PROFIL DAN PROSPEK PENGEMBANGAN USAHATANI SAPI POTONG DI KALIMANTAN SELATAN

dokumen-dokumen yang mirip
POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG MELALUI PERBAIKAN MANAJEMEN PADA KELOMPOK TERNAK KAWASAN BARU

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

POTENSI DAN PROSPEK PENGGUNAAN LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI LAHAN KERING KABUPATEN TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

PENGEMBANGAN PERBIBITAN KERBAU KALANG DALAM MENUNJANG AGROBISNIS DAN AGROWISATA DI KALIMANTAN TIMUR

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

KERBAU RAWA, ALTERNATIF TERNAK POTONG MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING DI KALIMANTAN SELATAN

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

PENDAHULUAN. Latar Belakang

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

KAJIAN PERSEPSI DAN ADOPSI PETERNAK SAPI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI UNGGUL DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU

PEMANFAATAN KULIT KAKAO SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING PE DI PERKEBUNAN RAKYAT PROPINSI LAMPUNG

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

ANALISIS POTENSI WILAYAH UNTUK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STRATEGI PENGEMBANGAN KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

PENDAHULUAN Latar Belakang

PANDUAN. Mendukung. Penyusun : Sasongko WR. Penyunting : Tanda Panjaitan Achmad Muzani

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

PROSPEK PENGEMBANGAN PUSAT-PUSAT PEMBIBITAN SAPI BALI DI LAHAN MARGINAL UNTUK MENDUKUNG PENYEDIAAN SAPI BAKALAN DI NUSA TENGGARA BARAT

Tennr Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 Skala usaha penggemukan berkisar antara 5-10 ekor dengan lama penggemukan 7-10 bulan. Pakan yan

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

SILASE SEBAGAI PAKAN SUPLEMEN SAPI PENGGEMUKAN PADA MUSIM KEMARAU DI DESA USAPINONOT

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

Tingkat Adopsi Petani terhadap Teknologi Jamu Ternak di Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru

KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

POTENSI PENGEMBANGAN AYAM BURAS DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

Pengembangan Kelembagaan Pembibitan Ternak Sapi Melalui Pola Integrasi Tanaman-Ternak

POTENSI INTEGRASI TANAMAN - TERNAK DI SULAWESI TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI)

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan

Tabel 1 Komposisi konsentrat komersial (GT 03) Nutrisi Kandungan (%) Bahan Protein 16 Jagung kuning, dedak gandum, Lemak 4 dedak padi, bungkil kacang

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

LAPORAN AKHIR PENYULUHAN DAN PENYEBARAN INFORMASI HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN TEMU INFORMASI TEKNOLOGI TERAPAN

Integrasi Tanaman Jeruk dengan Ternak Kambing

SKRIPSI. Oleh : Desvionita Nasrul BP

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

Oleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan, ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN

PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI PROVINSI JAMBI

ANALISIS DAYA DUKUNG PAKAN UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN TANJUNG RAYA KABUPATEN AGAM SKRIPSI. Oleh : AHMAD ZEKI

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN ABSTRAK

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

POTENSI PENGEMBANGAN SAPI POTONG DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING SAPI DI KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PEMANFAATAN LIMBAH PERKEBUNAN DALAM SISTEM INTEGRASI TERNAK UNTUK MEMACU KETAHANAN PAKAN DI PROVINSI ACEH PENDAHULUAN

Petunjuk Praktis Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PROGRAM AKSI PERBIBITAN DAN TRADISI LOKAL DALAM PENGELOLAAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

Transkripsi:

