BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak kodrati. HAM dimiliki

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Menurut penjelasan Pasal 31 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

BAB III INTERSEPSI DALAM KONSTRUKSI HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. INTERSEPSI DALAM RUMUSAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA

Penyadapan Intelijen dan Penyadapan di Indonesia: Catatan Ringkas

Mendamaikan Pengaturan Hukum Penyadapan di Indonesia

Wahyu Wagiman, S.H., Zainal Abidin, S.H., Andi Muttaqien, S.H., Totok Yuliyanto, S.H., Adam M. Pantouw, S.H., Adiani Viviana, S.H.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

KONSTITUSIONALITAS PENYADAPAN (INTERCEPTION)

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG PENYADAPAN SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERADILAN KASUS KORUPSI

Surat surat yang dapat diperiksa Surat yang dicurigai mempunyai hubungan dengan perkara pidana yang sedang diperiksa

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi tentang Audit Penyadapan Informasi yang Sah (Lawful Interception) pada Komisi Pemberantasan Ko

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perihal: Permohonan Pengujian Pasal 31 ayat (4) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

Perihal: Permohonan Pengujian Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Attribution-NonCommercial-ShareAlike 3.0 Unported (CC BY-NC-SA 3.0)

Attribution-NonCommercial-ShareAlike 3.0 Unported (CC BY-NC-SA 3.0)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 006/PUU-I/2003

TANGGAPAN DAN MASUKAN ELSAM TERHADAP RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PERLINDUNGAN DATA PRIBADI DALAM SISTEM ELEKTRONIK

PUTUSAN Nomor 5/PUU-VIII/2010 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perubahan hukum baru. Perkembangan teknologi

RISALAH SIDANG PERKARA NO. 012/PUU-IV/2006

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau tanpa memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

PUTUSAN NOMOR 40/PUU-IX/2011 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

TINJAUAN KEWENANGAN PENYADAPAN OLEH KPK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA. Oleh : Dr. Sudiman Sidabukke, SH., CN., M.Hum.

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006

MENJAWAB GUGATAN TERHADAP KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH: Rudy Satriyo Mukantardjo (staf pengajar hukum pidana FHUI) 1

Perkara Nomor 47/PUU-XV/2017 Denny Indrayana

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan negara tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Menurut Mac Iver, negara

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang

Nomor 005/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 29 Maret 2006

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

Memastikan perlindungan hak atas privasi di era digital

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017

RISALAH SIDANG PERKARA NO. 012/PUU-IV/2006 PERIHAL PENGUJIAN UU NO. 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP UUD 1945

II.TINJAUAN PUSTAKA. elektronik yang bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 155)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INFORMASI PRIBADI TERKAIT PRIVACY RIGHT

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017

KUASA HUKUM Adardam Achyar, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Agustus 2014.

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang


RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XV/2017

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

SALAH PERSEPSI SOAL KORUPSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK [LN 2008/58, TLN 4843]

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

Hak Asasi Manusia. Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

KEBERLAKUAN NORMATIF KETENTUAN PIDANA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK. Oleh:

INTELIJEN NEGARA DALAM NEGARA HUKUM YANG DEMOKRATIS 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

5. Kosmas Mus Guntur, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon V; 7. Elfriddus Petrus Muga, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon VII;

Revisi UU KPK Antara Melemahkan Dan Memperkuat Kinerja KPK Oleh : Ahmad Jazuli *

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak kodrati. HAM dimiliki manusia karena dirinya manusia. HAM menjadi dasar suatu Negara dalam membentuk ketentuan-ketentuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta dalam kehidupan masyarakat. Menurut Harifin A. Tumpa, bahwa negara dalam penciptaan hukum harus tetap berada di dalam batas-batas HAM, juga berlaku bagi pembentuk undang-undang formal. Pembentuk undang-undang formal tidak berarti mempunyai wewenang dan boleh melakukan segalanya, tetapi juga harus memperhatikan HAM, yang dijamin di dalam Undang- Undang Dasar. 1 Salah satu hak yang dilindungi oleh HAM adalah hak privasi. Hak privasi merupakan hak yang fundamental bagi setiap individu manusia untuk bebas beraktivitas dalam ruang lingkup kehidupan pribadinya tanpa campur tangan pemerintah atau orang lain. Layaknya karakter umum atau sifat dari hak asasi manusia yang tidak terbagi, saling berkaitan dan bergantung satu sama lain (indivisible, interrelated and interdependent), hak atas privasi memiliki kaitan erat dengan hak atas kebebasan berbicara. Hak atas privasi dan hak atas kebebasan berbicara merupakan dua hal yang saling 1 Harifin A. Tumpa, Peluang dan Tantangan Eksistensi Pengadilan HAM Di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2010, h. 59. 1

