BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut Reves (2003:10) Akuntansi dapat di definisikan sebagai sistem informasi yang menghasilkan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi perusahaan. Sebagai sistem informasi yang memberikan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, pada umumnya akuntansi meringkas transaksi-transaksi yang terjadi dalam satu tahun buku dengan sebuah persamaan. Persamaan akuntansi pada prinsipnya merupakan kesamaan antara jumlah harta (assets) dengan hak terhadap harta (equity). Hak terhadapat harta (equity) terbagi menjadi hak dari pihak luar perusahaan yang diwujudkan dengan utang (Liability) dan hak dari pemilik yang diwujudkan dalam hak pemilik (owner s equity). Persamaan tersebut, dalam akuntansi kemudian dikenal sebagai Laporan Posisi Keuangan (Financial Position). Laporan Posisi Keuangan, merupakan salah satu unsur pembangun sebuah Laporan keuangan. Laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan menggambarkan kinerja manajemen dalam mengelola sumber daya perusahaannya. Informasi yang disampaikan melalui laporan keuangan ini digunakan oleh pihak internal maupun pihak eksternal. Laporan keuangan tersebut harus memenuhi tujuan, aturan serta prinsip-prinsip akuntansi yang sesuai dengan standar yang berlaku umum agar dapat menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipertanggungjawabankan dan bermanfaat bagi setiap penggunanya. Pengguna laporan keuangan, terutama 1
investor dan kreditor, dapat menggunakan informasi laba dan komponennya untuk membantu mereka dalam: (1) mengevaluasi kinerja perusahaan, (2) mengestimasi daya melaba dalam jangka panjang, (3) memprediksi laba di masa yang akan datang, dan (4) menaksirkan risiko investasi atau pinjaman kepada perusahaan. Untuk mewujudkan manfaat tersebut, maka diperlukan prinsip-prinsip akuntansi yang akan menghasilkan angka-angka yang relevan dan reliabel (Juanda, 2007). Dalam upaya untuk menyempurnakan laporan keuangan tersebut lahirlah konsep konservatisme. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) memberikan kebebasan dalam memilih metode akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan. Kebebasan dalam metode ini dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan laporan keuangan yang berbeda-beda di setiap perusahaan. Karena aktivitas perusahaan yang dilingkupi ketidakpastian maka penerapan prinsip konservatisme menjadi salah satu pertimbangan perusahaan dalam akuntansi dan laporan keuangannnya. Konsep ini mengakui biaya dan rugi lebih cepat, mengakui pendapatan dan untung lebih lambat, menilai aktiva dengan nilai terendah, dan kewajiban dengan nilai tertinggi. Konservatisme merupakan prinsip akuntansi yang jika diterapkan akan menghasilkan angka-angka pendapatan dan aset cenderung rendah, serta angka-angka biaya cenderung tinggi. Akibatnya, laporan keuangan akan menghasilkan laba yang terlalu rendah (understatement). Kecenderungan seperti ini terjadi karena konservatisme menganut prinsip memperlambat pengakuan pendapatan serta mempercepat pengakuan biaya. Secara tradisional, konservatisme dalam akuntansi dapat diterjemahkan melalui pernyataan tidak 2
mengantisipasi keuntungan, tetapi mengantisipasi semua kerugian (Watts, 2003a). Banyak kritik mengenai kegunaan suatu laporan keuangan jika penyusunannya dengan menggunakan metode yang sangat konservatif. Laporan akuntansi yang dihasilkan dengan metode yang konservatif cenderung bias dan tidak mencerminkan realita (Kiryanto dan Supriyanto, 2006). Pendapat ini dipicu oleh definisi mengenai akuntansi konservatif, dimana metode ini mengakui kerugian lebih cepat daripada pendapatan. Monahan (1999) menyatakan bahwa semakin konservatif akuntansi maka nilai buku ekuitas yang dilaporkan akan semakin bias. Kondisi yang demikian menunjukkan bahwa laporan keuangan tersebut sama sekali tidak berguna karena tidak dapat mencerminkan nilai perusahan yang sesungguhnya. Namun, ada juga pendapat yang mendukung penerapan metode ini. Penggunaan metode akuntansi yang konservatif akan dapat menghasilkan laporan keuangan yang pesimis. Hal ini diperlukan untuk menetralkan sikap optimistik yang berlebihan pada manajer dan pemilik bahwa perusahaan tidak selalu mendapatkan keuntungan yang sama. Selain kebijakan akuntansi, perusahaan-perusahaan publik pada umumnya membentuk organ tambahan untuk membantu tugas pengawasan, seperti termuat dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas Pasal 121 yang memungkinkan Dewan Komisaris membentuk komite tertentu yang dianggap perlu untuk membantu tugas pengawasan yang diperlukan, salah satu komite tambahan yang kini banyak muncul untuk membantu dungsi Dewan Komisaris adalah Komite Audit. Munculnya komite audit ini barangkali disebabkan kecenderungan makin 3