PROFIL DAN PROSPEK PENGEMBANGAN USAHATANI SAPI POTONG DI KALIMANTAN SELATAN ENI SITI ROHAENI dan AKHMAD HAMDAN Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No. 4 Banjarbaru Kalimantan Selatan ABSTRAK Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang mempunyai peranan yang penting dalam mencapai sasaran pembangunan nasional sebagai sumber protein hewani, sumber pendapatan, sumber pupuk, sumber tenaga kerja, pemanfaat limbah pertanian dan tabungan bagi petani. Produksi ternak sapi yang dihasilkan di Kalimantan Selatan terutama pada usaha peternakan rakyat relatif rendah. Rendahnya produktivitas ini disebabkan karena beberapa hal diantaranya yaitu sistem pemeliharaan, mutu bibit dan pemberian pakan yang belum optimal. Luas lahan di Kalimantan Selatan 37.773 km2 mampu menghasilkan produksi hijauan sebanyak 2.675.328 ton bahan kering (BK) per tahun, dan produksi limbah pertanian sekitar 853.169 ton BK/tahun. Produksi hijauan dan limbah pertanian ini menunjukkan potensi hijauan pakan ternak yang ada masih mencukupi kebutuhan ternak dari segi kuantitas. Berdasarkan produkksi hijauan dan limbah tersebut menunjukkan peluang pengembangan ternak ruminansia sebanyak 1.000.000 Satuan Ternak (ST). Hijauan dan limbah pertanian ini baru dimanfaatkan sekitar 16,74%. Hal ini menunjukkan bahwa dari segi sumberdaya alam peluang pengembangan ternak ruminansia di Kalimantan Selatan masih sangat besar. Peluang usaha yang dapat dilakukan adalah usaha pembibitan dan penggemukan dengan memanfaatkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dengan mempertimbangkan kualitas mutu genetis, perbaikan pakan dan manajemen pemeliharaan yang dapat dilakukan dengan 3 pendekatan yaitu pendekatan teknis, terpadu dan agribisnis. Teknologi yang dapat dilakukan untuk menjawab peluang usaha tersebut diantaranya adalah perbaikan mutu genetis, perbaikan manajemen pemeliharaan dan pakan. Perbaikan mutu genetis yang telah dilakukan di Kalimantan Selatan diantaranya adalah dengan Inseminasi Buatan, mendatangkan pejantan unggul dan pemurnian Sapi Bali. Perbaikan manajemen pemeliharaan yang dapat dilakukan yaitu pencegahan penyakit, vaksinasi, perbaikan kandang, dan teknologi pemanfaatan kotoran menjadi kompos, intensifikasi pemeliharaan. Dan perbaikan pakan dapat dilakukan dengan teknologi pemanfaatan dan pengolahan limbah pertanian/perkebunan sebagai pakan di musim paceklik (lahan kering paceklik pada musim kemarau dan lahan pasang surut pada musim hujan), pemanfaatan pakan lokal. Kata kunci: Sapi potong, profil, prospek, produktivitas, Kalimantan Selatan PENDAHULUAN Sapi potong merupakan salah satu ternak ruminansia yang mempunyai peran yang penting karena sebagai salah satu penghasil daging terbesar untuk memenuhi permintaan konsumen. Populasi sapi potong di Kalimantan Selatan pada tahun 2003 sekitar 166.469 ekor (DINAS PETERNAKAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN, 2003). Produksi daging yang dihasilkan dari ternak sapi sekitar 85,83% dari total produksi daging ternak ruminansia atau memberikan kontribusi sekitar 21,62% dari total produksi daging asal ternak (DINAS PETERNAKAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN, 2004). Ternak ruminansia yang dipelihara petani dapat berfungsi ganda yaitu sebagai penghasil pupuk kandang dan tabungan yang memberikan rasa aman pada saat kekurangan pangan (paceklik) disamping berfungsi sebagai ternak kerja (ADININGSIH et al., 1994). Menurut NAJIB et al. (1997) ternak sapi mempunyai peran yang cukup penting bagi petani sebagai penghasil pupuk kandang, tenaga pengolah lahan, pemanfaat limbah pertanian dan sebagai sumber pendapatan. Produktivitas sapi potong di Kalimantan Selatan belum dapat memenuhi kebutuhan daging untuk masyarakatnya sehingga masih didatangkan sapi potong dari luar propinsi. Menurut TARMUDJI (1997) kendala dalam pengembangan sapi potong yaitu skala usahanya kecil, modal terbatas, ketrampilan peternak rendah dan masalah penyakit yang masih sporadis muncul. Potensi peternakan sapi potong di Kalimantan Selatan yang 132

