TATA CARA PERUBAHAN STATUS TANAH HAK MILIK MENJADI HAK GUNA BANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN PERSEROAN TERBATAS

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA DAERAH KOTA BEKASI

WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI WALIKOTA SURABAYA,

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG

: 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTAHANAN NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG IZIN LOKASI

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LOKASI, PEMANFAATAN, DAN PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 10 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

TATA CARA MEMPEROLEH HAK ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG IJIN LOKASI DENGAN RAHMAAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA. NOMOR : 41 TAHUN 2004 LAMPIRAN : 1 (satu) berkas TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI KOTA TASIKMALAYA

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG TIMUR,

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT,

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

Menimbang: Mengingat:

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 68 Tahun : 2015

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

j. PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG k. PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG l. NOMOR 3 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2009 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 8 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 27 TAHUN 2011

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIOOARJO NOMOR 20 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERMOHONAN/PEMBERIAN HAK DAN PEMINDAHAN/PERALIHAN HAK

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS

PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTAHANAN NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG IZIN LOKASI

PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LOKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 19 TAHUN TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013

PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

BERKAITAN DENGAN RENCANA PEROLEHAN TANAH

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LOKASI

PEMERINTAH KABUPATEN FAKFAK

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PACITAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA MEMPEROLEH IZIN LOKASI

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 29 TAHUN 2017 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI IJIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB IV UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PT. KUTAI BALIAN NAULI DALAM MELAKUKAN PERLUASAN LAHAN

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2014 NOMOR 6 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

BAB 2 HAK ATAS TANAH BERSAMA RUMAH SUSUN DAN MASALAH PERPANJANGANNYA. 1.1 Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SRAGEN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 76 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN,

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 31/PERMEN/M/2006 TENTANG

TATA CARA PENETAPAN HAK GUNA USAHA KEMENTERIAN AGARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL DIT. PENGATURAN DAN PENETAPAN HAK TANAH DAN RUANG

2 kenyataannya masih ada, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; c. bahwa ha

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR: 2 TAHUN 2004 TENTANG FATWA PENGARAHAN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SIMEULUE dan BUPATI SIMEULUE

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1994 TENTANG

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

IJIN LOKASI DAN PENETAPAN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN... TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

TATA CARA PERUBAHAN STATUS TANAH HAK MILIK MENJADI HAK GUNA BANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN PERSEROAN TERBATAS Tanah hak yang tersedia (berstatus tanah Hak Milik) menurut hukumnya tidak dapat diperoleh melalui jual-beli tanah, karena perusahan (statusnya PT atau Badan Hukum Indonesia) tidak memenuhi syarat untuk membeli tanah hak yang bersangkutan (pasal 26 ayat 2 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960), maka untuk memperoleh tanah tersebut, Badan Hukum dapat menempuh: 1. Dilaksanakan pelepasan hak milik menjadi Tanah Negara, dimana setelah pemilik tanah diberikan ganti rugi, kemudian sertipikat tanah hak milik tersebut dilepaskan menjadi tanah negara dan wajib diikuti dengan permohonan hak baru yang sesuai dengan keperluan perusahan yang bersangkutan. Tata caranya diatur lebih lanjut dalam Surat Keputusan Menteri Negara Agraria Nomor 21 Tahun 1994 mulai berlaku tanggal 7 Desember 1997 tentang Tata Cara Perolehan Tanah Bagi Perusahan Dalam Rangka Penanaman Modal dalam rangka melaksanakan pasal 6 Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1993. Pada pelepasan hak status tanahnya berubah dari tanah Hak Milik menjadi Tanah Negara dimana pemiliknya telah melepaskan Hak Milik atas tanahnya, karena apabila calon penerima haknya yaitu Badan Hukum Indonesia maka tidak memenuhi syarat sebagai subyek Hak Milik. Berdasarkan pertimbangan tersebut Badan Hukum Indonesia (PT, Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, BUMN) tidak diperbolehkan memperoleh tanah dengan status tanah Hak Milik melalui Pemindahan Hak / Jual beli tanah (pasal 26 ayat 2 UUPA). Jika tanah tersebut terdiri dari lebih satu sertipikat yang terpisah pisah, maka setelah seluruh sertipikat tersebut dilepaskan haknya yang kemudian menjadi tanah negara, pihak perusahaan memohon HGB kepada kantor pertanahan sesuai dengan gambar ukur dan peta