meningkatnya berbagai skandal penyelewengan dan kelalaian yang dilakukan para direktur dan komisaris yang menandakan kurang memadainya fungsi pengawasan. (Agoes, S. & Ardana, I.E. 2009). Dalam dokumentasi penelitian sebelumnya, terdapat bukti manfaat konservatisme akuntansi dalam hal kontrak hutang dan tata kelola perusahaan (Ahmed et al. [2002], Ahmed and Duellman [2007]). Lebih jauh lagi, pengelola perusahaan seperti jajaran direksi atau institusi pemegang saham menginginkan laporan keuangan yang konservatif, pengawasan pihak luar dapat membatasi efek negatif dari overconfidence manajemen, sebagaimana Kahneman dan Lovallo (1993) berpendapat bahwa dampak negatif dari overconfidence (Overoptimistic) manajemen dapat diatasi dengan pengawasan dari pihak luar perusahaan. Fungsi utama manajer dalam perusahaan adalah untuk mengestimasi (memprediksi) ketidakpastian masa depan perusahaan (misalnya permintaan, arus kas, pendapatan dan kompetisi) untuk kemudian menggunakan prediksi ini sebagai masukan dalam mendesain kebijakan perusahaan (Itzhak, John & Campbell, 2007). Tugas ini menjadi rumit ditangan manajer yang terlalu percaya diri, bukti psikologis menunjukkan bahwa manajer yang terlalu percaya diri memperkirakan distribusi probabilitas yang terlalu sempit. Hal ini terjadi baik karena para manajer melebih-lebihkan kemampuan mereka untuk meramalkan masa depan perusahaan atau karena mereka meremehkan volatilitas peristiwa acak. Ahmed dan Duellman (2012) memperkirakan bahwa manajer yang terlalu optimistik dalam memprediksi pendapatan perusahaan dimasa yang akan datang 4
cenderung menunda pengakuan kerugian dan menggunakan sedikit sekali konservatisme akuntansi kondisional dalam prakteknya. Ahmed dan Duellman sudah mempublikasikan penelitian mereka mengenai hubungan antara Optimistik manajer yang terlalu berlebihan dengan Konservatisme Akuntansi (Managerial Overconfidence and Accounting Conservatism), dalam Jurnal akuntansi yang diterbitkan pada tahun 2012 di Amerika. Hasil olah data yang dilakukan Ahmed dan Duellman pada penelitiannya tersebut menyimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara Managerial Overconfidence dan Konservatisme Akuntansi. Dalam beberapa makalah, berdasarkan tingkatan diversifikasi bawah yang diambil dari portofolio pribadi para CEO dan berdasarkan representasi CEO yang dipaparkan kepada pers, Malmendier dan Tate menilai Overconfidence CEO seperti halnya CEO yang Overestimate. Dimana CEO dengan karakter seperti ini cenderung melakukan estimasi yang terlalu positif (merasa diatas rata-rata ) atas kemungkinan kemampuan perusahaan yang mereka pimpin dalam memperoleh keuntungan dimasa depan (Malmendier dan Tate 2005b). Apabila estimasi yang telah diberikan oleh para CEO ternyata tidak sesuai dengan kenyataan, hal ini tentu akan merugikan para pemegang saham (Investor). Fenomena yang paling baru di dunia bisnis Internasional, terkait dengan Overestimate dan Overconfidence Managerial adalah digugatnya BlackBerry Ltd. Oleh ribuan pemegang sahamnya pada Jumat 4 Oktober 2013. Dalam gugatannya mereka menuduh BlackBerry sengaja menggelembungkan harga saham dengan memberikan gambaran menyesatkan mengenai prospek bisnis BlackBerry 10. 5