merupakan salah satu kawasan Timur Indonesia sebetulnya cukup besar, namun pola usahanya masih tradisional selain itu usaha peternakan juga menghadapi kendala dalam penyediaan pakan pada musim kemarau terutama pada wilayah-wilayah yang musim keringnya panjang (PSE, 1997). Dalam pengusahaan ternak rumansia (sapi potong), salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan adalah sumberdaya alam yang dimiliki. Daerah yang mempunyai luasan wilayah yang besar merupakan salah satu nilai lebih yang turut mendukung terhadap peluang pengembangan ternak sapi. Lahan yang luas dapat dijadikan sebagai sumber pakan hijauan atau limbah pertanian dari usaha tanaman pangan. Makalah ini bertujuan untuk melihat profil dan prospek pengembangan usahatani sapi potong di Kalimantan Selatan. POTENSI SUMBERDAYA ALAM Menurut NASRULLAH et al. (2004) daya dukung usaha ternak selain dipengaruhi oleh sumber daya manusia juga dipengaruhi oleh sumber daya lahan serta komoditas tanaman yang diusahakan dan dapat dimanfaatkan oleh ternak sebagai sumber pakan. Sumberdaya lahan yang dimiliki Kalimantan Selatan cukup luas yaitu sekitar 37.377 km 2 dengan kondisi agroekosistem seperti lahan kering, lahan pasang surut, tadah hujan, lebak dan lainnya memegang peranan penting dalam sumbangannya terhadap potensi ketersediaan hijauan pakan dan sumber daya manusia sebesar 3.054.129 jiwa (DINAS PETERNAKAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN, 2003). Ketersediaan lahan dan sumber daya manusia yang dimiliki merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk pemeliharaan ternak sapi. Komposisi ternak ruminansia di Kalimantan Selatan dapat dilihat pada Tabel 1. DITJENNAK dan PUSLITANAK (1997) melaporkan bahwa potensi wilayah Kalimantan Selatan mampu menampung sapi potong sekitar 977.653 satuan ternak, daya tampung ini baru dimanfaatkan sekitar 30,9%. Produksi hijauan pakan di Kalimantan Selatan dilaporkan sebanyak 2.675.328 ton bahan kering (BK) per tahun, dan produksi limbah pertanian sekitar 853.169 ton BK/tahun (NASRULLAH et al., 2004). Produksi hijauan dan limbah pertanian ini menunjukkan potensi hijauan pakan ternak yang ada masih mencukupi kebutuhan ternak akan hijauan dari segi kuantitas. Hal ini berarti terdapat peluang pengembangan ternak ruminansia sebanyak 1.000.000 Satuan Ternak (ST). Hijauan dan limbah pertanian ini baru dimanfaatkan sekitar 16,74%. Keadaan ini menunjukkan bahwa berdasarkan sumberdaya alam yang dimiliki peluang pengembangan ternak ruminansia di Kalimantan Selatan masih sangat besar. Tabel 1. Populasi ternak ruminansia di Kalimantan Selatan tahun 2003 Ternak Jumlah (ekor) Sapi 166.469 Kerbau 37.550 Kambing 84.442 Domba 3.611 Sumber: DINAS PETERNAKAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN (2003) POTENSI PRODUKSI Produksi ternak sapi yang dihasilkan di Kalimantan Selatan terutama pada usaha peternakan rakyat relatif rendah. Rendahnya produktivitas ini disebabkan karena beberapa hal diantaranya yaitu sistem pemeliharaan, mutu bibit dan pemberian pakan yang belum optimal. Keragaan produksi sapi potong dengan jenis sapi Bali di lahan kering Kabupaten Tanah Laut dilaporkan oleh ROHAENI et al. (2003b) ditampilkan pada Tabel 2. Peternak umumnya mengetahui tanda-tanda birahi pada sapi, hal ini bermanfaat untuk petani agar segera mengawinkan sapinya bila terlihat tanda-tanda birahi. Berdasarkan data di atas diketahui bahwa selang beranak sapi Bali berkisar 13-14 bulan dan lebih dari 17 bulan (Tabel 2). Menurut JAINUDEEN dan HAFEZ (1987) dalam MAJESTIKA (1998) selang beranak yang ideal adalah 12-14 bulan. Panjangnya selang beranak ini menunjukkan kurang efisiennya reproduksi ternak. Menurut CASIDA (1971) dalam MAJESTIKA (1998) selang beranak ditentukan oleh selang post partus ke ovulasi pertama, estrus pertama, kawin pertama dan kebuntingan kembali. 133

