransum perlakuan Kandungan Nutrisi Jenis Pakan P0 P1 P2 Air 11,50 11,55 11,15 Lemak 4,94 4,68 5,26 Serat Kasar 2,34 2,34 2,35 Protein 21,69 17,89 22,94 Abu 4,97 4,98 5,12 EM 2900 2900 3000 Sumber: Japfa Comfeed Indonesia Tbk. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan 3 (tiga) perlakuan dan 5 (lima) kali ulangan sehingga

70 Setiyono et al. Performa ayam jantan petelur total pengamatan 15 unit satuan pengamatan dan setiap unit satuan pengamatan berjumlah 6 ekor. Adapun ransum P0 dengan protein 21%, ransum P1 dengan protein 18%, dan ransum P2 dengan protein 23%. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut. Y ij = µ + α i + E ij Keterangan: Yij = pengamatan pada perlakuan ke i ulangan ke j; µ = rataan umum; α i = pengaruh perlakuan; Eij = pengaruh acak pada perlakuan ke i ulangan ke j. Analisis selanjutnya digunakan uji Duncan apabila hasil perhitungan yang didapat berbeda nyata. Pelaksanaan Penelitian Tahap kerja yang dilakukan pada saat penelitian berlangsung adalah: 1. kandang yang berukuran 2,5 x 0,5 m dengan jumlah 3 unit kandang, disekat menjadi 5 bagian yang lebih kecil sehingga ukuran per unit percobaan adalah 0,5 m x 0,5 m; 2. mempersiapkan peralatan dan perlengkapan kandang (sekam, tempat pakan, tempat minum, seng, dan plastik cor) setelah kandang dibersihkan dengan air dan disucihamakan dengan desinfektan; 3. penimbangan ayam (DOC) saat datang; 4. pemberian pakan sesuai perlakuan dengan protein 21%, 18%, 23% selama 45 hari; 5. pemeriksaan suhu pada masing masing kandang dilakukan 6 kali dalam sehari yaitu pada pukul 06.00, 08.00, 12.00, 16.00, 20.00, dan 24.00 dilaksanakan sampai umur 45 hari; 6. penimbangan berat badan ayam setiap minggu yaitu pada umur 7, 14, 21, 28, 35, 42, dan 45 hari. Cara pengambilan sampel adalah sebanyak 5 ekor setiap unit perlakuan. Data diambil sampai umur 45 hari; 7. pemberian pakan dan minum ad libitum. Peubah yang Diamati Berikut ini adalah peubah peubah yang diamati dalam penelitian. 1. Konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang dimakan per ekor ayam yang diukur setiap minggu, dengan rumus sebagai berikut. Konsumsi pakan = Jumlah pakan yang dikonsumsi (gram) Populasi ayam (ekor) 2. Bobot badan. Pengukuran laju pertumbuhan berat badan dilakukan dengan penimbangan berat badan mingguan yang dilakukan semua. 3. Feed Covertion Ratio (FCR) adalah suatu konversi atau imbangan sejumlah pakan yang dikonsumsi untuk membentuk atau menghasilkan berat badan, semakin rendah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu kilogram berat badan diukur setiap minggunya dengan rumus: FCR = Total pakan yang dikonsumsi (gram) Total Bobot Badan (ekor) 4. Mortalitas. Kematian atau mortalitas berpengaruh terhadap indek performance, sehingga dilakukan evaluasi mortalitas pada masing masing perlakuan. Perhitungan mortalitas sebagai berikut. Jumlah Ayam mati Mortalitas = (ekor) Populasi Awal X 100% (ekor) 5. Indek Produksi (IP). Untuk mencari nilai indek produksi dengan rumus: IP = (100 % Mortalitas) X Bobot Badan rata rata X 100% FCR X Umur rata rata HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan atau feed intake adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ayam selama periode pemeliharaan. Faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan adalah bobot badan, galur, tingkat produksi, tingkat cekaman, aktifitas ternak, mortalitas, kandungan energi dalam pakan dan suhu lingkungan (North dan Bell 1990). Hasil penelitian tentang konsumsi pakan disajikan pada Tabel 2. Perbedaan jumlah konsumsi pakan yang tercapai pada masingmasing perlakuan menunjukkan bahwa perbedaan pemberian ransum protein berbeda pengaruh pada konsumsi pakan. Hasil analisis ragam menunjukkan antara perlakuan P0, P1, dan P2 tidak berbeda nyata pada minggu 1, 3, 5, dan 6. Hal ini menunjukan bahwa pemakain ransum protein berbeda tidak berpengaruh terhadap konsumsi pakan. Faktor yang dapat meningkatkan konsumsi pakan adalah bentuk dan aroma ransum yang sehingga ayam akan merasa nyaman dan sesuai dengan ideal yang dibutuhkan. Kondisi ini selaras dengan

