KEPUTUSAN BADAN MEDIASI DANA PENSIUN NOMOR: 07/BMDP/IX/2015 TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PENGURUS BADAN MEDIASI DANA PENSIUN

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA NOMOR: 09/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR ARBITRASE

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 04/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE

KEPUTUSAN BADAN MEDIASI DAN ARBITRASE ASURANSI INDONESIA

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 03/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ADJUDIKASI

KEPUTUSAN BADAN MEDIASI DANA PENSIUN NOMOR: 06/BMDP/IX/2015 TENTANG PERATURAN DAN ACARA AJUDIKASI PENGURUS BADAN MEDIASI DANA PENSIUN

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 01/LAPSPI-PER/2017 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

NOMOR: 08/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR AJUDIKASI PERBANKAN INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

07/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI PERBANKAN INDONESIA

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA MEDIASI

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 01/BAKTI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE

SURAT KEPUTUSAN NOMOR: 13/BMDP/IX/2015 TENTANG PERATURAN DAN ACARA MEDIASI PENGURUS BADAN MEDIASI DANAPENSIUN

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 01/BAKTI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR: PER-01/BAKTI/ TENTANG PERUBAHAN KEDUA PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 186, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5729); 4. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahu

DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA

HUKUM ACARA BADAN ARBITRASE KEOLAHRAGAAN INDONESIA ( BAKI )

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 02/BAKTI/ TENTANG KODE ETIK ARBITER

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAN PROSEDUR AJUDIKASI

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: KEP 08/BAPMI/ TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR: 10/LAPSPI- PER/2015 TENTANG KODE ETIK MEDIATOR/AJUDIKATOR/ARBITER PERBANKAN INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015, No Mengingat : 1. Pasal 24B Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2014 T E N T A N G

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

2016, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang; b. bahwa Pasal 22B huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tent

PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KODE ETIK P O S B A K U M A D I N

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

DAFTAR ISI PERATURAN ARBITRASE. ISLAM KLRCA (Direvisi pada 2013) PERATURAN ARBITRASE UNCITRAL (Direvisi pada 2010) ARBITRASE ISLAM KLRCA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG

NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

TENTANG TATA BERACARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

PERATURAN WALIKOTA BIMA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DAN PENYALURAN DANA BANTUAN HUKUM

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ETIKA PERILAKU (CODE OF CONDUCT) ARBITER/MEDIATOR BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

Transkripsi:

B M D P BADAN MEDIASI DANA PENSIUN Gedung Arthaloka Lantai 16, Jl. Jenderal Sudirman Kav. 2, Jakarta Pusat 10220 Indonesia Telp. (021) 251 4050, 251 4052 Fax. (021) 251 4051 Website : www.bmdp.or.id Email : sekretariat@bmdp.or.id KEPUTUSAN BADAN MEDIASI DANA PENSIUN NOMOR: 07/BMDP/IX/2015 TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PENGURUS BADAN MEDIASI DANA PENSIUN Menimbang : a. bahwa persengketaan di antara Para Pihak di bidang Dana Pensiun dapat diajukan penyelesaiannya oleh Para Pihak kepada Badan Mediasi Dana Pensiun ( BMDP ) melalui layanan Arbitrase; 1 BMDP-Arbitrase b. bahwa untuk itu dipandang perlu untuk membuat peraturan dan acara ArbitraseBMDP dan menuangkannya dalam suatu peraturan. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872), beserta perubahan jika ada; 2. Undang-undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253), beserta peraturan pelaksanaan dan perubahan jika ada; 3. Undang-undang Nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608), beserta peraturan pelaksanaan dan perubahan jika ada 4. Anggaran Dasar BMDP sebagaimana tertuang dalam Akta Pendirian Nomor 35 tanggal 15 April 2015 yang dibuat dihadapan, SH, Notaris Leolin Jayayanti SH. di Jakarta yang telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan surat keputusan Nomor AHU-0000542.AH.01.07.TAHUN 2015.

