BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap negara membutuhkan dana yang cukup besar dalam melaksanakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang potensial bagi negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia bertujuan mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam potensi untuk menjadi negara yang lebih maju. Akan tetapi pada

BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terdiri dari

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak dapat memperbaiki hal tersebut dan menjadi solusi yang efektif.

BAB I PENDAHULUAN. sumber dana luar negeri dan sumber dana dalam negeri. non migas serta pajak. Namun pemerintah lebih mengoptimalkan

BAB I PENDAHULUAN. Republik. Negara kita Negara Indonesia ini mempunyai sebuah landasan atau sebuah

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan biaya yang besar yang harus digali, terutama dari sumber

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. kenyataannya Indonesia tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Bisa dilihat

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut dilakukan karena tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. perpajakan. Dalam era globalisasi atau era persaingan bebas inilah cepat atau lambat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaaan yang tidak sedikit dan salah satunya bersumber dari pajak.

BAB I PENDAHULUAN. pajak untuk membiayai segala kebutuhan dalam pelaksanaan pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kebudayaan manusia dalam era globalisasi menuntut

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Direktorat Jenderal Pajak (fiskus) melakukan ekstensifikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4.

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pajak merupakan salah satu sumber penerimaan utama negara, yang

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dan berkelanjutan serta merata di seluruh tanah air. pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama.

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara dari sektor pajak melalui intensifikasi dan ekstensifikasi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan nasional bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam upaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum berlandaskan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas utama pemerintah. Berdasarkan data APBN tahun pajak

BAB I PENDAHULUAN. Pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem self assessment. Self assessment

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata. Tujuan yang luhur demikian itu hanya dapat diwujudkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan. Pembangunan tersebut untuk mensejahterakan rakyat indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Novi Norma Melya Nugraha, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. dasar negara dan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu untuk mencerdaskan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari official assessment system menjadi self assessment system.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terjadi pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan usaha mengadakan perubahan-perubahan menuju keadaan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kontribusi pajak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dinegara-negara berkembang pasti memerlukan biaya yang. kebutuhan pembiayaan pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan komponen penting dalam perekonomian Indonesia. Pajak. penerimaan negara terbesar adalah pajak.

BAB I PENDAHULUAN. membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan (Dina dan Putu,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk pembiayaan pemerintah dan pembangunan. Terutama di. Indonesia, pajak merupakan komponen penting dan

BAB I PENDAHULUAN. negeri berasal dari penjualan migas dan nonmigas serta pajak. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 adalah mewujudkan masyarakat adil, makmur, merata material

BAB I PENDAHULUAN. mengatur sumber penerimaan dan pengeluaran negara. Rencana keuangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak bisa hanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini Negara Indonesia sedang dalam masa pemulihan ekonomi dari

BAB I PENDAHULUAN. dan penerimaan dari sektor bukan pajak. Sumber penerimaan yang. tahun terakhir selalu mengalami kenaikan.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB I PENDAHULUAN. (rakyat) agar berbuat, atau bersikap sesuai dengan kehendak Negara, agar mematuhi

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi maupun sumber daya alam, namun sebagai Negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. bahwa seluruh pembiayaan negara harus dibiayai dari pendapatan negeri dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pajak adalah senyawa dengan kepentingan umum. Pajak mengurangi penghasilan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia saat ini dihuni oleh hampir 255,5 juta jiwa penduduk pada

BAB I PENDAHULUAN. besar pula dalam menjalankan fungsi kenegaraannya.sebagai Negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peran penting Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk menggali sumber-sumber pendapatannya secara lebih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara dengan penduduk mencapai 250 juta jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penerimaan dari sektor perpajakan merupakan penerimaan

Sejak dilakukan reformasi perpajakan pada tahun 1983 yang ditandai dengan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara dapat dilihat dari dua sektor, yaitu sektor

BAB I PENDAHULUAN. macam potensi untuk menjadi negara yang lebih maju. Hal ini dikarenakan pajak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai tujuan nasional yaitu mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam menyelenggarakan pemerintahan, negara berkewajiban mendahulukan dan

