1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang terjadi di berbagai negara di belahan dunia saat ini sudah memasuki tahapan yang sangat serius dan memprihatinkan sehingga harus segera dicari metode pemecahan masalahnya, termasuk Indonesia. Kenyataan bahwa cadangan sumber energi fosil dunia sudah semakin menipis seperti pada Tabel 1.1 berikut. Tabel 1.1 Sumberdaya dan Cadangan Energi Fosil Energi Fosil Sumber Daya Cadangan Produksi Minyak bumi 56,6 Miliar Barel 8,4 Miliar Barel 384 Juta Barel Gas bumi 334,5 TSCF 165 TSCF 2,7 TSCF Batu bara 93 Miliar Ton 18,7 Miliar Ton 217 Juta Ton Coal Bed Methane (CBM) 453 TSCF Sumber : Pusdatin (2008) Hal ini dapat berakibat pada krisis energi yang akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan perekonomian dunia. Di sisi lain penggunaan sumber energi fosil juga telah disadari menyumbang emisi gas rumah kaca yang tidak hanya sekedar mengakibatkan pemanasan global dengan segala permasalahan lain yang mengikutinya, akan tetapi juga mengakibatkan keasaman perairan meningkat yang berujung pada kerusakan lingkungan. Kondisi ini memaksa dilakukannya pencarian sumber energi alternatif (Ansyori, 2004 ; Teresa, et al, 2010).
2 Salah satu energi alternatif yang sangat potensial menggantikan sumber energi fosil adalah berasal dari biomassa yang diproses menjadi bioetanol (biofuel). Bioetanol berasal dari dua kata yaitu "bio" dan "etanol" yang berarti sejenis alkohol yang merupakan bahan kimia yang terbuat dari bahan baku tanaman yang mengandung pati, misalnya ubi kayu, ubi jalar, jagung dan sagu. Etanol merupakan senyawa alkohol yang mempunyai dua atom karbon (C2H5OH). Rumus kimia umumnya adalah CnH2n + ioh. Bioetanol adalah etanol yang berasal dari sumber hayati. Bioetanol bersumber dari gula sederhana, pati dan selulosa. Setelah melalui proses fermentasi dihasilkan etanol. Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km merupakan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumberdaya hayati yang sangat besar dan beragam. Salah satu komoditi perairan Indonesia yang sangat berpotensi untuk dikembangkan adalah rumput laut dan belum dikembangkan secara massal sebagai salah satu bahan baku pembuatan etanol di Indonesia, sehingga dapat dijadikan kajian penelitian sebagai salah satu sumber bahan baku untuk bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar konvensional. Rumput laut ternyata dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku utama dalam pembuatan biofuel pengganti energi fosil karena ramah lingkungan, dan mampu mengurangi emisi gas karbondioksida yang berdampak pada efek rumah kaca dan pemanasan global. Makroalga merupakan salah satu organisme yang dapat dinilai ideal dan potensial untuk dijadikan sebagai bahan baku produksi biofuel (Li, et al, 2008 ;
3 Raja, et al., 2008 ; Gouveia and Oliveira, 2009). Secara kimia, rumput laut terdiri dari air (27,8%), protein (5,4%), karbohidrat (33,3%), lemak (8,6%), serat kasar (3%) dan abu (22,25%) (Harvey, 2009). Kandungan lipid dalam biomassa makroalga kering spesies tertentu dapat mencapai di atas 50% dengan pertumbuhan yang sangat cepat (Hossain, et al, 2008 ; Hu, et al, 2008 ; Massinggil, 2009). Proses pembiakan makroalga hanya membutuhkan waktu 10 hari untuk siap dipanen sehingga secara matematis produktivitasnya mencapai (120.000 kg biodiesel/ha tahun) lebih dari 20 kali lipat produktivitas minyak sawit (5.800 kg biodiesel/ha tahun) dan 80 kali lipat dibandingkan minyak jarak (1.500 kg/biodiesel/ha tahun) (Teresa, et al, 2010). Kadar karbohidrat makroalga juga tinggi (29-31% berat kering untuk spesies clorella) lebih tinggi dari pada ubi singkong (23% berat kering) dan dengan memperhitungkan masa panen, secara matematis produktivitas bioetanolnya mencapai lebih dari 100 kali lipat ubi singkong (Ansyori, 2008). Rumput laut jenis Eucheuma cottonii merupakan salah satu rumput laut dari jenis alga merah (Rhodophyta). Rumput laut dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku utama dalam pembuatan bioetanol (biofuel). Rumput laut Eucheuma cottonii memiliki komposisi penyusun seperti polisakarida yaitu selulosa, karaginan, agar, lignin dan monosakarida yaitu glukosa, galaktosa. Penelitian ini merupakan studi pemanfaatan rumput laut E. cottonii untuk menghasilkan substrat fermentasi bioetanol berupa gula reduksi yang tinggi. Sebagian besar karbohidrat pada rumput laut E. cottonii berupa senyawa polisakarida sehingga diperlukan adanya proses hidrolisis untuk menguraikan
