JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hakikat manusia tidak hanya sebagai makhluk individu melainkan juga

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

SURAT PERJANJIAN KERJA

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI

BAB I KETENTUAN U M U M

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENERAPAN KONTRAK KERJA PEKERJA RUMAH TANGGA- PEMBERI KERJA PERJUANGAN KE KERJA LAYAK PEKERJA RUMAH TANGGA JALA PRT

Hubungan Industrial. Perjanjian Kerja; Peraturan Perusahaan; Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana perlindungan tersebut menurut hukum dan undang-undang yang berlaku. Karena pada

BAB II MEKANISME KERJA LEMBUR DALAM HUKUM PERBURUHAN DI INDONESIA

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB V PENUTUP. maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: perempuan pada malam hari. Selain itu juga diatur dalam Undang-Undang

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA

GUBERNUR SUMATERA BARAT

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya. membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Pada hari ini, tanggal bulan tahun. Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA ( PERUSAHAAN)

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT)

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA

BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA DENGAN PEKERJA OUTSOURCING

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Pekerja baik laki-laki maupun perempuan bukan hanya sekedar sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masing-masing memiliki cirri khusus yang membedakan dengan yang lainya, perjanjian, subjek serta obyek yang diperjanjikan.

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

CONTOH SURAT PERJANJIAN KARYAWAN DAN PERUSAHAAN

KEPMEN NO. 234 TH 2003

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

BAB II PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK DARI PERUSAHAAN

Wajar saja buruh berunjuk rasa

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai karyawannya. Ditengah-tengah persaingan ekonomi secara global, sistem

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI

*10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011

BAB I PENDAHULUAN. DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13

Jam Kerja, Cuti dan Upah. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017

BAB I PENDAHULUAN. keluarganya dengan cara pemberian upah yang sesuai dengan undang-undang dan

PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia dalam

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu htm

PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TERTENTU DI PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SURAKARTA

ETIKA BISNIS. Smno.tnh.fpub2013

CV. WARNET FAUZAN TANGERANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2017

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA KONTRAK

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Mempromosikan Kontrak Kerja Tertulis bagi Pekerja Rumah Tangga untuk Memperbaiki Kondisi Kerja

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA KONTRAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

Perjanjian Kerja PK 000/SDP DIR/III/2008

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI. penelitian pada penulisan skripsi ini yaitu sebagai berikut:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara perusahaan dengan para pekerja ini saling membutuhkan, di. mengantarkan perusahaan mencapai tujuannya.

BAB I PENDAHULUAN. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang. dalam mendukung pembangunan nasional. Berhasilnya perekonomian

Transkripsi:

JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI RISMAN FAHRI ADI SALDI. NIM : 0810015276. Analisis Terhadap Perjanjian Kerja Secara Lisan Antara Pengusaha dan Pekerja di UD Naba Jaya Samarinda (di bawah bimbingan Emilda Kuspraningrum, S.H., K.N., M.H dan M. Fauzi, S.H., M.H). Secara garis besar manusia harus mencukupi kebutuhan sehari-hari, salah satu caranya adalah bekerja. Didalam melakukan pekerjaan pastilah ada pihak yang memberikan pekerjaan dan pihak yang meminta pekerjaan, yang secara tidak langsung menimbulkan perikatan yakni berupa perjanjian kerja entah itu tertulis ataupun secara lisan. Mengenai perjanjian kerja secara lisan pihak UD Naba Jaya dalam perekrutan pekerja menggunakan perjanjian kerja secara lisan tersebut dan kemudian didalam dalam pelaksanaanya banyak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang kepastian hukum serta akibat hukum yang muncul dari adanya perjanjian kerja secara lisan yang dilakukan di UD Naba Jaya Samarinda. Data-data yang disajikan berupa data primer dan data sekunder yang diperoleh dengan mengumpulkan data-data yang relevan dengan permasalahan yang dibahas. Tekhnik analisis data yang digunakan yaitu secara kualitatif. Landasan teoritis yang digunakan adalah teori perjanjianjian secara umum, perjanjian kerja, hak dan kewajiban, serta teori perlindungan hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pihak UD Naba Jaya Samarinda yang mempergunakan perjanjian kerja secara lisan dalam perekrutan pekerja/buruh terjadi dikarenakan para pihak adalah sanak keluarga yang secara garis besar para pihak dalam pelaksanaan pekerjaan didasarkan prinsip kepercayaan adalah sah, akan tetapi secara umum pelaksanaanya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perjanjian kerja secara lisan yang diterapkan di UD Naba Jaya didalam pelaksanaan pekerjaan para pihak hanya membahas mengenai jam kerja dan upah, dan tidak membahas mengenai hak serta kewajiban pekerja dan dalam realisasinya secara umum bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwasanya pihak UD Naba Jaya telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. Saran penulis, sebaiknya para pihak harus sesegera mungkin membuat perjanjian secara tertulis agar dapat mengetahui apa yang dilarang ataupun sebaliknya, yang gunanya dapat menjamin kepastian hukum bagi kepentingan individu serta terciptanya hubungan yang baik dari para pihak. 1

A. Latar Belakang Setiap manusia selalu membutuhkan biaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk mendapatkan biaya hidup salah satunya adalah seseorang perlu bekerja. Bekerja dapat dilakukan secara mandiri atau bekerja kepada orang lain. Bekerja kepada orang lain dapat dilakukan dengan bekerja kepada negara yang selanjutnya disebut sebagai pegawai atau bekerja kepada orang lain (swasta) yang disebut sebagai pekerja atau buruh. Dengan bekerja ditempat orang lain pastilah terjadi hubungan kerja yang namanya perikatan yakni berupa perjanjian, yakni yang memberikan pekerjaan dan yang meminta pekerjaan entah itu tertulis ataupun lisan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh dibuat berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah berbeda dengan pengertian pada Pasal 1601a Kitab Undang Undang Hukum Perdata yang dinyatakan bahwa perjanjian dengan mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan dirinya untuk di bawah perintahnya pihak yang lain si majikan, untuk sesuatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah. Dalam KUHPerdata sebuah perjanjian itu sah selama syarat sahnya perjanjian tersebut terpenuhi, yakni 1 : 1. Adanya kata sepakat 2. Cakap dalam melakukan perbuatan hukum 3. Ada objek yang diperjanjikan 4. Suatu sebab yang halal. 1 Pasal 1320 KUHPerdata 2

Hal diatas diperkuat kembali dengan adanya Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 51 yang memperbolehkan perjanjian kerja dibuat secara tertulis ataupun lisan selama pelaksanaan dari perjanjian kerja tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun implikasi dari perjanjian kerja secara lisan tersebut adalah kurang menjamin kepastian hukum bagi para pekerja/buruh pada saat terjadi perselisihan hubungan industrial di pengadilan. UD. Naba Jaya yang berkedudukan di Samarinda adalah suatu badan usaha dagang yang bergerak dibidang usaha jual beli besi tua, sehubungan dengan hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja yang didasarkan pada perjanjian kerja secara lisan, badan usaha ini dalam menjalankan usahanya menggunakan jasa pekerja/buruh sebanyak yang diambil dari keluarga sendiri. Namun dalam perekrutan pekerja/buruh dalam usaha dagang ini dari pihak pengusaha hanyalah disepakati malalui lisan atau lazim dikatakan menggunakan perjanjian secara lisan. Perjanjian lisan tersebut diperbolehkan oleh Undang-undang Ketenagakerjaan dan KUHPerdata selama tidak bertentangan dengan hukum dan kesusilaan, tetapi disisi lain dalam penerapannya pihak pengusaha yang sangat dominan dalam mengatur isi dalam perjanjian lisan tersebut, seperti waktu kerja (masa kerja dan jam kerja) tanpa ada batas yang menentukan, tidak adanya hari libur disaat hari libur resmi, dan pengupahan. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka peneliti tertarik memilih judul Analisis yuridis mengenai perjanjian kerja secara lisan antara pengusaha dan pekerja di UD Naba Jaya di Samarinda. 3

