BAB I 10 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prinsip perkawinan adalah untuk selamanya dengan tujuan kebahagiaan dan kasih sayang yang kekal dan abadi, sebagaimana yang terdapat dalam QS An-Nahl ayat (72). Apabila seorang pria dan seorang wanita telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan, itu berarti mereka telah berjanji akan taat dan tunduk pada peraturan hukum yang berlaku dalam perkawinan dan peraturan itu berlaku selama perkawinan itu berlangsung maupun perkawinan itu putus. 1 Pada dasarnya Islam menghendaki setiap perkawinan itu berlangsung selama-lamanya, sehingga merupakan pasangan suami istri yang dapat bersama-sama mengatur rumah tangga dan mendidik anaknya dengan baik. Tanpa dasar-dasar pembinaan orang tua terhadap kehidupan anak kemungkinan akan dapat menghancurkan kehidupan umat manusia dan bahkan kebudayaan setiap bangsa. Karena itu fungsi orang tua di dalam kehidupan rumah tangga akan dapat dilihat dari hasilnya yang ditunjukkan oleh seorang anak dalam pergaulan sehari-hari. Tetapi walaupun Islam menghendaki suatu kelanggengan hidup berumah tangga tidak menutup kemungkinan nyata bahwa hidup dan kehidupan manusia itu tidak langgeng dan ada kalanya menemui suatu kegagalan. Sebagai sebab timbulnya kegagalan berumah tangga tentu banyak sekali, bahkan kadang-kadang kalau kehidupan suami istri dipaksakan terus dalam suatu kehidupan yang tidak harmonis niscaya akan ada kemungkinan lain yang timbul sebagai akibat dari kegiatan individu. Karena itu Islam masih 1 Soemijaty, 1996, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, Cetakan Kedua, Liberty, Yogyakarta, hlm. 10
11 memberikan kesempatan dan mengizinkan pembubaran perkawinan kecuali salah satu pihak meninggal dunia dengan alasan-alasan yang dapat dibenarkan. Pembubaran (putusnya) perkawinan dengan sebab-sebab yang dapat dibenarkan itu dapat terjadi dalam dua peristiwa : 2 1. Kematian salah satu pihak 2. Putus akibat perceraian Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) dinyatakan bahwa perkawinan dapat putus karena : 1. kematian 2. perceraian, dan 3. atas keputusan pengadilan. Ketentuan tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam Pasal 39 UU Perkawinan yang menentukan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Adapun untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. Putusnya perkawinan karena perceraian ini akan menimbulkan akibat hukum yang akan mempengaruhi hak dan kewajiban antara mantan suami dan mantan istri serta anak yang lahir dari perkawinan yang sah tersebut. Demikian juga mengenai harta bersama yang diperoleh sepanjang perkawinan maupun harta bawaan dari masing-masing suami istri. Persoalan tersebut akan menjadi lebih rumit ketika harta bawaan masing-masing suami dan istri yang sudah tercampur dengan harta bersama yang diperoleh sepanjang perkawinan tersebut berlangsung dan hal tersebut akan menjadi sengketa ketika 2 R. Abdul Djamali, 2002, Hukum Islam, Mandar Maju, Bandung, hlm. 98
12 perkawinan putus akibat perceraian. Hal tersebut juga sering terjadi dalam perkara perceraian yang diputus oleh Pengadilan Agama Palopo. Berdasarkan pra penelitian yang penulis lakukan terhadap 3 (tiga) putusan Pengadilan Agama Palopo dapat diketahui bahwa alasan perceraian dalam putusan tersebut adalah adanya ketidakcocokan antara suami dan istri. Di samping itu drai 3 (tiga) putusan Pengadilan Agama Palopo tersebut hanya ada satu putusan yang secara rinci menetapkan pembagian harta bersamanya. Akan tetapi berdasarkan pengamatan penulis dalam pra penelitian diperoleh data bahwa ketiga putusan Pengadilan Agama Palopo tersebut yang berkaitan dengan pembagian harta bersama dalam pelaksanaannya masih menimbulkan permasalahan atau perselisihan antara mantan suami dan mantan istri. Hal ini disebabkan karena pihak yang menguasai harta bersama (mantan suami atau mantan istri) tidak mau melakukan pembicaraan dan melaksanaan pembagian harta bersama, tetapi justru berusaha mengalihkan atau menjual harta tersebut kepada pihak lain, sehingga menimbulkan perselisihan. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dicarikan solusi dalam menyelesaikan perselisihan tersebut dan secara umum perlu diatur lebih lanjut mengenai masalah pengawasan terhadap pelaksanaan putusan Pengadilan Agama Palopo sehingga tidak menimbulkan perselisihan di antara para pihak. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna penyusunan skripsi dengan mengambil judul Akibat Hukum Perceraian Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 di Pengadilan Agama Palopo. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