Tabel 2. Profil pemeliharaan, keragaan produksi dan reproduksi Parameter Nilai Sistem perkawinan (%) Inseminasi buatan 30,78 Kawin alam 64,34 Kombinasi 4,88 Jarak kelahiran/selang beranak (%) 13-14 bulan 48,39 15-17 bulan 3,22 lebih dari 17 bulan 48,39 Pengetahuan petani akan tanda-tanda sapi berahi (%) 80,56 Mengetahui dengan 3 tanda 19,44 Mengetahui dengan 2 tanda 0,00 Mengetahui dengan 1 tanda Kisaran berat badan (%) <200kg 15,38 200-250kg 51,28 >300kg 33,33 Kebuntingan berdasar berat induk (%): 0,00 <200kg 37,50 200-250kg 62,50 >300kg EPP (hari) 60,00 Bobot anak (kg) 14,00 EPP: Estrus post partum (estrus pertama setelah beranak) Selanjutnya ditambahkan bahwa usaha untuk memperpendek selang beranak yang paling sesuai adalah dengan memperpendek waktu kosong (days open). Rataan EPP sapi Bali (Tabel 2) adalah 60 hari, hasil ini masuk dalam kisaran EPP yang dilaporkan DARMADJA (1990) dalam GUNTORO et al. (1997) antara 50-70 hari. EPP merupakan salah satu indikator untuk memperoleh interval beranak yang pendek, panjangnya EPP antara lain dapat disebabkan karena ternak kekurangan pakan (PANJAITAN et al., 1998). Keragaan produksi sapi potong bakalan umur 1,5 sampai 2,5 tahun di lahan kering khususnya di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan berat badannya berkisar 120 225 kg dengan rataan pertambahan berat badan harian sebesar 0,2 kg/ekor/hari, tergantung dari bangsa sapi, jenis kelamin, genetis dan pakan yang diberikan serta sistem pemeliharaan (ROHAENI et al., 1999). Profil usahatani sapi potong Pola pemeliharaan ternak sapi potong di Kalimantan Selatan pada umumnya secara tradisional yang ditandai dengan rendahnya jumlah pemilikan ternak, modal, keterampilan dan teknologi yang dikuasai masih terbatas. Oleh karena itu produktivitas sapi potong dirasa masih rendah. Bangsa sapi potong yang umum dipelihara yaitu sapi Bali, Peranakan Ongole (PO), Madura dan Brahman yang sebagian besar tersentra di Tanah Laut dan Kotabaru. Menurut PARWATI et al. (1999) bahwa produktivitas yang rendah pada sapi Bali disebabkan karena pola pemeliharaan dan manajemen yang kurang terarah dimana petani belum memperhatikan mutu pakan, umur jual, tatacara pemeliharaan, perkandangan, sanitasi dan lain-lain. Usaha-usaha peningkatan produktivitas telah banyak dilakukan antara lain dengan perbaikan mutu pakan (LANA, 1992 dalam PARWATI et al., 1999). Sistem pemeliharaan ternak sapi di Kalimantan Selatan sebagian besar dilakukan secara semi intensif dengan pakan yang diberikan berupa hijauan lokal atau rumput lapang dengan frekuensi pemberian 1 sampai 2 kali per hari (ROHAENI et al., 2003a). Walaupun peternak menyadari akan sulitnya ketersediaan hijauan terutama pada musim kemarau, namun penanaman hijauan makanan ternak (HMT) unggul sebagian besar masih belum dilakukan. Hal ini disebabkan karena peternak belum termotivasi untuk menanam HMT unggul. Pemecahan masalah dalam hal ketersediaan HMT pada musim paceklik diatasi oleh peternak dengan cara mencari rumput secara kolektif ke tempat atau desa lain dengan menyewa truk. Pencarian rumput ke tempat lain pada musim kemarau dilakukan antara 1 2 kali per minggu dengan biaya sekitar Rp. 10.000/KK. Pengolahan hijauan belum dilakukan oleh peternak, walaupun pada saat musim panen produksi limbah pertanian melimpah dan banyak yang terbuang. Hal ini menurut petani disebabkan kurangnya waktu, tenaga kerja dan teknologi pengolahan hijauan yang efektif dan praktis. Hijauan pakan yang sering diberikan 134

