1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pusat Penerangan (Puspen) TNI adalah Badan Pelaksana Pusat (Balakpus) Mabes TNI yang berkedudukan langsung di bawah Panglima TNI, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah koordinasi Kepala Staf Umum TNI (Kasum TNI). Puspen TNI bertugas menyelenggarakan transformasi informasi penerangan TNI secara terpadu dan mengembangkan sistem informasi penerangan untuk mendukung tugas pokok TNI. Secara umum Puspen TNI mempunyai fungsi utama antara lain menyelenggarakan publikasi penerangan TNI untuk memberikan informasi resmi kepada prajurit dan masyarakat, produksi dan dokumentasi yang berhubungan dengan peliputan obyek kegiatan penerangan TNI, menyelenggarakan pengelolaan informasi dan komunikasi melalui media massa untuk membentuk dan menciptakan opini guna kepentingan TNI dan pengembangan sistem informasi penerangan sesuai fungsi penerangan militer. Selain itu, berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), Puspen TNI ditunjuk sebagai Kepala Pengelola Informasi dan Dokumentasi TNI. Keluarnya UU ini merupakan momentum penting dalam mendorong keterbukaan di Indonesia, khususnya di lingkungan TNI. UU ini telah memberikan landasan hukum terhadap hak setiap orang untuk 1
2 memperoleh Informasi Publik dimana setiap badan publik mempunyai kewajiban dalam menyediakan dan melayani permohonan Informasi Publik secara cepat, tepat waktu, biaya ringan dan cara sederhana termasuk TNI. Tugas dan fungsi Puspen TNI sangat strategis dalam upaya membangun citra positif TNI di mata masyarakat ditambah dengan tuntutan untuk dapat menyediakan akses informasi publik, oleh karena itu kinerja karyawan Puspen TNI dituntut lebih optimal agar mampu menunjang penyelenggaraan tugas dan fungsi yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang maupun pimpinan TNI. Akan tetapi sebagaimana layaknya organisasi militer, sifat feodal dan pragmatis serta otoriter masih diterapkan para pemimpinnya dalam menjalankan organisasi Puspen TNI. Sesuai dengan fungsinya, peran kepemimpinan sangat strategis dan penting dalam pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi sehinga menjadi salah satu motif yang mendorong manusia untuk menyelidiki secara mendalam terkait dengan kepemimpinan. Selain dari pada itu pemimpin juga sangat berperan terhadap tumbuh kembangnya budaya organisasi yang ada di dalam organisasinya. Baik dan buruknya suatu organisasi adalah tergantung dari kondisi atau iklim organisasi yang diciptakan oleh pemimpinnya yang nantinya terbentuk menjadi suatu budaya organisasi di dalamnya. Kepemimpinan juga merupakan bagian dari suatu seni, di mana setiap pemimpin memiliki gaya dan seni tersendiri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Setiap pemimpin dalam memberikan perhatian untuk membina, menggerakkan dan mengarahkan semua potensi anggota di lingkungan organisasinya memiliki pola yang berbeda-beda. Perbedaan itu disebabkan oleh karena gaya dan
3 seni kepemimpinan yang ada dalam diri pribadi seorang pemimpin berbeda-beda. Meski memiliki gaya yang berbeda, kepemimpinan di lingkungan organisasi militer tetaplah bergaya otoriter, demikian pula dengan budaya organisasi yang ada di dalamnya, tidak terlepas pula dari budaya organisasi khas militer. Organisasi Puspen TNI dengan Satuan kerja yang ada baik Subdispenum, Subdispenpas, Subdisproddok, Subdisinfonet dan Subdislissapen dibawah kepemimpinan Mayjen TNI Fuad Basya yang pada saat penelitian dilakukan yang bersangkutan masih menjabat sebagai Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, tidak terlepas dari pengaruh gaya kepemimpinan otoriter dengan budaya organisasi yang juga khas militer. Hal ini sangat beralasan di mana dengan pertimbangan bahwa sebagai organisasi militer maka Puspen TNI tetap memerlukan kepemimpinan yang bersifat otoriter untuk menegakkan disiplin militer yang kuat. Tanpa tegaknya disiplin militer yang kuat organisasi militer hanya akan merupakan gerombolan bersenjata yang akan membahayakan kondisi hukum itu sendiri. Meskipun kondisi tersebut dapat dimaklumi dan dianggap sesuatu yang biasa, akan tetapi gaya kepemimpinan militer yang otoriter dengan ikatan budaya organisasi khas militer di Puspen TNI berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja personel dimana salah satu indikasinya target organisasi tidak bisa tercapai secara optimal. Beberapa personel Puspen TNI yang memiliki disiplin dan moril personel yang rendah seperti sering terlambat apel pagi/ apel siang, sering izin, sering tidak masuk/ mangkir hingga pada tingkatan yang lebih berat melaksanakan disersi, adalah beberapa indikator menurunnya kinerja personel.
