Proses Berpikir Kreatif Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Matematika Nonrutin Ditinjau dari Kemampuan Matematika

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

Nur Indah Sari* STKIP Pembangunan Indonesia, Makassar. Received 15 th May 2016 / Accepted 11 th July 2016 ABSTRAK

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sidoarjo Vol.2, No.1, Maret 2014 ISSN:

PROFIL BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS AKSELERASI DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA TERBUKA. Eni Defitriani Universitas Jambi

Kata kunci: pemecahan masalah matematika, proses berpikir kreatif, tahapan Wallas, tingkat berpikir kreatif

PROFIL PROSES BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH OPEN-ENDED BERDASARKAN TEORI WALLAS

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dan bermoral. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh Supardi Uki S (2012: 248), siswa hanya diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi manusia. Kemampuan berpikir kreatif merupakan hasil dari interaksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga

Kiky Floresta et al., Pelevelan Adversity Quotient (AQ) Siswa...

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN MEDIA PETA DI KELAS V SDN 002 BAGAN BESAR DUMAI

KREATIVITAS PENGAJUAN SOAL DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF MATERI BANGUN SEGI EMPAT KELAS VII SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jayanti Putri Purwaningrum, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ferri Wiryawan, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV PADA PEMELAJARAN IPS MELALUI METODE PROBLEM SOLVING DI SD NEGERI 03 KOTO KACIAK MANINJAU

(PTK Pada Siswa Kelas VIII B SMP Muhammadiyah 10 Surakarta)

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH BERDASARKAN GENDER PADA MATERI BANGUN DATAR

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS TERHADAP SOAL-SOAL OPEN ENDED

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH DIVERGEN SUB POKOK BAHASAN SEGITIGA DAN SEGIEMPAT BERDASARKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penyelesaian soal open ended, pedoman wawancara dan lembar tes kepribadian.

ANALISIS PROSES BERPIKIR KREATIF SISWA KINESTETIK DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA BERDASARKAN TAHAPAN WALLAS

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang telah dituangkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KONTRIBUSI PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIK PESERTA DIDIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pendidikan nasional yang ingin dicapai telah ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No 3 Tahun 2014

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika. Oleh:

PROSIDING ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan

Agus Prianggono 1, Riyadi 2, Triyanto 3

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP MELALUI PENGAJUAN MASALAH MATEMATIKA

Yaumil Sitta Achir, Budi Usodo, Rubono Setiawan* Prodi Pendidikan Matematika, FKIP, UNS, Surakarta

PENERAPAN MODEL WALLAS UNTUK MENGIDENTIFIKASI PROSES BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PENGAJUAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN INFORMASI BERUPA GAMBAR 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No 3 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan menurut bentuknya dibedakan menjadi dua, yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9. tentang Perlindungan Anak mmenyatakan bahwa setiap anak berhak

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PKn MELALUI PENERAPAN MODEL PROBLEM SOLVING

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang bermartabat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara spesifik

PROFIL KEMAMPUAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH SOAL LINGKARAN BERDASARKAN KECERDASAN EMOSIONAL

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 1 No.5 Tahun 2016 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa. Peningkatan mutu pendidikan berarti pula peningkatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

PENERAPAN MODEL MIND MAP DALAM PENINGKATAN HASIL BELAJARAN IPS TEMA SEJARAH PERADABAN INDONESIA PADA SISWA KELAS V DI SD NEGERI 1 SRUWENG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nina Indriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3

Key Words: creative thinking, open ended problems. Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jember 41

kemajuan. Begitu pula sebaliknya, jika Pendidikan merupakan kebutuhan PENDAHULUAN pendidikan berkualitas buruk, bisa

المفتوح العضوية المفتوح العضوية

BAB I PENDAHULUAN. tetap relevan dengan perkembangan teknologi informasi dan perkembangan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu

Penerapan Metode Problem Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Materi Barisan dan Deret Bilangan Pada Siswa Kelas IX E SMPN 1 Kalidawir

Noorhafizah dan Rahmiliya Apriyani

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah konsep Pembelajaran Berbasis Kecedasan, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm. 108.

PENERAPAN PENDEKATAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION

Nofiela Nuning Hendriyati 1, Dinawati Trapsilasiwi 2, Susanto 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kembangkan potensi-potensi siswa dalam kegiatan pengajaran. Pendidikan

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PADA MATERI SEGITIGA DI SMP

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI TERHADAP KREATIVITAS SISWA

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH I PATUK PADA POKOK BAHASAN PELUANG JURNAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aktifitas yang berupaya untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. hal tersebut, pembangunan nasional dalam bidang pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, karena pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan tenaga-tenaga

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk bagian dari Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan

I. PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu kompetensi penting sebagai

PELAKSANAAN PENGAJARAN REMEDIAL PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS II SD N 1 SEDAYU

Jurnal Pendidikan Hayati ISSN : Vol. 3 No. 2 (2017) : 47-54

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

PENGGUNAAN MODEL KOOPERATIF TIPE TGT DENGAN MULTIMEDIA DALAM PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS V SDN 6 PANJER TAHUN AJARAN 2014/2015

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DENGAN MEDIA KONKRET DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA PADA SISWA KELAS IV SDN 1 PANJER TAHUN AJARAN 2014/1015

Profil Berpikir Logis dalam Memecahkan Masalah oleh Mahasiswa Calon Guru Tipe Camper

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan di bidang pendidikan sebagai salah satu bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Bab 2 Pasal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII MTsN TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN

PENGARUH PENDEKATAN OPEN-ENDED TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS VII MTs SE KECAMATAN SUTERA

PROSES BERPIKIR SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA DITINJAU BERDASARKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting guna meningkatkan kualitas dan potensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dirumuskan dalam tujuan pendidikan nasional dalam

Transkripsi:

Kreano 7 (2) (2016): 163-170 Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kreano Proses Berpikir Kreatif Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Matematika Nonrutin Ditinjau dari Kemampuan Matematika Liza Nola Sari 1 1 Universitas Negeri Surabaya, Indonesia Email: liza_nolasari@yahoo.com DOI: http://dx.doi.org/10.15294/kreano.v7i2.5919 Received : January 2016; Accepted: March 2016; Published: June 2016 Abstrak Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan proses berpikir kreatif siswa SMP dalam memecahkan masalah matematika nonrutin ditinjau dari kemampuan matematika. Subjek penelitian terdiri atas dua siswa SMP Negeri 1 Painan yaitu satu siswa berkemampuan matematika tinggi dan satu orang siswa berkemampuan matematika sedang. Instrumen dalam penelitian ini meliputi instrumen utama yaitu peneliti sendiri dan instrumen pendukung yaitu soal Tes Kemampuan Matematika (TKM), Tugas Pemecahan Masalah Matematika Nonrutin (TPMMN) dan pedoman wawancara. Pengumpulan data dilakukan dengan tugas tertulis dan wawancara. Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan triangulasi waktu. Hasil penelitian menunjukan tidak ada perbedaan yang signifikan antara proses berpikir kreatif siswa berkemampuan matematika tinggi dan siswa berkemampuan sedang. Keduanya melalui tahapan proses berpikir kreatif yaitu tahap persiapan, inkubasi, iluminasi dan verifikasi. Abstract This study, a descriptive qualitative with qualitative approach, aimed at describing Junior High School students creative thinking process in solving mathematical nonroutine problem in terms of mathematical ability. The subjects of the research were two students of SMP Negeri 1 Painan; one student with high mathematical ability and the other with the intermediate ability. The instruments used on this research covered main instrument that was the author and supporting instruments; test of mathematical ability, tasks of mathematical problem solving nonroutine and interview guidelines. The data collection was conducted through written tasks and interview. To validate the data credibility, time triangulation was applied. The research showed that there was no significant difference between creative thinking process for a student with high mathematical ability and the other with intermediate one. Both of the study subject had been through creative thinking process phase; preparation, incubation, illumination, and verification. Keywords: creative thinking process, problem solving, mathematical nonroutine problem, ability of mathematics. PENDAHULUAN Salah satu kemampuan yang turut menentukan suksesnya hidup seseorang adalah kemampuan berpikir kreatif atau kreativitas. Rowe (2005) mengatakan untuk bisa bertahan di lingkungan baru, kita harus lebih fleksibel dan adaptif. Jika lebih kreatif, kita berada dalam posisi yang lebih baik untuk bisa mengatasi berbagai permasalahan yang kita hadapi. Efendi (2005) menyebutkan bahwa ada tiga faktor yang menentukan prestasi seseorang yaitu (1) motivasi atau komitmen yang tinggi, (2) keterampilan dalam bidang yang ditekuni, 2016 Semarang State University. All rights reserved p-issn: 2086-2334; e-issn: 2442-4218 dan (3) kecakapan kreatif. Dari uraian di atas terlihat bahwa pentingnya berpikir kreatif dalam menentukan hidup seseorang, baik itu untuk bertahan hidup maupun untuk berprestasi dalam lingkungannya. Pada bidang pendidikan, berpikir kreatif mendapat perhatian yang cukup besar. Hal ini terlihat pada upaya-upaya pengambil kebijakan bidang pendidikan untuk memasukkan pengembangan berpikir kreatif siswa dalam berbagai aspek pendidikan, seperti termuat dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan nasional