Dari keadaan yang terjadi di UD Naba Jaya Samarinda, penulis menarik beberapa permasalahan, yakni: 1. Bagaimana kedudukan hukum perjanjian kerja secara lisan antara pengusaha dan pekerja di UD. Naba Jaya Samarinda? 2. Bagaimana hak dan kewajiban bagi pengusaha dan pekerja dalam perjanjian lisan tersebut? 3. Bagaimana perlindungan hukum ketenagakerjaan terhadap pekerja yang hubungan kerja didasarkan pada perjanjian kerja secara lisan tersebut? Guna menjawab permasalahan yang ada, penulis menggunakan beberapa teori-teori yang berkaitan dengan penulisan hukum ini, seperti: 1. Pengertian perjanjian a. Pengertian Perjanjian pada umumnya b. Asas-asas Hukum Kontrak c. Syarat sahnya perjanjian 2. Teori Perjanjian Kerja 3. Teori Hak dan Kewajiban 4. Teori Perlindungan Hukum B. Hasil dan Pembahasan A. Kedudukan Hukum Perjanjian Kerja Secara Lisan Antara Pengusaha dan Pekerja di UD. Naba Jaya Samarinda. Penyebab diterapkannya perjanjian kerja lisan di UD Naba Jaya yaitu faktor kekeluargaan yakni yang dimana masing-masing pihak masih memiliki ikatan keluarga. Berdasarkan observasi yang penulis lakukan kepada para pekerja/buruh yang sedang bekerja di tempat tersebut, memang benar bahwa berdasarkan pernyataan pihak tersebut, semenjak awal mula pekerja/buruh 4

mulai melaksanakan pekerjaan di UD Naba ini tidak memiliki perjanjian kerja secara tertulis sehingga kegiatan yang telah berjalan selama ini adalah hasil dari perjanjian secara lisan, termasuk pula didalamnya perjanjian lisan mengenai pelaksanaan kegiatan pekerjaan. Melihat dari berbagai peraturan yang ada, penulis tidak menemukan adanya larangan dalam praktek perjanjian kerja lisan selama syarat sah perjanjian yang tercantum pada Pasal 1320 KUHPerdata terpenuhi, yakni : 1. Adanya kata sepakat 2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum 3. Ada objek yang diperjanjikan, dan 4. Suatu sebab yang halal. Dilihat dari kacamata hukum perbuatan hukum yang para pihak lakukan tersebut tidak dilarang dalam peraturan perundang-undangan, baik peraturan yang ada di KUHPerdata ataupun Undang-undang Ketenagakerjaan, terutama Pasal 51 ayat 1 Undang-undang Ketenagakerjaan yang secara jelas menyatakan memberikan pilihan untuk membuat perjanjian kerja secara tertulis atau lisan. Lebih lanjut pada bagian penjelasan Pasal 51 ayat 1 Undang-undang Ketenagakerjaan mengatakan bahwa pada dasarnya perjanjian kerja dibuat secara tertulis namun melihat kondisi masyarakat yang beragam dimungkinkan perjanjian kerja secara lisan. Dari penjelasan pasal 51 ayat 1 undang-undang Ketenagakerjaan yang memperbolehkan untuk melakukan perjanjian kerja secara lisan yang di perkuat lagi dengan pasal 52 undang-undang ketenagakerjaan mengenai syarat sahnya perjanjian yang telah terpenuhi. 5