B a b I P e n d a h u l u a n 1 BAB I PENDAHULUAN. Pajak memegang peranan penting dalam perekonomian negara kita. Hal ini dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang adil dan sejahtera, aman, tenteram, dan tertib, serta menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang tercantum dalam. Pembukaan UUD Upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut salah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. non migas. Siti Kurnia Rahayu (2010) mengungkapkan bahwa Pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. sumber dana yang penting bagi pembiayaan nasional. yaitu mulai berlakunya sistem pemungutan pajak self assessment system sejak

BAB I PENDAHULUAN. pajak dan juga petugas pajak agar pembangunan dapat terwujud.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Negara Republik Indonesia berlandaskan Pancasila dan Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. H. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Utara, oleh sebab itu mahasiswa/i diwajibkan untuk melakukan riset dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan nasional Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber kas negara yang digunakan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

PENGARUH PEMAHAMAN PROSEDUR PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DALAM MEMENUHI KEWAJIBAN PAJAK PENGHASILAN DI KPP PRATAMA KLATEN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara membutuhkan dana yang cukup besar dalam melaksanakan pembangunan dan menyelenggarakan pemerintahan. Begitu juga termasuk negara Indonesia yang membutuhkan banyak dana setiap tahunnya sebagai sumber pembiayaan pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah adalah penggunaan uang dan sumber daya suatu negara untuk membiayai suatu kegiatan negara atau pemerintah dalam rangka mewujudkan fungsinya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Prasetya, 2012). Pengeluaran pemerintah biasanya direncanakan jauh lebih dulu. Jadi pemerintah membuat daftar anggaran yang akan dikeluarkan setiap tahunnya, yang di Indonesia dijabarkan dalam Anggaran Perencanaan Belanja Negara (APBN). Pengeluaran pemerintah sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu pengeluaran negara dan pengeluaran daerah, yang masing-masing mempunyai struktur pengeluaran tersendiri dan berbeda. Dalam APBN, pengeluaran Pemerintah Pusat dibedakan menjadi dua, yang meliputi pengeluaran untuk belanja dan pengeluaran untuk pembiayaan. Pengeluaran untuk belanja antara lain digunakan untuk belanja pemerintah pusat seperti, belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, pembangunan infrastruktur dan lain-lain. Juga untuk dialokasikan ke daerah untuk dana perimbangan serta dana otonomi khusus dan penyesuaian. Sedangkan pengeluaran untuk pembiayaan meliputi 1

2 pengeluaran untuk obligasi pemerintah, pembayaran pokok pinjaman luar negeri, dan lain-lain. Untuk membiayai berbagai pengeluaran ini, maka pernerintah harus mempunyai penerimaan. Sumber penerimaan tersebut terdiri dari penerimaan dalam negeri dan hibah. Penerimaan dalam negeri berasal dari penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak yang terdiri dari penerimaan sumber daya alam baik migas maupun non migas, laba BUMN, dan pendapatan Badan Layanan Umum. Dalam APBN, jika dibandingkan dengan penerimaan negara bukan pajak, penerimaan pajak memiliki jumlah yang lebih besar. Hal ini menandakan bahwa pajak merupakan kontribusi terbesar bagi penerimaan negara dan menjadi pendapatan terpenting dari pemerintah. Menurut Arianto (2012) seperti yang dilansir pada situs pajak, ada beberapa alasan mengapa pajak tetap menjadi prioritas utama bagi penerimaan negara, yakni: 1. Faktor geografis dan demografi Indonesia, dimana indonesia memiliki wilayah luas yang terdiri dari 17.000 pulau dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 dunia yang populasinya mencapai 240 juta jiwa. Dengan kondisi tersebut, pembangunan secara merata diseluruh wilayah dan upaya meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan dukungan finansial yang kuat untuk mewujudkan hal tersebut. Hasil kekayaan alam yang kita miliki ternyata belum cukup mampu membiayai program tersebut, sehingga peranan pajak masih sangat diperlukan.