4 senyawa tersebut menjadi gula sederhana agar dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku bioetanol. Proses hidrolisis dilakukan dengan menggunakan asam. Metode hidrolisis menggunakan asam yaitu dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4). Analisis glukosa menggunakan metode Nelson Somogyi. Metode ini digunakan karena proses penggunaannya lebih mudah dibandingkan dengan metode lain seperti metode Luff Schrool, metode Lane Eynon dan metode Seliwanof yang lebih rumit karena banyak menggunakan bahan kimia seperti Na-Thiosulfat, Na2S2O3, KI (Afrianto, 1989). Tujuan akhir dari penelitian ini adalah memperoleh konsentrasi asam yang optimal dalam proses hidrolisis, yaitu jenis asam dan konsentrasi asam yang tepat untuk menghasilkan gula reduksi tertinggi. Analisis kelayakan perlu dilakukan untuk mengkaji kelayakan penerapan metode tersebut. Analisis kelayakan dilakukan secara teknis dan finansial. Analisis kelayakan secara teknis dilakukan untuk mendapatkan kondisi yang optimal dalam proses hidrolisis. Analisis kelayakan secara finansial dilakukan untuk mengkaji kelayakan dari sisi ekonomi. 1.2 Perumusan Masalah Cadangan sumber energi fosil dunia sudah semakin menipis, kondisi ini memaksa dilakukannya pencarian sumber energi alternatif. Salah satu energi alternatif yang sangat potensial menggantikan sumber energi fosil adalah berasal dari biomassa yang diproses menjadi biofuel. Produk biofuel yang sangat penting saat ini adalah biodiesel dan bioetanol yang digunakan untuk
5 menggantikan BBM diesel dan premium sebagai bahan bakar mesin. Rumput laut merupakan salah satu organisme yang dapat dinilai ideal dan potensial untuk dijadikan sebagai bahan baku produksi biofuel karena mengandung karbohidrat yang tinggi. Selain itu, rumput laut adalah salah satu komoditi Indonesia yang melimpah yang belum dikembangkan dengan maksimal. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan rumput laut, khususnya Eucheuma cottonii untuk menghasilkan substrat fermentasi bioetanol berupa gula reduksi yang tinggi menggunakan metode yang tepat sehingga hasilnya optimal yang bisa diubah menjadi bioethanol yang dapat digunakan menjadi bahan bakar. 1.3 Batasan Masalah 1. Penelitian menggunakan sampel rumput laut Eucheuma cottonii kering yang berasal dari daerah Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. 2. Pengujian produk akhir (gula reduksi) yang dilakukan adalah uji gula reduksi menggunakan metode Nelson Somogyi. 3. Faktor yang diamati pengaruhnya terhadap hasil proses hidrolisis menjadi gula reduksi adalah konsentrasi asam dan waktu hidrolisis serta faktorfaktor lain yang mungkin mempengaruhi. 4. Percobaan dilakukan dengan metode hidrolisis menggunakan asam sulfat sedangkan pengujian hasil hidrolisis menggunakan Metode Nelson Somogyi.
6 5. Pengolahan dan analisis data menggunakan Two Way ANOVA dan analisis kelayakan finansial. 1.4 Tujuan Penelitian 1. Menghasilkan substrat fermentasi bioetanol berupa gula reduksi dari rumput laut Eucheuma cottonii melalui proses hidrolisis menggunakan asam. 2. Mendapatkan kondisi yang optimal dalam proses hidrolisis, yaitu konsentrasi asam dan waktu hidrolisis yang tepat untuk menghasilkan gula reduksi tertinggi. 3. Memperoleh kelayakan penelitian secara finansial untuk produksi substrat fermentasi bioetanol. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk memproduksi substrat fermentasi bioetanol (gula reduksi) pada upaya pengembangan rumput laut sebagai bahan baku bioetanol. 2. Sebagai bahan pertimbangan dan perbandingan dalam memilih metode hidrolisis yang sesuai yang sesuai untuk proses pre-treatment sebelum memasuki proses fermentasi pembuatan bioetanol, khususnya dengan bahan baku rumput laut Eucheuma cottoni.