BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber utama penerimaan Negara yang digunakan untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri dan luar negeri. Sektor pajak merupakan salah satu sumber

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Tujuan utama dari kebijakan keuangan negara di bidang penerimaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional. Pembangunan nasional. merupakan kegiatan yang akan terus-menerus dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. yang terbesar.pengeluaran Pemerintah yang semakin besar dalam pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

BAB I PENDAHULUAN. dalam penerimaan negara. Perkembangan kontribusi penerimaan pajak terhadap. Tabel 1. 1

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membiayai pembangunan dan pengeluaran rutin lainnya di

BAB 1 PENDAHULUAN. Siapapun terutama Wajib Pajak pasti akan berurusan dengan pajak, namun tidak

BAB I PENDAHULUAN. meningkat seiring dengan peningkatan pembangunan itu sendiri. Salah satu sumber pendanaan proyek pembangunan yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari ekspor dan berbagai jenis bantuan dari luar negeri masih dirasa

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut, maka pemerintah perlu banyak memperhatikan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan tulang punggung penerimaan negara dan digunakan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan

BAB I PENDAHULUAN. karena penerimaan pajak digunakan oleh pemerintah sebagai sumber utama

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Kontribusi Penerimaan Pajak Terhadap Penerimaan Negara

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan tahun 2012 terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak (triliun rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali di Indonesia. Dari hari- kehari pengaruh globalisasi semakin kuat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun pembangunan. Self assessment system merupakan suatu sistem pemungutan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penerimaan sektor pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kewajiban pajaknya. Perubahan sistem pemungutan pajak ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 16 tahun 2009 menyatakan bahwa pajak adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULAN. perundang undangan. Setiap wajib pajak dituntut untuk memahami. semua aturan perpajakan yang berlaku. Tetapi tidak semua semua wajib

BAB I PENDAHULUAN. negara adalah dari sektor perpajakan. Pajak adalah salah satu sumber penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satunya disebabkan oleh lebih besarnya

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pemerintah yang berlangsung secara berkesinambungan. Tentunya

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian bangsa. Suparmono dan Damayanti (2010) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber utama penerimaan yang potensial untuk negara dalam. membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Belanja negara(apbn) berasal dari sektor pajak, maka tidak dapat dipungkiri bahwa

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pengeluaran negara, pembangunan maupun untuk biaya rutin negara.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, oleh karena itu negara menempatkan perpajakan sebagai perwujudan

BAB I PENDAHULUAN. nasional secara bertahap, terencana, dan berkelanjutan. Untuk melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pajak bukan lagi sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia, karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mendengar kata Pajak, kebanyakan dari kita akan segera

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pemerintahan suatu negara dibentuk sebagai perwakilan suatu rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. dan potensi pajak yang ada dapat dipungut secara optimal. Langkah-langkah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. upaya perwujudannya melalui pembangunan nasional. Pembangunan nasional adalah

BAB I PENDAHULUAN. kenyataannya Indonesia tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Bisa dilihat

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, menurut Suparmono dan Damayanti (2010:10) mengatakan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang - undang, keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat


BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang masih giat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. kepada keadilan sosial. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, negara harus

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan demi tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, sesuai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengawasan merupakan proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan

BAB 1 PENDAHULUAN. orang pribadi atau badan yang besifat memaksa berdasarkan undang-undang,

BAB I PENDAHULUAN. Pajak dipungut melalui pemerintah daerah maupun pemerintah pusat

BAB I PENDAHULUAN. untuk pembangunan negara (Soemitro dalam Handayani dan Supadmi, 2012). Salah

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana

BAB I PENDAHULUAN. dari sumber migas dan non migas. Optimalisasi penerimaan pajak dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplus digunakan untuk public

BAB I PENDAHULUAN. pengabdian terhadap negara yang timbal baliknya tidak bisa dirasakan secara

BAB I PENDAHULUAN. dimana semua hasil penerimaan tersebut akan digunakan untuk membiayai

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan perekonomian Indonesia akan diikuti pula

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan yang

BAB I PENDAHULUAN. berkontribusi di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara sekitar 70-80%.

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah yang digunakan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. (Rendezvous,2012). Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor, khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya

BAB I PENDAHULUAN. Negara dalam menyelenggarakan pemerintahannya mempunyai kewajiban

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi maupun sumber daya alam, namun sebagai Negara berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, antara lain dengan cara menggali, mendorong, dan. mengembangkan sumber-sumber penerimaan dari dalam negeri agar

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun diubah/disempurnakan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, pajak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dalam menjalankan roda pemerintahan, kesejahteraan rakyat merupakan

BAB I PENDAHULUAN. oleh penerimaan negara yang bersumber dari pajak. Pajak dipungut oleh negara baik

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan pembangunan nasional yang memerlukan biaya besar yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan dominan dalam pos penerimaan negara (Suryadi,2006).

Abstrak. Kata kunci: kemudahan pengisian SPT, pengetahuan peraturan perpajakan, kualitas pelayanan, kepatuhan wajib pajak.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah. membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari

EVALUASI PENERAPAN e-spt TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK

BAB 1 PENDAHULUAN. barang-barang yang dikuasai pemerintah, denda-denda atau warisan yang di

BAB I PENDAHULUAN. yang berkesinambungan selama 4 tahun terakhir dalam APBN.

BAB I PENDAHULUAN. langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat merealisasikan

BAB I PENDAHULUAN. Namun, sebagai upaya mewujudkan kemandirian negara, pemerintah terus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. nasional berasal dari penerimaan pajak yang menyumbang sekitar 70% dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Tabel Penerimaan Dalam Negeri Tahun (dalam miliar rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) pemerintahan karena jumlahnya relatif stabil. Dari sektor pajak diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Besarnya pengeluaran negara yang digunakan untuk kemakmuran rakyat diikuti juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan fenomena umum sebagai sumber penerimaan negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional diperoleh dari pendapatan sektor pajak. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mengandalkan berbagai pemasukan negara sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melakukan perbaikan, pembangunan, dan kemajuan negara ini salah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. . Di indonesia salah satu satu penerimaan negara yang sangat penting bagi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber utama penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin maupun pembangunan agar tercapai kemakmuran dan kesejahteraan. Hal tersebut tertuang dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dimana penerimaan pajak merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar (Muliari, 2011). Di sisi lain, pajak merupakan sebuah tumpuan dalam menjalankan pembangunan negara. Setiap tahun, pajak memberikan kntribusi atas penerimaan negara lebih dari 50%. Oleh karena itulah pajak menjadi penerimaan Negara yang sangat penting. Berikut merupakan tabel kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan Negara Indonesia. Tabel 1.1. Kontribusi Penerimaan Pajak Negara Indonesia terhadap Total Penerimaan Negara Indonesia (Triliun Rupiah) Tahun Realisasi Penerimaan Pajak Realisasi Penerimaan Negara Indonesia Rasio Penerimaan Pajak terhadap Penerimaan 1

2 Negara 2008 658,7 981,6 67,10% 2009 619,9 848,8 73,03% 2010 723,3 995,3 72,67% 2011 873,9 1.210,6 72,19% 2012 980,5 1.338,1 73,28% 2013 1.148,4 1.502,0 76,46% 2014 1.280,4 1.667,1 76,80% Sumber: kementerian Keuangan (kemenkeu.go.id) data diolah kembali Berdasarkan data yang telah di tampilkan di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan penyumbang terbesar atas penerimaan Negara Indonesia. Meskipun demikian, masih terjadi penurunan penerimaan pajak pada tahun-tahun tertentu, padahal diharapkan penerimaan pajak tersebut meningkat setiap tahunnya. Seperti pada tahun 2008 2009, realisasi penerimaan pajak menurun yaitu sebesar 5,8% atau sebesar 38,8 triliun rupiah. Selain itu, pada tahun 2009 2011 rasio penerimaan pajak terhadap penerimaan Negara mengalami penurunan. Di sisi lain, pada tahun 2008 2009 serta tahun 2011 2014 rasio tersebut mengalami peningkatan tetap sayangnya peningkatan tersebut tidak terlalu signifikan. Iim Ibrahim Nur (2009) mengungkapkan bahwa Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan penerimaan negara sehingga diharapkan dapat memperbaiki perekonomian makro Indonesia. Walaupun begitu, DJP tidak bisa menjadi satu-satunya faktor penentu dalam konteks penerimaan pajak. Diana Sari (2013: 7) mengungkapkan bahwa Direktorat Jenderal Pajak selaku badan yang mengelola perpajakan Indonesia, pada dasarnya telah melakukan berbagai cara dalam upaya peningkatan penerimaan negara dalam sektor pajak. Untuk mendongkrak peningkatan

3 penerimaan negara melalui sektor pajak, dibutuhkan partisipasi aktif dari Wajib Pajak untuk memenuhi segala kewajiban perpajakannya dengan baik. Artinya, peningkatan penerimaan negara ditentukan oleh tingkat kepatuhan Wajib Pajak sebagai Warga Negara yang baik. Listania Triwigati (2013) mengungkapkan bahwa kepatuhan pajak (tax compliance) merupakan kunci dari keseluruhan sistem perpajakan, sehingga dengan tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang tinggi niscaya akan mendongkrak tingkat penerimaan pajak yang tinggi pula. Oleh karena itu, permasalahan kepatuhan Wajib Pajak harus diperhatikan melihat kepatuhan Wajib Pajak menjadi kunci dalam mendongkrak tingkat penerimaan pajak. Permasalahan seperti ini dapat dilihat dari beberapa indikator, salah satunya adalah jumlah Wajib Pajak yang terdaftar. Dibandingkan dengan jumlah Wajib Pajak potensial pada tahun 2013, jumlah Wajib Pajak terdaftar masih tergolong rendah. Pada tahun 2013 terdapat 112.761.072 jiwa yang tergolong ke dalam Wajib Pajak potensial tetapi hanya 25.109.959 orang yang telah terdaftar. Perbandingan antara jumlah Wajib Pajak potensial dan Wajib Pajak terdaftar dapat diartikan bahwa pada tahun 2013 rasio tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) hanya 22,7%. Tabel 1.2. Rasio Jumlah Wajib Pajak orang Pribadi (WPOP) Terdaftar Tahun Pajak Jumlah Penduduk Usia Produktif yang Bekerja Jumlah WPOP terdaftar Rasio Jumlah WPOP dengan Usia Produktif yang Bekerja

4 2009 104.870.663 13.861.253 13,22% 2010 108.207.767 16.880.649 15,60% 2011 109.670.399 19.881.684 18,13% 2012 110.808.154 22.131.323 19,97% 2013 112.761.072 25.109.959 22,27% Sumber: Indonesian Tax Review Volume VI/Edisi 15/2013 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sepanjang tahun 2009 2013 rasio jumlah WPOP terdaftar dengan usia produktif yang bekerja masih terbilang rendah. Di sisi lain, peningkatan rasio tersebut tiap tahunnya tidak signifikan. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena dengan jumlah rasio seperti ini menandakan bahwa masih banyak usia produktif yang telah bekerja yang belum sepenuhnya sadar dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Kewajiban Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri telah diatur dalam peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013: 1) Wajib Pajak yang telah memenuhi persayaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan, wajib mendaftarkan diri pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, dan tempat kegiatan usaha Wajib Pajak, dan kepada Wajib Pajak diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak. 2) Tempat tinggal atau tempat kedudukan sebagaimana dimaksud pada ayan (1) merupakan tempat tinggal atau tempat kedudukan menurut keadaan yang sebenarnya. 3) Wajib Pajak yang wajiib mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