13 1. Bagaimana akibat hukum bagi para pihak karena perceraian setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 di Pengadilan Agama Palopo? 2. Bagaimana akibat hukum apabila para pihak tidak melaksanakan keputusan yang telah ditetapkan oleh Pengadilan Agama Kota Palopo? C. Tujuan Penelitian Berkaitan dengan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian yaitu : 1. Untuk mengetahui apa saja akibat hukum bagi para pihak karena perceraian setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 di Pengadilan Agama Palopo 2. Untuk mengetahui apa saja akibat hukum apabila para pihak tidak melaksanakan keputusan yang telah ditetapkan oleh Pengadilan Agama Kota Palopo. D. Metode Penelitian 1. Objek Penelitian Objek dari penelitian ini adalah akibat hukum perceraian setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 di Pengadilan Agama Palopo. 2. Subjek Penelitian Pihak-pihak atau orang yang dipilih oleh peneliti untuk memberikan pendapat, info atau keterangan terhadap masalah yang diteliti, yakni : a. Ketua Pengadilan Agama Palopo b. Hakim Pengadilan Agama Palopo c. Para pihak yang bermasalah
3. Sumber Data 14 a. Data Primer, yaitu daya yang diperoleh secara langsung dari subjek penelitian tentang perceraian di Pengadilan Agama Palopo. b. Data Sekunder, yaitu data-data yang diperoleh dari buku-buku literatur, yurisprudensi dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan objek penelitian ini. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara Yaitu mengajukan pertanyaan kepada subjek penelitian tentang perceraian menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 di Pengadilan Agama Kota Palopo berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu. b. Kepustakaan Yaitu penelitian ini dilakukan dengan cara memperoleh data melalui literatur-literatur, yurisprudensi yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. 2. Metode Pendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yakni metode pendekatan di mana proses penyelidikannya meninjau dan membahas objek dengan menitikberatkan pada aspek-aspek yuridis, kemudian disesuaikan dengan penerapan perceraian menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 di Pengadilan Agama Palopo. 3. Analisis Data Bersifat deskriptif kualitatif, yaitu memberikan gambaran dan melukiskan dengan jelas dan sistematis mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta gejalagejala yang timbul karena hubungan antara ketentuan-ketentuan peraturan
15 perundang-undangan yang berlaku dengan keadaan di lapangan untuk mendapatkan kesimpulan yang diharapkan. E. Sistematika Penulisan Guna memudahkan dalam memahami isi dari skripsi ini, berikut disajikan sistematika penulisan dari skripsi ini yang terbagi ke dalam beberapa bab dan masing-masing bab terbagi lagi ke dalam beberapa sub bab. Adapun masing-masing bab tersebut adalah : BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan metode penelitian. Pada akhir dari bab ini dibahas mengenai sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN TENTANG PERKAWINAN DAN PERCERAIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 Dalam bab ini membahas tentang pengertian perkawinan, tujuan perkawinan, syarat sahnya perkawinan, putusnya perkawinan karena perceraian dan syarat-syarat perceraian. Pada akhir dari bab ini dibahas mengenai akibat hukum perceraian. BAB III AKIBAT HUKUM PERCERAIAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA PALOPO Dalam bab ini membahas tentang akibat hukum perceraian setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Dalam bab ini berisi perceraian di Pengadilan Agama Palopo, akibat hukum perceraian bagi para pihak berdasarkan putusan Pengadilan Agama Palopo serta akibat hukum bagi para pihak yang tidak melaksanakan putusan Pengadilan Agama Palopo. BAB IV PENUTUP
16 Bab penutup ini adalah bab terakhir yang berisi kesimpulan dan saran. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN