BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Pemancar dan Penerima Sistem MC-CDMA [1].

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PEMODELAN SISTEM

Analisis Nilai Bit Error Rate pada Sistem MIMO MC-CDMA. dengan Teknik Alamouti-STBC. Oleh Sekar Harlen NIM:

Bit Error Rate pada Sistem MIMO MC-CDMA dengan Teknik Alamouti-STBC

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

BAB II DASAR TEORI 2.1. Turbo Coding

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING

BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS

Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri /

ANALISIS KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC-CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Kata kunci : Spread spectrum, MIMO, kode penebar. vii

Analisa Kinerja Alamouti-STBC pada MC CDMA dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat,

Analisis Unjuk Kerja Convolutional Code pada Sistem MIMO MC-DSSS Melalui Kanal Rayleigh Fading

STUDI BIT ERROR RATE UNTUK SISTEM MC-CDMA PADA KANAL FADING NAKAGAMI-m MENGGUNAKAN EGC

BAB II LANDASAN TEORI

KINERJA TEKNIK SINKRONISASI FREKUENSI PADA SISTEM ALAMOUTI-OFDM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGARUH ERROR SINKRONISASI TRANSMISI PADA KINERJA BER SISTEM MIMO KOOPERATIF

BAB IV PEMODELAN SIMULASI

Analisa Kinerja Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) Berbasis Perangkat Lunak

Simulasi Dan Analisa Efek Doppler Terhadap OFDM Dan MC-CDMA

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISISNYA

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN SIMULASI

Visualisasi dan Analisa Kinerja Kode Konvolusi Pada Sistem MC-CDMA Dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

UNIVERSITAS INDONESIA SIMULASI DAN ANALISA KINERJA SISTEM MIMO OFDM-FDMA BERDASARKAN ALOKASI SUBCARRIER SKRIPSI

SISTEM KOMUNIKASI CDMA Rr. Rizka Kartika Dewanti, TE Tito Maulana, TE Ashif Aminulloh, TE Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta

ANALISIS KINERJA SISTEM MIMO-OFDM PADA KANAL RAYLEIGH DAN AWGN DENGAN MODULASI QPSK

Analisis Kinerja Kombinasi Sistem CDMA-OFDM dengan MIMO

Visualisasi dan Analisa Kinerja Kode Konvolusi Pada Sistem MC-CDMA Dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV METODE-METODE UNTUK MENURUNKAN NILAI PAPR

Analisis Kinerja Sistem MIMO-OFDM pada Kanal Rayleigh dan AWGN dengan Modulasi QPSK

BAB II POWER CONTROL CDMA PADA KANAL FADING RAYLEIGH

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.2 Agustus 2016 Page 1654

BAB I PENDAHULUAN. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Modulation. Channel. Demodulation. Gambar 1.1. Diagram Kotak Sistem Komunikasi Digital [1].

Code Division multiple Access (CDMA)

Akhir kata, penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan pembaca pada umumnya, Amin. Bandung, Januari 2007

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III PERANCANGAN MODEL KANAL DAN SIMULASI POWER CONTROL DENGAN MENGGUNAKAN DIVERSITAS ANTENA

Analisis Kinerja SISO dan MIMO pada Mobile WiMAX e

ESTIMASI KANAL MIMO 2x2 DAN 2x3 MENGGUNAKAN FILTER ADAPTIF KALMAN

ANALISIS UNJUK KERJA REED SOLOMON DAN CONVOLUTIONAL CODING PADA KOMBINASI SISTEM MULTIPLE INPUT MULTIPLE OUTPUT MULTI CARRIER SPREAD SPECTRUM

TUGAS AKHIR UNJUK KERJA MIMO-OFDM DENGAN ADAPTIVE MODULATION AND CODING (AMC) PADA SISTEM KOMUNIKASI NIRKABEL DIAM DAN BERGERAK