Jurnal Pertanian ISSN 2087 4936 Volume 6 Nomor 2, Oktober 2015 71 pendapat (Tillman et al. 1991) yang mengatakan bahwa pembentukan berat tubuh berhubungan dengan konsumsi ransum, semakin tinggi konsumsi ransum maka berat tubuhnya akan semakin berat, dan sebaliknya, semakin rendah konsumsi ransum maka berat tubuhnya semakin kecil pemenuhan kebutuhan zat zat makanan dalam proses pertumbuhan. Tabel 2. Konsumsi pakan pada masing masing perlakuan (gram/ekor) 1 61,67±0,00 61,67±0,00 61,67±0,00 2 123,33±1,17 a 125,00±2,35 a 120,00±0,91 b 3 189,00±0,3,24 176,67±8,66 187,67±3,61 4 287,00±66,09 a 310,8±70,41 b 333,4±57,96 b 5 293,67±28,85 301,00±35,73 336,46±26,58 6 526,00±49,84 461,80±119,26 513,67±37,20 Keterangan: nilai dengan superskrip berbeda pada baris yang berbeda menunjukan berbeda nyata pada taraf 5% (P<0,05). Menurut Kartasudjana dan Suprijatna (2006), ayam mengkonsumsi makanan untuk memenuhi kebutuhan energi, sebelum kebutuhan energinya terpenuhi ayam akan terus makan. Hasil penelitian Ardiansyah (2012) menunjukkan bahwa rata rata konsumsi ransum ayam jantan tipe medium strain Lohman selama 7 minggu yaitu 231,26 dan 229,73 g/ekor/minggu, lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata rata konsumsi ransum ayam jantan petelur penelitian ini yaitu P0 526,00 g/ekor/minggu, P1 461,80 g/ekor/minggu, dan P2 513,67 g/ekor/minggu. Pertambahan Bobot Badan Pencapaian berat badan dijadikan indikator utama dalam pengukuran pertumbuhan sebagai landasan bagi ukuran kecepatan relatif dalam pertambahan berat per satuan waktu atau ukuran mutlak setelah mencapai jangka waktu tertentu. Rataan pencapaian berat badan rata rata untuk masing masing perlakuan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Pertambahan bobot badan ayam pejantan percobaan 1 67,00±5,90 61,84±6,72 68,00±2,55 2 126,42±7,20 121,47±10,35 131,60±3,67 3 197,84±17,95 a 194,50±12,25 ab 217,22±12,11 b 4 275,00±17,91 a 268,80±21,83 a 300,00±10,88 b 5 320,60±10,04 b 295,80±9,80 a 334,20±7,66 b 6 468,60±18,50 a 450,60±20,29 a 515,60±25,62 b Keterangan: nilai dengan superskrip berbeda pada baris yang berbeda menunjukan berbeda nyata pada taraf 5% (P 0,05). Gambar 1. Kurva pertambahan bobot badan ayam jantan petelur Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemakaian tidak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pencapaian bobot badan badan. Minggu 1 dan 2 namun pada minggu 3, 4, 5, dan 6 berbeda nyata, pada minggu 6 bobot badan pada ransum 18% sama dengan bobot badan ayam ransum 21%, namun lebih rendah dari ransum 23%. Pertambahan bobot badan bisa dilihat pada Gambar 1 bahwa selama penelitian terdapat kenaikan bobot badan per minggunya. Konsumsi pakan berbanding lurus dengan berat badan, apabila konsumsi pakan naik maka pencapaian berat badan juga naik sehingga adanya perubahan pada konsumsi pakan menyebabkan perubahan pada berat badan ayam. Konsumsi pakan meningkat menyebabkan asupan kebutuhan nutrisi terpenuhi untuk pembentukan jaringan tubuh. Rasyaf (2008) menyatakan bahwa pertumbuhan yang cepat

