BAB V PENUTUP. yang dibuat untuk menjawab tujuan penelitian ini adalah, bahwa praktek adat molo

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menjadi pedoman masyarakat untuk bertingkah laku dalam masyarakat.

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

MEDIA RESOLUSI KONFLIK BERBASIS ADAT MOLO SABUANG PADA MASYARAKAT DESA MARAFENFEN DI KABUPATEN KEPULAUAN ARU. TESIS

BAB IV ANALISIS DAN REFLEKSI ADAT MOLO SABUANG. lapangan tentang praktek adat Molo Sabuang dengan mengacu pada teori konflik

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PENERTIBAN PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataan sekarang ini di Indonesia banyak ditemukan kasus kecelakaan

KONTROL PENGENDALIAN SOSIAL

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

BAB IV. A. Upaya yang Dilakukan Pemerintah dan Masyarakat dalam Mencegah dan. Menanggulangi Pencemaran Air Akibat Limbah Industri Rumahan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas

I. PENDAHULUAN. Bentrok antara kedua desa, yaitu Desa Balinuraga dengan Desa Agom, di

LRC. Oleh : Harun Azwari (Peneliti LRC) Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Lalu lintas jalan merupakan sarana masyarakat yang memegang peranan penting

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian tentang kesadaran hukum siswa dalam berlalu

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. hukum(rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). 1

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun

PERKEMBANGAN KEPURBAKALAAN DALAM MENUNJANG PROFIL KEARIFAN LOKAL DI DAERAH MALUKU. M. Nendisa

KABUPATEN WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekuasaan atau adat yang berlaku untuk semua orang dengan tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bimbingan dan konseling merupakan bantuan individu dalam memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

I. PENDAHULUAN. dan mencerminkan kehendak rambu-rambu hukum yang berlaku bagi semua subyek

PENGARUH PENGALAMAN KERJA DAN KEDISIPLINAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN RSUD KABUPATEN WONOGIRI

BAB II KONFLIK DALAM KACAMATA RALF DAHRENDORF. keterlibatan konflik yang di dalamnya terdapat waktu, tenaga, dana, dan

Sabda Volume 12, Nomor 1, Juni 2017 ISSN E-ISSN TRADISI MOLO SABUANG MASYARAKAT MARAFENFEN DI KABUPATEN KEPULAUAN ARU, MALUKU

BAB I PENDAHULUAN. Manusia ditakdirkan sebagai makhluk sosial yang diwajibkan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 TINJUAN UMUM ETIKA. Henry Anggoro Djohan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta

RAPAT TEKNIS TINDAK LANJUT RENCANA AKSI KPK SEKTOR KELAUTA N AMBON, 11 MEI 2015

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN

RAPAT TEKNIS TINDAK LANJUT RENCANA AKSI PEMERINTAH PROVINSI SEKTOR KELAUTAN. [Gorontalo Sulawesi Utara Sulawesi Barat Maluku Utara] Ir.

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan yang berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia

KONFLIK SOSIAL Pengertian Konflik

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Oleh : Andika Sartono KELOMPOK A 11-D3MI-02. Dosen : Khalis Purwanto MM

I. PENDAHULUAN. menghantarkan siswa atau peserta didik agar mampu menghadapi perubahan

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan dan dialami serta disadari oleh manusia dan masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai di dalam Tugas Akhir ini adalah membuat sebuah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. unsur yang diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 1. Dibuat dalam bentuk ketentuan Undang-Undang;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya suku Bugis yang tersebar di seluruh kabupaten yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia ini. Setiap hari selalu mendapatkan berita-berita tentang kerusakan

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Menciptakan Harmonisasi Hubungan Antaretnik di Kabupaten Ketapang

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT. BAB I KETENTUAN UMUM.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini merupakan sifat dasar masyarakat. Perubahan masyarakat tiada hentinya, jika

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

PENDIDIKAN PANCASILA

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

BAB I PENDAHULUAN. siswa tentang penyalahgunaan HP dan Motor. Pada sub bab selanjutnya pun akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep

BAB II KERANGKA TEORI. dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang mengandung arti bahwa hukum. merupakan tiang utama dalam menggerakkan sendi-sendi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kendaraan berperan sebagai sektor penunjang pembangunan (the promoting

BAB V KESIMPULAN. Tabob merupakan hewan yang disakralkan oleh masyarakat Nufit (dalam hal ini

I. PENDAHULUAN. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Disiplin Berlalu lintas dalam Bidang Bimbingan Sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Makalah Manajemen Konflik

