III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian,

dokumen-dokumen yang mirip
METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan

III. BAHAN DAN METODE. laboratorium Biomassa, laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi

METODELOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Penggunaan pewarna makanan yang bersumber dari bahan alami sudah sejak lama

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 6. Kerangka penelitian

I. PENDAHULUAN. pangan. Menurut Jettanapornsumran (2009), warna menjadi salah satu

III METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Kopigmentasi pada antosianin kulit terung belanda

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Jurusan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Riau dan di Laboratorium Patologi, Entimologi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi.

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

I. PENDAHULUAN. Sejak ditemukannya zat pewarna sintetik serta terbatasnya jumlah dan mutu zat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

c. Kadar Lemak (AOAC, 1995) Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxhlet

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Neraca analitik, tabung maserasi, rotary evaporator, water bath,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Fakultas

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian bertempat di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Tanah, dan Laboratorium Teknologi Hasil

Lampiran 1. Prosedur Analisis

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain neraca analitik,

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi

BAB III METODE PENELITIAN. dengan tempat penelitian sebagai berikut :

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Oktober 2014 sampai dengan Februari

METODE. Penghancuran kelopak bunga rosella. dilarutkan dalam air 1:4. Ekstraksi dengan perbedaan suhu (50 o C distirer selama dua jam)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Juni-Juli 2013 di Unit Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan THP

BAB III METODE PENELITIAN. pendahuluan berupa uji warna untuk mengetahui golongan senyawa metabolit

II. METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan

Lampiran 1. Prosedur penetapan kemasaman tanah (ph) H 2 O

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Malang serta Laboratorium Kimia Universitas Islam Negeri

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimen dengan menggunakan metode

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

Transkripsi:

22 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Laboratorium Pengolahan Limbah Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian, dan Laboratorium Biomasa Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan Mei 2014 sampai dengan bulan Juli 2014. B. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit terung Belanda (Cyphomandra betacea Sendtn) diperoleh dari Medan, Sumatera Utara (tingat kematangan 20-26 berdasarkan Heatherbell et al., 1982). Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah katekol merk Sigma Aldrich, tanin merk Sigma Aldrich, metanol, larutan buffer HCl-KCl ph 1, larutan buffer sitrat ph 3,5, larutan buffer sitrat ph 4,5 dan air suling. Alat-alat yang digunakan antara lain Rotary Vacuum Evaporator, spektrofotometer merk varian tipe cary 50 probe, centrifuge merk Hitachi tipe CF16RX II, shaker, waterbath, ph meter, timbangan, botol coklat 15 ml, pipet

23 volumetri, pipet tetes, kertas saring Whatman No.42, Erlenmeyer 500 ml, gelas ukur, labu ukur, mortar, dan spatula. C. Metode Penelitian Penelitian dirancang dalam dua percobaan terpisah, masing masing menggunakan jenis kopigmen yang berbeda untuk setiap perlakuan, yaitu terdiri dari 2 faktor (3x5) dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah rasio molar kopigmen terhadap antosianin, katekol 0:1 (K0), 50:1 (K1), dan 100:1 (K2) dan tanin 0:1 (T0), 50:1 (T1), dan 100:1 (T2). Faktor kedua adalah lama penyimpanan, yaitu hari ke-0 (L0), hari ke-10 (L1), hari ke-20 (L2), hari ke-30 (L3), dan hari ke-40 (L4). Perlakuan disusun secara faktorial dalam rancangan acak kelompok lengkap (RAKL). Data yang diperoleh diuji kemenambahan datanya dengan menggunakan uji Tuckey dan kesamaan ragam diuji dengan menggunakan uji Bartlet. Data dianalisis untuk mendapatkan penduga ragam galat dan mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan, kemudian pengujian dilanjutkan dengan rasio ortogonal dan polinomial ortogonal pada taraf nyata 5% dan 1% (Steel and Torrie, 1991). Hasil kedua kopigmentasi dengan katekol dan tanin dibandingkan secara deskriptif. D. Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan Bahan a. Pengupasan Kulit Terung Belanda dan Pengukuran Kadar Air Terung Belanda dikupas dan diambil bagian kulitnya, kemudian dilayukan selama semalam pada ruangan yang tidak terpapar cahaya. Kulit terung Belanda yang