pertanahan yang telah disetujui oleh kantor pertanahan setempat sesuai dengan luas yang dilepaskan dan dijadikan dalam satu sertipikat. 2. Pemilik tanah dengan hak milik merubah status tanahnya menjadi HGB, dengan memohon penurunan Hak atas tanah kepada kantor pertanahan setempat, dan perusahaan harus mendapatkan izin lokasi dan izin prinsip dari kantor pertanahan, maka jual beli atas tanah tersebut dapat dilakukan dengan proses AJB, dan perubahan nama pemilik atas tanah menjadi HGB. Apabila sertpikat HGB tersebut terdiri dari lebih satu sertipikat, maka setelah semua sertipikat dilakukan AJB, maka memohon kepada kantor pertanahan setempat untuk semua sertipikat tersebut dibalik nama atas nama perusahaan dan digabungkan menjadi satu sertpikat untuk seluruh luas tanah. TATA CARANYA: (Jika menempuh pelepasan Hak) 1) Musyawarah Pelaksanaan pembebasan tanah terlebih dahulu harus diikuti musyawarah dengan pemilik tanah untuk memperoleh kesepakatan antara para pihak dalam bentuk suatu perjanjian yang mengatur hak dan kewajiban. Dengan cara demikian masing-masing pihak terikat pada hak dan kewajiban yang telah disepakati bersama. Adapun kata sepakat tersebut mengatur tentang : a) besarnya ganti rugi yang layak besarnya sama dengan harga tanah tersebut apabila dijual; b) kesediaan pemilik tanah untuk melepaskan Hak Milik (hubungan hukum / penguasaan yuridis) atas tanahnya.

Apabila tercapai kata sepakat untuk a dan b diatas, maka selanjutnya oleh masing-maing pihak akan ditindak lanjuti hal-hal sebagai berikut: Pihak yang membebaskan akan membayar ganti ruginya kepada pemilik tanah; Pemilik tanah setelah menerima pembayaran ganti rugi akan melakukan pelepasan hak, sehingga berstatus menjadi Tanah Negara. Pedoman Penetapan Besarnya Ganti rugi Dalam rangka menetapkan ganti rugi dalam pembebasan tanah perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) Nilai tanah berdasarkan nilai nyata atau sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Obyek Pajak Bumi dan Bangunan (NJOP) tahun terakhir untuk tanah yang bersangkutan. b) Faktor-faktor yangmempengaruhi harga tanah: Lokasi tanah Jenis hak atas tanah Status oenguasaan tanah Peruntukan tanah Kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah Prasarana yang tersedia Fasilitas dan Utilitas Lingkungan Lain-lain yang mempengaruhi harga tanah c) Nilai taksiran bangunan, tanaman, benda-benda lain yangberkaitan dengan tanah.

2) Pelepasan tanah kepada Negara Selanjutnya si pemilik hak atas tanah tersebut melepaskan haknya kepada Negara, dengan tujuan supaya pihak yang memerlukan tanah tersebut diberikan hak atas tanah yang sesuai, ditinjau dari si penerima hak dan penggunaannya 3) Permohonan hak baru kepada Negara Pihak yang memerlukan tanah tersebut tersebut, mengajukan permohonan hak baru kepada Negara sesuai dengan keperluannya supaya kepadanya diberikan hak tertentu atas tanah yang dimaksud. 4) Negara dalam hal ini Instansi yang berwenang mengeluarkan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH) terhadap tanah yang dimohon tersebut dengan diberikan hak baru. 5) Pihak yang diberikan hak baru tersebut, harus memenuhi kewajibannya seperti yang telah ditentukan dalam Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH) Tanda bukti Pembebasan tanah Sebagai tanda buktinya telah selesai dilakukan pembebasan hak atau pelepasan hak, maka selanjutnya masing-masing pihak menandatangani Surat Pernyataan Pelepasan Hak. Sebagai saksinya adalah Kepala Desa / Lurah dan Camat atau Kepala Kantor Pertanahan setempat. 2.4. Pencabutan Hak adalah Upaya terakhir untuk memperoleh tanah secara paksa terhadap semua jenis hak atas tanah yang diberikan oleh Presiden, apabila untuk memperoleh tanah yang diperlukan untuk

penyelenggaraan kepentingan umum dengan musyawarah tidak berhasil mencapai kesepakatan. Status tanah yang diperoleh menjadi tanah negara dimana terhadap tanah tersebut wajib dikuasai secara legal dengan mengajukan permohonan hak baru sesuai dengan keperluannya. III PERSYARATAN DALAM PEROLEHAN TANAH (berlaku untuk pelepasan hak atau jual beli tanah dengan status HGB) Didalam Pembebasan Hak untuk kegiatan bisnis/usaha atau untuk Instansi Pemerintah perlu terlebih dahulu harus ada izin Prinsip dan izin Lokasi atau dengan kata lain Pembebasan Hak tersebut baru dapat diberikan kalau sudah ada ada izin Prinsip dan izin Lokasi dari Instansi yang berwenang, yaitu: - Izin Prinsip (Surat Persetujuan Prinsip Rencana Proyeknya), yang diajukan kepada Pemerintah Daerah (Kabupaten atau Kotamadya). - Izin Lokasi (yang diperoleh setelah adanya izin Prinsip). Izin lokasi adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak,dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha penanaman modalnya. Permohonan izin Lokasi ini diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat. Sedangkan di DKI Jakarta berlaku peraturan khusus Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 540 Tahun 1990, yang menyatakan bahwa didalam proses Pembebasan Hak di wilayah DKI Jakarta, diperlukan: - SP3L (Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lokasi) dan; - SIPPT (Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah) setelah tanahnya diperoleh,yaitu untuk keperluan pengembangna areal tanahnya dan

sekaligus sebagai dasar untuk mengajukan permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Beberapa ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasioanal Nomor 2 Tahun 19999 tentang Izin Lokasi Izin lokasi tidak diperlukan dan dianggap sudah dipunyai oleh perusahaan yang bersangkutan (pasal 2 ayat 2), dalam hal: a. tanah yang akan diperoleh merupakan pemasukan ( inbreng )dari para pemegang saham, b. tanah yang akan diperoleh merupakan tanah yang sudah dikuasai oleh perusahaan lain dalam rangka rangka melanjutkan pelaksanaan sebagian atau seluruh rencana penanaman modal perusahaan lain tersebut,dan untuk itu telah diperoleh persetujuan dari instansi yang berwenang, c. tanah yang akan diperoleh diperlukan dalam rangka melaksanakan usaha industri dalam suatu Kawasan Industri, d. tanah yang akan diperoleh berasal dari otorita atau badan penyelenggara pengembangan suatu kawasan sesuai dengan rencana tata ruang kawasan pengembangan tersebut, e. tanah yang akan diperoleh diperlukan untuk perluasan usaha yang sudah berjalan dan untuk perluasan itu telah diperoleh izin perluasan usaha sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sedangkana letak tanah tersebut berbatasan dengan lokasi tanah yang bersangkutan, f. tanah yang diperlukan untuk melasanakan rencana penanaman modal tidak lebih dari 25 Ha (dua puluh lima hektar) untuk usaha pertanian atau tidak lebih dari 10.000 M2 (sepuluh ribu meter persegi) untuk usaha bukan pertanian, atau

g. tanah yang akan dipergunakan untuk melaksanakan rencana penanaman modal adalah tanah yang sudah dipunyai oleh perusahaan yang bersangkutan, dengan ketentuan bahwa tanah-tanah tersebut terletai di lokasi yang menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang berlaku diperuntukan bagi penggunaan yang sesuai dengan rencana penanaman modal yang bersangkutan. Tanah yang dapat ditunjuk dengan Izin Lokasi Tanah yang dapat ditunjuk dalam izin lokasi adalah tanah yang menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang berlaku diperuntukan bagi penggunaan yang sesuai dengan rencana penanaman modal yang akan dilaksanakan oleh perusahaan menurut persetujuan penanaman modal yang dipunyainya. Izin Lokasi dapat diberikan kepada perusahaan yang sudah mendapat persetujuan penanaman modal sesuai ketentuan yang berlaku untuk memperoleh tanah dengan luas tertentu sehingga apabila perusahaan tersebut berhasil membebaskan seluruh areal yang ditunjuk, maka luas penguasaan tanah oleh perusahaan tersebut dan perusahaan-perusahaan lain yang merupakan satu group perusahaan dengannya tidak lebih dari luasan yang ditentukan sebagai berikut: Untuk usaha Tambak 1. Di Pulau Jawa : 1 propinsi : 100 Ha Seluruh Jawa : 1.000 Ha 2. Di luar Pulau Jawa : 1 propinsi : 200 Ha Seluruh luar P. Jawa : 2.000 Ha

Jangka waktu Izin Lokasi Izin lokasi diberikan untuk jangka waktu sebagai berikut: a. Izin lokasi seluas sampai dengan 25 Ha : 1 (satu) tahun b. Izin lokasi seluas lebih dari 25 Ha s/d 50 Ha : 2 (dua) tahun c. Izin lokasi seluas lebih dari 50 Ha : 3 (tiga) tahun Apabila dalam jangka waktu Izin lokasi perolehan tanah belum selesai,maka izin lokasi dapat diperpanjang jangka waktunya selama 1 (satu) tahun apabila tanah yang sudah diperoleh mencapai lebih dari 50% dari luas tanah yang ditunjuk dalam izin lokasi. Permohonan Izin Lokasi dan Luas Tanah Sebagaimana dimaksud diatas harus dilengkapi dengan: a. Akte Pemdirian Perusahaan yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman atau dari Pejabat Yang berwenang bagi Badan hukum lainnya. b. Nomor Pokok Wajib Pajak c. Gambar Kasar / Sketsa yang dibuat oleh pemohon. d. Keterangan tentang letak, luas dan jenis tanah (kebun/sawah) yang dimohon. e. Pernyataan bermaterai cukup tentang kesediaan untuk memberikan ganti rugi atau menyediakan tempat penampungan bagi pemilik tanah yang terkena rencana proyek pembangunan atau mengikutsertakan pemilik tanah dalam bentuk penataan kembali penggunaan, penguaasaan dan pemilikan tanah.

f. Uraian rencana proyek yang akan dibangun disertaiv dengan analisa dampak lingkungan. Sehubungan dengan Izin Lokasi tersebut diatas, sesuai dengan Instruksi Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pemberian Izin Lokasi Dalam Rangka Penataan Penguasaan Tanah Skala Besar, dinyatakan bahwa: 1) Dalam memberikan izin lokasi untuk satu badan hukum atau sekelompok badan hukum yang saham mayoritasnya dikuasai oleh seseorang tertentu luasnya tidak boleh melebihi batas maksimum yang ditetapkan 2) Dalam memberikan perpanjangna izin lokasi harus memperhitungkan batas luas maksimum yang diperkenankan bagi satu badan hukum atau sekelompok badan hukum yang saham mayoritasnya dikuasai oleh seseorang tertentu, yaitu: a. Apabila izin lokasi yangtelah diberikan sebelumnya luasnya melebihi batas maksimum, dan perolehan tanahnya belum mencapai luas batas maksimum yang diperkenankan maka dalam pemberian perpanjangan izin lokasi luas yang dapat diberikan tidak melebihi luas batas maksimum yang diperkenankan, sepanjang memenuhi syarat-syarat perpenjangan izin lokasi. b. Apabila perolehan tanahnya telah mencapai batas luas maksimum yang diperkenankan, maka izin lokasinya tidak dapat diperpanjang lagi. c. Apabila perolehan tanahnya belum mencapai luas maksimum yang diperkenankan, maka izin lokasinya diperpanjang sampai batas luas maksimum yang diperkenankan,sepanjang memenuhi syarat-syarat perpanjangan izin lokasi d. Apabila perolehan tanahnya telah melebihi luas maksimum yang diperkenankan, maka izin lokasinya tidak diperpanjang lagi, sedangkan

tanah kelebihan dari luas maksimum yang diperkenankan dilelang/dialokasikan kepada investor baru dengan mengutamakan pengusaha kecil, menengah dan koperasi serta dapat bekerjasama demgam investor lama dalam satu satuan usaha. e. Apabila perolehan tanahnya telah mencapai luas batas maksimum yang diperkenankan tetapi letaknya masig terpencar, izin lokasinya tidak dapat diperpanjang lagi, agar tanah yang diperoleh menjadi satu hamparan yang kompak/utuh dapat ditempuh dengancara tukar-menukar atau mengadakan konsolidasi tanah. 3) Dalam memberikan perpanjangan izin lokasi di samping mempertimbangkan batas luas maksimum, khusus untuk tanah yang berasal dari kawasan hutan diberlakukan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: a. Setehun setelah terbit izin lokasi penglepasan kawasan hutan belum diperoleh, diberikan perpanjangna izin lokasi pada tahun kedua. b. Dua tahun setelah terbit izin lokasi, penglepasan kawasan hutan belum diperoleh, izin lokasi tidak diperpanjang. c. Setahun setelah penglepasan kawasan hutan, tanah belum seluruhnya memperoleh Hak Guna Usaha atau Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai, izin lokasi diperpanjang untuk tahun kedua. d. Dua tahun setelah penglepasan kawasan hutan belum seluruhnya areal memperoleh atau Hak Guna atau Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai, Izin lokasi tidak diperpanjang, tanah yang telah diperoleh dapat diajukan permohonan haknya. 4) Terhadap tanah yang sudah diperoleh melalui izin lokasi, pemegang izin lokasi segera mengajukan permohonan hak atas tanah dan penerbitan sertipikatnya.

Apabila didalam membeli atau membebaskan tanah milik petani sampai puluhan/ratusan hektar tanpa izin Lokasi adalah melanggar ketentuan Landreform. Akan tetapi kalau sudah memperoleh Izin Lokasi berarti peruntukan tanah tersebut boleh diubah dari tanah pertanian menjadi tanah non pertanian dan dikembangkan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).