164 Liza Nola Sari, Proses Berpikir Kreatif Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Matematika Nonrutin berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Selanjutnya pengembangan kreativitas siswa juga termuat dalam tujuan kurikulum yang berlaku pada saat ini di Indonesia, yaitu kurikulum 2013 yang bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia (Permendikbud No. 68 tahun 2013). Menurut Erdogan dan Akkaya (2009), berpikir kreatif adalah gaya pemikiran yang memungkinkan individu untuk menghasilkan produk baru dan autentik, menemukan solusi baru, dan mencapai sebuah sintesis. May dan Warr (2011) mengatakan kreativitas pada dasarnya adalah proses berpikir, kemampuan untuk memahami, dan bekerja dengan konsepkonsep abstrak atau dengan kenyataan yang konkret dalam cara-cara baru atau berbeda. Dengan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa khususnya dalam bidang pengetahuan diharapkan siswa mampu untuk menciptakan atau menemukan solusi baru dari permasalahan yang dihadapi. Salah satu bidang pendidikan yang mengembangkan berpikir kreatif siswa adalah pembelajaran matematika. Sharan (2012) mengatakan bahwa matematika menawarkan banyak kesempatan untuk melakukan pemikiran kreatif, untuk menelusuri situasi yang terbuka, untuk membuat perkiraan dan mengujinya dengan data, untuk memberikan masalah-masalah yang memikat, dan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang tidak rutin. Hal ini sejalan yang dikatakan Soejadi (2000) bahwa melalui pembelajaran matematika, siswa diharapkan mempunyai pandangan yang lebih luas serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika, sikap kritis, objektif, terbuka, kreatif serta inovatif. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut terlihat bahwa matematika penting dipelajari oleh siswa karena dengan belajar matematika siswa dapat melatih dan meningkatkan pola pikir siswa menjadi lebih logis, cermat, kreatif, rasional dan kritis. Kemampuan berpikir kreatif pada pembelajaran matematika adalah kemampuan yang merangsang siswa untuk menemukan solusi atau ide yang beragam dalam memecahkan masalah matematika. Ide yang muncul dari siswa inilah yang dapat melatih kemandirian siswa dalam memecahkan masalah matematika. Aizikovitsh (2014) mengatakan pemecahan masalah telah menjadi fokus matematika sekolah. Pemecahan masalah memainkan peran penting dalam pengembangan kreativitas matematika siswa. Mengembangkan kreativitas matematika dalam konteks pemecahan masalah menjadi tujuan pendidikan. Melihat pentingnya berpikir kreatif sudah seharusnya kemampuan tersebut dikembangkan serta mendapatkan perhatian dari guru. Beetlestone (2013) menyarankan para guru untuk memberikan tugas-tugas pembelajaran yang akan memungkinkan anak-anak untuk terlibat dalam kegiatan dan pemikiran yang kreatif dan imajinatif. Akan tetapi realitanya kemampuan ini justru dikesampingkan serta kurang mendapatkan perhatian. Selama ini guru hanya mengutamakan pada kemampuan algoritma siswanya. Guru biasanya hanya memberikan soal yang bersifat rutin yang penyelesaiannya hanya menuntut siswa untuk berpikir secara konvergen. Guru sering mengabaikan pemberian soal yang bersifat nonrutin yang penyelesaian lebih kompleks dari soal rutin sehingga strategi untuk memecahkan masalah mungkin tidak bisa muncul secara langsung dan membutuhkan kemampuan berpikir kreatif. Untuk itu, siswa perlu diberikan soal nonrutin selain soal rutin yang telah biasa diberikan guru. Aizikovitsh (2014) mengatakan siswa perlu diberikan soal yang menantang yang dapat meransang perkembangan berpikir kreatif siswa. Soal semacam ini menuntut berpikir kreatif siswa dalam menjawabnya. Soal semacam ini pun menuntut untuk berpikir lebih, tidak hanya sekedar mengingat

Kreano 7 (2) (2016): 163-170 165 prosedur baku dalam menyelesaikan suatu masalah. Soal ini menuntut siswa agar dapat menghasilkan penyelesaian yang beragam dan memecahkan masalah dengan berbagai cara yang mungkin dilakukan untuk menjawabnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan memecahkan masalah adalah kemampuan matematika yang dimiliki siswa. Hasil penelitian Nurman (2008), menemukan bahwa kemampuan matematika seorang siswa berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika. Siswa yang berkemampuan matematika tinggi mempunyai kemampuan yang tinggi dalam pemecahan masalah, siswa dengan kemampuan matematika sedang memiliki kemampuan pemecahan masalah yang cukup baik, dan siswa yang memiliki kemampuan matematika rendah memiliki kemampuan pemecahan masalah yang kurang baik. Oleh karena itu pada penelitian ini, peneliti hanya memilih siswa yang berkemampuan matematika tinggi dan siswa yang berkemampuan sedang sebagai subjek penelitian. Dalam berpikir kreatif proses yang terjadi melalui beberapa tahap. Proses berpikir kreatif dapat dilihat dari perspektif teori Wallas. Teori Wallas merupakan teori proses berpikir kreatif yang paling umum digunakan dan dapat dijadikan kerangka berpikir dalam pemecahan masalah. Indikator setiap tahapan proses berpikir kreatif teori Wallas bersifat umum sehingga masih sangat mungkin untuk dikembangkan secara rinci. Menurut Munandar (2012) proses berpikir kreatif teori Wallas melalui empat tahap yaitu: (a) Persiapan yaitu mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah dengan belajar berpikir, mencari jawaban, bertanya kepada orang dan sebagainya; (b) Inkubasi yaitu individu seakan-akan melepaskan diri untuk sementara waktu dari masalah tersebut, dalam arti ia tidak memikirkan masalah tersebut secara sadar, tetapi mengeramnya dalam pra sadar; (c) Iluminasi yaitu saat timbulnya inspirasi atau gagasan baru; dan (d) Verifikasi yaitu tahap di mana ide atau kreasi baru tersebut harus diuji terhadap realitas. Untuk melihat proses berpikir kreatif matematika siswa maka peneliti tertarik untuk melakukan kajian penelitian dengan memilih SMP Negeri 1 Painan sebagai lokasi penelitian. Karena berdasarkan wawancara penulis dengan salah seorang guru matematika di SMP Negeri 1 Painan, diperoleh keterangan bahwa di sekolah tersebut belum pernah dilakukan evaluasi pembelajaran khusus untuk melihat kemampuan berpikir kreatif siswa. Padahal dengan mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa seorang guru dapat mendesain menyusun bahan ajar yang dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa. Mengingat kemampuan berpikir kreatif mempunyai peran penting bagi siswa ketika berada di dalam ataupun di luar sekolah, serta masalah matematika nonrutin merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk melihat kemampuan berpikir kreatif, maka kajian mengenai proses berpikir kreatif siswa smp dalam memecahkan masalah matematika nonrutin ditinjau dari kemampuan matematika, menjadi penting untuk dilakukan. Selanjutnya, tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses berpikir kreatif siswa berkemampuan matematika tinggi dan siswa berkemampuan matematika sedang dalam memecahkan masalah matematika nonrutin. METODE Berdasarkan tujuan penelitian, maka penelitian ini termasuk penelitian deskripif yaitu penelitian yang mendeskripsikan proses berpikir kreatif siswa SMP dalam memecahkan masalah matematika nonrutin ditinjau dari kemampuan matematika. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena dalam melakukan pengamatan dan pemeriksaan terhadap subjek penelitian, peneliti tidak melakukan manipulasi atau tindakan apapun sehingga data yang diperoleh tetap orisinil. Penelian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Painan pada kelas VIII.1. Dalam memilih subjek penelitian dilakukan tes kemampuan matematika (TKM), kemudian hasil tes tersebut dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu siswa yang berkemampuan matematika tinggi jika 80 skor tes 100, siswa yang berkemampuan matematika sedang jika 60 skor tes < 80 dan siswa berkemampuan metematika rendah jika 0 skor tes < 60. Berdasarkan