Didalam KUHPerdata dalam bab mengenai perikatan yakni pasal 1320 KUHPerdata memang sangat jelas menjelaskan memperbolehkan adanya perjanjian kerja secara lisan, namun akan tetapi dari hal diatas alangkah baiknya jika dapat dilakukan perjanjian kerja secara tertulis, hal ini yakni mengenai perjanjian kerja harus dilakukan secara tertulis agar dapat dikemudian hari jika terjadi perselisihan antara pihak pekerja/buruh dan pihak pengusaha di pengadilan hubungan industrial dapat melakukan pembuktian dengan adanya perjanjian kerja secara tertulis bahwa benar pekerja/buruh adalah pekerja diusaha tersebut yang diakui oleh Undang-undang. Dalam perjanjian kerja harus dibuat secara tertulis, hal ini dikarenakan beberapa bentuk perjanjian kerja mengecualikan asas konsensualitas, yakni sebuah perjanjian-perjanjian dipersyaratkan oleh undang-undang harus diadakan secara tertulis. 2 Perjanjian dipersyaratkan tertulis agar guna dari fungsi hukum itu dapat terlaksana dengan baik dan benar yakni mengenai: 1. Keadilan 2. Kepastian hukum 3. Manfaat Dari penjelasan pasal tersebut penulis menyimpulkan bahwa sebenarnya instansi UD Naba Jaya Samarinda tidak melakukan perbuatan yang melawan hukum dalam penerapan perjanjian kerja secara lisan. Dan penerapan perjanjian kerja secara lisan tersebut muncul dengan beranekaragam alasan, hal ini dikarenakan pihak pekerja/buruh menganut sistem kepercayaan karena pihak pengusaha merupakan keluarga sendiri sehingga kondisi ini membuat sulit untuk melakukan hubungan hukum berupa perjanjian kerja secara tertulis. 2 Hidayat Muharam. Panduan Memahami Hukum Ketenagakerjaan serta Pelaksanaanya di Indonesia, Bandung,PT Citra Aditya Bakti, 2006, halaman 4 6

B. Hak dan Kewajiban Bagi Pengusaha dan Pekerja dalam Perjanjian Kerja Secara Lisan di UD Naba Jaya Samarinda. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh penulis bahwa didalam proses pekerjaan yang didasarkan pada perjanjian kerja secara lisan yang yang telah disepakati oleh para pihak yang kemudian secara garis besar isi dari perjanjian itu dibuat oleh pihak pengusaha. Isi dalam perjanjian kerja secara lisan itu pekerja/buruh menyatakan hanya membahas mengenai jam kerja yakni pekerja/buruh bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 18.00 dan upah. Dilihat dari kenyataan diatas perjanjian kerja secara lisan antara pihak pekerja/buruh dan pihak pengusaha yang telah disepakati hanya membahas mengenai jam kerja dan upah, hal ini jelas sangat jauh dari kata sebuah perjanjian yang baik. Sebuah perjanjian yang baik haruslah sesuai dengan peraturan yang berlaku yang bukan saja hanya menguntungkan pihak pengusaha melainkan sama-sama menguntungkan dari adanya perjanjian tersebut yang pada dasarnya hasil dari perjanjian tersebut menimbulkan hak dan kewajiban para pihak yang bukan hanya timbul dari perjanjian yang dibuat dari masing-masing pihak tetapi juga timbul dari peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai ketenagakerjaan. Isi perjanjian yang baik yang dapat dilakukan di UD Naba Jaya yang secara umum harus memuat mengenai: 1. Waktu kerja 2. Upah 3. Keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan (K3) 4. Waktu istirahat/cuti kerja. 7