Tabel 3. Profil pemeliharaan sapi di Desa Bentok Darat dan Tirtajaya, Tanah Laut Uraian Sistem pemeliharaan (%) Dikandangkan terus Digembalakan terus Kombinasi Macam hijauan yang diberikan (%) Lokal Lokal + unggul Frekuensi pemberian hijauan (%) Dua kali per hari Satu kali per hari Tidak diberikan Pemberian pakan tambahan (%) Rutin Kadang-kadang Tidak diberikan Pemberian garam (%) Rutin Kadang-kadang Tidak diberikan Pemberian obat-obatan dan vitamin (%) Rutin Kadang-kadang Tidak diberikan Pengolahan hijauan makanan ternak (%) Dilakukan Kadang-kadang Tidak dilakukan Jarak kelahiran (%) 13-14 bulan 15-17 bulan lebih dari 17 bulan Umur sapi saat pertama beranak (%) 3,5 tahun > 3,5 tahun Sumber: ROHAENI et al. (2003a) Rataan 5,00 5,00 90,00 93,02 6,98 50,00 50,00 0,00 0,00 33,33 66,67 39,02 58,54 2,44 15,00 42,50 42,50 8,33 19,44 72,23 48,39 3,22 48,39 85,71 14,29 berupa rumput-rumputan berasal dari lapangan/ kebun rumput, tegal, pematang atau di pinggir jalan. Pada saat kemarau di berbagai daerah di Indonesia termasuk di Kalimantan Selatan sering mengalami paceklik dalam penyediaan pakan ternak ruminansia. Pada umumnya, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan memanfaatkan sisa hasil pertanian yang berupa jerami padi, jerami jagung, jerami kedelai, jerami sorgum, pucuk ketela pohon, jerami ketela rambat dan pucuk tebu. Diantara sisa hasil pertanian tersebut, jerami padi merupakan pakan andalan pada musim kemarau, mengingat kuantitas produksinya yang melimpah terutama pada panen raya. Pemanfaatan sisa hasil pertanian sebagai stok pakan saat musim paceklik perlu teknik pengolahan pakan misalnya pembuatan hay, silase, fermentasi atau pengepresan hijauan. Berdasarkan data diatas diketahui bahwa pemeliharaan ternak sapi dengan skala pemilikan 2 ekor menghasilkan pendapatan sebesar Rp 755.500 per 4 bulan dan nilai R/C sebesar 1,15 (Tabel 4). Walaupun nilai ini termasuk rendah namun pemeliharaan ternak sapi masih layak untuk diusahakan karena nilai R/C lebih besar dari satu. Rendahnya nilai R/C dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu teknik pemeliharaan yang seadanya dan sederhana yang menyebabkan rendahnya pertambahan berat badan yang dihasilkan serta sedikitnya pemilikan ternak sapi yang diusahakan. Menurut TOELIHERE (1981) dalam BESTARI et al. (1998), faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas adalah faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor yang dominan adalah lingkungan yang mencakup pola pemeliharaan, kesehatan ternak dan faktor induk (genetis). Rendahnya pertambahan berat badan dapat diatasi antara lain melalui perbaikan pakan baik dari segi jumlah maupun mutunya karena pakan merupakan hal yang turut menentukan terhadap performan ternak selain faktor genetis. Skala pemeliharaan juga turut menentukan terhadap keuntungan yang dihasilkan karena satu orang tenaga kerja mampu memelihara ternak sapi sekitar 3-4 ekor, jika pemeliharaannya sedikit maka dinilai kurang efisien. ROHAENI et al. (2003a) melaporkan bahwa penggunaan probiotik pada ternak sapi dapat meningkatkan pertambahan berat badan yang akhirnya meningkatkan pendapatan dan nilai R/C yang dihasilkan dibanding ternak kontrol (Tabel 5). 135

Tabel 4. Analisis usaha pemeliharaan ternak sapi potong bakalan selama 4 bulan dengan skala 2 ekor Uraian Fisik Satuan (Rp) Nilai (Rp) Input Bibit sapi (kg) 295,36 15.000 4.430.400 Garam/obat-obatan (paket) 1,00 20.000 20.000 Tenaga kerja (HOK) 32,00 15.000 480.000 Jumlah 4.930.400 Output Bibit sapi (kg) 379,06 15.000 5.685.500 Keuntungan 2 1 755.500 R/C (2/1) 1,15 Sumber: ROHAENI et al. (2003b) Tabel 5. Analisis usaha penggemukan sapi potong Uraian Perlakuan Starbio Kontrol Input Bibit sapi (BB awal (kg) @ Rp. 10.000 Garam Obat-obatan/vitamin: obat cacing, B komplek Probiotik 1.255.000,00 5.600,00 10.200,00 8.000,00 1.476.800,00 5.600,00 10.200,00 - Jumlah Input (Rp) A 1.278.800,00 1.492.600,00 Output Harga jual sapi (BB akhir) @ Rp. 10.000,00 1.762.100,00 1.895.300,00 Jumlah output (Rp) B 1.762.100,00 1.895.300,00 Keuntungan A B (Rp) 483.300,00 402.700,00 R/C 1,38 1,27 Sumber: ROHAENI et al. (2003a) Masalah pengembangan sapi potong Kendala yang dihadapi dalam usaha ternak sapi potong di Kalimantan Selatan yaitu sulitnya mendapatkan hijauan terutama pada musim kemarau (petani di lahan kering dan tadah hujan) sedang bagi petani di daerah pasang surut dan lebak kesulitan mendapatkan hijauan terjadi pada musim hujan karena banjir sehingga rumput terendam. Secara garis besar kendala pembangunan peternakan di Kalimantan Selatan yaitu transfer teknologi ke peternak berjalan lambat, terbatasnya populasi ternak, investasi dana ke subsektor peternakan relatif rendah, peternak sulit mendapatkan modal usaha, ancaman penyakit menular dan ketergantungan sapronak dari Jawa sangat besar (DINAS PETERNAKAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN, 2004). Sedangkan tantangan dalam pemasaran produk daging merah (daging sapi) adalah adanya daging putih (daging unggas), karena kemampuan produksinya yang cepat dan harga yang relatif lebih murah. Walaupun demikian daging sapi mempunyai pasar sendiri (selera konsumen). Produksi/pemasaran daging sapi akan terancam bila terjadi kenaikan harga input produksi tanpa diikuti oleh kenaikan pendapatan 136