4 Dari data primer yang didapatkan di lokasi penelitian diperoleh fakta bahwa selama periode tahun 2014-2015, dari personel Puspen TNI yang berjumlah 158 orang dapat diketahui bahwa rata-rata personel yang terlambat apel setiap harinya berjumlah 8 personel, melaksanakan izin tidak masuk karena beberapa alasan berjumlah 5 personel, tidak mengikuti apel pagi karena beberapa alasan berjumlah 7 personel, tidak mengikuti apel siang karena beberapa alasan berjumlah 16 personel dan personel yang sering tidak masuk karena beberapa alasan berjumlah 4 personel. Gaya kepemimpinan otoriter dan budaya organisasi khas militer juga berpengaruh terhadap hasil kerja yang tidak maksimal karena dalam melaksanakan tugas pekerjaannya hanya sekedar melaksanakan kewajiban tugas, dengan mengenyampingkan hasil yang memuaskan dan maksimal seperti yang diharapkan. Sebagian dari mereka ada pula yang memilih pindah tugas atau mutasi ke satuan kerja lain karena menganggap lingkungan kerja yang sudah kurang bersahabat dan kurang menjanjikan bagi peningkatan karier mereka. Sedangkan khusus bagi mereka yang tetap bertahan umumnya karena beberapa pertimbangan seperti menyadari risiko dinas / bertugas di lingkungan militer yang memang terikat dengan hirarki dan komando yang kuat. Data primer dari lokasi penelitian menunjukkan bahwa selama periode tahun 2014-2015, 6 personel tercatat mengajukan mutasi pindah ke satuan kerja lain karena beberapa alasan dan pertimbangan. Permasalahan lain berkaitan dengan gaya kepemimpinan otoriter dan budaya organisasi komando adalah pemberdayaan SDM atau personel yang tidak merata. Sesuai dengan gaya kepemimpinan militer yang otoriter membutuhkan segala sesuatu
5 dilaksanakan dengan cepat dan tepat maka bagi SDM/ personel yang memiliki kemampuan lebih dari rekan-rekannya pada umumnya memiliki porsi dan tekanan kerja yang lebih berat dibandingkan personel yang memiliki kemampuan standard. Namun kenyataannya, atasan/ pemimpin cenderung selalu memilih personel golongan pertama untuk membantu menyelesaikan tugas-tugasnya daripada melakukan pembinaan secara bertahap dan berkesinambungan terhadap personel yang berkemampuan standard. Pertimbangan utama memang dapat dimaklumi, mempercepat pekerjaan, sedangkan untuk pembinaan memang tetap dijalankan akan tetapi hasilnya tidak saat itu pula dapat diharapkan karena membutuhkan proses panjang, tergantung dari kemampuan dan kemauan personel dalam meningkatkan kemampuan dirinya. Akibatnya personel kelas satu lah yang selalu diandalkan untuk tugas-tugas penting dengan beban kerja yang menumpuk, sedangkan di sisi lain, sebagian personel kelas dua hanya diberdayakan untuk tugas-tugas ringan yang kurang menantang. Masalah penerapan reward and punishment juga belum dapat dilaksanakan secara baik. Pemberian reward (penghargaan) yang tepat terhadap mereka yang tergolong personel kelas satu yang diandalkan organisasi untuk tugas-tugas tertentu. Pemberian rewards di sini bukan serta merta diberikan dalam bentuk materi, akan tetapi peluang karier/ kepangkatan dan kesejahteraan lain pun harus lebih diperhatikan dibanding personel yang berkemampuan standard. Apabila ini dikesampingkan di mana kurang adanya rewards serta kesejahteraan pun dipukul sama rata dengan alasan sederhana yakni dikategorikan sebagai sebuah risiko anggota