Isi perjanjian yang secara umum tersebut para pihak harus pula secara spesifik membahasnya. Hal yang paling utama bahwasanya dalam pelaksanaan dari isi perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari hal diatas jelas tergambar perjanjian kerja secara lisan yang dilakukan di UD Naba Jaya Samarinda kurang menjamin kepastian hukum yakni berupa hak dan kewajiban dari para pihak, dari hal tersebut penulis menyimpulkan bhwa UD Naba Jaya haruslah membuat perjanjian kerja baru yang bentuknya adalah perjanjian kerja tertulis agar dalam pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak berjalan sesuai ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3 C. Perlindungan Hukum Ketenagakerjaan Terhadap Pekerja Yang Hubungan Kerja Didasarkan Pada Perjanjian Kerja Secara Lisan di UD Naba Jaya Samarinda. Sebelumnya jelas sekali tergambar bahwasanya isi dari perjanjian kerja secara lisan yang dilakukan di UD Naba Jaya Samarinda hanya memuat mengenai upah dan jam kerja saja, yang hal ini dapat dikatakan jauh dari kata sebuah perjanjian yang baik, yang dimana secara umum sebuah perjanjian yang baik harus memuat : 1. Waktu kerja 2. Upah 3. Waktu istirahat/cuti kerja. 4. Keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan (K3) 3 Dapartemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial, Pedoman Penyuluhan Perjanjian Kerja, 2003, Halaman 11 8

Pada dasarnya ketentuan diatas tersebut harus dapat berlaku dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sehingga dapat melindungi pekerja/buruh akan kebutuhan pada saat bekerja. a. Jam kerja Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh penulis kepada pihak pekerja/buruh yang didasarkan oleh perjanjian kerja secara lisan yang dilakukan oleh pihak pekerja/buruh dan pihak pengusaha. Jam kerja karyawan pada UD. Naba Jaya di Samarinda yang didasarkan perjanjian kerja lisan adalah dari jam 07.00 sampai dengan 18.00 yang dapat diartikan jam kerja di UD Naba Jaya Samarinda adalah 11 jam dalam sehari atau 1 minggu 77 jam untuk masing-masing pekerja/buruh, dengan demikian jumlah hari kerja yang berlaku di UD. Naba Jaya adalah 7 hari dalam satu minggu, selanjutnya didalam observasi yang penulis lakukan kepada para pekerja/buruh yang didasarkan oleh perjanjian kerja lisan antara para pihak, pihak pekerja/buruh menyatakan didalam perjanjian tersebut tidak mengatur adanya uang lembur yang dalam hal ini dapat disimpulkan, bahwa pekerja/buruh didalam melaksanakan pekerjaannnya pekerja/buruh tidak ada waktu tertentu, apabila ada barang masuk/keluar entah itu (malam bukan dalam jam kerja yang sepatutnya) harus dilaksanakan tanpa adanya uang lembur. Kenyataan diatas jelas melanggar ketentuan dalam undangundang No 13 tahun 2003 pasal 79 ayat 2 yang meliputi waktu istirahat, dimana dengan adanya waktu tambahan kelebihan jam kerja (lembur) karyawan berhak mendapatkan tambahan berbentuk uang lembur namun tidak mendapat tambahan uang uang lembur tersebut. Hal ini juga sangatlah jelas bertentangan dengan undang-undang tentang 9

ketenagakerjaan pada pasal 79 ayat 2 a, istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak temasuk jam kerja. Disisi lain pelaksanaan jam kerja di UD Naba Jaya juga bertentangan dengan pasal 77 ayat 2 yang telah mengatur bahwa total jam kerja nyata dalam seminggunya tidak boleh dari 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu. Artinya dengan waktu kerja yang ditetapkan oleh UD. Naba Jaya adalah 7 hari dalam seminggu menggambarkan adanya kelebihan jam kerja. Sementara itu berdasarkan wawancara penulis dengan pekerja/buruh di UD. Naba Jaya yang memiliki kelebihan jam kerja yang lebih, tidak mendapatkan uang lembur seperti yang digariskan dalam ketentuan undang-undang ketenagakerjaan, hal ini jelas melanggar dari ketentuan waktu kerja lembur dalam undang-undang tentang ketenagakerjaan. Pasal 78 ayat 2 yang menyebutkan bahwa pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib membayar upah kerja lembur. b. Upah Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh penulis di UD. Naba Jaya Samarinda yang didasarkan oleh perjanjian kerja secara lisan yang antara pihak pekerja/buruh dan pihak pengusaha, pekerja/buruh didalam pengupahan menyatakan upah mereka yang bekerja, bagian mengantar barang kemudian mengambil dan menurunkan barang digaji Rp. 1.000.000,-, dan bagian yang rangkap (dapat menggunakan alat berat, me las, dan memotong pipa) digaji Rp. 1.750.000.-. 10