BAB VI PENUTUP. Bab ini merupakan penutup dari berbagai data dan pembahasan yang. telah dilakukan pada bagian sebelumnya yang pernyataannya berupa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

KEPUTUSAN MUSYAWARAH DEWAN PERSEKUTUAN MASYARAKAT ADAT ARSO JAYAPURA NOMOR : 03/KPTS DPMAA/DJ/94 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of all Forms of

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Negara Indonesia adalah negara hukum. Semua Warga Negara

PENANAMAN ETIKA LINGKUNGAN MELALUI SEKOLAH PERDULI DAN BERBUDAYA LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi tata cara kita berperilaku atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial. Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala

BAB V AIN NI AIN SEBAGAI PENDEKATAN KONSELING PERDAMAIAN BERBASIS BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk di Indonesia dewasa ini telah mengalami proses integrasi damai

Transkripsi:

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisi yang dilakukan, maka kesimpulan yang dibuat untuk menjawab tujuan penelitian ini adalah, bahwa praktek adat molo sabuang merupakan bentuk kearifan lokal yang diwariskan leluhur kepada anak cucu masyarakat adat Aru yang harus dipertahankan dan dilestarikan. Dengan adanya adat ini bisa menyelesaiakan persoalan domestik yang terjadi dalam masyarakat adat Aru. Adat ini bukan hanya menjadi milik desa Marafenfen, melainkan menjadi milik seluruh masyarakat adat Aru yang tersebar dari wilayah utara (desa Warialau) sampai selatan (desa Batugoyang). Adat ini dipahami sebagai nilai dan norma untuk mencari sebuah kebenaran hakiki atas apa yang menjadi persoalan mendasar bagi mereka yang bertikai. Masyarakat adat Aru sangat percaya bahwa kebenaran hakiki itu hanya ada pada pihak yang punya kuasa melebihi kuasa manusia yakni jirjirduai darapopopane (tuhan langit atau pencipta) dan jom jagasira datuk tantana (tuhan bumi atau leluhur). Jika ada yang melanggar sebuah kesepakatan dalam doa adat maka akan mendapat sanksi adat yang tidak memiliki batas waktu dan itu hanya bisa diselesaikan dengan doa minta maaf (doa angka adat) apabila ada yang melanggarnya. Dengan adanya sanksi adat seperti sakit, bencana, bahkan sampai pada tingkat kematian menggambarkan efek jerah bagi mereka yang berusaha menggugat kembali apa yang menjadi hasil keputusan dari praktek adat molo sabuang ini. Ini sangat berbeda dengan sebuah sistem hukum formal dimana hal yang benar bisa saja 140

menjadi salah, dan menimbulkan persoalan baru lagi. Sementara adat molo sabuang ini bisa menyelesaikan persoalan sampai pada akar-akarnya secara tuntas dan singkat, tidak menyimpan dendam serta tidak membutuhkan biaya yang besar dalam menyelesaikan persoalan. Itu artinya adat molo sabuang ini mampu menghadirkan sebuah solusi yang cepat untuk menyelesaikan sebuah persoalan, dengan demikian adat ini merupakan sebuah model penyelesaian konflik domestik bagi masyarakat adat Aru. Berdasarkan kepercayaan kepada kuasa yang lebih tinggi yakni; jirjirduai darapopopane (tuhan pencipta) dan jom jagasira datuk tan tana (leluhur) membuat adat molo sabuang begitu dipatuhi bahkan ditakuti oleh masyarakat adat Aru. Selain kepatuhan, molo sabuang merupakan praktek untuk menemukan sebuah kebenaran hakiki yang juga memberikan nilai positif dalam rangka membangun hubungan-hubungan baik antar individu maupun individu dengan kelompok termasuk hubungannya dengan ekosistem alam yang didalamnya mereka tempati, dilihat sebagai satu keutuhan ciptaan kosmis yang sakral untuk tercapainya ketertiban (harmonis). Hubugan yang terbangun lewat ungkapan doa adat sebagai bentuk implementasi terhadap sanksi adat molo sabuang, dan itu merupakan sebuah akumulasi nilai sosial yang berfungsi transendensi untuk menyelesaikan persoalan domestik diantara mereka yang harus diterima. Karena itu molo sabuang dapat dikatakan sebagai fakta sosial normatif yang bertujuan mendorong interaksi sosial. Perlu ditegaskan pula bahwa apa yang dikatakan oleh Dahrendorf dalam proses 141