TUGAS AKHIR PEMODELAN DAN SIMULASI ORTHOGONAL FREQUENCY AND CODE DIVISION MULTIPLEXING (OFCDM) PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS OLEH

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

Introduction to spread spectrum (SS) Alfin Hikmaturokhman,MT

BAB II LANDASAN TEORI

PENGUJIAN TEKNIK FAST CHANNEL SHORTENING PADA MULTICARRIER MODULATION DENGAN METODA POLYNOMIAL WEIGHTING FUNCTIONS ABSTRAK

Politeknik Negeri Malang Sistem Telekomunikasi Digital Page 1

Gambar 1. Blok SIC Detektor untuk Pengguna ke-1 [4]

BAB II DASAR TEORI. Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau

Unjuk kerja Trellis Code Orthogonal Frequency Division Multiplexing (TCOFDM) pada kanal Multipath Fading (Andreas Ardian Febrianto)

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)

Gambar 2.1 Skema CDMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem Successive Interference Cancellation Multiuser Detection CDMA Dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

ANALISA KINERJA ESTMASI KANAL DENGAN INVERS MATRIK PADA SISTEM MIMO. Kukuh Nugroho 1.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori

ANALISIS KINERJA KOMBINASI SISTEM CDMA-OFDM DENGAN MIMO

Kuliah 5 Pemrosesan Sinyal Untuk Komunikasi Digital

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim

Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem Successive Interference Cancellation Multiuser Detection CDMA dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

SISTEM TRANSMISI MULTICARRIER ORTHOGONAL CDMA Sigit Kusmaryanto

ANALISA KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC- CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

BAB II DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori Teknologi Radio Over Fiber

BAB III Perencanaan Jaringan VSAT Pada Bank Mandiri dengan CDMA

ANALISIS PERBANDINGAN TEKNOLOGI SPREAD SPECTRUM FHSS DAN DSSS PADA SISTEM CDMA

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Multi Input Single Output Orthogonal Frequency Division Multiplexing (MISO OFDM) Menggunakan WARP

ANALISIS KINERJA OSTBC (Orthogonal Space Time Block Code) DENGAN RATE ½ DAN ¾ MENGGUNAKAN 4 DAN 3 ANTENA MODULASI M-PSK BERBASIS PERANGKAT LUNAK

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Kode Konvolusi pada Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Menggunakan WARP

SANDI PROTEKSI GALAT YANG TIDAK SAMA SECARA SERIAL BERDASARKAN MODULASI TRELLIS TERSANDI DENGAN KONSTELASI SINYAL ASK

ABSTRAK. 2. PERENCANAAN SISTEM DAN TEORI PENUNJANG Perencanaan sistem secara sederhana dalam tugas akhir ini dibuat berdasarkan blok diagram berikut:

BAB IV SIMULASI DAN UNJUK KERJA MODULASI WIMAX

KINERJA SISTEM MULTIUSER DETECTION SUCCESSIVE INTERFERENCE CANCELLATION MULTICARRIER CDMA DENGAN MODULASI M-QAM

SATUAN ACARA PERKULIAHAN EK.475 SISTEM KOMUNIKASI NIRKABEL

TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL)

PERANCANGAN SISTEM OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing), oleh Dr. Ir. Saludin Muis, M. Kom. Hak Cipta 2014 pada penulis

KINERJA SISTEM MUD-PIC MULTICARRIER CDMA DENGAN MODULASI QPSK

KINERJA SISTEM OFDM MELALUI KANAL HIGH ALTITUDE PLATFORM STATION (HAPS) LAPORAN TUGAS AKHIR. Oleh: YUDY PUTRA AGUNG NIM :

Gambar 1.1 Pertumbuhan global pelanggan mobile dan wireline [1].