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Definisi (1) Dalam Peraturan Dan Acara ini, yang dimaksud dengan: (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j) Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdatadi luar peradilan umum yang diselenggarakan di BMDPdengan menggunakan Peraturan Dan Acara ini yang didasarkan pada Perjanjian Arbitrase. Arbiter adalah seorang atau lebih yang merupakan Arbiter Tetap BMDP atau Arbiter Tidak Tetap BMDPyang ditunjukmenurut Peraturan Dan Acara ini sebagai Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase untuk memeriksa perkara dan memberikan Putusan Arbitrase mengenai sengketa tertentu yang diajukan penyelesaiannya kepada Arbitrase BMDP. Arbiter TetapBMDPadalah orang perseorangan yang diangkat oleh BMDP sebagai Arbiter menurut ketentuan Pasal 8 ayat (2) yang kemudian namanya tercantum pada Daftar Arbiter Tetap. Daftar Arbiter TetapBMDPadalah daftar yang diterbitkan oleh BMDP yang berisikan nama-nama Arbiter Tetap. Arbiter Tidak TetapBMDP adalah orang perseorangan yang diangkat oleh BMDP sebagai Arbiter menurut ketentuan Pasal 8 ayat (4) yang statusnya sebagai Arbiter di BMDP hanya bersifat sementara per pemeriksaan sengketa atau perkara. Arbiter Tunggal adalah satu-satunya Arbiter yang ditunjukmenurut Peraturan Dan Acara ini untuk memberikan putusan mengenai sengketa yang diserahkan penyelesaiannya melalui Arbitrase BMDP. Majelis Arbitrase adalah suatu majelis yang terdiri dari beberapa Arbiter dalam jumlah ganjil yang dibentuk melalui penunjukan Arbiter-arbiter menurut Peraturan Dan Acara ini untuk memberikan putusan mengenai sengketa yang diserahkan penyelesaiannya melalui Arbitrase BMDP. Etika Perilaku adalah etika perilaku atau kode etik yang berlaku bagi Arbiter BMDP. Hak Ingkar adalah tuntutan dari salah satu Pihak untuk meminta penggantian Arbiter dengan alasan sebagaimana diatur dalam Peraturan Dan Acara ini. Pedoman Benturan Kepentingan, adalah pedoman yang harus diperhatikan oleh Arbiter ketika akan ditunjuk dan atau selama menjadi Arbiter dalam suatu perkara di Arbitrase BMDP sebagai tolak ukur untuk menentukan tingkat/ kadar benturan kepentingan pada diri Arbiter yang bersangkutan, sehingga dapat dengan mudah ditentukan apakah Arbiter yang bersangkutan layak ataukah tidak layak untuk menerima dan bertugas sebagai Arbiter dalam perkara dimaksud. (k) Permohonan Arbitrase adalah surat permohonan penyelesaian sengketa melalui Arbitrase BMDP yang diajukan oleh Pemohon kepada BMDP dengan menggunakan Peraturan Dan Acara ini yang berisikan surat tuntutan dari Pemohon kepada Termohon. 2 BMDP-Arbitrase

(l) (m) (n) (o) (p) (q) (r) (s) (t) (u) (v) (w) (x) (y) Perjanjian Arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula Arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat Para Pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian Arbitrase tersendiri yang dibuat Para Pihak setelah timbul sengketa. Pihak adalah subjek hukum, baik menurut hukum perdata maupun hukum publik. Penyebutan Para Pihak dalam Peraturan Dan Acara ini menunjuk pada 2 (dua) atau lebih Pihak. Pemohon adalah Peserta Program Pensiun dan/atau Pihak Yang Berhak. Termohon adalah Penyelenggara Program Pensiun Intervensi adalah perbuatan hukum oleh atau kepada pihak ketiga di luar Perjanjian Arbitrase yang mempunyai kepentingan dalam Permohonan Arbitrase dengan jalan melibatkan diri atau dilibatkan oleh Pemohon atau Termohon dalam suatu perkara Arbitrase yang sedang berlangsungbmdp. Pengurus adalah pengurus BMDP sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar BMDP, beserta segala perubahannya jika ada. Sekretariat adalah sekretariat yang dibentuk Pengurus untuk menjalankan operasional sehari-hari BMDP yang dipimpin oleh salah satu anggota Pengurus, atau personil lain yang ditunjuk oleh Pengurus. Sekretaris adalah 1 (satu) atau lebih personil Sekretariat yang d itunjuk oleh Pengurus untuk membantu Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase dalam urusan pencatatan dan administrasi selama proses Arbitrase. Rekonpensi adalah tuntutan balik yang diajukan Termohon terhadap Pemohon. Akta Perdamaian adalah akta yang memuat isi Kesepakatan Perdamaian dan putusan Arbitrase yang menguatkan Kesepakatan Perdamaian tersebut yang tidak tunduk pada upaya hukum biasa maupun luar biasa. Kesepakatan Perdamaian adalah dokumen yang memuat syarat-syarat yang disepakati oleh Para Pihak guna mengakhiri sengketa yang merupakan hasil dari upaya perdamaian. Putusan Arbitrase adalah putusan yang dijatuhkan atas suatu sengketa oleh Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrasemenurut Peraturan Dan Acara ini. Pengadilan Negeri adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal Termohon. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui proses perundingan untuk mencapai perdamaian dengan dibantu oleh Mediator. (z) Mediator adalah pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan dalam Mediasi BMDP guna mencari berbagai solusi penyelesaian tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. (2) Penyebutan kata hari dalam Peraturan Dan Acara ini adalah merujuk kepada hari kalender nasional Indonesia. Pasal 2 Ruang Lingkup Peraturan Dan Acara (1) Peraturan Dan Acara ini mengatur penyelesaian sengketa antar Para Pihak dalam suatu hubungan hukum tertentu di bidang Dana Pensiun atau yang terkait dengan Dana Pensiundan telah mengadakan Perjanjian Arbitrase yang secara tegas menyatakan bahwa semua sengketa yang timbul atau mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan cara Arbitrase BMDP. 3 BMDP-Arbitrase