166 Liza Nola Sari, Proses Berpikir Kreatif Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Matematika Nonrutin kemampuan matematika tersebut dipilih 2 siswa sebagai subjek penelitian yaitu 1 siswa yang berkemampuan matematika tinggi dan 1 siswa yang berkemampuan matematika sedang. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam memilih subjek penelitian ini adalah memilih siswa yang bisa berkomunikasi dengan baik dan siswa yang bersedia untuk dijadikan subjek penelitian. Untuk mengetahui hal tersebut dilakukan konsultasi dengan guru matematika yang mengajar di kelas subjek penelitian. Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua jenis instrumen, yaitu sebagai berikut: (1) Instrumen utama yaitu peneliti sendiri; dan (2) Instrumen pendukung yaitu (a) Soal Tes Kemampuan Matematika (TKM). Tujuan dibuatnya tes ini adalah untuk mengetahui kemampuan matematika siswa; (b) Tugas Pemecahan Masalah Matematika Nonrutin (TPMMN), digunakan untuk mengetahui bagaimana siswa memecahkan masalah matematika nonrutin kemudian ditelusuri proses berpikir kreatif siswa berdasarkan tahap-tahap proses berpikir kreatif yang ditetapkan; dan (c) Pedoman wawancara digunakan untuk mengetahui lebih dalam tentang proses berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah yang diberikan. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara yang tidak terstruktur, yaitu wawancara yang bebas, tidak menggunakan pedoman wawancara yang tersusun secara sistematis. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang merujuk pada tahap proses berpikir kreatif siswa ketika memecahkan masalah yaitu tahap persiapan, inkubasi, ilmuninasi, dan verivikasi; serta (d) Alat bantu rekam, berfungsi untuk merekam percakapan subjek dengan peneliti selama wawancara dilaksanakan. Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan (1) Metode tes yaitu Tes Kemampuan Matematika (TKM) dan Tugas Pemecahan Masalah Matematika Nonrutin (TPMMN). TKM digunakan untuk menentukan subjek penelitian sedangkan TPMMN digunakan untuk mengetahui proses berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah matematika nonrutin. (2) Wawancara, dilakukan setelah subjek selesai mengerjakan tes pemecahan masalah matematika nonrutin. Tujuan wawancara ini adalah untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai proses berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah matematika yang diberikan. Validasi data yang dilakukan adalah dengan meningkatkan ketekunan dan triangulasi, dalam penelitian ini yang digunakan adalah triangulasi waktu yaitu memberikan TPMMN dan wawancara tentang proses berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan masalah matematika nonrutin pada siswa berkemampuan matematika tinggi dan siswa berkemampuan matematika sedang dalam waktu yang berbeda. Pada penelitian ini analisis yang dilakukan mengacu pada analisis data kualitatif. Aktivitas dalam analisis data terdiri dari tiga kegiatan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses berpikir kreatif subjek berkemampuan matematika tinggi dalam memecahkan masalah matematika nonrutin diawali pada tahap persiapan. Pada tahap persiapan ini subjek berkemampuan matematika tinggi memulai menyelesaikan TPMMN dengan membaca TPMMN, kemudian menentukan apa-apa saja yang diketahui dan yang ditanyakan pada TPMMN serta mengumpulkan informasi-informasi yang berhubungan dengan TPMNN. Setelah mengumpulkan informasi-informasi yang berhubungan dengan TPMMN, kemudian subjek menemukan konsep-konsep matematika yang berhubungan dengan TPMMN dengan cara menganalisis yang diketahui pada TPMMN, dan terakhir subjek membangun ide/konsep/cara yang dianggap tepat dalam memecahkan TPMMN berdasarkan apa yang ditanyakan pada TPMMN. Karena subjek tidak langsung dapat menyelesaikan TPMMN, ia memikirkan dan membayangkan cara-cara selanjutnya untuk menyelesaikan TPMMN. Proses-proses di atas, menunjukkan bahwa siswa berkemampuan matematika tinggi melakukan usaha awal (persiapan) dalam mencari penyelesaian TPMMN. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Solso (2008) bahwa tahap persiapan yaitu memformulasikan suatu masalah dan membuat usaha awal untuk memecahkannya. Setelah tahap persiapan, tahap yang