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM) (multicarrier) yang saling tegak lurus (orthogonal). Pada prinsipnya, teknik OFDM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang 1.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Analisis Estimasi Kanal Dengan Menggunakan Metode Invers Matrik Pada Sistem MIMO-OFDM

III. METODE PENELITIAN

Analisis Kinerja Convolutional Coding dengan Viterbi Decoding pada Kanal Rayleigh Tipe Frequency Non-Selective Fading

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Multicarrier Code Divison Multiple Access (MC-CDMA) MC-CDMA merupakan teknik meletakkan isyarat yang akan dikirimkan dengan menggunakan beberapa frekuensi pembawa (subpembawa). Sistem ini melakukan proses penebaran (spreading) pada ranah frekuensi. MC-CDMA digambarkan sebagai sistem Direct Sequence - Code Division Multiple Access (DS-CDMA) yang diikuti oleh sebuah Inverse Fast Fourier Transform (IFFT). MC-CDMA juga dapat dianggap sebagai Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) karena setiap pengguna diberikan subpembawa berbeda yang orthogonal untuk mengirim data. Dengan mengirimkan tiap bit secara bersamaan pada beberapa subpembawa, MC-CDMA juga merupakan suatu bentuk teknik diversitas frekuensi. Gambar 2.1. Pemancar dan Penerima Sistem MC-CDMA [1]. 5

6 Gambar 2.1. menunjukkan skema sistem MC-CDMA. Data masukan diperbanyak pada blok copier dan ditebar dengan kode m-sequence. Kemudian tiap cabang dimodulasi dengan sebuah frekuensi pembawa dan dijumlahkan sebelum dikirimkan. Pada penerima, isyarat yang diterima akan didemodulasi dan dilakukan despreading dengan kode m-sequence untuk mengembalikan bentuk isyarat seperti sebelum ditebar. Kemudian hasilnya dijumlahkan dan akan didapat isyarat keluarannya. MC-CDMA memiliki keunggulan dalam mengatasi peredupan akibat jalur jamak yang dapat mengakibatkan gangguan yang bersifat merusak isyarat informasi yang dikirimkan pada penerima. 2.1.1. Kode Penebar m-sequence Maximal-length shift register sequence (m-sequence) memiliki panjang data n = 2 m 1 bit. Kode penebar m-sequence merupakan salah satu jenis kode Pseudo Noise (PN). Kode ini dapat dibangkitkan dari umpan balik register penggeser (feedback shift register) berdasarkan tingkat registernya. Contoh pembangkit kode m-sequence ditunjukkan pada Gambar 2.2. Bit biner digeser sepanjang tingkat yang berbeda dalam register, keluaran pada tingkat terakhir dan tingkat pertama dijumlahkan menggunakan gerbang logika XOR dan diumpan ke tingkat pertama untuk pergeseran tingkat berikutnya [1]. Gambar 2.2. m-stage shift register. Keluaran tingkat akhir merupakan kode m-sequence yang dimaksud, misalnya untuk empat register dan inisialisasi tahap awal adalah [1,1,1,1], maka proses pembentukan kode m-sequence dapat dilihat pada Tabel 2.1.

7 Tabel 2.1. Proses pembentukan m-sequence. Shift ke- S1 S2 S3 S4 Keluaran 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 2 1 0 1 1 1 3 0 1 0 1 1 4 1 0 1 0 0 5 1 1 0 1 1 6 0 1 1 0 0 7 0 0 1 1 1 8 1 0 0 1 1 9 0 1 0 0 0 10 0 0 1 0 0 11 0 0 0 1 1 12 1 0 0 0 0 13 1 1 0 0 0 14 1 1 1 0 0 15 1 1 1 1 1 Berdasarkan Tabel 2.1, dengan m = 4, kondisi register kembali ke awal dan mulai dari tahap awal, keluaran register setiap siklus tahapan berupa 15 bit kode. Dengan masukan bit awal [1,1,1,1] kode keluaran yang dihasilkan adalah [1,1,1,1,0,1,0,1,1,0,0,1,0,0,0]. 2.1.2. Fast Fourier Transform (FFT) dan Inverse Fast Fourier Transform (IFFT) FFT digunakan untuk mengubah isyarat ranah waktu ke ranah frekuensi. Persamaan FFT dinyatakan dengan persamaan berikut : x k = N 1 n=0 x n sin 2πkn N N 1 + j x n cos 2πkn N n=0 (2.1)

