et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Keberadaan logam berat di sistem perairan dan distribusinya, diatur oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri di Indonesia saat ini berlangsung sangat pesat seiring

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dan perubahan lingkungan tidak menghambat perkembangan industri. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. ekosistem di dalamnya. Perkembangan industri yang sangat pesat seperti

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

I. PENDAHULUAN. Bidang industri di Indonesia pada saat ini berkembang cukup pesat. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya zaman dan tingkat peradaban manusia yang. sudah semakin maju semakin mendorong manusia untuk berupaya dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb)

BAB I PENDAHULUAN. maupun gas dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada bidang industri di Indonesia saat ini mengalami kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan nilai ekonomi kandungan logam pada PCB (Yu dkk., 2009)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan seringkali. berupa dampak positif maupun negatif. Salah satu aktivitas manusia yang

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kitosan Kitosan merupakan polimer dengan kelimpahan kedua setelah selulosa. Pada umumnya kitosan dapat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan teknologi dan berkembangnya dunia industri, ikut andil

PENDAHULUAN. Kemajuan sektor perindustrian di Indonesia yang semakin meningkat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu kebutuhan air tidak pernah berhenti (Subarnas, 2007). Data

ADSORPSI Pb(II) OLEH ASAM HUMAT TERIMOBILISASI PADA HIBRIDA MERKAPTO SILIKA DARI ABU SEKAM PADI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. masalah yang sangat krusial bagi negara maju dan sedang berkembang. Terjadinya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar perairan.

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun ke tahun memerlukan bahan pangan yang semakin meningkat

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya industri-industri yang berkembang, baik dalam skala besar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia seperti industri kertas, tekstil, penyamakan kulit dan industri lainnya.

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDA HULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

STUDI KEMAMPUAN LUMPUR ALUM UNTUK MENURUNKAN KONSENTRASI ION LOGAM Zn (II) PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI ELEKTROPLATING

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

4. Hasil dan Pembahasan

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4

I. PENDAHULUAN. sedikit, biasanya dinyatakan dalam satuan nanogram/liter atau mikrogram/liter

BAB I PENDAHULUAN. oleh para pelaut Spanyol dan Portugis sekitar tahun 1599 (Afrianti, 2010:78).

TINJAUAN MATA KULIAH MODUL 1. TITRASI VOLUMETRI

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

I. PENDAHULUAN. berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya. Momentum pembangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah merubah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dimasukkannya makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan pestisida selama aktifitas pertanian umumnya digunakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Penulis sangat menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan tesis ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEGUNAAN KITOSAN SEBAGAI PENYERAP TERHADAP UNSUR KOBALT (Co 2+ ) MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

Transkripsi:

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli(2-amino-2-dioksi-β-d-glukosa) yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan serta turunannya sangat bermanfaat di industri makanan, pemrosesan makanan, bioteknologi, pertanian, farmasi, kesehatan, dan lingkungan. Keberadaan gugus hidroksil dan amino sepanjang rantai polimer mengakibatkan kitosan sangat efektif mengadsorpsi kation ion logam berat maupun kation dari zat-zat organik (protein dan lemak) (Lee et al., 2001). Kitosan paling sering digunakan sebagai adsorben logam berat. Keberadaan logam berat di lingkungan seperti tembaga, kadmium dan timbal merupakan masalah lingkungan yang perlu mendapat perhatian serius (Lelifajri, 2010). Limbah logam berat yang melampaui batas normal akan menjadi polutan yang berbahaya bagi kehidupan lingkungan, khususnya lingkungan perairan. Kitosan memiliki kekurangan jika digunakan sebagai material adsorben dalam perairan, karena kitosan larut dengan cepat dalam asam organik seperti asam formiat, asam sitrat dan asam asetat. Akan tetapi, kitosan memiliki potensi yang baik sebagai adsorben. Keberadaan gugus aktif pada kitosan (hidroksil dan amina) memungkinkan sintesis berbagai turunan kitosan yang dapat didesain agar mempunyai sifat-sifat tertentu, seperti larut dalam berbagai ph, kemampuan adsorpsi ion logam yang baik, dan tidak larut dalam asam (Oshita, 2008). Banyak metode yang telah dikembangkan untuk menurunkan kadar ion logam berat pada perairan, seperti metode presipitasi kimia, pengendapan, elektrokimia, membran, ekstraksi pelarut, ion-exchage, dan adsorpsi (Yargıç et al., 2014). Dari beberapa metode tersebut, adsorpsi atau penyerapan dikenal sebagai metode ekonomis yang efektif untuk menurunkan kandungan logam berat. Metode adsorpsi memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah biaya rendah, kemudahan pengoperasian, efisien, stabil, dan tidak beracun (Wang et al., 2013). Modifikasi terhadap kitosan dilakukan agar terbentuk adsorben yang memiliki ketahanan tinggi terhadap asam yang bisa dilakukan dengan penyambung silangan. Penyambung silangan merupakan salah satu bentuk modifikasi kitosan dengan cara menambahkan suatu agen sambung silang. Kitosan tersambung silang tidak larut atau rusak dalam kondisi ekstrim seperti dalam asam-asam pekat ataupun dalam basa-basa pekat karena lebih stabil secara kimia (Oshita

