BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan yang berbentuk Republik, yang mana untuk selanjutnya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. maka daerah akan lebih paham dan lebih sensitif terhadap kebutuhan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

DAFTAR ISI DAFTAR ISI Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32/2004 dan terakhir diganti dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daerah dan menserasikan laju pertumbuhan antar daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

PENDAHULUAN. berbagai kegiatan pembangunan nasional diarahkan kepada pembangunan yang merata ke

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian mengalami dua kali revisi yaitu

I. PENDAHULUAN. pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ini mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan salah satu rangkaian dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program. Pembangunan Nasional , bahwa program penataan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kunci bagi keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Berapapun besarnya

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan pada tingkat nasional, regional, maupun lokal.

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. upaya yang berkesinambungan yang meliputi pembangunan masyarakat, bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pertumbuhan..., Edi Tamtomo, FE UI, 2010.

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. internasional dikenal adanya tujuan posisi manusia sebagai central dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otomoni daerah yang berlaku di Indonesia berdasarkan UU No.22 Tahun 1999

: Maytias Tri Pratiwi NPM :

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ibnu (1994 : 29), bahwa pembangunan daerah adalah proses

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum bagi yang dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN. 2001, maka setiap daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURABAYA SKRIPSI. Oleh : FX. ERWINDO SETA KURNIAWAN /FE/EP KEPADA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan perubahan terakhirnya menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik, yang mana untuk selanjutnya lebih dikenal dengan nama Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan perubahan terakhirnya menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan daerah provinsi tersebut dibagi atas kabupaten dan kota, yang mana tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota tersebut mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Selanjutnya, pada Pasal 18 Ayat (2) dan Ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan perubahan terakhirnya, dinyatakan bahwa pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, serta diberikan kewenangan menyelenggarakan otonomi yang seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Pemberian kewenangan menyelenggarakan otonomi yang seluasluasnya kepada pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan 1

kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu konsekuensi dari pemberian kewenangan menyelenggarakan otonomi yang seluas-luasnya kepada pemerintahan daerah tersebut adalah terjadinya penyerahan sumber keuangan Daerah baik berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Lain-lain Pendapatan yang Sah, maupun Penerimaan Pembiyaan dari Pemerintah Pusat ke pemerintah daerah. Untuk menjalankan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangannya, Daerah harus mempunyai sumber keuangan agar Daerah tersebut mampu memberikan pelayanan dan kesejahteraan kepada rakyat di Daerahnya. Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sumatera Barat merupakan sekumpulan Daerah yang diberi hak otonomi oleh Pemerintah Pusat bersama-sama dengan Pemerintahan Daerah lainnya di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sumatera Barat mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk memberikan pelayanan dan kesejahteraan kepada rakyat di Daerahnya, termasuk dalam hal pengelolaan sumber keuangan daerah, terutama bagaimana meningkatkan penerimaan sumber keuangan daerah tersebut. Salah satu upaya Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sumatera Barat dalam meningkatkan penerimaan sumber keuangan daerahnya adalah melalui sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal tersebut selaras dengan bunyi Pasal 3 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) bertujuan 2

memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi Daerah sebagai perwujudan Desentralisasi. Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi penting dalam era desentralisasi fiskal saat ini karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu sektor utama yang mencerminkan kapasitas fiskal suatu daerah. Sebagaimana bunyi Pasal 290 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan perubahan terakhirnya, Kapasitas fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan Daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Salah satu komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sumatera Barat adalah Pajak Daerah. Realisasi penerimaan Pajak Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sumatera Barat selama dua tahun terakhir, yaitu dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2015, mengalami pertumbuhan yang fluktuatif, bahkan ada beberapa Pemerintah Kabupaten/Kota yang realisasi penerimaan Pajak Daerahnya mengalami penurunan. Dari 19 Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sumatera Barat, hanya 3 Pemerintah Kabupaten/Kota yang pertumbuhan realisasi penerimaan pajak daerahnya terus meningkat. 12 Pemerintah Kabupaten/Kota mengalami pertumbuhan realisasi penerimaan pajak daerah yang fluktuatif. Sementara, 4 Pemerintah Kabupaten/Kota lainnya mengalami penurunan realisasi penerimaan pajak daerah. Rincian lebih lanjut pertumbuhan realisasi penerimaan pajak daerah Pemerintah 3

Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat pada Lampiran 1. Kondisi realisasi penerimaan pajak daerah yang fluktuatif tersebut tentunya akan mempengaruhi realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara keseluruhan, yang mana pada akhirnya kondisi tersebut akan menyebabkan kapasitas fiskal Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sumatera Barat menjadi menurun. Oleh karena itu, perlu diteliti lebih jauh mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi penerimaan pajak daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sumatera Barat. Hasil penelitian Tamara (2009), mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah di Kota Bandung menunjukkan bahwa secara parsial jumlah penduduk, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), serta jumlah industri di Kota Bandung dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2008 mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap realisasi penerimaan pajak daerah di kota Bandung, sementara itu tingkat inflasi di Kota Bandung tidak berpengaruh terhadap realisasi penerimaan pajak daerah. Secara bersama-sama jumlah penduduk, PDRB, tingkat inflasi, serta jumlah industri secara signifikan mempengaruhi realisasi penerimaan pajak daerah di Kota Bandung. Sementara itu, hasil penelitian Haniz dan Sasana (2013) mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah Kota Tegal menunjukkan bahwa pendapatan perkapita, wajib pajak, dan pertumbuhan ekonomi di Kota Tegal dari Tahun 1991-2010 memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak daerah di Kota Tegal, 4

sementara inflasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak daerah di Kota Tegal. Arianto dan Padmono (2014) melalui hasil penelitiannya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah di Kota Surabaya menunjukkan bahwa jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak daerah, tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap pajak daerah, dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak daerah di Kota Surabaya. Hasil penelitian Triastuti dan Pratomo (2015) mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi, belanja pembangunan/modal, dan tingkat inflasi terhadap penerimaan pajak daerah menunjukkan bahwa secara simultan terdapat pengaruh pertumbuhan ekonomi, belanja pembangunan/modal, dan tingkat inflasi terhadap penerimaan pajak daerah Kota Bandung tahun 2007-2014. Sementara, hasil analisis secara parsial didapat hasil bahwa pertumbuhan ekonomi, dan tingkat inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap Penerimaan Pajak Daerah. Sedangkan belanja pembangunan/modal secara parsial berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah. Selanjutnya, hasil penelitian yang dilakukan oleh Artha, Badjuri, dan Zainuri (2016) mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah Kabupaten Jember menunjukkan bahwa jumlah penduduk dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan pajak daerah, sedangkan inflasi memiliki pengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap penerimaan pajak daerah. 5

Berdasarkan uraian diatas dan hasil penelitian terdahulu yang telah dilakukan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi penerimaan pajak daerah, maka dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan jumlah penduduk sebagai variabel independen guna menguji bagaimana pengaruhnya terhadap realisasi penerimaan pajak daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sumatera Barat sebagai variabel dependen baik secara parsial maupun secara bersama-sama. 1.2 Perumusan Masalah Dari latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas, maka masalah yang diteliti dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: a. Bagaimana pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) secara parsial terhadap realisasi penerimaan pajak daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sumatera Barat? b. Bagaimana pengaruh jumlah penduduk secara parsial terhadap realisasi penerimaan pajak daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sumatera Barat? c. Bagaimana pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan jumlah penduduk secara bersama-sama terhadap realisasi penerimaan pajak daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sumatera Barat? 6

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: a. Mengetahui pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) secara parsial terhadap realisasi penerimaan pajak daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sumatera Barat. b. Mengetahui pengaruh jumlah penduduk secara parsial terhadap realisasi penerimaan pajak daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sumatera Barat. c. Mengetahui pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan jumlah penduduk secara bersama-sama terhadap realisasi penerimaan pajak daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sumatera Barat. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a. Bagi Penulis: Sebagai salah satu persyaratan mencapai gelar sarjana, dan menambah pengetahuan serta sarana dalam menerapkan teori-teori keilmuan yang telah diperoleh sebelumnya. b. Bagi Pemerintah Kabupaten/Kota di Wilayah Provinsi Sumatera Barat: Sebagai bahan masukan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan strategis untuk meningkatkan realisasi penerimaan pajak daerah. c. Bagi Kalangan Akademisi: Sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk melakukan penelitian selanjutnya. 7

d. Bagi Masyarakat Umum: Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, sehingga masyarakat (khususnya masyarakat Provinsi Sumatera Barat) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi penerimaan pajak daerah, dan pada akhirnya dapat berkontribusi dalam meningkatkan realisasi penerimaan pajak daerah di Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sumatera Barat. 1.5 Ruang Lingkup/Batasan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi penerimaan pajak daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sumatera Barat tahun 2013-2015. Variabel independen yang akan diuji pengaruhnya adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan jumlah penduduk, sedangkan realisasi penerimaan pajak daerah digunakan sebagai variabel dependen. 1.6 Sistematika Penulisan Uraian dalam penulisan skripsi ini saling berhubungan dari seluruh rangkaian yang secara keseluruhan isinya akan terangkum sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi uraian tentang Latar Belakang Penelitian, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Ruang Lingkup/Batasan Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan landasan teori yang menjadi dasar pengetahuan pelaksanaan penelitian, ringkasan penelitian sebelumnya yang berhubungan 8

yang telah dilakukan, dan berbagai argumentasi yang menjadi hipotesis serta kerangka pemikiran penelitian. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang metodologi penelitian yang digunakan, meliputi desain penelitian, variabel dan pengukuran, populasi dan sampel, data dan metode pengumpulan data, metode analisis data, pengujian hipotesis, hasil yang diharapkan, serta sarana pengolahan data. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan data hasil penelitian yang telah dilakukan. Gambaran umum objek penelitian, diikuti dengan analisis dan pembahasan yang meliputi analisis deskriptif, pemilihan model regresi data panel, hasil uji asumsi klasik, pembuktian hipotesis berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, serta pembahasan permasalahan penelitian secara keseluruhan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab terakhir ini memaparkan simpulan berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya dan memuat saran-saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan di masa mendatang bagi pihak-pihak yang berkepentingan. 9