8 IFFT digunakan untuk mengembalikan spektrum dalam ranah frekuensi menjadi bentuk isyarat dalam ranah waktu. Persamaan IFFT dinyatakan dengan persamaan : X n = dengan : N 1 n=0 x k sin 2πkn N j N 1 n=0 N = jumlah point IFFT (subpembawa total); x(k) = spektrum frekuensi ke k; dan x(n) = isyarat pada domain waktu. x k cos 2πkn N 2.2 2.1.3. Equal Gain Combining (EGC) Diversitas ruang (space diversity) atau juga dikenal sebagai diversitas antena (antenna diversity) merupakan salah satu bentuk diversitas yang paling banyak digunakan dalam sistem nirkabel. Sistem nirkabel konvensional terdiri dari antena stasiun pemancar (base station) dan antena bergerak (mobile). Adanya jalur langsung antara pemancar dan penerima tidak menjamin ketiadaan hamburan yang terjadi pada isyarat yang dipancarkan. Diversitas ruang diimplementasikan dengan menggunakan antena jamak pada penerima. Keuntungan menggunakan diversitas ruang adalah diversity gain. Diversity gain terjadi karena isyarat mengalami propagasi jalur jamak sehingga terjadi penggabungan beberapa lintasan isyarat pada penerima. EGC merupakan salah satu teknik penggabung dengan isyarat yang diterima diberi bobot yang sama dan disamakan fasenya. 2.2. Sistem Multiple Input Multiple Output (MIMO) 2.2.1. Konsep Sistem MIMO Sistem komunikasi nirkabel terdiri dari pemancar, kanal radio, dan penerima. Sistem komunikasi yang terdiri dari M antena pemancar dan N antena penerima disebut dengan sistem MIMO. Penggunaan antena jamak merupakan

9 metode yang tepat untuk menjangkau teknik spatial diversity sehingga dapat mengurangi adanya efek peredupan tanpa harus melebarkan pita. Sistem MIMO dapat dinyatakan dengan menggunakan model diskrit sebagai berikut. y 1 y N = h 11 h 1M h N1 h NM x 1 x M + n 1 n N (2.3) Atau secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut : y = H. x + n (2.4) dengan : M = jumlah antena pemancar; N = jumlah antena penerima; y = isyarat yang diterima sejumlah N antena; x = isyarat yang dipancarkan sejumlah M antena; n = derau pada N antena; dan H = kanal komunikasi radio yang menghubungkan pemancar dan penerima. Dari perumusan tersebut dapat digambarkan lebih lanjut pemodelan sistem MIMO pada Gambar 2.3.

10 Gambar 2.3. Sistem MIMO [2]. Jika isyarat yang dikirimkan antena adalah x 1, x 2, x 3,..., x M, maka isyarat yang diterima oleh antena penerima adalah : y 1 = h 11 x 1 + h 12 x 2 + + h 1M x M y 2 = h 21 x 1 + h 22 x 2 + + h 2M x M y N = h N1 x 1 + h N2 x 2 + + h NM x M (2.5) Dengan M adalah jumlah antena pengirim dan N adalah jumlah antena penerima. Model dasar sistem MIMO terdiri dari dua jenis yaitu sebagai berikut. 1. Diversity Gain MIMO dengan jenis diversity mempunyai tujuan utama mengurangi galat akibat peredupan dan derau. Ciri khas jenis diversity ini adalah data yang dipancarkan sama pada semua antena pemancar. Pertama data awal akan direplika dan dikirimkan ke masing-masing antena pemancar. Pembentukan replika isyarat ini bertujuan untuk meminimalkan kerusakan isyarat informasi asli akibat peredupan jalur jamak, sehingga di penerima minimal ada satu isyarat dengan peredupan minimal [2]. 2. Multiplexing Gain MIMO jenis multiplexing mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan kapasitas kanal. Kapasitas kanal didefinisikan sebagai laju informasi maksimal yang dapat dikirim dengan galat minimal. Jika kapasitas kanal meningkat, maka laju data yang didapat juga meningkat. Ciri jenis multiplexing ini adalah