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen sambung silang lain terbukti dapat meningkatkan stabilitas kitosan dalam medium asam. Selain dengan penyambung silangan, modifikasi kitosan dapat dilakukan dengan menempelkan suatu gugus fungsi pada situs aktif polimer yang disebut metode pencangkokan (grafting). Metode ini berguna untuk meningkatan kapasitas dan selektivitas adsorpsi kitosan. Modifikasi kitosan dengan mengganti gugus aktif pada kitosan telah banyak dilakukan, misalnya pencangkokan kitosan dengan kloroasetat (Chen et al., 2005), pencakokan kitosan dengan maleat (Zhu et al., 2007), pencangkokan kitosan dengan asam hidroptalat (Furusho et al., 2009), pencangkokan kitosan dengan asam suksinat anhidrat (Yan et al., 2006). Pencangkokan dengan kloroasetat banyak dilakukan dan menghasilkan turunan kitosan berupa karboksimetil kitosan (KMK). KMK merupakan salah satu turunan kitosan yang banyak disintesis dan bentuk dari hasil pencangkokan polimer kitosan dengan gugus karboksimetil. KMK banyak digunakan dalam bidang farmasi karena kelarutannya dalam air. Kemampuan adsorpsinya meningkat dibandingkan kitosan awal karena jumlah gugus aktif yang lebih banyak. Kemampuan KMK mengadsorpsi ion Cu(II) mencapai 162.5 mg per gram adsorben (Sun dan Wang, 2006). Modifikasi yang lain dari kitosan juga dapat dilakukan dengan metode template ion/molecular Imprinting Polymer (MIP)/pencetakan ion. Ion logam yang dipilih sebagai template akan dimasukkan ke adsorben, setelah itu dilakukan sambung silang, template ion kemudian di lepaskan agar terbentuk rongga (cavity) dengan ukuran yang sesuai dengan ion logam tersebut. Metode ini telah banyak dilakukan, misalnya polimer tercetak ion Pb(II) (Sun et al., 2006), polimer tercetak ion Cu(II) (Zhan et al., 2011), polimer tercetak ion Cd(II) (Li et al., 2015) yang meningkatkan selektivitas terhadap ion pencetaknya. Kitosan yang termodifikasi ini memiliki ketahanan yang lebih baik karena meskipun digunakan berulang kali tetap memberikan kapasitas adsorpsi yang tinggi serta lebih selektif (Kim et al., 2013) dalam memisahkan ion logam tertentu dari perairan. Beberapa jenis polutan logam berat yang bersifat toksik bagi kesehatan manusia dan hewan adalah tembaga (Cu), kobalt (Co), timbal (Pb), kadmium (Cd), perak (Ag), nikel (Ni), kromium (Cr), merkuri (Hg), arsen (As), seng (Zn), besi (Fe) dan mangan (Mn) (Wagini dan Sukaryono, 2008). Limbah logam berat Cu banyak dihasilkan dari beberapa industri, seperti

