1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pemerintah Indonesia gencar mempromosikan batik sebagai karya budaya yang mewakili Indonesia. Ditambah dengan batik Indonesia secara resmi diakui oleh UNESCO di tahun 2009, perkembangan batik semakin menyebar di dalam negeri maupun di luar negeri. Sampai saat ini, pemerintah masih mendorong perkembangan usaha batik di Indonesia. Dukungan pemerintah diwujudkan dengan mendorong sektor perbankan untuk memberikan pelayanan peminjaman kredit untuk usaha batik. Selain pemodalan, pemerintah juga melakukan upaya pelatihan, promosi, dan ketentuan untuk mengenakan busana batik bagi berbagai instansi (Indarsih, 2011). Jumlah pengrajin batik di Indonesia saat ini mencapai 20% dari total IKM tekstil nasional atau sekitar 136 ribu usaha (Kemenperin, 2016). Untuk meningkatkan usaha batik ini pemerintah menargetkan pertumbuhan IKM batik di Indonesia sebesar 8%. Berdasarkan pengolahan data yang didapat dari Disperindagkop (2015), saat ini peningkatan jumlah IKM batik di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebesar 12,5% dimulai sejak 2010 hingga 2015 dan sebesar 12,6% peningkatan IKM batik tulis dimulai sejak 2012 hingga 2015 di Kabupaten Kulon Progo. Penjualan yang dilakukan oleh UKM batik di Indonesia juga terbilang tinggi dilihat dari keseluruhan industri batik ini, nilai ekspor batik di tahun 2013 mencapai 10% dari total ekspor tekstil (Kemendag, 2014). Hal ini disebabkan karena peminat batik di mancanegara juga tinggi. Peminat batik dari mancanegara yang meningkat tercermin dari nilai ekspor batik yang naik 14,7% dari tahun 2011 senilai Rp 43,96 triliun menjadi Rp 50,44 triliun pada 2015 (Pujiastuti, 2015). Meningkatnya permintaan ini secara otomatis akan meningkatkan hasil produksi batik setiap industri. Peningkatan produksi batik berarti meningkatkan input yang dibutuhkan dan output yang dihasilkan. 1
2 Hasil yang didapat dalam produksi batik adalah kain batik dan limbah dari setiap proses pembuatannya. Proses pembuatan batik terdiri dari beberapa proses berbeda sesuai dengan jenisnya. Setiap tahapan proses tersebut menghasilkan limbah baik limbah padat, cair, maupun gas (Sulaeman dkk, 2001). Meningkatnya produksi batik menyebabkan peningkatan jumlah limbah yang dihasilkan. Limbah batik pun menjadi salah satu penyebab pencemaran terburuk air sungai menurut hasil yang diteliti oleh Kementrian Lingkungan Hidup pada IKM batik di Indonesia (Ninggar, 2014). Salah satu akibat pembuangan limbah cair batik adalah kasus pencemaran badan air akibat limbah batik pernah terjadi di Sungai Rawa Jembangan Dukuh Mendiro, Desa Gulurejo, Lendah, Kulonprogo Bulan Februari 2013 lalu (Qibthiyah, 2015) dengan 30 warga mengalami iritasi kulit. Permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh industri seperti ini semakin meningkat dan berdampak pada timbulnya polusi lingkungan sehingga membuat varietas tanaman dan tumbuhan berkurang. Berbagai macam negara di dunia mulai menyadari ancaman kerusakan lingkungan dan mulai berupaya untuk mengurangi efek bahaya terhadap lingkungan dari kegiatan bisnis yang mereka jalankan (Joshi dan Rahman, 2015). Begitu pula dengan industri batik, limbah cair yang dihasilkan harus diolah sedemikian rupa di Instalasi Pengolahan Limbah Cair (IPAL) dan harus memenuhi ketentuan baku mutu yang dipersyaratkan sebelum di buang ke badan air (BLH Jogja, 2013), sehingga salah satu cara pemerintah untuk berpartisipasi menjaga lingkungan dalam lingkup industri batik adalah dengan menyediakan bantuan instalasi pengolahan air limbah. Salah satu contohnya adalah kegiatan yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu memberikan bantuan pembangunan IPAL batik di beberapa paguyuban batik di Kulon Progo dengan pelatihan mengenai cara pengolahannya di tahun 2014. Dilain hal, kesadaran terhadap permasalahan lingkungan masyarakat meningkat dibeberapa tahun terakhir. Peningkatan kesadaran mengenai lingkungan ini membuat masyarakat ikut berpartisipasi dalam kegiatan berbau lingkungan, termasuk dalam pola konsumsi barang dan produk sehari-hari dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup. Menurut Yam-Tang dkk (1998) yang dikutip
3 pada Rahmawati (2007) peningkatan kualitas hidup dapat dicapai oleh individu dengan melakukan perubahan dalam memilih dan mengkonsumsi barang tertentu yang ramah lingkungan. Konsumen yang mempunyai kesadaran tinggi terhadap lingkungan akan memilih produk-produk yang ramah lingkungan walaupun harganya relatif lebih mahal (Laroche dkk, 2001). Kementrian Perindustrian pun mulai menggalakkan kembali penggunaan pewarna alami untuk batik seiring dengan meningkatnya permintaan batik pewarna alami. Hal ini sejalan dengan upaya mengedukasi para pembatik dan pengusaha batik agar memproduksi batik yang ramah lingkungan (Pujiastuti, 2015). Peningkatan permintaan batik pewarna alami di mancanegara, khususnya Eropa, dikarenakan batik pewarna dinilai memiliki corak warna yang lebih halus, serta ramah lingkungan (Putra, 2015). Selain itu, negara-negara maju juga mementingkan masalah keamanan dan legalitas suatu produk, sehingga pemakaian zat kimia berbahaya akan ditolak dan sebaliknya batik dengan pewarna alami akan mulai diminati. Namun sejumlah perajin tidak ingin berpindah menjadi produsen batik dengan pewarna alam karena proses pembuatannya yang tidak mudah dan memakan waktu lama (Medan Bisnis, 2015). Saat ini di sentra kerajinan batik Desa Gulurejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulon Progo hanya terdapat 1 perajin yang menghasilkan batik pewarna alam dari total 14 perajin. Perajin terkadang juga menjumpai pesanan berupa batik pewarna campuran antara sintetis dan alami sesuai dengan pesanan pelanggan namun dalam jumlah yang kecil. Alasan para perajin enggan untuk menggunakan pewarna alam dalam proses pewarnaan selain waktu pemrosesan yang lama adalah karena warna yang dihasilkan pewarna alam tidak setajam warna yang dihasilkan oleh pewarna sintetis. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kelayakan usaha batik khususnya batik tulis pewarna campuran yaitu perpaduan antara pewarna sintetis dan alami di Kabupaten Kulon Progo karena usaha batik tulis yang ada di kabupaten ini memiliki peningkatan usaha batik tulis. Analisis dilakukan dengan membandingkan antara batik tulis pewarna sintetis dan batik tulis pewarna campuran. Aspek yang digunakan untuk
4 menganalisis kelayakan usaha batik tulis pewarna campuran antara lain pasar, lingkungan, dan ekonomi. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan diselesaikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah konsep pembuatan batik tulis yang diterapkan pada UKM batik di Yogyakarta? 2. Bagaimanakah hasil simulasi batik tulis pewarna sintetis dan pewarna campuran pada salah satu UKM batik di Yogyakarta? 3. Apakah batik pewarna campuran layak dalam aspek pasar, lingkungan, dan ekonomi? 1.3 Batasan Penelitian Pada penelitian ini dilakukan pembatasan pada beberapa kondisi agar penelitian lebih fokus. Berikut adalah batasan-batasan yang digunakan pada penelitian ini. 1. Studi kelayakan usaha batik tulis pewarna campuran dilakukan pada salah satu UKM batik tulis yang ada di Desa Gulurejo, Kabupaten Kulonprogo, D.I Yogyakarta. 2. Studi kelayakan usaha batik pewarna campuran hanya pada jenis batik tulis. 3. Studi kelayakan usaha yang dilakukan meliputi aspek pasar, lingkungan, dan ekonomi.
5 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang akan dilakukan adalah: 1. untuk mengetahui proses pembuatan batik tulis yang diterapkan pada UKM batik di Yogyakarta, 2. untuk mengetahui hasil dari simulasi batik pewarna campuran dan perbandingannya dengan batik pewarna sintetis pada UKM batik di Yogyakarta, 4. untuk mengetahui apakah usaha batik pewarna campuran layak secara aspek pasar, lingkungan, dan ekonomi untuk diterapkan pada Usaha Kecil Menengah (UKM). 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan setelah melakukan penelitian adalah sebagai berikut. 1. Bagi mahasiswa, diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat dibangku kuliah dan memberikan rekomendasi untuk kemajuan UKM di Yogyakarta. 2. Bagi universitas, diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan penelitian mengenai UKM batik tulis pewarna campuran selanjutnya. 3. Bagi pembaca, diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai literatur untuk penelitian yang relevan. 4. Bagi UKM, diharapkan dapat mengaplikasikan masukan dari saran yang diberikan pada penelitian ini sehingga UKM dapat lebih maju.