3 2. Meskipun Indonesia memiliki kekayaan sumber alam yang melimpah, semua akan menjadi sia-sia jika tidak mampu dikelola dengan baik. Pembangunan infrastruktur tentunya menjadi faktor penunjang utama untuk memaksimalkan pengolahan kekayaan alam. Namun, pembangungan infrastruktur merupakan investasi yang sangat besar dan penerimaan pajak tetap menjadi sumber utama untuk membiayai investasi tersebut. 3. Pertimbangan bahwa suatu saat kekayaan alam yang kita miliki akan habis, menjadikan pajak sebagai prioritas dan solusi utama sumber pembiayaan negara. Besar kecilnya pajak yang ditentukan pemerintah akan sangat berpengaruh terhadap pendapatan dan pengeluaran pemerintah. Karena besarnya pendapatan dari pajak secara tidak langsung akan mempengaruhi jumlah pengeluaran yang juga akan meningkat. Oleh karena itu, sampai sekarang pemerintah masih mengandalkan penerimaan pajak dalam sumber penerimaan negara dan sangat mengandalkan peran warga negara sebagai pembayar pajak. Dibawah ini adalah data tentang penerimaan pajak yang telah dihimpun oleh Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. Tabel 1.1 Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah) 2011-2014 Sumber Penerimaan 2011 2012 2013 2014 I. Penerimaan Dalam Negeri 1 205 346 1 332 323 1 497 521 1 661 148 Penerimaan Perpajakan 873 874 980 518 1 148 365 1 310 219 Pajak Dalam Negeri 819 752 930 862 1 099 944 1 256 304 Pajak Penghasilan 431 122 465 070 538 760 591 621 Pajak Pertambahan Nilai 277 800 337 584 423 708 518 879 Pajak Bumi dan Bangunan 29 893 28 969 27 344 25 541

4 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan - 1 0 0 0 Cukai 77 010 95 028 104 730 114 284 Pajak Lainnya 3 928 4 211 5 402 5 980 Pajak Perdagangan Internasional 54 122 49 656 48 421 53 915 Bea Masuk 25 266 28 418 30 812 33 937 Pajak Ekspor 28 856 21 238 17 609 19 978 Penerimaan Bukan Pajak 331 472 351 805 349 156 350 930 Penerimaan Sumber Daya Alam 213 823 225 844 203 730 198 088 Bagian laba BUMN 28 184 30 798 36 456 37 000 Penerimaan Bukan Pajak Lainnya Pendapatan Badan Layanan Umum 69 361 73 459 85 471 91 083 20 104 21 704 23 499 24 759 II. Hibah 5 254 5 787 4 484 1 360 Jumlah 1 210 600 1 338 110 1 502 005 1 662 509 Sumber: Departemen Keuangan dan Badan Pusat Statistik Republik Indonesia Periode 2007-2014. Ketika mendengar kata pajak, yang tergambarkan adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan kepada pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung (Sakti, 2015). Pajak merupakan salah satu penerimaan yang berasal dari dalam negeri yang sangat penting untuk membiayai pembangunan nasional dan juga mempunyai peran yang sangat besar dalam mengisi kas negara. Pada dasarnya pajak adalah utang, yaitu utang anggota masyarakat kepada masyarakat. Uang pajak yang diterima pemerintah dikeluarkan lagi ke masyarakat untuk membiayai kepentingan umum masyarakat, sehingga memberikan dampak yang sangat besar kepada perekonomian masyarakat (Chomsatu, 2009). Pada umumnya dikenal ada dua fungsi utama dari pajak, yakni fungsi anggaran (budgetair), sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai

5 pengeluaran-pengeluarannya, dan fungsi mengatur (regulerend), sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Dari fungsi pajak di atas bisa dilihat bahwa pajak merupakan penerimaan negara yang sangat diandalkan. Tuntutan akan peningkatan penerimaan, perbaikan dan perubahan mendasar dalam segala aspek perpajakan menjadi alasan dilakukannya reformasi perpajakan dari waktu ke waktu. Tujuan utama dari reformasi perpajakan ialah untuk lebih menegakkan kemandirian negara dalam membiayai pembangunan nasional dengan jalan lebih mengarahkan segenap potensi dan kemampuan dari dalam negeri (Erwis, 2012). Dalam perjalanannya pemerintah melakukan reformasi perpajakan secara menyeluruh pada tahun 1983. Sejak tahun 1983, sistem pemungutan pajak di Indonesia telah mengalami perubahan yang cukup signifikan yaitu perubahan dari Official Assessment System menjadi Self Assessment System. Salah satu pajak yang pemungutannya berdasarkan Self Assessment System adalah Pajak Penghasilan (PPh). Sesuai dengan Undang-Undang PPh yang baru, sistem pemungutan PPh di Indonesia ditetapkan berdasarkan sistem Self Assesment yaitu Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar, sehingga Wajib Pajak berperan secara aktif dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Dalam perkembangannya, penerimaan di sektor Pajak Penghasilan memegang peranan yang lebih menonjol dibandingkan dengan penerimaan pajak lainnya. PPh dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan yang termasuk

6 di dalamnya adalah penghasilan dari usaha atau menjalankan usaha, penghasilan dari pekerjaan sebagai karyawan, dan penghasilan dari pekerjaan bebas dan terhadap badan yang berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Peran serta masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sebagai Wajib Pajak berdasarkan ketentuan perpajakan tentu sangat diharapkan. Namun pada kenyataannya usaha untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pajak sampai saat ini belum berjalan sesuai dengan harapan. Saat pemerintah sedang gencar-gencarnya menambah penerimaan negara dengan pajak, banyak Wajib Pajak yang cenderung untuk menghindarkan diri dari pembayaran pajak. Masih terdapat cukup banyak masyarakat yang dengan sengaja melakukan kecurangan-kecurangan dan melalaikan kewajibannya dalam melaksanakan pembayaran pajak yang telah ditetapkan sehingga menyebabkan timbulnya tunggakan pajak. Pada tahun 2013, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menyatakan tingkat kepatuhan wajib pajak masih rendah. Berdasarkan catatan Dirjen Pajak, hanya 25 juta orang yang membayar pajak penghasilan dari total 60 juta Wajib Pajak Pribadi yang seharusnya membayar. Sedangkan untuk Wajib Pajak Badan, dicatat hanya sekitar 520 Wajib Pajak yang membayar pajak penghasilan dari sekitar 5 juta badan usaha yang memiliki laba. Selain itu pada tahun 2014, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I mencatat bahwa dari 630.000 Wajib Pajak di wilayah kantor tersebut, sekitar 5.000 Wajib

7 Pajak di antaranya masih menunggak pembayaran pajak penghasilan dan nilai tunggakan mencapai Rp. 900 miliar. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dibutuhkan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum memaksa. Penagihan pajak merupakan serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan cara menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah disita. Dasar penagihan pajak adalah adanya Surat Ketetapan Pajak. Setelah dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud tersebut Wajib Pajak tetap tidak melunasinya, maka dilakukan suatu tindakan penagihan aktif berupa penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan, atau Surat Lain yang sejenis yang dimaksudkan untuk menegur atau memperingatkan Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya. Dengan adanya Undang-Undang Penagihan Pajak diharapkan dapat mendorong peningkatan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya guna mengurangi tunggakan pajak yang terjadi serta dapat memberi penekanan yang lebih pada keseimbangan antara kepentingan masyarakat Wajib Pajak dan kepentingan negara. Keseimbangan kepentingan dimaksud berupa pelaksanaan hak dan kewajiban oleh kedua belah pihak yang tidak berat sebelah/tidak memihak, adil, serasi dan selaras dalam wujud tata