11 data pada tiap antena pemancar berbeda-beda. Jenis multiplexing yang diterapkan pada sistem MIMO ini adalah spatial multiplexing yaitu data yang tak gayut pada masing-masing antena dipancarkan secara simultan pada lebar pita yang sama tetapi menggunakan space yang berbeda [2]. 2.2.2. Space Time Block Code (STBC) Besarnya peningkatan kualitas isyarat yang diterima antena penerima diukur dengan parameter diversity gain. Pada diversitas konvensional, nilai diversity gain akan semakin meningkat dengan semakin besarnya jumlah antena yang digunakan pada penerima. Penggunaan STBC pada sistem MIMO dengan M antena pengirim dan N antena penerima meningkatkan diversity gain menjadi M x N. Teknik STBC pada sistem MIMO dikembangkan oleh Alamouti (1998) yang kemudian dikenal sebagai Alamouti-STBC. Teknik ini menggunakan M = 2 antena pemancar dan N = 2 antena penerima. Matriks generator untuk kode Alamouti ini diberikan sebagai : dengan : x 1 = isyarat yang ditransmisikan; dan x 2 = isyarat yang ditransmisikan. G = x 1 x 2 x 2 x 1 (2.6) Isyarat x 1 dan x 2 ditransmisikan pada dua antena dalam slot waktu pertama, dan isyarat x 2 * dan x 1 * ditransmisikan pada dua antena dalam slot waktu kedua. Sehingga, kedua isyarat x 1 dan x 2 ditransmisikan dalam dua slot waktu [3]. Skema transmisi Alamouti-STBC ditunjukkan pada Gambar 2.4 dan notasi isyarat terimanya ditunjukkan pada Tabel 2.2.

12 Gambar 2.4. Skema Transmisi Alamouti-STBC [5]. Tabel 2.2. Notasi Isyarat yang Diterima Menurut Skema Alamouti 2x2. R x1 R x2 Saat t y 11 y 21 Saat t + T y 12 y 22 Berdasarkan skema transmisi Alamouti-STBC di atas, persamaan isyarat yang diterima pada R x1 adalah : y 11 = h 11 x 1 + h 12 x 2 + n 11 (2.7) y 12 = h 11 x 2 + h 12 x 1 + n 12 (2.8) Persamaan isyarat yang diterima pada R x2 adalah : y 21 = h 21 x 1 + h 22 x 2 + n 21 (2.9) y 22 = h 21 x 2 + h 22 x 1 + n 22 (2.10) Sehingga, isyarat yang diterima pada antena R x1 dan antena R x2 jika dinyatakan dalam bentuk matriks adalah sebagai berikut : y 11 y 12 = x 1 x 2 x 2 x 1 h 11 h 12 + n 11 n 12 (2.11)