72 Setiyono et al. Performa ayam jantan petelur adakalanya didukung dengan konsumsi ransum yang banyak pula. Bila ransum diberikan tidak terbatas atau ad libitum, ayam akan makan sepuasnya hingga kenyang. Pertambahan berat badan menunjukkan kemampuan ayam untuk mengubah pakan menjadi otot, jaringan tubuh, dan tulang. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu strain ayam, jenis kelamin, dan faktor lingkungan yang mendukung. Laju pertambahan bobot badan dapat diketahui dengan melakukan penimbangan berat badan setiap minggunya. Menurut Rasyaf (2000), kecepatan pertumbuhan merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik merupakan bawaan dari induk, sedangkan faktor lingkungan merupakan penyempurnaan dan pencapaian maksimal potensi faktor genetik. Rata rata Bobot badan pada minggu ke 6 yang diperoleh dari hasil penelitian ini sebesar P0 468,60, P1 450,60, lebih rendah dan P2 515,60 lebih tinggi dari hasil penelitian Aryanti et al. (2014) yang memperoleh rata rata bobot badan sebesar 244,0 pada ayam kampung pedaging yang dipelihara selama enam minggu. Feed Conversion Ratio (FCR) Menurut Card dan Nasheim (1972), menyatakan bahwa semakin tinggi nilai konversi pakan berarti pakan yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan semakin banyak atau efisiensi penggunaan pakan semakin menurun. Menurut James et al. (2002), faktor yang mempengaruhi konversi ransum adalah nutrisi dalam pakan, genetik, temperatur, zat aditif yang digunakan dalam ransum dan manjemen. Rataan pencapaian FCR masing masing perlakuan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan FCR pada masing masing perlakuan 1 0,94±0,07 0,97±0,07 0,92±0,03 2 1,49±0,79 a 1,55±0,14 a 1,39±0,34 b 3 1,88±0,15 a 1,88±0,08 a 1,70±0,10 b 4 2,45±0,35 2,51±0,25 2,34±0,12 5 3,08±0,19 3,19±0,20 3,00±0,08 6 3,17±0,27 3,20±0,56 3,02±0,21 Rata rata 2,17 2,19 2,06 Keterangan: nilai dengan superskrip sama pada baris yang berbeda menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5% (P 0,05). Berkaitan dengan bertambahnya konsumsi pakan dan bertambahnya berat badan. Umur pemeliharaan lebih lama menyebabkan naiknya konsumsi pakan dan berat badan sehingga nilai konversi pakan juga naik. Kenaikan nilai konversi pakan secara grafik tingkat kenaikannnya lebih rendah dibandingkan dengan pertambahan berat badan. Konversi pakan diperlukan untuk menggambarkan sejauh mana efektivitas biologis pemanfaatan zat dalam pakan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa adanya perbedaan nyata (P>0,05) pada perlakuan. Perbedaan nyata FCR pada minggu ke 2 yaitu antara P2 dengan P1 dan pada minggu ke 3 P2, dan P1 tidak berbeda nyata dengan P0 dengan pemakaian protein yang berbeda tidak berpengaruh terhadap FCR. Nilai konversi ransum ayam jantan petelur dipengaruhi oleh konsumsi ransum dan bobot badan akhir jantan petelur. Apabila memperhatikan dari sudut konversi, sebaiknya dipilih angka konversi yang terendah, namun angka itu berbeda dari masa awal ke masa akhir karena konsumsi pakan akan terus bertambah (Rasyaf 2008). Rata rata konversi ransum yang diperoleh dari hasil penelitian ini sebesar P0 2,17, P1 2,19, lebih tinggi dan P2 2,06 lebih rendah dengan hasil penelitian Ardiansyah (2012) yang memperoleh rata rata konversi ransum sebesar 2,07 2,09 pada ayam jantan tipe medium yang dipelihara selama tujuh minggu. Mortalitas Kematian ternak merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian khusus karena angka kematian (mortalitas) merupakan salah satu petunjuk menilai keberhasilan suatu usaha peternakan. Angka kematian dapat ditekan dengan manajemen yang baik, di antaranya dengan tatalaksana pemeliharaan, kualitas ransum, air minum, dan sumber daya manusia yang baik. Menurut Rasyaf (2000), faktor yang mempengaruhi mortalitas yaitu lingkungan, perubahan musim, kebersihan kandang, dan kualitas DOC. Mortalitas masing masing perlakuan ditunjukkan pada Tabel 5.