Pemberian upah tidak ada pembedaan antara pekerja perempuan dengan pekerja laki-laki. Adapun besarnya upah pokok pekerja/buruh yang bekerja pada UD Naba Jaya ini adalah Rp.1.000.000,- sampai dengan Rp.1.750.000,-. Dalam hal ini untuk upah pokok yang diterima oleh beberapa pekerja/buruh ada yang masih dibawah UMK kota Samarinda berdasarkan SK Gubernur tahun 2012 dengan no : 561/K.28/2012 tentang penetapan upah minimum kota samarinda sebesar Rp. 1.250.000,-. Fakta ini membuktikan bahwa UD. Naba Jaya belum memberikan upah yang sesuai dengan UMK (upah minimum kota) Samarinda, serta tidak sesuai dengan pasal 88 ayat 2 undang-undang ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa; untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusaian sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh. c. Waktu Istirahat Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh penulis kepada pihak pekerja/buruh yang didasarkan oleh perjanjian kerja secara lisan yang dilakukan oleh pihak pekerja/buruh dan pihak pengusaha. Isi dalam perjanjian lisan tersebut tidak membahas mengenai waktu istirahat, dan dalam observasi yang cukup mendalam yang dilakukan oleh penulis dalam menjalankan tugasnya ternyata pekerja/buruh tidak mendapatkan waktu istirahat, waktu istirahat diberikan kepada karyawan pada saat ingin istirahat makan atau disaat ingin kekamar mandi dan pada hari libur resmi pun para pekerja/buruh tidak ada waktu unutk libur, terkecuali 11

pada hari raya Idul Fitri, dikarenakan para pekerja/buruh dan pengusaha adalah seorang muslim. Hal ini jelas bertentangan dengan undang-undang tentang ketenagakerjaan pada pasal 79 ayat 2 a, istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak temasuk jam kerja. Cuti tahunan dan istirahat panjang seharusnya bisa diberikan kepada para pekerja/buruh di UD Naba Jaya sehingga jika pekerja/buruh telah bekerja selama 12 bulan berturut-turut atau 6 tahun secara terus menerus berhak untuk mendapat cuti tahunan selama 12 hari atau istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 bulan, tetapi pada kenyataannnya UD Naba Jaya tidak melakukan hal tersebut sebagaimana mestinya, hal ini jelas tidak sesuai dengan pasal 79 ayat 2 huruf c dan d diatas. Bagi pekerja perempuan yang bekerja sedang dalam masa haid dan merasa sakit tetap bekerja dikarenakan pekerja perempuan tersebut malas untuk meminta ijin disertai dengan surat keterangan dokter, walaupun dalam undang-undang ketengakerjaan pasal 81 ayat 1 dikatakan: pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid. Selain itu isi dari pasal 81 ayat 1 undang-undang ketenagakerjaan tersebut juga merupakan hak bagi pekerja perempuan konsekuensinya pekerja tersebut boleh mengambil haknya ataupun tidak. Keadaan tersebut menyebabkan pihak pengusaha mengambil kebijakan bahwa 12