13 dan y 21 y 22 = x 1 x 2 x 2 x 1 h 21 h 22 + n 21 n 22 (2.12) dengan : y 11 y 12 = isyarat yang diterima antena 1; y 21 y 22 = isyarat yang diterima antena 2; h 11 h 12 h 21 h 22 = tanggapan impuls kanal yang dilalui; n 11 n 12 = derau AWGN pada kanal; dan n 21 n 22 = derau AWGN pada kanal. Dengan menggunakan Persamaan (2.7), (2.8), (2.9), dan (2.10), pengawasandi STBC akan menerima kembali dua isyarat yang dikirimkan sebagai berikut : x 1 = h 11 y 11 + h 12 y 12 + h 21 y 21 + h 22 y 22 (2.13) x 2 = h 12 y 11 h 11 y 12 + h 22 y 21 h 21 y 22 (2.14) 2.2.3. Penyandi Konvolusional Terdapat dua tipe utama kode koreksi kesalahan yang umum digunakan yaitu kode balok dan kode konvolusional. Dengan kode balok (n, k), bit informasi dikelompokkan menjadi blok-blok sepanjang k bit, dan kemudian disandikan untuk membentuk kode-kode biner sepanjang n bit. Sedangkan dengan kode konvolusional, kode ini dibangkitkan dengan melewatkan bit-bit informasi melalui sebuah shift register. Kode konvolusional sangat praktis. Beberapa metode yang berbeda dapat digunakan untuk menjabarkan proses penyandi konvolusional, di antaranya diagram koneksi, diagram keadaan (state diagram), diagram pohon (tree diagram), dan diagram teralis (trellis diagram) [10].

14 Kode konvolusional memiliki coderate yang merupakan nilai perbandingan antara jumlah masukan dan keluaran pada waktu yang sama. Coderate ½ berarti 1 bit masukan dipetakan menjadi 2 bit keluaran. Sebuah penyandi konvolusional (2, 1, 3) sederhana dengan n = 2, k = 1, dan m = 3 ditunjukkan pada Gambar 2.5. Gambar 2.5. Penyandi Konvolusional dengan Coderate ½ [10]. 2.2.4. Interleaver Interleaving atau teknik penyisipan dipergunakan untuk mengatasi isyarat yang melemah sepanjang perambatan. Pada umumnya, kode yang dirancang untuk koreksi kesalahan bit dapat bekerja dengan baik, tetapi bila terjadi pelemahan atau degradasi isyarat secara mendalam, dan aliran bit yang panjang atau adanya seburan kesalahan (burst error) dapat menyebabkan fungsi koreksi kesalahan menjadi tidak bekerja dengan sebagaimana mestinya. Interleaving adalah teknik pengacak bit pada aliran informasi agar seburan kesalahan pada kanal dapat dikonversikan sebagai kesalahan acak [8]. Interleaver akan menyusun kembali data dengan cara data yang berurutan akan dibagi menjadi beberapa blok berbeda. Interleaver berbentuk matriks. Aliran bit masukan akan mengisi matriks tersebut dalam baris demi baris. Keluaran interleaver merupakan bit-bit yang tersusun secara kolom.

15 Gambar 2.6. Aliran Bit pada Interleaver [8]. 2.2.5. Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Modulasi QPSK bertujuan untuk merubah karakteristik isyarat informasi sebelum ditumpangkan pada frekuensi pembawa. Modulasi QPSK menggunakan pergeseran fase kelipatan π/2 (90 ) sesuai dengan konstelasi QPSK pada Gambar 2.7. A cos 2πf c t + π 4 11 s t = A cos 2πf c t + 3π 4 A cos 2πf c t 3π 4 01 00 (2.15) A cos 2πf c t π 4 10 Gambar 2.7. Konstelasi QPSK [7].

16 2.2.6. Pengawasandi Viterbi Sejumlah algoritma koreksi galat telah dikembangkan untuk sandi-sandi konvolusi. Salah satu yang paling penting adalah sandi Viterbi. Pada intinya, teknik Viterbi membandingkan runtunan data yang diterima dengan semua kemungkinan runtunan data yang dipancarkan. Algoritma ini akan memilih satu jalur melalui teralis yang runtunan data tersandinya berbeda dengan runtunan data yang diterima seminimal mungkin. Setelah satu jalur sah dipilih sebagai jalur yang benar, pengawasandi dapat memulihkan bit-bit data masukan dari bit-bit sandi keluaran [7]. Algoritma Viterbi pada prinsipnya sama dengan teknik pengawasandi berbasis jarak Hamming minimum. Namun beban komputasi di dalam proses dapat diminimalkan dengan memanfaatkan struktur diagram teralis seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.8. Gambar 2.8. Struktur Diagram Teralis [10]. Dengan menggunakan algoritma Viterbi dan memanfaatkan struktur diagram teralis ini, data yang telah dikodekan dengan penyandi konvolusional dan mengalami derau sehingga terdapat galat dapat dikoreksi. 2.2.7. Frekuensi Doppler Pada sistem komunikasi bergerak, adanya pergerakan pengguna menyebabkan terjadinya pergeseran Doppler sehingga terjadi frekuensi modulasi acak. Frekuensi Doppler merupakan parameter yang penting untuk memodelkan kanal Rayleigh Fading. Berdasarkan parameter yang digunakan, kecepatan

17 kendaraan dan frekuensi pembawa, frekuensi Doppler dihitung dengan persamaan berikut : f d = v λ (2.16) dengan : v = kecepatan kendaraan; dan λ = panjang gelombang pembawa. 2.2.8. Kanal Multipath Rayleigh Fading Pada sistem komunikasi nirkabel, sering terjadi gangguan seperti pantulan (reflection), difraksi (difraction), dan hamburan (scattering) yang mempengaruhi isyarat yang diterima. Hal ini menyebabkan kuat isyarat yang diterima oleh penerima akan bervariasi dan merupakan superposisi dari isyarat yang berbeda fase, waktu kedatangan serta daya isyarat terima. Fenomena inilah yang disebut dengan multipath fading (peredupan jalur jamak) [6]. Multipath (jalur jamak) adalah fenomena propagasi yang mengakibatkan isyarat sampai pada penerima dengan dua atau lebih pola. Hal ini disebabkan karena adanya juga pantulan dari objek terestrial, seperti gunung, pohon dan bangunan. Sedangkan fading (peredupan) adalah fenomena terjadinya variasi amplitudo dan/atau fase relatif pada satu atau lebih komponen frekuensi isyarat yang diterima. Peredupan disebabkan perubahan karakteristik jalur propagasi terhadap waktu. Pada komunikasi nirkabel dengan kanal jalur jamak, model statistik yang sering digunakan adalah distribusi Rayleigh [6]. Distribusi Rayleigh biasa digunakan untuk menjelaskan perubahan waktu selubung isyarat peredupan datar (flat fading) yang diterima, atau selubung satu komponen jalur jamak. Diketahui bahwa selubung jumlah antara dua isyarat derau gaussian membentuk distribusi Rayleigh. Gambar 2.9. mengilustrasikan fenomena jalur jamak. Distribusi Rayleigh mempunyai fungsi kerapatan probabilitas : P r = r r 2 exp (2.17) σ 2 2σ 2

18 dengan : = nilai rms aras isyarat yang diterima; dan 2 = daya waktu rata-rata isyarat yang diterima. Gambar 2.9. Ilustrasi Isyarat Jalur Jamak [1]. Mean excess delay, rms delay spread, dan excess delay spread merupakan tiga parameter kanal jalur jamak yang dapat ditentukan dari Power Delay Profile (PDP). Ada tiga jenis tipe PDP yang dapat digunakan untuk memodelkan kanal jalur jamak yaitu tipe urban, suburban, dan rural. Tabel 2.3 menunjukkan PDP untuk tipe urban. Tabel 2.3. PDP Untuk Tipe Urban [1]. Tipe urban Delay (μs) Power 0.0 0.189 0.2 0.379 0.5 0.239 1.6 0.095 2.3 0.061 5.0 0.037

19 2.2.9. Derau AWGN Additive White Gaussian Noise (AWGN) merupakan derau yang sering terjadi pada sistem komunikasi. AWGN juga disebut derau putih karena spektrum frekuensinya tersebar secara merata pada tiap-tiap nilai frekuensi (seperti cahaya putih). Distribusi Gaussian memiliki model matematis sebagai berikut : dengan = standar deviasi; 2 = variansi; dan μ = rerata. f x = 1 x μ 2 exp 2πσ 2 2σ 2, x (2.18)