Kreano 7 (2) (2016): 163-170 167 dilalui oleh subjek adalah tahap inkubasi yaitu subjek mulai berhenti memikirkan penyelesaian TPMMN saat ia merasa pikirannya jenuh. Untuk menghilangkan rasa jenuhnya tersebut subjek melakukan kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan penyelesaian TPMMN dan selama melakukan kegitan lain tersebut subjek tidak memikirkan TPMMN. Hal ini sesuai yang dikatakan Rakhmat (2012) bahwa tahap inkubasi adalah tahap dimana pikiran istirahat sebentar, ketika berbagai pemecahan berhadapan dengan jalan buntu. Solso (2008) mengatakan bahwa tahap inkubasi yaitu masa dimana tidak ada usaha secara langsung untuk memecahkan masalah dan perhatian dialihkan sejenak pada hal lain. Tahap selanjutnya adalah tahap iluminasi. Pada tahap ini subjek menemukan ide pemecahan TPMMN. Ide pemecahan TPMMN tersebut muncul setelah subjek mengalami tahap inkubasi yaitu melakukan kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan pemecahan TPMMN sampai subjek merasa pikirannya segar kembali. Pada tahap ini, setelah subjek merasa pikirannya segar kembali, secara tibatiba ia menemukan ide untuk menyelesaikan TPMMN. Selanjutnya, subjek mengembangkan ide-ide tersebut untuk menyelesaikan TPMMN dengan cara mengaitkan ide-idenya dengan konsep-konsep matematika yang berhubungan TPMMN. Selanjutnya kaitan ide-ide tersebut berujung pada penyelesaian TPMMN. Hal ini sesuai yang dikatakan Hamzah dan Mohammad (2013) bahwa pada tahap iluminasi yaitu saat timbulnya inspirasi/gagasan pemecahan masalah. Solso et al (2008) mengatakan pada saat iluminasi terjadi, jalan terang menuju permasalahan mulai terbuka, semua ide muncul, dan ide-ide tersebut saling melengkapi satu sama lain untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Terakhir tahap yang dilalui subjek berkemampuan matematika tinggi adalah tahap verifikasi. Pada tahap ini subjek memeriksa kembali setiap rumus-rumus dan langkahlangkah yang digunakan serta jawaban yang ia peroleh. Hal ini sesuai yang dikatakan Solso (2008) bahwa pada tahap ini pada umumnya lebih singkat daripada tahap-tahap sebelumnya, karena tahap ini hanya menguji dan meninjau kembali hasil perhitungan seseorang atau dapat juga melihat apakah penemuannya berhasil. Proses berpikir kreatif subjek berkemampuan matematika sedang dalam memecahkan masalah matematika nonrutin diawali dengan tahap persiapan yaitu tahap dimana subjek memahami masalah dengan cara membaca TPMMN, kemudian subjek menentukan apa-apa saja yang diketahui dan yang ditanyakan pada TPMMN serta mengumpulkan informasi-informasi yang berhubungan dengan TPMMN. Setelah mengumpulkan informasi-informasi yang berhubungan dengan TPMMN, kemudian subjek menemukan konsep-konsep matematika yang berhubungan dengan TPMMN dengan cara menganalisis yang diketahui pada TPMMN dan terakhir subjek membangun ide atau konsep yang dianggap tepat dalam memecahkan masalah berdasarkan apa yang ditanyakan pada soal. Karena subjek tidak langsung dapat meyelesaikan masalah, subjek terus memikirkan cara-cara selanjutnya menyelesaikan masalah. Proses-proses di atas, menunjukkan bahwa subjek berkemampuan matematika sedang melakukan usaha awal (persiapan) dalam mencari penyelesaian masalah. Tahap selanjutnya yang dilalui subjek berkemampuan matematika sedang adalah tahap inkubasi yaitu subjek mulai berhenti memikirkan penyelesaian TPMMN saat ia mengalami kesulitan dalam menyelesaikan TPMMN. Pada saat itu subjek melakukan kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan penyelesaian TPMMN dan selama melakukan kegitan lain tersebut subjek tidak memikirkan TPMMN. Tahap selanjutnya adalah tahap iluminasi yaitu subjek menemukan ide pemecahan TPMMN. Ide pemecahan TPMMN tersebut muncul setelah subjek mengalami tahap inkubasi yaitu melakukan kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan pemecahan TPMMN sambil melamun. Pada tahap ini subjek menemukan ide pemecahan TPMMN dengan cara terus memikirkan bagaimana untuk menyelesaikan TPMMN. Selanjutnya, subjek mengembangkan ide-ide tersebut untuk menyelesaikan TPMMN dengan cara mengaitkan ide-idenya dengan konsep-konsep matematika yang berhubungan TPMMN. Selanjutkan

168 Liza Nola Sari, Proses Berpikir Kreatif Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Matematika Nonrutin kaitan ide-ide tersebut berujung pada penyelesaian TPMMN. Terakhir adalah tahap verifikasi yaitu tahap dimana subjek mengetahui rumus-rumus dan langkah-langkah yang digunakan dalam menyelesaikan masalah serta jawaban yang ia peroleh sudah benar karena ia telah memeriksa kembali setiap rumus-rumus dan langkahlangkah yang digunakan serta jawaban yang ia peroleh. Proses berpikir kreatif yang dilalui berkemampuan matematika tinggi dan subjek berkemampuan matematika sedang sesuai dengan tahap proses berpikir kreatif yang dikemukan oleh Munandar (2012), yaitu meliputi empat tahap yaitu tahap persiapan, inkubasi, iluminasi dan verifikasi. Berdasarkan uraian di atas, secara umum proses berpikir kreatif subjek berkemampuan matematika tinggi dan subjek berkemampuan matematika sedang dalam memecahkan masalah matematika nonrutin tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Keduanya melalui tahap yang sama yaitu tahap persiapan, inkubasi, iluminasi dan terakhir verifikasi. Pada tahap persiapan kedua memahami masalah yang diberikan dengan cara membaca TPMMN, menentukan apa saja yang diketahui dan yang ditanyakan pada TPMMN, kemudian mengumpulkan informasi-informasi yang berhubungan dengan masalah menemukan konsep-konsep matematika yang berhubungan dengan TPMMN serta membangun ide/cara/konsep yang dianggap tepat dalam memecahkan TPMMN. Kemudian juga terdapat persamaan proses berpikir kreatif antara kedua subjek dalam memecahkan TPMMN pada tahap inkubasi yaitu kedua subjek tidak punya usaha nyata dalam memecahkan masalah atau mulai berhenti memikirkan TPMMN. Kedua subjek melakukan kegiatan lain yang tidak terkait dengan masalah yang dihadapi, dan selama melakukan kegiatan lain tersebut, keduanya tidak memikirkan cara penyelesaian TPMMN. Pada tahap verifikasi, kedua subjek mengetahui rumus-rumus dan langkah-langkah yang digunakan dalam menyelesaikan masalah serta jawaban yang diperoleh sudah benar karena mereka telah memeriksa kembali setiap rumus-rumus dan langkah-langkah yang digunakan serta jawaban yang ia peroleh. Adapun perbedaan proses berpikir kreatif subjek berkemampuan matematika tinggi dan subjek berkemampuan matematika sedang dalam memecahkan masalah matematika nonrutin yaitu pada tahap inkubasi, dan iluminasi. Pada tahap inkubasi, subjek berkemampuan matematika tinggi menghilangkan kejenuhannya dengan cara berbicara dan menggangu teman-temannya sampai ia merasa pikirannya telah segar kembali. Dan selanjutnya pada tahap iluminasi, setelah subjek berkemampuan matematika tinggi merasa pikirannya segar kembali, secara tiba-tiba ia menemukan ide-ide pemecahan masalah yaitu memberi garis bantu pada gambar yang ada pada TPMMN, dan mengembangkan ide tersebut untuk menemukan penyelesaian TPMMN dengan cara mengaitkan konsepkonsep matematika yang berhubungan dengan masalah. Sedangkan subjek berkemampuan sedang pada tahap inkubasi untuk mengendorkan upaya berpikirnya ia melamun dan memikirkan hal yang tidak berhubungan dengan penyelesaian TPMMN. Pada tahap iluminasi ini, subjek berkemampuan matematika sedang menemukan ide pemecahan setelah ia kembali memikirkan penyelesaian TPMMN. Ide pemecahan masalah yang ditemukan subjek adalah memberi ukuran-ukuran pada gambar yang ada pada TPMMN dan mengembangkan ide tersebut untuk menyelesaikan masalah dengan cara mengaitkan konsepkonsep matematika yang berhubungan dengan TPMMN. Perbedaan proses berpikir kreatif antara kedua subjek ini juga terlihat dari langkah-langkah subjek menemukan jawaban TPMMN. Dari hasil pekerjaan subjek berkemampuan tinggi untuk menemukan jawaban TPMMN, ia bisa menyelesaikan TPMMN dengan cara yang baru dan berbeda, sedangkan subjek berkemampuan matematika sedang dalam menyelesaikan TPMMN dengan cara yang pernah ia gunakan dalam menyelesaikan masalah (penyelesaian TPMMN 2 ia diselesaikan berdasarkan cara yang ia gunakan pada penyelesaian TPMMN). Ini artinya subjek berkemampuan matematika sedang dapat menyelesaikan TPMMN dengan cara yang