bagi pekerja perempuan dalam masa haid merasakan sakit dan bekerja akan diberikan istirahat 1 dari kurang 2 jam. Kebijakan yang diambil dari pihak pengusaha tersebut meskipun bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan tetapi tidak dapat dikenai sanksi, karena ketentuan tersbut bersifat tidak memaksa. Artinya ketentuan tersebut dapat di kesampingkan karena tidak ada sanksi yang diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan terhadap pelanggaran isi pasal 81 ayat 1 ketentuan tersebut. D. Keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan (K3) Didalam observasi yang dilakukan oleh penulis kepada pekerja/buruh, pekerja/buruh menyatakan pihak pengusaha didalam perjanjian yang telah disepakati tidak membahas mengenai K3 tersebut. Hal ini kembali telah melanggar hak dari pihak pekerja/buruh dan pihak pengusaha telah melanggar kewajibannya. Didalam wawancara langsung kepada pihak pekerja/buruh, pekerja/buruh menyatakan dengan tidak adanya K3 yang diperjanjikan dari perjanjian kerja secara lisan tersebut sangat merugikan dari pihak pekerja/buruh, terutama mengenai hal keselamatan kerja hal ini dikarenakan didalam proses pekerjaan sangatlah beresiko karena berhubungan dengan barang-barang yang berat yang dimana dikarenakan UD Naba Jaya ini bergerak dibidang jual beli besi tua, ditambah lagi pihak pengusaha tidak memberikan peralatan yang memadai guna menjamin keselamatan pekerja pada saat bekerja, seperti tidak adanya pemberian pakaian yang safety. 13

Secara mendalam kembali pihak pekerja/buruh menyatakan ketika pekerja/buruh ada yang sakit dikarenakan efek dari proses pekerjaan tidak ada tunjangan yang mereka dapat. Kenyataan diatas jelas telah melanggar ketentuan dalam undangundang ketenagakerjaan hal ini didasarkan pada pasal 86 ayat 1 a yang menjelaskan bahwasanya setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, kemudian dipertegas lagi dalam pasal 86 ayat 2 yang menyatakan untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Dari hal diatas jelas menggambarkan bahwasanya pihak pengusaha haruslah memberikan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan pekerja/buruh. Berdasarkan observasi yang cukup mendalam pekerja/buruh kembali menyatakan didalam perjanjian yang mereka sepakati juga tidak membahas mengenai jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek), seperti yang dijelaskan sebelumnya pekerja/buruh menyatakan mereka tidak merasakan adanya perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Hal ini diperjelas sebelumnya ketika ada pekerja/buruh yang sakit dikarenakan efek dari proses pekerjaan tidak ada tunjangan yang mereka dapat dan tidak adanya pemberian pakaian yang safety guna menjaga keselamatan mereka. Fakta diatas jelas telah melanggar ketentuan pasal 99 ayat 1 undang-undang ketenagakerjaan yang menyatakan bahwasanya setiap pekerja dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga 14

kerja (jamsostek), hal ini juga dipertegas pada pasal 2 ayat 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 14 tahun 1993 (PP 14/1993) tentang penyelenggaraan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang menyatakan pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja dan membayar upah paling sedikit Rp 1.000.000,- sebulan, wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jamsostek, yang isinya meliputi; 1. Jaminan kecelelakaan kerja 2. Jaminan kematian 3. Jaminan hari tua Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa UD. Naba jaya belum sepenuhnya memberikan perlindungan terhadap pekerja yang bekerja. Berdasarkan hasil penelitian diatas menggambarkan bahwa perlindungan hukum berdasarkan undang-undang ketenagakerjaan belum sepenuhnya diterapkan di UD. Naba Jaya Samarinda, hal ini akan berimplikasi pada tenaga kerja yang ada di UD. Naba Jaya, yaitu : a) Dengan tidak adanya perlindungan hukum terhadap tenaga kerja di UD. Naba Jaya akan berakibat adanya kerugian pada tenaga kerja sehingga akan berakibat ketidaktakwaan tenaga kerja mengenai hak sebagai tenaga kerja. b) Dengan tidak adanya perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh yang bekerja akan berimplikasi pada pemutusan kerja secara sepihak dari pihak pekerja/buruh tanpa adanya penjelasan mengenai pemutusan kerja yang diterima oleh pemilik pengusaha. 15