5 a. Wajib Pajak orang pribadi, termasuk wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena: 1) hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim; 2) menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta; atau 3) memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya meskipun tidak terdapat keputusan hakim atau tidak terdapat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak; b. Wajib Pajak Orang Pribadi, termasuk wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena: 1) hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim; 2) menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta; atau 3) memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya meskipun tidak terdapat keputusan hakim atau tidak terdapat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

6 Di samping masalah WPOP yang belum terdaftar (memiliki NPWP), terdapat masalah lain yang berkaitan dengan kepatuhan pajak. Masalah tersebut adalah tingkat kepatuhan pajak WPOP terdaftar yang masih rendah. Indikator lain yang dapat dijadikan penilaian atas tingkat kepatuhan yaitu tingkat penyampaian SPT tahunan. Di tahun 2011, rasio penyampaian SPT tahunan mencapai angka terendah sepanjang tahun 2009 2013. Angka sebesar 52,47% menjadi titik terendah atas rasio penyampaian SPT tahunan. Tabel 1.3. Rasio Kepatuhan Penyampaian SPT Tahunan Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 Wajib Pajak 9.996.620 14.101.933 17.694.317 17.659.278 17.731.736 Terdaftar Wajib SPT SPT 5.413.114 8.209.309 9.332.626 9.482.480 10.790.650 Tahunan Rasio Kepatuhan 54,15% 58,16% 52,74% 53,70% 60,86% Sumber: laporan Tahunan Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2009 2013 (data diolah kembali) Berdasarkan data yang telah ditampilkan pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa masih terdapat kesenjangan antara jumlah terdaftar dengan jumlah SPT tahunan yang dilaporkan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 74/PMK.03/2012 Wajib Pajak yang patuh adalah Wajib Pajak yang memiliki kriteria tertentu. Diantaranya tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), tidak mempunyai tunggakan pajak, laporan keuangan diaudit dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), dan tidak pernah dipidana.

7 Manurung (2013) mengungkapkan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kepatuhan Wajib Pajak antara lain ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan publik, pembangunan infrastruktur yang tidak merata dan banyaknya kasus korupsi yang dilakukan pejabat tinggi. Kepatuhan pajak (tax compliance) merupakan aspek yang sangat penting dalam membangun negara melihat kontribusi pendapatan terbesar Indonesia berasal dari pajak. Rochmat Seomitro (dalam Jamin, 2001) menyatakan bahwa tugas penting untuk dilaksanakan agar tercapainya penerimaan pajak secara optimal adalah upaya membangkitkan kesadaran pajak (tax consciousness) untuk menjadi Wajib Pajak patuh. Oleh karena itu, untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah Indonesia melakukan pembaharuan administrasi pajak atau reformasi. Tujuan reformasi pajak selain untuk mningkatkan kesadaran pajak, namun juga bertujuan menerapkan konsep good governance dalam sistem administrasi perpajakam melalui peningkatan kualitas pelayanan kepada Wajib Pajak, serta peningkatan pengawasan dalam pelaksanaan administrasi pajak baik kepada fiskus maupun kepada Wajib Pajak (Rahayu, 2010: 99). Sedarmayanti (2004: 5), terdapat unsur penting yang perlu diperhatikan agar terselenggara praktek good governance yang efektif meliputi: a. Transparansi (transparency); b. Tanggung jawab (responsibility); c. Keadilan (fairness); dan