penyelesaian konflik dimana menghadirkan pihak ketiga (konsoliasi, mediasi dan arbitrasi) dalam pemahaman masyarakat adat Aru, pihak ketiga bukan terletak pada manusia yang berkuasa (otoritas). Melainkan otoritas yang dimaksudkan oleh masyarakat adat Aru melampaui apa yang dikatakan oleh Dahrendorf yakni otoritas manusia yang mereka sebut sebagai jirjirduai darapopopane dan jom jagasira datuk tan tana. Karena itu, molo sabuang ini adalah budaya Aru seumpama rambu lalu lintas yang memberi makna kepatuhan bagi seluruh masyarakat adat Aru tanpa terkecuali. Kepala desa, tua adat, marinyo hanyalah polisi jalan raya (petugas) yang diberikan fungsi untuk pelaksanaan jalannya adat, norma dan nilai yang tertuang dalam adat molo sabuang itu harus dimaknai dan dipatuhi oleh semua elemen masyarakat. Sama halnya dengan polisi jalan raya, sekalipun sebagai petugas, namun dalam berlalu lintas apabila rambu lalu lintas mengarahkan untuk harus belok kanan tetapi tanpa disengaja dia belok kiri maka akan terjadi ketabrakan, disitulah dia melukai dirinya sendiri karna ketidak patuhan terhadap norma yang berlaku. Dengan demikian, makna molo sabuang dapat diformulasikan sebagai: Norma yang mendorong sekaligus membenahi sebuah hubungan yang retak karena perbedaan persepsi terhadap sebuah persoalan. B. Saran 1) Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan di atas, maka beberapa saran penting dari penulis adalah: bahwa dalam upaya menyelesaikan konflik haruslah dipahami betul kompleksitas serta kerumitan konflik 142

yang dihadapi. Semua harus sadar bahwa setiap konflik memiliki kompleksitas masing-masing sehingga tidak bisa begitu saja mengaplikasikan sebuah teori untuk menyelesaikannya. Patut diingat juga bahwa selain teori-teori resolusi konflik yang ada, sebenarnya masyarakat juga memiliki budaya sendiri dalam menyelesaikan masalahnya. Namun demikian, penyelesaian konflik sering melupakan adat dan budaya lokal tersebut. Untuk itulah penting untuk menggali kembali kekayaan budaya sendiri. 2) Kepada pemerintah desa adat Marafenfen secara khusus dan pemerintah adat Aru secara umum disarankan memusatkan perhatiannya untuk lebih menggali nilai-nilai tentang kebersamaan, kerjasama, dan solidaritas yang terkandung dalam adat molo sabuang dan mensosialisasikannya kepada seluruh masyarakat adat Aru. Dengan usaha ini diharapkan praktek adat molo sabuang untuk mencari kebenaran tidak dipahami sebagai momok yang menakutkan, namun kepatuhan kepada molo sabuang itu bertujuan merekatkan solidaritas sosial dalam menunjang integrasi masyarakat yang lebih kokoh. Selain itu, sanksi pada tingkat kematian itu disarankan untuk doa adat yang dinaikan itu jangan lagi dimintakan seperti itu dan kalau bisa hanya sebatas penderitaan sakit. Sebab kematian itu adalah hak Tuhan bukan atas dasar permintaan manusia minta kutukan kepada manusia 143

3) Sikap jujur, keterbukaan serta bertanggungjawab oleh masyarakat dalam membangun sebuah interaksi antar sesama agar dapat terbebas dari sanksi adat molo sabuang ini. Oleh karena sanksi itu tidak hanya ditanggung sendiri oleh perorangan (pelaku), melainkan sanksi ini mengikat kelompok (matarumah) sehingga kesalahan salah satu anggota akan membunuh satu matarumah. Selain itu, disarankan pula agar nilai moral seperti ini harus ditanamkan (disosialisasikan) sejak awal kepada anak-anak untuk terbentuk pribadi-pribadi yang bertanggungjawab dikemudian hari. 4) Kepada Pemerintah Kabupaten Kepulauan Aru untuk mengkaji lebih dalam lagi tentang makna adat molo sabuang serta diusulkan menjadi PERDA sebagai langkah cepat dalam proses penyelesaian konflik domestik di tengah masyarakat. Sebagaimana pemerintah provinsi telah membuka ruang demokrasi bagi masyarakat adat melalui Perda No. 14/2005. 5) Kepada mereka yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut topik serupa, disarankan agar memfokuskan diri pada: menemukan sejarah awal molo sabuang dilakukan. Makna dibalik kekuatan doa adat Molo sabuang dalam perspektif agama Modern. Tema-tema ini bagi saya menarik untuk ditelusuri lebih dalam. 144