24 telah layu dipotong kecil-kecil dan diukur kadar airnya, sebagian disiapkan untuk diekstrak antosianinnya. Kadar air kulit terung Belanda dianalisis dengan menggunakan metode oven (AOAC, 1970), yaitu sebanyak 2 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah diketahui beratnya. Sampel dikeringkan di dalam oven pada suhu 100-105 o C selama 3 jam, lalu dinginkan di dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Sampel kemudian dimasukkan kembali ke dalam oven selama 30 menit, lalu didinginkan di dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang kembali. Perlakuan ini dilakukan sampai mencapai berat konstan (selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,0002 g). Kadar air dalam bahan didapat dengan perhitungan sebagai berikut : Kadar air (BB) (%) = Berat awal Berat akhir x 100% Berat awal b. Pembuatan Larutan Buffer ph 1, ph 3,5 dan ph 4,5 Buffer HCl-KCl ph 1 dibuat dengan cara mencampurkan 50 ml larutan HCl 0,2 M dengan 97 ml larutan KCl 0,2 M, dan kemudian diencerkan dengan menambahkan air suling hingga volume 200 ml (Sudarmadji et.al., 1997). Buffer sitrat ph 3,5 dibuat dengan cara mencampurkan 40 ml larutan asam sitrat 0,1 M dengan 11 ml larutan natrium sitrat 0,1 M, dan kemudian ditambahkan air suling hingga volume 100 ml (Sudarmadji et al., 1997). Buffer sitrat ph 4,5 dengan cara mencampurkan 28 ml larutan asam sitrat 0,1 M dengan 23 ml larutan sodium sitrat 0,1 M, dan kemudian ditambahkan air suling hingga volume 100 ml (Sudarmadji et al., 1997).

25 2. Ekstraksi Pigmen Antosianin Kulit Terung Belanda Ekstraksi antosianin dari kulit terung Belanda dilakukan dengan mengikuti metode ekstraksi maserasi Gao dan Mazza (1996) yang dapat dilihat pada Gambar 10. Sebanyak 100 g potongan kulit terung Belanda yang sudah diketahui kadar airnya ditimbang dan dimasukkan ke dalam Erlenmayer 500 ml, kemudian ditambahkan 250 ml metanol yang telah diasamkan dengan 2,5 ml HCl 1%. Selanjutnya campuran kulit terung Belanda metanol diekstrak dengan bantuan shaker dengan kecepatan 125 rpm selama 2 jam. Larutan kemudian didiamkan selama 24 jam di ruang gelap pada suhu ruang, setelah itu disaring dengan menggunakan kain saring dan kertar saring Whatman No.42 untuk memisahkan padatan dan cairannya. Filtrat yang dihasilkan dipekatkan dengan menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 45 o C selama 2 Jam, dan dihasilkan pekatan ekstrak antosianin kulit terung Belanda. Pekatan ekstrak antosianin kemudian diambil cuplikannya untuk mengukur konsentrasi awal antosianin yang ditentukan secara spektrofotometri.

26 Gambar 10. Diagram alir ekstraksi antosianin kulit terung Belanda Sumber : Gao dan Mazza (1996) dan Hanum (2000) 3. Kopigmentasi Antosianin Kulit Terung Belanda Pekatan ekstrak antosianin yang sudah diukur volumenya sebanyak 5mL diencerkan dengan menambahkan buffer sitrat ph 3,5 sebanyak 3 kali volume pekatan untuk mendapatkan larutan yang lebih encer. Larutan dipisahkan dari endapan dengan menggunakan centrifuge kecepatan 10.000 rpm pada suhu 5 o C selama 10 menit. Jumlah kopigmen (katekol dan tanin) yang akan ditambahkan dihitung sesuai dengan masing-masing perlakuan rasio molar kopigmen terhadap antosianin (50:1 dan 100:1) dengan perhitungan sebagai berikut : Jumlah kopigmen = C x BM x V/1000 x R