pembersihan logam dan plating bath, pabrik kertas karton, industri pupuk dan pigmen (Zhan et al., 2011). Berdasarkan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP- 03/MENLH/2010, baku mutu air limbah bagi kawasan industri untuk logam tembaga maksimal adalah 2 mg/l. Akumulasi ion Cu(II) dalam tubuh manusia dapat menyebabkan gangguan otak, kulit, pankreas serta jantung (Turan et al., 2011). Pada penelitian ini akan dilakukan sintesis KMK dengan agen sambung silang BADGE dan Cu(II) sebagai template ion. KMK diharapkan kemampuan adsorpsi yang baik dan penggunaan BADGE dapat menghasilkan adsorben dengan ketahanan yang baik, serta template ion Cu(II) memberikan kapasitas adsorpsi yang tinggi serta selektif karena terbentuknya rongga (cavity) akibat pencangkokan ion Cu(II) sehingga dapat mengurangi bahaya dari limbah cair yang dibuang ke perairan. B. Perumusan masalah 1. Identifikasi Masalah Kitosan jika diaplikasikan sebagai adsorben di perairan tidak efektif karena dapat larut dalam suasana asam. Kitosan tersambung silang tidak larut dalam kondisi ekstrim seperti dalam asam-asam pekat ataupun dalam basa-basa pekat karena lebih stabil secara kimia (Oshita et al., 2005). Kitosan tersambung silang dibuat menggunakan penambahan agen sambung silang, seperti glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen pengikatan-silang lain yang terbukti dapat meningkatkan stabilitas kitosan dalam medium asam (Wan Ngah et al., 2005). Wan Ngah, et al (2002) mengadsorpsi ion Cu(II) menggunakan kitosan tersambung silang EGDE (etilen glikol diglisidil eter) dimana kitosan tersambung silang dibuat dalam bentuk beads. Kitosan beads tersambung silang EGDE diketahui mampu menyerap ion Cu(II) sebanyak 45,94 mg Cu(II)/g kitosan-egde. Untuk meningkatkan kemampuan kitosan sebagai adsorben logam berat, maka dilakukan pencangkokan dengan cara mamperkaya gugus fungsi. Metode ini sudah banyak dilakukan, misalnya pencangkokan kitosan dengan kloroasetat (Chen et al., 2005), pencakokan kitosan dengan maleat (Zhu et al., 2007), pencangkokan kitosan dengan asam hidroptalat (Furusho et al., 2009), pencangkokan kitosan dengan asam suksinat anhidrat (Yan et al., 2006).