konsumen. Solusi dari permasalahan ini adalah dengan meningkatkan efisiensi baik efisiensi produksi maupun efisiensi pemasaran sehingga dapat menekan biaya produksi dan pemasaran (AKHADIARTO, 1998). Peluang dan strategi pengembangan Berdasarkan karakteristik dan profil pemeliharaan sapi potong yang ada di Kalimantan Selatan dihubungkan dengan luasnya potensi lahan, produksi hijauan dan limbah pertanian, maka terdapat beberapa alternatif strategi pengembangan yang berbeda untuk setiap kondisi. Hal ini dapat dikaitkan dengan salah satu program yang dicanangkan di Kalimantan Selatan yaitu swasembada sapi potong yang bertujuan agar Kalimantan Selatan tidak bergantung lagi pada daerah lain akan penyediaan sapi siap potong (DINAS PETERNAKAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN, 2004). Tujuan ini dapat dicapai antara lain dengan cara menarik investasi ke sub sektor peternakan dengan memanfaatkan peluang usaha sapi potong yang masih terbuka luas dan pangsa pasar yang cukup tinggi, meningkatkan populasi dan produktivitas sapi potong serta menggali potensi SDA dan SDM. Menurut KUSUMO dan HARYANTO (2003) keberhasilan pengembangan suatu usaha biasanya bila didukung oleh adanya pasar lokal/domestik yang kuat, ketersediaan sumberdaya (lahan, bahan baku, teknologi, input, SDM, dll) sesuai dengan aspirasi masyarakat serta didukung kemauan politik pemerintah. KASRYNO (1998) menyatakan bahwa dengan ketersediaan sumberdaya alam dan genetis yang dimiliki daerah sebenarnya melalui inovasi dan rekayasa teknologi di bidang peternakan dapat diciptakan berbagai produk-produk unggulan dengan muatan iptek yang akan memiliki keunggulan komperatif dan kompetitif karena sifatnya yang lokal spesifik. Peluang usaha yang dapat dilakukan di Kalimantan Selatan adalah usaha pembibitan dan penggemukan dengan memanfaatkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dengan mempertimbangkan kualitas mutu genetis, perbaikan pakan dan manajemen. AKHADIARTO (1998) melaporkan bahwa berdasarkan potensi sumberdaya yang terdapat di Kalimantan Selatan khususnya di Kabupaten Tanah Laut pola pengembangan usaha peternakan yang tepat adalah sistem penggemukan. Dalam upaya mendorong pengembangan usaha penggemukan tersebut, maka sedikitnya ada dua perekayasa utama yang dapat mendukung kegiatan tersebut yaitu: a). Perekayasaan sosial-ekonomi dalam aspek permodalan/investasi dan b). Perekayasaan teknologi berupa teknik pemanfaatan limbah pertanian yang efisien dalam suatu sistem usahatani terpadu. Menurut TARMUDJI (1997) upaya pemecahan masalah kebutuhan sapi potong antara lain dengan peningkatan kelahiran, menekan kematian, mengendalikan pemotongan dan peningkatan produktivitas sapi potong. Selanjutnya SOEHADJI (1995) menyebutkan bahwa strategi/pendekatan pengembangan sapi potong dapat dilakukan melalui pendekatan teknis, terpadu dan agribisnis. Pendekatan teknis Pendekatan ini dapat dilakukan dengan cara Inseminasi Buatan, perbaikan pakan, penanaman HMT, teknologi pemanfaatan dan pengolahan limbah pertanian/perkebunan, penyebaran ternak, vaksinasi, peningkatan mutu genetis pejantan, kapasitas tampung lahan, pemberian pakan tambahan dan lainnya. Pendekatan terpadu Pendekatan terpadu dilakukan dengan sasaran peningkatan produksi melalui intensifikasi dan pembinaan secara massal tentang 3 penerapan teknologi yaitu teknologi produksi, sosial dan ekonomi. Penerapan teknologi produksi melalui perbaikan mutu genetis, pakan, penanganan penyakit, pemeliharaan dan reproduksi. Penerapan teknologi sosial melalui pengorganisasian peternak dalam kelompok tani dan koperasi, sedangkan penerapan teknologi ekonomi melalui perbaikan pasca panen dan pemasaran. Integrasi antara ternak sapi dengan tanaman pangan atau perkebunan merupakan salah satu usaha yang saling menguntungkan dan cocok dilakukan oleh petani di Kalimantan Selatan umumnya karena sebagian besar usahanya tidaklah monokultur. 137

Pendekatan agribisnis Pendekatan agribisnis bertujuan agar usaha yang dilakukan secara produktif dan efisien menghasilkan produk peternakan yang memiliki nilai tambah dan daya saing yang tinggi. Sasarannya yaitu untuk meningkatkan produktivitas, meningkatkan volume dan penerimaan ekspor serta berkurangnya pengeluaran volume dari impor hasil pertanian, meningkatkan kesempatan kerja produktif di pedesaan, berkembangnya berbagai kegiatan usaha berbasis pertanian dengan wawasan agribisnis, meningkatkan partisipasi masyarakat dan investasi swasta dalam pengembangan agribisnis dan memajukan perekonomian di pedesaan, terpeliharanya produktivitas sumberdaya alam dan terjaganya kualitas lingkungan (DINAS PETERNAKAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN, 2004). Dalam upaya untuk meningkatkan swasembada sapi potong di Kalimantan Selatan, lebih spesifik usaha pembibitan dapat diarahkan pada semua sistem pemeliharaan baik itu ekstensif, semi intensif dan intensif dengan memperhatikan kualitas bibit sapi baik betina maupun pejantan. Usaha penggemukan akan lebih optimal apabila dilakukan pada sistem pemeliharaan semi intensif dan intensif dengan menggunakan sapi jantan bakalan atau sapi pejantan dan betina yang kurang produktif. Teknologi yang dapat dilakukan untuk menjawab peluang usaha tersebut diantaranya adalah perbaikan mutu genetis, perbaikan manajemen pemeliharaan dan pakan. Perbaikan mutu genetis yang telah dilakukan di Kalimantan Selatan diantaranya adalah dengan Inseminasi Buatan, mendatangkan pejantan unggul dan pemurnian Sapi Bali. DITJENNAK dan BALITNAK dalam SIREGAR et al. (1998) menyebutkan bahwa program pengembangan sapi melalui IB adalah salah satu jalan untuk peningkatan produktivitas sapi di Indonesia. Perbaikan manajemen pemeliharaan yang dapat dilakukan yaitu pencegahan penyakit, vaksinasi, perbaikan kandang, dan teknologi pemanfaatan kotoran menjadi kompos, intensifikasi pemeliharaan. Perbaikan pakan dapat dilakukan dengan teknologi pemanfaatan dan pengolahan limbah pertanian/perkebunan sebagai pakan di musim paceklik (lahan kering paceklik pada musim kemarau dan lahan pasang surut pada musim hujan), pemanfaatan pakan lokal. KESIMPULAN Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan: 1. Sapi potong merupakan salah satu ternak ruminansia yang mempunyai peranan yang penting karena sebagai sumber protein hewani, sumber pendapatan, sumber pupuk, sumber tenaga kerja, pemanfaat limbah pertanian dan tabungan bagi petani. 2. Luas lahan di Kalimantan Selatan yang mampu menghasilkan produksi hijauan dan produksi limbah pertanian masih mencukupi kebutuhan ternak akan hijauan dari segi kuantitas dan menunjukkan peluang pengembangan ternak ruminansia sebanyak 1.000.000 Satuan Ternak (ST). 3. Peluang usaha yang dapat dilakukan di Kalimantan Selatan adalah usaha pembibitan dan penggemukan dengan memanfaatkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dengan mempertimbangkan kualitas mutu genetis, perbaikan pakan dan manajemen. DAFTAR PUSTAKA ADININGSIH, J.S, M. SOEPARTINI, A. KASNO, MULYADI dan W. HARTATIK. 1994. Teknologi untuk meningkatkan produktivitas lahan sawah dan lahan kering. Prosiding Temu Komunikasi Sumberdaya Lahan untuk Pembangunan Kawasan Timur Indonesia. Palu, 17-20 Januari 1994. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor. hlm. 297-317. AKHADIARTO, S. 1998. Analisis kelayakan usaha penggemukan sapi di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar Nasional Peternakana dan Veteriner. Jilid II. Bogor 1-2 desember 1998. hlm.577-589. DINAS PETERNAKAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN. 2003. Laporan Tahunan. Banjarbaru. DINAS PETERNAKAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN. 2004. Kebijaksanaan Pembangunan Peternakan di Kalimantan Selatan. Makalah disampaikan pada Seminar Sehari dalam rangka Bulan Bakti Peternakan dan Kesehatan Hewan. Banjarbaru, 16 September 2004. 138