27 Keterangan : C = Konsentrasi antosianin awal (mmol/l) BM = Berat molekul (BM katekol = 110,11 mg/mmol dan BM tanin = 1701 mg/mmol) V = Volume sampel (5 taraf perlakuan, masing-masing perlakuan 5mL) R = Rasio molar 50:1 dan 100:1 Kopigmentasi dilakukan dengan cara memasukkan 5 ml ekstrak antosianin kulit terung Belanda ke dalam botol gelap dan kemudian ditambahkan katekol (42,67 mg untuk rasio 50:1 dan 85,33 mg untuk rasio 100:1) atau tanin (659,14 mg untuk rasio 50:1 dan 1318,27 mg untuk rasio 100:1). Botol sampel kemudian ditutup dan homogenkan dengan menggunakan shaker dengan kecepatan 100 rpm selama 10 menit hingga katekol atau tanin larut dan bercampur dengan ekstrak. Masingmasing sampel disimpan di tempat yang terpapar cahaya dan dianalisis pada hari ke 0, 10, 20, 30, dan 40. E. Pengamatan Pengamatan dilakukan untuk melihat: 1) efek batokromik dan hipokromik dengan spektrofotometri, 2) konsentrasi dan retensi warna antosianin selama penyimpanan pada suhu kamar dan terpapar cahaya, 3) stabilitas antosianin terhadap pemanasan pada suhu 65 o C. 1. Pengamatan Efek Batokromik dan Hiperkromik Sampel antosianin yang tidak dikopigmentasi (rasio 0:1) dan antosianin terkopigmentasi (50:1, dan 100:1) masing-masing sebanyak 0,2 ml dimasukkan ke dalam 6 ml larutan buffer sitrat ph 3,5. Kemudian absorban sampel diukur dengan spektrofotometer (scanning) pada selang panjang gelombang 450 nm

28 600 nm sampai diperoleh Absorban tertinggi (A λmax ) (Rein, 2005). Analisis scanning dilakukan pada hari ke 10 agar ekstrak antosianin yang terkopigmentasi (katekol dan tanin) sudah stabil. Kurva spektrofotometri hasil Scanning menunjukan pergeseran panjang gelombang maksimum (efek batokromik), peningkatan absorbansi (hiperkromik) dan penurunan absorbansi (hipokromik). 2. Analisis Konsentrasi Antosianin Penentuan konsentrasi antosianin dilakukan dengan metode perbedaan ph pada Spektrofotometer (Giusti dan Worlstad, 2001). Konsentrasi monomer antosianin dinyatakan sebagai sianidin 3-rutinosida. Sampel sebanyak 0,5 ml dimasukkan ke dalam 2 buah tabung reaksi yang masing-masing berisi 6 ml larutan buffer ph 1 dan ph 4,5. Nilai absorban setiap sampel diukur dengan spektrofotometer pada λ 525 nm dan λ 700 nm, menggunakan air suling sebagai blanko. Konsentrasi dihitung menggunakan persamaan berikut : Absorban sampel (A) = (A λmax A 700 ) ph 1,0 - (A λmax A 700 ) ph 4,5 Total antosianin (mmol/l) = (A x DF x 1000) / (ε x 1)s Total antosianin (mg/l) = (A x MW x DF x 1000) / ( є x l) Keterangan: A λmax = Absorban pada panjang gelombang maksimal MW Sianidin 3-rutinosida = 630,9 g/mol DF = Faktor pengenceran Konstanta absortivitas molar = ε = 28.800 L mol -1 cm -1

29 3. Retensi Warna Tahap ini bertujuan untuk mengetahui retensi warna ekstrak antosianin kulit terung Belanda tidak dikopigmentasi maupun terkopigmentasi selama penyimpanan dengan pengukuran absorbansi pada larutan buffer sitrat ph 3,5 dan λ 525 nm. Retensi warna selama penyimpanan dihitung dengan rumus : Retensi Warna (%) = (A t /A 0 ) x 100 Keterangan : A t : Absorban pada hari ke-t A 0 : Absorban pada hari ke-0 (Rein dan Heinonen, 2004). 4. Kinetika Degradasi Antosianin pada Suhu 65 o C Pengujian kinetika degradasi antosianin pada suhu tinggi (65 o C) dilakukan dengan melarutkan 0,5 ml pekatan antosianin kulit terung Belanda ke dalam 6 ml masing-masing larutan buffer HCl-KCl ph 1, 3,5 dan 4,5 kemudian dipanaskan menggunakan waterbath pada suhu 65 o C selama 8 jam dengan interval waktu 2 jam. Larutan diukur absorbansinya pada λ 525 nm (Shi et al., 1992). Konstanta laju reaksi ordo pertama (k) ditentukan dari kemiringan garis, sedangkan waktu paruh (t ½ ) dihitung dengan menggunakan persamaan laju reaksi ordo satu, sebagai berikut: ln = - k c = - k dt = - k dt = - k (t t0) ln = - k t

30 pada t = t 1/2 ln 0,5 = - k t 1/2 t ½ = -, Keterangan : c 0 adalah antosianin awal c t adalah antosianin setelah pemanasan suhu diberikan terhadap waktu (Kopjar dan Pilizota, 2009).