2 mendukung. Memberikan perlindungan terhadap hak atas privasi, berarti memberikan perlindungan pula terhadap hak atas kebebasan berbicara. 2 Secara koseptual Warren dan Brandies, memaknai hak privasi sebagai the right to be let alone. 3 The right to be let alone dapat diartikan secara sederhana yaitu hak untuk tidak diusik. Karena hak privasi dimaknai sebagai hak untuk tidak diusik maka manusia dalam ruang lingkup kehidupan pribadinya tidak boleh diusik oleh pihak lain yang berada diluar wilayah kehidupan pribadinya. Dalam kehidupan manusia terdapat 2 ruang aktivitas manusia yaitu ruang publik (public sphere) dan ruang privat (private sphere). Ruang publik merupakan ruang aktivitas manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan ruang privat adalah ruang yang dimiliki masing-masing individu manusia untuk bebas beraktivitas dalam lingkup kehidupan pribadinya tanpa campur tangan pemerintah atau orang lain. Dalam ruang publik, pemerintah mengintervensi hampir segala aktivitas manusia demi terciptanya ketertiban dan keamanan. Oleh karena itu hak privasi menjadi penting, karena hanya hak ini saja yang tersisa yang dimiliki manusia untuk dapat leluasa dan bebas dalam ruang lingkup pribadinya secara aman dan nyaman tanpa ada intervensi dari pemerintah atau orang lain. Hak privasi ini dijamin dalam pasal 32 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan selanjutnya disingkat UU No. 39 2 Eoin Carolan, Hilary Delany, The Right to Privacy: A Doctrinal and Comparative Analysis, Thompson Round Hall, England, 2008, h. 25. 3 Warren D Samuel, Brandeis D Louis, The Right of Privacy, The Harvard Law Review Association,1890, h. 4/195.

3 Tahun 1999, yang menyatakan Kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan surat-menyurat termasuk hubungan komunikasi sarana elektronika tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. Hal ini juga secara spesifik dijamin dalam Article 12 UDHR (Universal Declaration of Human Right) yang berbunyi, No one shall be subjected to arbitrary interference with his privacy, family, home or correspondence, nor to attacks upon his honour and reputation. Everyone has the right to the protection of the law against such interference or attacks. Kemudian Article 17 ICCPR (International Covenant on Civil and Political Right) yang berbunyi, No one shall be subjected to arbitrary or unlawful interference with his privacy, family, home or correspondence, nor to unlawful attacks on his honour and reputation. Dewasa ini, dikaitkan dengan kebijakan penegakan hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, eksistensi hak privasi di Indonesia menghadapi tantangan serius berupa otorisasi kewenangan untuk melakukan penyadapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, yang selanjutnya di singkat KPK. Sesuai Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan selanjutnya disingkat UU No. 30 Tahun 2002 (UU KPK). Kewenangan KPK dalam melakukan penyadapan diatur pada ketentuan pasal 12 huruf (a) yang menyatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan. UU No. 30 Tahun 2002 tidak memberikan definisi mengenai penyadapan. Definisi penyadapan terdapat dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik, selanjutnya disingkat