8 d. Akuntabilitas (accountability). DJP telah melakukan prinsip-prinsip good governance tersebut. Bukti nyata dari penerapan prinsip penerapan good governance di lingkungan DJP adalah sebagai berikut: 1. Prinsip transparansi DJP telah menerapkan prinsip transparansi dengan memublikasikan Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Pajak yang dapat diakses dan diunduh melalui www.pajak.go.id. 2. Prinsip tanggung jawab Salah satu penerapan prinsip tanggung jawab di tubuh DJP yaitu adanya pelayanan Kring Pajak 500200 yang berfungsi untuk memberikan layanan informasi, konsultasi perpajakan umum, dan konsultasi aplikasi perpajakan elektronik. Pengembangan Kring Pajak 500200 merupakan kontribusi DJP yang lebih profesional, transparan, dan bertanggung jawab (www.pajak.go.id). 3. Prinsip keadlian Penerapan prinsip kadilan salah satunya dilakukan DJP dengan tetap memungut pajak dari UKM (Usaha Kecil dan Menengah) sesuai dengan artikel yang ditampilkan di www.pajak.go.id: Demi prinsip keadilan, DJP tetap akan memungut pajak dari pelaku UKM.

9 4. Prinsip akuntabilitas Salah satu penerapan prinsip akuntabilitas pada tubuh DJP adalah adanya situs resmi di internet yang dapat diakses oleh masyarakat guna mempublikasikan aturan-aturan baru atau pun informasi lain yang dibutuhkan masyarakat. Contoh situs yang ada saat ini adalah www.pajak.go.id. Penerapan good governance yang telah diuraikan di atas diharapkan dapat membuat DJP menyediakan pelayanan prima kepada masyarakat dalam masalah perpajakan. Uraian tersebut membuktikan bahwa penerapan good governance dapat dirasakan secara cepat dan tepat oleh masyarakat melalui pelayanan publik salah satunya yaitu pelayanan pajak agar penerimaan pajak dapat dioptimalkan sesuai dengan tujuan yang telah diuraikan. Boris Sembiring Kembaren (2013) melakukan penelitian mengenai pengaruh penerapan good governance dalam pelayanan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cakung Dua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan good governance dalam pelayanan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cakung Dua. Kepatuhan pajak sangat diperlukan karena merupakan bentuk kepedulian terhadap Negara Indonesia sehingga DJP selaku badan yang mengelola perpajakan perlu melakukan upaya dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak melalui pelayanan. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian lebih lanjut

10 mengenai penerapan good governance dalam pelayanan di lingkungan DJP dalam upaya meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Dalam penelitian ini menggunakan 2 (dua) variabel penelitian yaitu penerapan good governance pada pelayanan pajak sebagai variabel indpenden dan kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai variabel dependen. Hal inilah yang membedakan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Boris Sembiring Kembaren (2013), dalam penelitiannya menggunakan 2 (dua) variabel penelitian yaitu penerapan good governance pada pelayanan pajak sebagai variabel independen dan kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai variabel dependen. Dari uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan pengembangan penelitian terdahulu mengenai penerapan good governance pada pelayanan pajak dalam upaya peningkatan kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dengan judul PENGARUH PENERAPAN GOOD GOVERNANCE PADA PELAYANAN PAJAK TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANDUNG CIBEUNYING 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

11 1. Bagaimana penerapan good governance dalam pelayanan pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cibeunying. 2. Bagaimana pengaruh penerapan good governance dalam pelayanan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. 1.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan good governance dalam pelayanan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying. 2. Untuk mengetahui pengaruh penerapan good governance dalam pelayanan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini dapat memberikan manfaat dari berbagai pihak, antara lain: 1. Bagi peneliti Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang penerapan good governance dalam pelayanan pajak serta pengaruhnya terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di wilayah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying. 2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan di kantor pajak untuk meningkatkan kualitas pelayanan dengan berpegang terhadap

12 prinsip-prinsip good governance demi meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang berpengaruh pada penerimaan negara. 3. Bagi pihak lain Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan literature untuk menambah wawasan terhadap penerapan good governance dalam pelayanan pajak yang diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak khususnya Wajib Pajak Orang Pribadi dan dapat menjadi bahan acuan untuk penelitian selanjutnya. 1.5. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian dalam Skripsi ini adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cibeunying yang berlokasi di Jalan Purnawarman Nomor 21, Bandung. Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai selesai.