8 aturan yang jelas dan sederhana serta memberikan kepastian hukum. Dengan demikian diharapkan penerimaan negara dari sektor pajak dapat lebih optimal. Peneliti terdahulu yang menguji pengaruh penagihan dengan surat teguran dan surat paksa di antaranya adalah Marhaendi (2009), Florensia (2013), dan Indra, Yulistia, dan Darmayanti (2013), dan Arsil (2014). Hasil penelitian Arsil menunjukkan bahwa surat teguran dan surat paksa berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan tunggakan pajak secara simultan. Koefisien determinasi ( ) menunjukkan bahwa 41% penerimaan tunggakan pajak dipengaruhi oleh jumlah surat teguran dan surat paksa yang diterbitkan oleh KPP Pratama Palopo sedangkan sisanya sebesar 59% dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar penelitian. Florensia (2013) juga meneliti tentang pengaruh penagihan pajak dengan surat paksa terhadap pencairan tunggakan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung, dan membuktikan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara penagihan pajak dengan surat paksa terhadap pencairan tunggakan pajak di KPP Madya Bandung. Berbeda halnya dengan penelitian Marhaendi (2009), yang meneliti pengaruh tindakan penagihan aktif dalam usaha mencairkan tunggakan pajak, menunjukkan bahwa jumlah surat-surat yang diterbitkan di KPP Pratama Tamansari Satu Jakarta tidak berpengaruh signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak. Begitu juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Indra, Yulistia, dan Darmayanti (2013) menunjukkan bahwa surat teguran dan surat

9 paksa tidak berpengaruh signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak di KPP Pratama Padang. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hasil penelitian yang berbeda-beda, sehingga mendorong peneliti untuk kembali melakukan pengujian mengenai pengaruh penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa terhadap peningkatan penerimaan tunggakan pajak pada lokasi Kantor Pelayanan Pajak yang lain. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Arsil (2014) dengan variabel yang digunakan yaitu surat teguran dan surat paksa. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Arsil adalah pertama, perbedaan lokasi yang diteliti, dimana penelitian Arsil menggunakan lokasi penelitian di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Palopo sedangkan penelitian ini menggunakan lokasi penelitian di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur. Kedua, adanya perbedaan tahun yang diteliti, dimana peneliti terdahulu menggunakan data variabel selama tahun 2011 sampai tahun 2013, sedangkan penelitian ini menggunakan data variabel selama tahun 2012 sampai dengan tahun 2014. Berdasarkan dengan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa terhadap Peningkatan Penerimaan Tunggakan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur.

10 1.2 Indentifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas sebelumnya, maka dapat diidentifikasi berbagai masalah dalam penelitian ini, yaitu antara lain: 1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan tunggakan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur? 2. Apakah penagihan dengan surat teguran berpengaruh terhadap penerimaan tunggakan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur? 3. Apakah penagihan dengan surat paksa berpengaruh terhadap penerimaan tunggakan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur? 4. Apakah penagihan dengan surat teguran dan penagihan dengan surat paksa secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap penerimaan tunggakan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur? 1.3 Pembatasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah pengaruh penagihan dengan surat teguran dan penagihan dengan surat paksa terhadap peningkatan penerimaan tunggakan pajak yang dibatasi hanya pada satu kantor pelayanan pajak yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur dan menggunakan data variabel mulai tahun 2012 sampai dengan tahun 2014. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah penagihan dengan surat teguran berpengaruh terhadap penerimaan tunggakan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur?

11 2. Apakah penagihan dengan surat paksa berpengaruh terhadap penerimaan tunggakan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur? 3. Apakah penagihan dengan surat teguran dan penagihan dengan surat paksa secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap penerimaan tunggakan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur? 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian adalah: 1. Untuk menguji pengaruh penagihan dengan surat teguran terhadap penerimaan tunggakan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur. 2. Untuk menguji pengaruh penagihan dengan surat teguran terhadap penerimaan tunggakan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur. 3. Untuk menguji pengaruh penagihan dengan surat teguran dan penagihan dengan surat paksa secara bersama-sama terhadap penerimaan tunggakan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur. 1.6 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, antara lain: 1. Bagi mahasiswa, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa, dalam hal penerimaan tunggakan pajak. 2. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan penelitian yang telah ada dan sebagai bahan referensi dan sumber informasi dalam melakukan penelitian selanjutnya terkait pengaruh penagihan

12 pajak dengan surat teguran dan surat paksa terhadap peningkatan penerimaan tunggakan pajak. 3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur. 4. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan evaluasi atas hasil kinerja sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan dalam memperbaiki kinerja sehingga dapat berjalan lebih baik.