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN dan PUSAT PENELITIAN TANAH DAN AGROKLIMAT. 1997. Penyusunan Kesesuaian Lahan untuk Peternakan Propinsi Kalimantan Selatan. Jakarta. GUNTORO, S., I.N. SUYASA dan SUPRAPTO. 1997. Berat hidup sapi Bali dewasa di Bali. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid II. Bogor 18-19 Nopember 1997. hlm. 345-349. KASRYNO, F. 1998. Strategi dan kebijaksanaan penelitian dalam menunjang pengembangan peternakan. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor 18-19 Nopember 1997. Jilid I. hlm. 1-14. KRISTIANTO, L.K. dan WAFIATININGSIH. 2002. Potensi, prospek dan alternatif pengembangan sapi potong di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Prosiding Seminar Nasional Pertanian Lahan Kering dan Rawa. Banjarbaru 18-19 Desember 2002. (In press). MAJESTIKA. 1998. Manipulasi uterus untuk memperpendek selang post partus ke estrus pertama pada sapi Bali. Prosiding Seminar Nasionar Peternakan dan Veteriner. Bogor 1-2 Desember 1998. Jilid I. hlm. 222-227. NAJIB, M., E. S. ROHAENI dan TARMUDJI. 1997. Peranan ternak sapi dalam sistem usahatani tanaman pangan di lahan kering. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid II. Bogor 17-19 Nopember 1997. hlm. 759-766. NASRULLAH, B. TAPPA, S. SAID dan E. M. KAIIN. 2004. Ketersediaan Pakan Ternak Ruminansia di Kalimantan Selatan. Makalah disampaikan pada Seminar Sehari dalam rangka Bulan Bakti Peternakan dan Kesehatan Hewan. Banjarbaru, 16 September 2004. PANJAITAN, T. S, W. ARIEF, A. SAUKI, A. MUZANI dan A.S. WAHID. 1998. Pengaruh pemberian tambahan pakan pada induk bunting dan setelah melahirkan terhadap pertumbuhan anak, berahi kembali dan keberhasilan IB pada usaha pertanian sapi potong di Pulau Lombok. Prosiding Seminar Nasionar Peternakan dan Veteriner. Bogor 1-2 Desember 1998. Jilid I. hlm. 272-278. PARWATI, I.A., NYM. SUYASA, S. GUNTORO dan MD. RAI YASA. 1999. Pengaruh pemberian probiotik dan laser punktur dalam meningkatkan berat badan sapi Bali. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor 18-19 Oktober 1999. hlm. 136-146. PSE. 1997. Seminar Regional Hasil-hasil Penelitian Pertanian Berbasis Perikanan, Peternakan dan Sistem Usahatani di Kawasan Timur Indonesia, BPTP Naibonat. 28-30 Juli 1997. Laporan Bulanan. Agustus 1997. ROHAENI, E.S., A. DARMAWAN, M. DARWIS, A. HAMDAN, A. SUBHAN, SURYANA, FIRMANSYAH, J. S. KALIANDA, INAYATSYAH, R. RAIHANA dan S. HAFIZI. 1999. Pengkajian usaha pembibitan sapi potong di lahan kering Kalimantan Selatan. Laporan Hasil Penelitian. IPPTP Banjarbaru. Banjarbaru. ROHAENI, E.S., D.I. SADERI, A. DARMAWAN, M. DARWIS, A. HAMDAN, SURYANA, A. SUBHAN dan S. HAFIZI. 2003a. Profil usaha ternak sapi potong dan pengaruh penggunaan probiotik terhadap pertumbuhan sapi potong di Kabupaten Tanah Laut. Prosiding Peranan Teknologi Tepat Guna dalam Mendukung Agribisnis. Yogyakarta 24 September 2003. hlm. 219-224. ROHAENI, E.S., A. DARMAWAN, A. HAMDAN, SURYANA, A. SUBHAN dan PAGIYANTO. 2003b. Profil usaha ternak sapi potong di lahan kering (Studi kasus di Desa Tirtajaya, Kabupaten Tanah Laut). Prosiding Penerapan Teknologi Spesifik Lokasi dalam Mendukung Pengembangan Sumberdaya Pertanian. Samarinda 8-9 Oktober 2003. hlm.286-291. SIREGAR, A.R., P. SITUMORANG dan K. DIWYANTO. 1998. Pemanfaatan teknologi Inseminasi Buatan dalam usaha peningkatan produktivitas sapi potong di Indonesia. Prosiding Seminar Mansional Peternakan dan Veteriner. Bogor 18-19 Nopember 1997. Jilid I. hlm. 171-186. SOEHADJI. 1995. Pengembangan bioteknologi peternakan keterkaitan penelitian pengkajian dan aplikasi. Prosiding Lokakarya Nasional I Bioteknologi Peternakan. Ciawi 23-24 Jnuari 1995. hlm. 41-105. TARMUDJI. 1997. Strategi pengembangan peternakan sapi potong di Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid I. Bogor 18-19 Nopember 1997. hlm. 234-247. WIGUNA, I.W.A.A. dan SUPRAPTO. 1997. Pengkajian system usaha pertanian berbasis sapi potong di Bali. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid II. Bogor 18-19 Nopember 1997. hlm. 909-926. 139