BAB I PENDAHULUAN. al., 2009). Lebih dari 60 juta penduduk di dunia mengalami Glaukoma (Wong et

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. dikumpulkan melalui indera penglihatan dan pendengaran.

BAB 1 PENDAHULUAN. diabetes retinopati (1%), penyebab lain (18%). Untuk di negara kita, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutaan merupakan suatu masalah kesehatan di dunia, dilaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik optik neuropati yang berhubungan dengan menyempitnya lapang

BAB I PENDAHULUAN. (Dorland, 2010). Dalam keadaan normal, tekanan intraokular rata rata sekitar 15 mm

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma?

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO Tahun 2013, diperkirakan 347 juta orang di dunia menderita

BAB I PENDAHULUAN UKDW. masyarakat. Menurut hasil laporan dari International Diabetes Federation (IDF),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein

BAB I PENDAHULUAN. resistensi insulin, serta adanya komplikasi yang bersifat akut dan kronik (Bustan,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini penyakit mata merupakan salah satu penyakit yang jumlah

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB I PENDAHULUAN. bahwa, penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2013 yang

PROPORSI ANGKA KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TAHUN 2009 DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutaan baik di dunia maupun di Indonesia. Menurut World Health. (10,2%), age-macular degeneration (AMD) (8,7%), trakhoma (3,6%),

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. utama kebutaan yang tidak dapat disembuhkan. Glaukoma umumnya

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat baik di negara maju maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam sejarah, kebanyakan penduduk dapat hidup lebih dari 60 tahun. Populasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2000

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

BAB I PENDAHULUAN. hidup, suatu sistem antara tubuh, pikiran, dan jiwa. 2. kota besar tersebut. Yoga menjadi menu latihan di sanggar-sanggar senam,

BAB 1 PENDAHULUAN. Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa

HUBUNGAN ANTARA GLAUKOMA DENGAN DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan untuk dapatbertahan hidup. (Nugroho,2008). struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India, dan Amerika

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan. mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia menderita

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut Global Report On Diabetes yang dikeluarkan WHO pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal serta gangguan

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Wahyudi dan Rinayati, 2013). astigmatisme. Kedua, adanya kelaianan organik yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

I. PENDAHULUAN. cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Perkeni, 2011). Diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Diabetes Association / ADA (2011) DM adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia Indonesia seutuhnya. Visi Indonesia sehat yang diharapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 1, hal ini disebabkan karena banyaknya faktor resiko terkait dengan DM

BAB I PENDAHULUAN. Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) tahun

EPIDEMIOLOGI DIABETES MELLITUS

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat, lemak dan protein kronik yang disebabkan karena kerusakan atau

BAB I. Pendahuluan. A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Ingris Cataract, dan Latin

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak terdeteksi meskipun sudah bertahun-tahun. Hipertensi dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi

BAB I PENDAHULUAN. kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa)

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari 90 mmhg (World Health Organization, 2013). Penyakit ini sering

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek

BAB 1 PENDAHULUAN. DM suatu penyakit dimana metabolisme glukosa yang tidak normal, yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. dinding pembuluh darah dan merupakan salah satu tanda-tanda vital yang utama.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization penyebab kebutaan

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN DIABETES MELLITUS PADA Ny.T DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWOSARI

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Glaukoma adalah kelainan mata yang ditandai dengan neuropati optik Glaukomatosa serta hilangnya lapang pandang yang khas, disertai peningkatan tekanan intraokuler (TIO) sebagai salah satu faktor risiko utamanya (Salmon et al., 2009). Lebih dari 60 juta penduduk di dunia mengalami Glaukoma (Wong et al., 2011). Prevalensi nasional Glaukoma di Indonesia pada tahun 2007 mencapai 0,46% sementara prevalensi Glaukoma di Jawa Tengah sebesar 0,28% (Riskesdas, 2007). Jumlah penduduk dengan Glaukoma di dunia diperkirakan menjadi 79,6 juta pada tahun 2020 (Quigley et al., 2006). Glaukoma merupakan penyebab kebutaan ireversibel atau permanen kedua di Indonesia, bahkan di dunia (Artini, 2013) yang dicirikan dengan rusaknya sel ganglion retina yang tidak dapat diperbaiki (Faiq et al., 2014). WHO (2012) memasukkan Glaukoma sebagai penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia, yaitu sebesar 8%. Diperkirakan pada tahun 2020 akan terjadi peningkatan jumlah kebutaan akibat Glaukoma sebesar 11,1 juta di dunia (Quigley et al., 2006). Di Indonesia, data yang menggambarkan gangguan indera penglihatan yang terdapat dalam Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran terakhir dikumpulkan tahun 1993-1996, namun belum diperbarui hingga tahun 2013