Kreano 7 (2) (2016): 163-170 169 tidak baru. Perbedaan proses berpikir kretif diantara kedua subjek ini sesuai dengan yang dikemukan Hamzah dan Mohammad (2013) bahwa berpikir kreatif dalam memecahkan masalah matematika dipengaruhi oleh kemampuan matematika yang dimiliki siswa. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) proses berpikir kreatif siswa berkemampuan tinggi dalam memecahkan masalah matematika nonrutin. Tahap persiapan. Pada tahap ini, subjek berkemampuan matematika tinggi dalam memecahkan masalah matematika nonrutin diawali dengan memahami masalah dengan cara membaca masalah yang diberikan, menentukan apa-apa saja yang diketahui dan yang ditanyakan pada masalah serta mengumpulkan informasi-informasi yang berhubungan dengan masalah. Setelah mengumpulkan informasi-informasi yang berhubungan dengan masalah, kemudian subjek menemukan konsep-konsep matematika yang berhubungan dengan masalah dengan cara menganalisis yang diketahui pada masalah, dan terakhir subjek membangun ide atau konsep yang dianggap tepat dalam memecahkan masalah berdasarkan apa yang ditanyakan pada masalah. Karena subjek tidak langsung dapat meyelesaikan masalah, maka subjek memikirkan dan membayangkan caracara selanjutnya untuk menyelesaikan masalah. Proses-proses di atas, menunjukkan bahwa subjek berkemampuan matematika tinggi melakukan usaha awal (persiapan) dalam mencari penyelesaian masalah.tahap inkubasi. Pada tahap ini, subjek mulai berhenti memikirkan penyelesaian masalah saat ia merasa pikirannya jenuh. Untuk menghilangkan rasa jenuhnya tersebut subjek melakukan kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan penyelesaian masalah dan selama melakukan kegitan lain tersebut subjek tidak memikirkan masalah. Tahap iluminasi. Pada tahap ini subjek menemukan ide pemecahan masalah. Ide pemecahan masalah tersebut muncul setelah subjek mengalami tahap inkubasi yaitu melakukan kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan pemecahan masalah sampai subjek merasa pikirannya segar kembali. Pada tahap ini setelah subjek merasa pikirannya segar kembali, secara tiba-tiba subjek menemukan ide untuk menyelesaikan masalah. Selanjutnya, subjek mengembangkan ideide tersebut untuk menyelesaikan masalah dengan cara mengaitkan ide-idenya dengan konsep-konsep matematika yang berhubungan dengan masalah. Kaitan ide-ide tersebut berujung pada penyelesaian masalah.tahap verifikasi. Pada tahap ini subjek mengetahui rumus-rumus dan langkah-langkah yang digunakan dalam menyelesaikan masalah serta jawaban yang ia peroleh sudah benar dengan cara memeriksa kembali setiap rumus-rumus dan langkah-langkah yang digunakan serta jawaban yang ia peroleh. 2)Proses berpikir kreatif siswa berkemampuan sedang dalam memecahkan masalah matematika nonrutin.tahap persiapan. Pada tahap ini, subjek berkemampuan sedang dalam memecahkan masalah matematika nonrutin dimulai dengan memahami masalah dengan cara membaca masalah, kemudian subjek menentukan apa-apa saja yang diketahui dan yang ditanyakan pada masalah serta ia mengumpulkan informasi-informasi yang berhubungan dengan masalah. Setelah mengumpulkan informasi-informasi yang berhubungan dengan masalah, kemudian subjek menemukan konsep-konsep matematika yang berhubungan dengan masalah dengan cara menganalisis yang diketahui pada masalah dan terakhir subjek membangun ide atau konsep yang dianggap tepat dalam memecahkan masalah berdasarkan apa yang ditanyakan pada soal. Karena subjek tidak langsung dapat meyelesaikan masalah, subjek terus memikirkan cara-cara selanjutnya untuk menyelesaikan masalah. Proses-proses di atas, menunjukkan bahwa subjek berkemampuan sedang melakukan usaha awal (persiapan) dalam mencari penyelesaian masalah.tahap Inkubasi. Pada tahap ini, subjek berkemampuan sedang mulai berhenti memikirkan penyelesaian masalah saat ia mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah. Pada saat itu subjek melakukan kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan penyelesaian masalah dan selama melakukan kegitan lain tersebut subjek tidak memikirkan masalah. Tahap iluminasi. Pada tahap ini, subjek menemukan