6 militer. Alhasil organisasilah yang akan rugi karena beberapa personel melakukan pelampiasan diawali pelanggaran ringan seperti disiplin hingga disersi yang penyelesaiannya untuk personel militer harus melalui Mahkamah Militer. Disamping itu, penilaian kinerja baik personel militer maupun Pegawai Negeri Sipil (PNS) Puspen TNI dikenal dengan sebutan Daftar Penilaian Perwira/Bintara/Tamtama/PNS Puspen TNI, masih kurang obyektif karena rata-rata hasil penilaiannya masih dalam kategori baik. Padahal apabila dilihat dari kondisi sehari-hari masih ditemukan beberapa prajurit Puspen TNI yang tidak melakukan tugas dan fungsinya dengan baik seperti tidak melaksanakan pekerjaannya di saat jam kerja, keluar kantor, datang apel pagi dan masuk kantor lagi menjelang apel siang dan sebagainya. Kondisi yang ada di lingkungan organisasi militer yang bidang tugasnya di lingkungan staf seperti halnya organisasi Puspen TNI juga memerlukan pertimbangan adanya dua status personel yang bekerja di lingkungan organisasi tersebut yakni personel dari militer dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Untuk personel yang berstatus militer, kepemimpinan dan budaya organisasi militer yang otoriter dan berciri tanpa kompromi merupakan sesuatu yang biasa, namun tidak demikian dengan personel berstatus sipil atau PNS, di mana kepemimpinan dan budaya organisasi yang ada membuatnya merasa tertekan dalam melakukan tugas dan fungsinya sehari-hari. Permasalahan gaya kepemimpinan dan budaya organisasi yang berpengaruh terhadap hasil kerja Puspen TNI tersebut semakin bertambah dengan adanya fakta kondisi dan kualitas SDM yang masih belum memenuhi persyaratan. Dari fakta di
7 lapangan diketahui dari Personel Puspen TNI saat ini yang berjumlah 158 personel terdiri dari 99 personel militer dan 59 personel Pegawai Negeri Sipil (PNS), diketahui kurang dari 1 % personel yang memiliki latar belakang pendidikan sarjana setingkat S1 ilmu komunikasi atau hanya 13 orang yang memiliki latar belakang ilmu komunikasi yaitu 11 personel militer dan 2 personel PNS TNI. Dengan latar belakang pendidikan tersebut berdampak pada kurang maksimalnya kinerja Puspen TNI. Beberapa tugas belum dapat dilaksanakan secara maksimal yang berpengaruh pada hasil yang dicapai. Pembangunan opini dan citra positif TNI di mata masyarakat belum dapat terlaksana dengan maksimal. Berangkat dari gambaran kondisi organisasi Puspen TNI di atas, peneliti akhirnya tertarik untuk mengkaji lebih mendalam tentang pengaruh kepemimpinan gaya otoriter dan budaya organisasi terhadap kinerja personel Puspen TNI. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan bahan masukan dan sumbang pemikiran bagi pemimpin TNI, khususnya pimpinan organisasi Puspen TNI dalam mewujudkan terciptanya kinerja personel yang optimal di masa yang akan datang. Sejauh analisa penulis, berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya belum pernah ditemukan penelitian yang mengkaji secara khusus tentang pengaruh kepemimpinan gaya otoriter dan budaya organisasi terhadap kinerja personel di lingkungan organisasi TNI.