2 (Riskesdas, 2013). Data tersebut menyebutkan bahwa Glaukoma adalah penyebab kedua terjadinya kebutaan di Indonesia bersama dengan katarak (0,78%), kelainan refraksi (0,14%), dan penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan Lanjut Usia (0,38 %), yaitu sebesar 0,2%. (Departemen Kesehatan RI Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat, 1998). Kebutaan akibat Glaukoma disebabkan oleh gejala Glaukoma yang seringkali asimptomatik terutama pada stadium awal, kesadaran publik yang kurang akan Glaukoma dan faktor risikonya, serta individu yang tidak proaktif terhadap kesehatan mata sehingga sebagian besar individu dengan Glaukoma tidak terdiagnosis (Varma et al., 2011) yang secara tidak langsung berpengaruh pada penurunan kualitas hidup seperti berjalan, berkendara, berpergian, membaca, melihat di malam hari, melihat benda yang berada di samping, menentukan jarak (Skalicky et al., 2013), trauma (Ramulu et al., 2012), jatuh pada Lansia (Lamoreux et al., 2008), dan peningkatan gangguan psikologi, seperti ketakutan, penarikan diri dari lingkungan sosial, dan depresi (Skalicky et al., 2013). Meskipun peningkatan TIO menjadi penyebab utama terjadinya kerusakan saraf optik pada Glaukoma, kerusakan saraf optik dapat pula terjadi pada pasien dengan TIO normal atau rendah dan semakin memburuk pada pasien dengan kontrol yang baik (Atas et al., 2014). Kerusakan dan kematian akson saraf optik dapat pula disebabkan oleh penurunan aliran darah okular yang berdampak pada penurunan tekanan perfusi okular (Ocular Perfusion Pressure/OPP)

3 (Memarzadeh et al., 2010). Penurunan aliran darah okular ini dapat terjadi pada seseorang dengan kelainan vaskular seperti pada Diabetes Melitus dan Hipertensi (Moore et al., 2008). Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolisme yang disebabkan oleh defek sekresi insulin dan atau kerja insulin serta ditandai dengan keadaan hiperglikemia (ADA, 2013). Jumlah penduduk berusia 20-79 tahun dengan Diabetes Melitus di dunia mencapai 382 juta jiwa pada tahun 2013 dan diperkirakan mencapai 592 juta jiwa pada tahun 2035 dengan 60% populasinya terdapat di Asia. Wilayah Asia Tenggara sendiri memiliki sekitar lebih dari 72 juta penduduk dewasa dengan Diabetes Melitus pada tahun 2013 (Guariguata et al., 2014). Di Indonesia, prevalensi diabetes pada tahun 2007 adalah 1,1%, dan meningkat menjadi 2,1% pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Prevalensi di Jawa Tengah yang terdiagnosis dengan gejala sebesar 1,3% (Riskesdas, 2007). Lebih dari 80% kematian akibat Diabetes Melitus terjadi di negara-negara berkembang (WHO, 2013). Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari atau sama dengan 140 mmhg dan atau peningkatan tekanan darah diastolik lebih dari atau sama dengan 90 mmhg (Garg et al., 2014). Di dunia, prevalensi Hipertensi pada usia 25 tahun ke atas mencapai 40% pada tahun 2008 sementara di Wilayah Asia tenggara, prevalensi Hipertensi sebesar 35% (Krishnan et al., 2013). Pada tahun 2013, prevalensi Hipertensi di Indonesia adalah sebesar 25,8% dan sebesar

4 26,4% di Jawa Tengah (Riskesdas, 2013). Sebesar 3,7% penderita Hipertensi di dunia mengalami kecacatan (WHO, 2014). Diabetes Melitus dan Hipertensi berperan dalam kerusakan saraf optik melalui jalur mekanis dan vaskular. Pada jalur mekanis, Diabetes Melitus menyebabkan peningkatan TIO melalui penurunan sintesis glikosaminoglikan (Oh et al., 2013) sementara Hipertensi mengakibatkan peningkatan TIO melalui peningkatan tekanan arteri dan vena okuler (He et al., 2011). Pada jalur vaskular, Diabetes Melitus dan Hipertensi juga berperan dalam menurunkan tekanan perfusi okular melalui penurunan aliran darah okular akibat lesi aterosklerotik sehingga menjadi faktor risiko terjadinya Glaukoma (Moore et al., 2008). Pada penelitian yang dilakukan di salah satu rumah sakit di New Delhi, India mengemukakan bahwa 29,4% pasien Glaukoma yang berusia 58 tahun sampai 69 tahun memiliki Diabetes Melitus dan 47,3% memiliki Hipertensi (Dave et al., 2013). Sejumlah penelitian epidemiologi dan laboratorium yang meneliti mengenai hubungan antara Diabetes Melitus dan Hipertensi dengan Glaukoma menemukan adanya hubungan di antara penyakit-penyakit tersebut, sedangkan penelitian lain tidak (Vaidya et al., 2013; Garg et al., 2014). Berdasarkan uraian di atas, diperlukan adanya pengetahuan mengenai Diabetes Melitus, Hipertensi, dan Glaukoma. Hingga saat ini, belum ada penelitian yang meneliti hubungan antara Diabetes Melitus dan Hipertensi dengan kejadian Glaukoma di Kota Surakarta. Oleh karena itu, penelitian ini

5 dilakukan untuk meneliti mengenai hubungan antara Glaukoma. dengan Diabetes Melitus dan Hipertensi. B. Perumusan Masalah Apakah Glaukoma berhubungan dengan Diabetes Melitus dan Hipertensi di RSUD Dr. Moewardi? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Glaukoma. dengan Diabetes Melitus dan Hipertensi di RSUD Dr. Moewardi. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Menambah referensi dan pengetahuan kepada instansi, mahasiswa, ataupun praktisi kesehatan mengenai Glaukoma, Diabetes Melitus dan Hipertensi. b. Memberikan bukti-bukti empiris mengenai hubungan antara Glaukoma. dengan Diabetes Melitus dan Hipertensi. 2. Manfaat Praktis a. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai hubungan adanya Diabetes Melitus dan Hipertensi dengan kemungkinan terjadinya Glaukoma.

6 b. Dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan bagi profesi dokter dalam memberikan saran kepada pasien dengan Diabetes Melitus dan Hipertensi. c. Dapat dipakai sebagai sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan bagi penelitian-penelitian sejenis.