Pencangkokan kitosan dengan kloroasetat menghasilkan KMK yang dilaporkan memiliki toksisitas yang rendah (Tokura et al., 1996) serta tahan terhadap asam. Dari segi selektifitas, adsorben berbasis pencetakan ion akan memiliki selektifitas yang baik terhadap template ion-nya (Kim et al., 2013). Ion logam yang dipilih sebagai template ion akan dimasukkan kemudian di lepaskan agar terbentuk rongga (cavity) dengan ukuran yang sesuai dengan template ion-nya. Penelitian sebelumnya telah banyak melakukan metode ini, misalnya polimer tercetak ion Pb(II) (Sun et al., 2006), polimer tercetak ion Cu(II) (Zhan et al., 2011), polimer tercetak ion Cd(II) (Li et al., 2015) yang meningkatkan selektivitas terhadap ion pencetaknya. Kemampuan adsorpsi suatu adsorben selektif dipengaruhi oleh kondisi ph, konsentrasi, waktu kontak, dan kompetitor logam lain. Penelitian sebelumnya yang dilakukan Sun bersama rekan-rekannya (2006) melaporkan bahwa adsorben karboksimetil kitosan tersambung silang glutaraldehyde dan pencetakan ion Pb(II) menunjukkan ph optimum adsorpsi pada kisaran 2-7. Zhan, et al (2011) melaporkan waktu kontak optimum adsorpsi ion Cu(II) oleh MIIP (Magnetic Ion-Imprinted Polymer) pada kisaran 0-50 menit. Kompetitor logam lain pada polimer tercetak ion Zn(II) adalah ion Cu(II) dan Ni(II) yang memberikan koefisien selektivitas sebesar 8,52 dan 52,09 (Kim, 2013), pada polimer tercetak ion Pb(II) pembandingnya yaitu ion Cu(II) dan Zn(II) dengan koefisien selektivitas 1,23 dan 20,8 (Sun, et al., 2006) sedangkan pada polimer tercetak ion Cd(II) dipilih ion Ni(II), Cu(II), dan Zn(II) dengan koefisien selektivitas sebesar 99,798; 93,045; dan 86,617 (Buhani, et al., 2010). Selain itu, kitosan tersambung silang epikloridintripospat dapat digunakan berulang (Laus dan Favere, 2011). Laju proses pengambilan ion logam (adsorbat) dapat dilihat melalui kinetika reaksinya. Model kinetika adsorpsi yang sering digunakan untuk melihat proses adorpsi adalah model kinetika pseudo orde 1 dari Lagergren, dan pseudo orde 2 dari Ho (Guibal, 2004). Sun dan Wang (2006) melaporkan adsorpsi ion Cu(II) oleh N,O-CMC mengikuti kinetika adsorpsi pseudo orde 2 dengan model isoterm adsorpsi Langmuir. Proses pengikatan ion logam oleh adsorben membutuhkan waktu tertentu untuk mencapai kesetimbangan yang dipelajari melalui pendekatan isoterm adsorpsi. Isoterm adsorpsi yang umum digunakan adalah isoterm Freundlich dan isoterm Langmuir (Nwabanne dan Igbokwe, 2008). 2. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka batasan masalah dalam penelitian ini dibatasi pada : a. Dimodifikasi KMK-BADGE-t dengan pencangkokan kloroasetat, penyambung silangan BADGE, pencetakan ion Cu(II), dan dianalisis menggunakan FTIR serta SEM-EDX. b. Dilakukan adsorpsi menggunakan ion Cu(II). c. Keasaman larutan Cu(II) awal pada proses adsorpsi divariasi dari 3, 4, 5, 6, dan 7. d. Waktu kontak larutan Cu(II) dengan adsorben divariasi dari 0, 10, 20, 30, 40, 60, 120, 240, dan 360 menit serta ditinjau model kinetika adsorpsinya. e. Konsentrasi awal larutan Cu(II) divariasi dari 0, 10, 20, 35, 50, 75, 100, 150, dan 200 ppm serta ditinjau model isoterm adsorpsinya dengan model isoterm Langmuir dan Freundlich. f. Uji selektivitas adsorben terhadap ion Cu(II) dicobakan dengan pembanding ion Cd(II), Pb(II), dan Zn(II). g. Adsorben hasil modifikasi digunakan berulang untuk adsorpsi ion Cu(II). 3. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : a. Bagaimana modifikasi KMK-BADGE-t dengan pencangkokan, penyambung silangan, pencetakan ion, dan analisisnya menggunakan FTIR serta SEM-EDX? b. Bagaimana pengaruh variasi ph ion Cu(II) pada proses adsorpsi? c. Bagaimana pengaruh variasi waktu adsorpsi ion Cu(II) dan model kinetika adsorpsinya pada proses adsorpsi? d. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi ion Cu(II) dan pendekatan isoterm adsorpsi Freundlich serta isoterm Langmuir pada proses adsorpsi? e. Bagaimana pengaruh selektivitas adsorben terhadap ion Cd(II), Pb(II), dan Zn(II) pada proses adsorpsi? f. Berapa kali adsorben hasil sintesis dapat digunakan berulang untuk adsorpsi ion Cu(II)? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui proses modifikasi kitosan dengan pencangkokan, penyambung silangan, dan pencetakan ion. 2. Mengetahui ph optimum adsorpsi ion Cu(II) oleh adsorben.

3. Mengetahui waktu optimum adsorpsi ion Cu(II) serta model kinetika adsorpsi adsorben. 4. Mengetahui konsentrasi awal optimum adsorpsi ion Cu(II) serta model isoterm adsorpsi adsorben. 5. Mengetahui selektifitas adsorben terhadap ion Cu(II) dengan ion pembanding Cd(II), Pb(II), dan Zn(II). 6. Mengetahui berapa kali adsorben dapat digunakan berulang. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif penanganan pencemaran perairan yang aman bagi lingkungan berupa adsorben dari sintesis KMK tersambung silang BADGE dengan ion Cu(II) sebagai template ion (KMK-BADGE-t) dan dapat memberikan informasi mengenai ph optimum, konsentrasi logam optimum, waktu adsorpsi optimum, model kinetika reaksi, isoterm adsorpsi, selektivitas terhadap ion Zn(II): Pb(II): dan Cd(II). Informasi yang didapat dari penelitian ini diharapkan dapat membantu mempelajari selektivitas adsorben terhadap ion Cu(II).