4 UU ITE. Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU ITE menyatakan bahwa intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi. Kemudian Peraturan Menkominfo (Menteri Komunikasi dan Informasi) Nomor 11/PER/M.KOMINFO/02/2006 yang mendefinisikan bahwa Penyadapan Informasi adalah mendengarkan, mencatat, atau merekam suatu pembicaraan yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum dengan memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi tanpa sepengetahuan orang yang melakukan pembicaraan atau komunikasi tersebut. Dalam pengertian demikian, penyadapan merupakan tindakan yang langsung berhadapan dengan perlindungan hak privasi individu, karena hak privasi memberikan perlindungan terhadap kebebasan berbicara terutama dalam hubungan komunikasi pribadi. 4 Kewenangan dalam melakukan penyadapan menjadi tantangan serius bagi hak privasi karena kewenangan KPK dalam melakukan penyadapan tidak memiliki prosedur serta pembatasan-pembatasan yang jelas. UU No 30 Tahun 2002 tidak mengatur secara eksplisit prosedur penyadapan yang dilakukan KPK. Sehingga kewenangan untuk melakukan penyadapan sebagai tindakan yang mengintervensi kehidupan pribadi manusia dalam hubungan 4 EddyonoSupriyadi Widodo, Napitupulu Erasmus A. T, Komentar Atas Pengaturan Penyadapan Dalam Rancangan KUHAP, Seri 4, ICJR Indonesia, Jakarta, 2013, h. 5.

5 komunikasi pribadi. Memberikan peluang yang luas dan bebas bagi KPK untuk mengusik ruang kehidupan pribadi manusia karena tidak ada ketentuan yang mengatur prosedur serta pembatasan terhadap pelaksanaan kewenangan untuk melakukan penyadapan oleh KPK tersebut. Menurut Bagir Manan, penyadapan tanpa prosedur yang ketat berpotensi melanggar hak asasi manusia. 5 Prosedur yang harus dipenuhi adalah Izin pengadilan yang merupakan bagian dari prosedur yang penting dalam penyadapan. Izin pengadilan menjadi penting karena sebagai kontrol serta pengawasan terhadap penyadapan. Tidak memadainya pengaturan penyadapan dalam UU No 30 Tahun 2002 berpotensi membahayakan perlindungan hak privasi. Oleh karena itu, semua upaya paksa dalam proses hukum yang dapat mempengaruhi HAM secara umum, dan hak privasi secara khusus, harus dibatasi secara ketat. Hal ini sejalan dengan pendapat pemohon dalam putusan MK No. 006/PUU-I/2003 yang menyatakan bahwa, tanpa ada pembatasan, kriteria dan kualifikasi tentang kapan dimulainya, terhadap siapa saja, dan kaitan perkara apa saja. Serta bagaimana jaminan kerahasiaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap hasil pembicaraan yang disadap dan direkam. Telah sangat mengganggu rasa aman, perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda dari setiap anggota masyarakat. Karena setiap waktu terancam oleh perbuatan penyadapan dan merekam pembicaraan yang 5 Ya cob Billiocta, Mantaan penyidik KPK ternyata bongkar cara penyadapan ke DPR, Merdeka.com, 23 November 2012, http://www.merdeka.com/peristiwa/mantan-penyidik-kpkternyata-bongkar-cara-penyadapan-ke-dpr.html, dikunjungi pada tanggal 15 Juli 2015 pukul 13.48.

6 dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tanpa proteksi dan pembatasan yang jelas dari UU KPTPK itu sendiri. 6 Dari putusan tersebut MK juga berpendapat bahwa untuk mencegah kemungkinan penyalahgunaan kewenangan untuk penyadapan dan perekaman, perlu ditetapkan perangkat peraturan yang mengatur syarat dan tata cara penyadapan dan perekaman yang dimaksud. 7 Dalam konteks demikian maka penulis akan membahas mengenai keabsahan kewenangan penyadapan tanpa izin pengadilan oleh KPK dikaitkan dengan hak privasi. Terhadap isu tersebut penulis berargumen bahwa kewenangan untuk melakukan penyadapan oleh KPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi yang diatur dalam ketentuan pasal 12 huruf (a) Undang-Undang No 30 Tahun 2002 bertentangan/melanggar hak privasi. Pembatasan terhadap HAM, dalam hal ini hak privasi, hanya dapat diberikan untuk alasan subtantif yang sangat kuat, sementara kewenangan penyadapan yang dimiliki KPK tidak memenuhi kualifikasi tersebut. B. Rumusan Masalah Sesuai dengan penjelasan latar belakang masalah diatas maka isu hukum/rumusan masalah penelitian ini adalah : Apakah kewenangan penyadapan tanpa izin pengadilan oleh KPK dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi bertentangan/melanggar hak privasi? 6 Sinopsis-iktisar Putusan Mahkamah Konstitusi 2003-2008, h. 38. 7 Putusan MK No 012-016-019/PUU-IV/2006