8 1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut : a. Disiplin beberapa personel Puspen TNI mengalami penurunan yang ditunjukkan dengan adanya personel yang terlambat apel, ijin tidak masuk maupun karena beberapa alasan tidak melaksanakan apel pagi maupun apel siang. b. Beberapa personel Puspen TNI tidak melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik seperti tidak melaksanakan pekerjaannya di saat jam kerja, keluar kantor, datang apel pagi dan masuk kantor lagi menjelang apel siang dan sebagainya. c. Sistem Penilaian Perwira/Bintara/Tamtama/PNS Puspen TNI tidak sesuai dengan realita dimana rata-rata personel Puspen TNI memperoleh nilai yang bagus namun masih ditemukan personel pada saat jam kerja tidak melakukan kegiatan sesuai dengan tugas pokoknya. d. Penerapan reward dan punishment belum dilaksanakan dengan baik e. Terdapat personel Puspen TNI yang tertekan dengan gaya kepemimpinan dan budaya organisasi yang khas militer walaupun tetap melaksanakan tugas yang dibebankan.
9 f. Pembagian tugas belum merata sehingga terdapat personel yang mendapatkan tugas berlebihan, sementara beberapa personel lain tidak bekerja sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya. g. Sebagian besar personel tidak memiliki latar belakang pendidikan sarjana komunikasi yaitu kurang lebih 1 % saja yang berdampak pada hasil kinerja Puspen TNI. h. Terdapat beberapa personel yang kurang puas terhadap gaya kepemimpinan dan budaya organisasi khas militer sehingga mengajukan mutasi/ pindah ke satuan kerja lain. i. Target organisasi tidak tercapai karena kinerja personel tidak sesuai dengan harapan organisasi 1.2.1. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka peneliti dapat merumuskan masalah pada penelitian ini sebagai berikut : a. Apakah gaya kepemimpinan otoriter berpengaruh terhadap kinerja personel Puspen TNI. a. Apakah Budaya Organisasi berpengaruh terhadap kinerja personel Puspen TNI. b. Apakah Kepemimpinan Otoriter dan Budaya Organisasi berpengaruh secara bersama- sama terhadap kinerja personel Puspen TNI.
10 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kepemimpinan otoriter dan budaya organisasi memiliki pengaruh terhadap kinerja personel di lingkungan organisasi Puspen TNI. Hasil penelitian ini selanjutnya dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan bagi pemimpin TNI pada umumnya maupun pemimpin yang berada di organisasi Puspen TNI pada khususnya dalam menjalankan pola kepemimpinannya di masa yang akan datang. 1.3.2. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah yang dijelaskan di atas, tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis: 1. Kuat pengaruh kepemimpinan gaya otoriter terhadap kinerja personel Pusat Penerangan TNI? 2. Kuat pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja personel Pusat Penerangan TNI? 3. Kuat pengaruh kepemimpinan Gaya Otoriter dan budaya organisasi secara bersama-sama terhadap kinerja personel Pusat Penerangan TNI? 1.4. Manfaat Penelitian a. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu acuan bagi organisasi militer (TNI) umumnya dan organisasi Puspen TNI pada
11 khususnya dalam menerapkan pola dan gaya kepemimpinan otoriter serta budaya organisasi di mana kedua variabel penelitian tersebut pada kenyataannya memiliki pengaruh kuat terhadap kinerja personel. Dengan melihat pengaruh yang ada ini diharapkan terjadinya evaluasi dan perubahan terhadap budaya organisasi dan kepemimpinan otoriter yang dapat mewujudkan peningkatan kinerja personel. b. Teoritis. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan TNI. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan ataupun sumber informasi kepustakaan bagi para peneliti lain yang akan melakukan penelitian berkaitan dengan masalah kepemimpinan otoriter, budaya organisasi, dan kinerja personel. c. Praktis. Dapat memberi masukan kepada institusi TNI pada umumnya dan organisasi Puspen TNI pada khususnya tentang gaya dan pola kepemimpinan militer yang otoriter dan budaya organisasi yang berpengaruh kuat kepada kinerja personel sehingga diharapkan gaya kepemimpinan militer yang otoriter dan budaya organisasi di masa mendatang mengalami sedikit pembenahan/ perubahan sehingga dapat meningkatkan kinerja setiap personel organisasi militer termasuk personel Pusat Penerangan TNI. Bila kondisi ini tercapai maka pada gilirannya tujuan dan target organisasi pun dapat tercapai secara optimal.