170 Liza Nola Sari, Proses Berpikir Kreatif Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Matematika Nonrutin ide pemecahan masalah. Ide pemecahan masalah tersebut muncul setelah subjek mengalami tahap inkubasi yaitu melakukan kegiatan yang tidak ada hubungan pemecahan masalah sambil melamun. Subjek menemukan ide pemecahan dengan cara terus memikirkan bagaimana untuk menyelesaikan masalah. Selanjutnya, subjek mengembangkan ide-ide tersebut untuk menyelesaikan masalah dengan cara mengaitkan ide-idenya dengan konsep-konsep matematika yang berhubungan masalah. Selanjutkan kaitan ide-ide tersebut berujung pada penyelesaian masalah. Tahap Verifikasi. Subjek mengetahui rumus-rumus dan langkah-langkah yang digunakan dalam menyelesaikan masalah serta jawaban yang ia peroleh sudah benar dengan cara memeriksa kembali setiap rumus-rumus dan langkahlangkah yang digunakan serta jawaban yang ia peroleh. DAFTAR PUSTAKA Aizikovitsh, E. & Udi. (2014). The Extent of Mathematical Creativity and Aesthetics in Solving Problems among Students Attending the Mathematically Talented Youth Program. Scientific Research, 5(4), 228-241. Beetlestone, F. (2013). Creative Learning: Strategi Pembelajaran Untuk Melesatkan Kreativitas Siswa. Bandung: Nusa Media. Efendi, A. (2005). Revolusi Kecerdasan Abad 21. Kritik MI, EI, SQ, AQ & Sucsessfull Intelligensi Atas IQ. Bandung: Alfabeta. Erdogan, T., Akkaya, R. & Akkaya, S.C. (2009). The Effect of the Van Hiele Model Based Instruction on the Creative Thinking Levels of 6th Grade Primary School Students. Educational Sciences: Theory & Practice. 9(1), 181-194. Hamzah, B.U. & Mohamad, N. (2013). Belajar Dengan Pembelajaran PAILKEM: Pembelajaran Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif, Menarik. Jakarta: PT Bumi Aksara. May, M. & Warr, S. (2011). Teaching Creative Arts & Media. New York: Open University Press Munandar, U. (2012). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta. Nurman, T.A. (2008). Profil kemampuan Siswa SMP dalammemecahkan Masalah Matematika Open Ended Ditinja dari Perbedaan Tingkat Kemampuan Matematika. Disertasi Doktor, Unesa Surabaya. Rakhmat, J. (2012). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Rowe, J.A. (2005). Creative Intelligence: Membangkitkan potensi dalam diri dan organisasi anda. Bandung: Kaifa Sharan, S. (2012). Handbook of Cooperatif Learning. Yogyakarta: Familia Soejadi, R. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendera Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Solso, R.L.M, Otto, H. & Maclin, M.K. (2008). Psikologi Kognitif Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.