C. Kesimpulan 1. Dengan adanya penerapan perjanjian kerja secara lisan yang terjadi di UD Naba Jaya Samarinda, penulis berkesimpulan bahwa perjanjian kerja secara lisan yang dilakukan di UD Naba Jaya adalah sah selama syarat umum perjanjian pada Pasal 1320 KUHPer yakni adanya kata sepakat, cakap dalam melakukan perbuatan hukum, ada objek yang diperjanjikan, dan suatu sebab yang halal terpenuhi dan juga penjelasan Pasal 51 Undang-undang Ketenagakerjaan yang menyatakan, perjanjian kerja secara lisan boleh dilakukan mengingat keberagaman yang ada. 2. Perjanjian kerja secara lisan yang dilakukan di UD Naba Jaya mempunyai akibat hukum untuk masing-masing pihak, yakni menimbulkan hak dan kewajiban yang maksudnya adalah dengan adanya perjanjian kerja lisan yang terjadi di UD Naba Jaya, yang isi dari perjanjian kerja secara lisan itu adalah mengatur upah yang dibawah dari UMK kota Samarinda yakni sebesar Rp 1.000.000, waktu kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yakni 77 jam 1 minggu untuk 7 hari kerja dalam 1 minggu, dan waktu istirahat yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yakni hanya memberikan waktu istirahat pada waktu makan siang dan pada saat ingin kekamar kecil, begitupun untuk cuti libur resmi yang diatur oleh pemerintah, pekerja/buruh tidak mendapatkannnya, serta dalam pelaksanaan pekerjaan pekerja/buruh tidak mendapatkan perlindungan atas jaminan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan. 3. Pihak pengusaha harus memperhatikan pasal 52 Undang-undang Ketenagakerjaan, perjanjian dipersyaratkan harus dibuat secara tertulis, sehingga jika dibuat secara lisan akibat hukumnya adalah menjadi 16

perjanjian kerja tidak tertentu, dimana dalam pasal 63 disebutkan lebih jauh akibat hukum bagi pengusaha yang membuat perjanjian kerja waktu tidak tertentu secara lisan, haruslah membuat surat pengangkatan. D. SARAN 1. Bagi UD Naba Jaya Samarinda, Mengingat banyaknya akibat negatif yang ditimbulkan dari adanya perjanjian kerja lisan, pihak pengusaha di UD Naba Jaya Samarinda sebaiknya segera membuat draft perjanjian kerja secara tertulis yang memuat hak-hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, kemudian isi dari draft perjanjian tersebut dimusyawarahkan dengan para tenaga kerja, sehingga lebih menjamin kepastian hukum pada masing-masing pihak, dan menjaga stabilitas, kenyamanan serta kepentingan individu para pihak. Apabila memang UD. Naba Jaya Samarinda tetap menggunakan perjanjian lisan, akan lebih baik bila masing-masing pihak yaitu tenaga kerja dan pengusaha menyiapkan saksi-saksi, sehingga ada pihak ketiga (saksi) yang bisa memberikan pernyataan apabila ada permasalahan yang terjadi di kemudian hari. 2. Bagi Dinas Tenaga Kerja, seharusnya melakukan sosialisasi kepada masyarakat secara langsung mengenai pentingnya undang-undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan terhadap pekerja/buruh yang ada dikota Samarinda secara khususnya dan kemudian pihak Dinas Tenaga Kerja kota Samarinda sebaiknya melakukan pendataan terhadap tempattempat usaha yang ada di kota Samarinda yang tidak melaksanakan ketentuan didalam undang-undang ketenagakerjaandan dapat diberikan sanksi. 17