BlackBerry dituduh menyesatkan investor pada tahun lalu dengan mengeluarkan pernyataan bahwa komitmen keuangan dan operasional perusahaan mengalami kemajuan. Disamping itu manajemen BlackBerry memuji diri sendiri dengan mengeluarkan pernyataan bahwa BlackBerry berada pada posisi keuangan yang kuat (Tempo.co.id 05 Oktober 2013). Berdasarkan proksi terbaru Malmendier dan Tate, Hibrar dan Young (2006) menunjukkan bahwa CEO yang merasa Diatas rata-rata (Overconfidence) lebih suka mengemukakan proyeksi masa depan perusahaan pada titik perkiraan pendapatan daripada perkiraan gap/range kemungkinan masalah yang akan dihadapi, dan kemudian pada umumnya para manajer yang Overconfidence ini akan melakukan manajemen laba agar sesuai dengan proyeksi yang sudah dibuat. Penulis merasa perlu meneliti lebih lanjut permasalahan ini di Indonesia, karena jauh sebelum terjadinya kasus gugatan ribuan pemegang saham BlackBerry karena merasa ditipu oleh manajemen perusahaan itu, di Indonesia sendiri kasus yang hampir serupa pernah terjadi. Tepatnya pada tahun 2002 terungkapnya kasus mark-up laporan keuangan PT Kimia Farma yang overstated, yaitu adanya penggelembungan laba bersih tahunan senilai Rp. 32,668 miliar (karena laporan keuangan yang seharusnya Rp. 99,594 miliar ditulis Rp. 132 miliar) hal ini kemungkinan terjadi karena disengaja (pihak manajemen melakukan manajemen laba). Benih kecurangan ini, dapat saja dikarenakan manajemen PT. Kimia Farma Tbk. Merasa Overconfidence ketika melakukan proyeksi keuntungan yang akan diperoleh perusahaan, ketika proyeksi tersebut ternyata tidak berjalan sesuai harapan, maka kemudian manajemen melakukan 6
kecurangan dengan melaporkan laba yang overstated. Hal ini juga mengindikasikan rendahnya kebijakan tingkat konservatisme yang diterapkan oleh perusahaan dalam menyusun laporan keuangannya. Selain itu, pada berita yang dimuat pada media tempo.co.id terbitan 20 November 2002, Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Herwidayatmo mempertanyakan peran akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa dalam kasus kecurangan manajemen Kimia Farma ini, sebab pada audit per 31 Desember 2001, dipublikasikan laba bersih perseroan sebesar 132 Miliar, setelah kementrian BUMN, selaku pemegang saham mayoritas mencium adanya ketidakberesan ini, dan meminta akuntan publik yang sama menyajikan kembali (restated) laporan keuangan 2001 baru kemudian terungkap bahwa ternyata, laba bersih tahun lalu besarnya hanya Rp. 99 Miliar. Berita ini mengindikasikan bahwa akuntan publik sebagai auditor eksternal, hampir tidak memiliki andil dalam hal kebijakan keuangan dan standar akuntansi yang dipakai oleh manajemen perusahaan. Fokus pengembangan atas penelitian ini adalah pada perusahaan-perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis mengambil judul penelitian, Pengaruh Managerial Overconfidence dan Konservatisme Akuntansi pada Perusahaan-Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang dirumuskan pada penelitian ini adalah : 7
a. Apakah terdapat pengaruh negatif antara manajemen yang terlalu optimistik (Managerial Overconfidence) dengan konservatisme akuntansi pada Perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI. b. Bagaimana pihak ketiga (Akuntan Publik) dalam meminimalisir pengaruh negatif yang terjadi antara manajemen yang terlalu optimistik dengan konservatisme akuntansi. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Memberikan bukti empiris mengenai pengaruh negatif manajemen yang terlalu optimistik (Managerial Overconfidence) dengan konservatisme akuntansi pada perusahaan-perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2) Mengetahui apakah pemantauan/pengaruh pihak ketiga dapat mengurai hubungan negatif antara manajemen yang terlalu optimistik dengan konservatisme akuntansi. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi yaitu : 1) Menambah studi literatur mengenai hubungan negatif antara manajemen yang terlalu optimistik dengan konservatisme akuntansi pada perusahaanperusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2) Bagi pemegang saham, kreditur, dan manajemen adalah bahwa penelitian ini digunakan untuk menjawab mengapa konservatisme akuntansi 8
seharusnya diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan perusahaan dalam kaitannya untuk menetralisir sikap optimistik manajemen yang terlalu berlebihan. 3) Bagi mahasiswa, atau peneliti yang lain sebagai bahan penambah wawasan dan sumber acuan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan konservatisme akuntansi dan Managerial Overconfidence. 9