Jurnal Pertanian ISSN 2087 4936 Volume 6 Nomor 2, Oktober 2015 73 Tabel 5. Mortalitas pada masing masing perlakuan (%) 1 0 0,17 0 2 0,17 0 0 3 0,17 0 0,17 4 0 0 0 5 0 0,17 0 6 0 0 0 Keterangan: nilai dengan superskrip berbeda pada baris yang berbeda menunjukan berbeda nyata pada taraf 5% (P 0,05) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemakaian protein yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap mortalitas ayam jantan petelur. Faktor yang mempengaruhi tingkat mortalitas pada waktu penelitian karena cuaca pada siang panas dan pada sore dan malam dingin karena hujan. Indeks Produksi (IP) Nilai indeks produksi (IP) ayam jantan petelur selama penelitian pada perlakuan P0 70,41±5,98, P1 71,15±12,10, dan P2 73,97±5,18. Berdasarkan nilai indek produksi (IP) tertingi diperoleh pada perlakuan P2. Hal ini berarti penggunaan protein berbeda P2 menghasilkan hasil yang terbaik dibanding perlakuan P0 dan P1. Faktor yang mempengaruhi nilai indek performa yang maksimal adalah: rata rata berat ayam saat panen, persentase kematian, rata rata umur panen, dan Feed Conversion Ratio (FCR). Penghitungan Indek Produksi (IP) berfungsi sebagai tolak ukur tingkat keberhasilan dalam beternak dan rapor bagi peternak jantan petelur sehingga faktor faktor yang mempengaruhi nilai IP harus senantiasa diperhatikan secara seksama agar mendapatkan hasil yang maksimal. Nilai indek produksi menunjukkan tingkat efisiensi dalam pemeliharaan jantan petelur (Pokphand 2005). Indek Produksi (IP) diartikan baik apabila didukung kematian yang rendah, berat badan yang tinggi, dan efisien dalam penggunaan pakan. Nilai indek produksi akan tinggi apabila didukung dengan faktor genetik yang baik dan kualitas pakan yang baik. Faktor lain yang mempunyai peran penting adalah manajemen pemeliharaan yang baik. Manajemen pemeliharaan diartikan baik apabila dapat meminimalkan kesalahan pada fase pemeliharaan, yaitu fase brooding sampai panen. Pengaruh dari faktor genetik, pakan, dan manajemen yang baik. Tujuan akhir memaksimalkan faktor di atas adalah tercapainya indek produksi (IP) yang tinggi sehingga berpengaruh terhadap biaya pemeliharaan ayam Jantan petelur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fadilah (2004) yang menyatakan bahwa nilai IP yang tinggi juga dapat diartikan semakin efisien biaya yang dipakai untuk usaha tersebut. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemakaian ransum dengan protein yang berbeda yaitu protein kasar 18%, protein kasar 21%, dan protein kasar 23% tidak berpengaruh terhadap konsumsi pakan, FCR, mortalitas, indeks produksi. Ransum dengan protein kasar 18% bisa mengantikan ransum dengan protein kontrol (protein kasar 21%) untuk pemberian pakan ayam jantan petelur. DAFTAR PUSTAKA Anggorodi R. 1985. Kemajuan mutakhir dalam ilmu makanan ternak unggas. Gramedia, Jakarta. Ardiansyah F. 2012. Perbandingan performa dua strain ayam jantan tipe medium ynag di beri ransum komersial broiler. Universitas Lampung, Lampung. Aryanti F, MB Aji, dan N Budiono. 2014. Penggaruh pemberian gula merah terhadap performa ayam kampung pedaging. Balai Pelatihan Kesehatan Hewan Cinagara, Bogor. Card LE dan MC Nasheim. 1972. Poultry production. Lea and Febiger, Philadephia. Fadilah R. 2004. Ayam broiler komersil. Cetakan ke 2. Agromedia Pustaka, Jakarta. James BW, JM DeRouchey, MD Tokach, JL Nelssen, RD Goodband, SS Dritz, dan JC Woodworth. 2002. Comparison of spray dried blood meal and blood cells in diets for nursery pigs. Department of Animal Sciences and Industry Kansas State University, Manhattan. Kartasudjana A dan EU Suprijatna. 2006. Ilmu dasar ternak unggas. Penebar Swadaya, Jakarta. Lohman. 2004. Manual guide lohmann layer. Japfa Comfeed Indonesia Tbk, Jakarta. North MO dan DD Bell. 1990. Commercial chicken production manual. 4th Edition.Van Northland Reinhold, NewYork. Pokphand C. 2005. Charoen Pokphand broiler breeder guide principles. Tidak diterbitkan. Charoen Pokphand. Rasyaf M. 2000. Manjemen peternakan ayam broiler. Penebar Swadaya, Jakarta.

74 Setiyono et al. Performa ayam jantan petelur Rasyaf M. 2008. Panduan beternak ayam pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta. Sugiyono. 2012. Seminar nasional peruggasan. Bisnis, Jakarta. Diunduh pada 10 Juli 2014 dari http//www. Livestockreview.com. Tillman ADS, Reksohadiprodjo, S Prawirokusumo, dan S Lebdosoekoso. 1998. Ilmu makanan ternak dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.