7 C. Tujuan Sesuai dengan rumusan masalah di atas, posisi penulis adalah tidak setuju dengan kewenangan penyadapan KPK karena melanggar hak privasi. Alasan atau argumen penulis adalah, sebagaimana dijelaskan di atas, untuk pembatasan HAM, termasuk hak privasi, diperlukan alasan subtantif yang kuat. Kewenangan penyadapan KPK untuk penegakan UU Tipikor tidak memenuhi syarat tersebut. Terkait dengan itu maka selanjutnya argumen penulis akan di break down menjadi tujuan penelitian sebagai berikut : 1. Menjelaskan ruang lingkup perlindungan hak privasi sebagai HAM. 2. Menjelaskan bahwa penyadapan tanpa izin pengadilan bertentangan/melanggar hak privasi sebagai HAM. D. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : Diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya perlindungan HAM, menjadi pedoman dalam penegakan hukum dalam pemberantasan pidana korupsi di Indonesia dan sebagai sumber informasi, bahan referensi bagi pemerintah, akademisi, praktisi hukum dan masyarakat. Kemudian untuk menemukan eksistensi hak privasi terhadap otorisasi kewenangan untuk melakukan penyadapan oleh KPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.

8 E. Metode Penelitian Untuk melakukan penelitian yang baik dan terarah, maka penulis akan menggunakan metode penelitian untuk mendapatkan informasi yang tepat dari berbagai aspek dan sumber mengenai permasalahan yang hendak dijawab. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum. Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 8 Di dalam penelitian terdapat beberapa pendekatan-pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabanya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan ini dilakukan untuk mempelajari dan memahami mengenai kandungan normatif yang ada dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidaa Korupsi, yaitu penyadapan. Pendekatan komparatif (comparaative approach), pendekatan ini dilakukan untuk membandingkan pengaturan hukum di Indonesia dengan di negara-negara lain yang berkaitan dengan otorisasi kewenangan untuk melakukan penyadapan. Pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan ini 2006, h. 35. 8 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,

9 dilakukan untuk mempelajari tentang keabsahan penyadapan tanpa izin pengadilan oleh KPK dari pandangan para sarjana dan doktrin hukum. Pendekatan-pendekatan di atas oleh penulis digunakan untuk memberikan pemahaman yang tepat mengenai keabsahan penyadapan tanpa izin pengadilan, kajian terhadap Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dikaitkan dengan Hak Privasi. F. Sistematika Penulisan Penulisan ini dibagi secara sistematis dalam 3 subtansi utama, yaitu pendahuluan, pembahasan dan penutup. Bab I Pendahuluan Dalam bab ini berisi orientasi tentang penelitian yang akan dilakukan meliputi: hakikat permasalahan, existing knowledge, serta tesis/argumentasi yangakan dipertahankan oleh penulis. Uraian tentang ketiga hal tersebut dituangkan menjadi: 1) Latar Belakang. 2) Rumusan Masalah. 3) Tujuan Penelitian. 4) Manfaat Penelitian 5) Metode Penelitian. 6) Sistematikan Penulisan

10 Bab II Ruang Lingkup Perlindungan Hak Privasi Bab ini berisi orientasi tentang ruang lingkup perlindungan hak privasi yang akan meliputi: 1) Pengertian hak privasi. 2) Ruang lingkup hak privasi. 3) Hak privasi sebagai HAM. Bab III Keabsahan Penyadapan Tanpa Izin Pengadilan Bab ini berisi orientasi tentang kewenangan penyadapan tanpa izin pengadilan oleh KPK yang meliputi: 1) Gambaran Umum Tentang Penyadapan Untuk Proses Hukum 2) Kewenangan Penyadapan oleh KPK Dalam UU No 30 Tahun 2002. 3) Efektifitas Penyadapan 4) Pentingnya Prosedur Serta Pembatasan Dalam Penyadapan. 5) Fungsi dan Tujuan Izin Pengadilan Dalam Penyadapan 6) Keabsahan Penyadapan oleh KPK Bab IV Penutup Bab ini berisi orientasi tentang pernyataan tentang kesimpulan (jawabanatas permasalahan) dansaran.