(2) Penyelesaian sengketa berdasarkan Peraturan Dan Acara ini dilakukan atas dasar itikad baik dengan berlandaskan tata cara kooperatif dan non konfrontatif dengan mengesampingkan penyelesaian sengketa melalui Pengadilan Negeri dan atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya. (3) Sengketa yang dapat diselesaikan melalui Arbitrase BMDPhanya sengketa di bidang Dana Pensiun atau yang terkait dengan Dana Pensiun, dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh Pihak yang bersengketa, serta yang menurut peraturan perundang-undangan dapat diadakan perdamaian. (4) BMDPtermasuk Arbiter, Pengurus, Sekretaris dan personil Sekretariat: tidak dapat dianggap, dalam keadaan atau kapasitas apapun, bertindak sebagai penasehat hukum menyangkut posisi hukum dari Para Pihak; dilarang untuk memberikan, menawarkan, atau menyampaikan bantuan hukum, baik secara professional ataupun personal kepada Para Pihak. (5) Para Pihak, Arbiter, Pengurus, Sekretaris danpersonil Sekretariat wajib mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Dan Acara ini. BAB II PRA-PEMERIKSAAN ARBITRASE Pasal 3 Perjanjian Arbitrase (1) Para Pihak dapat menyetujui secara tertulis suatu sengketa yang terjadi atau yang akan terjadi antara mereka untuk diselesaikan melalui ArbitraseBMDP dalam suatu dokumen Perjanjian Arbitrase. (2) Perjanjian Arbitrase BMDPdapat berbentuk: suatu kesepakatan berupa klausula Arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh Para Pihak sebelum timbul sengketa; atau suatu Perjanjian Arbitrase tersendiri yang dibuat Para Pihak setelah timbul sengketa dengan memperhatikan ketentuan Pasal 4. (3) Perjanjian Arbitrase harus menyebutkan secara tegas penunjukannya atas forum Arbitrase BMDP.Namun, demi kepastian hukum, dalam hal Para Pihak di dalam Perjanjian Arbitrase tidak menyebutkan forum Arbitrase BMDP tetapi sepakat untuk menggunakan Peraturan Dan Acara BMDP dalam penyelesaian sengketa, maka BMDP berwenang untuk menangani sengketa Arbitrase yang diajukan oleh salah satu pihak dalam Perjanjian Arbitrase tersebut. (4) Para Pihak yang telah terikat dengan Perjanjian Arbitrase BMDP berarti secara hukum telah sepakat untuk meniadakan proses pemeriksaan perkara melalui Pengadilan Negeri dan atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya, dan akan melaksanakan setiap putusan yang diambil oleh Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase berdasarkan Peraturan Dan Acara ini. 4 BMDP-Arbitrase

(5) Klausula Arbitrase dalam suatu perjanjian pokok harus diperlakukan sebagai suatu perjanjian terpisah dari ketentuan-ketentuan lainnya dalam perjanjian pokok yang bersangkutan. Berlakunya syarat-syarat hapusnya perjanjian pokok, atau berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok tidak menjadikan batal Perjanjian Arbitrase. Pasal 4 Perjanjian Arbitrase setelah Sengketa (1) Dalam hal Para Pihak memilih penyelesaian sengketa melalui Arbitrase setelah sengketa terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu Perjanjian Arbitrase tertulis yang ditandatangani Para Pihak. (2) Dalam hal Para Pihak tidak dapat menandatangani perjanjian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), perjanjian tertulis tersebut harus dibuat dalam bentuk akta notaris. (3) Perjanjian sebagaimana dimaksud ayat (1) atau ayat (2) harus memuat: (d) (e) (f) (g) (h) (i) masalah yang dipersengketakan; nama lengkap dan tempat tinggal Para Pihak; Kesepakatan dan persetujuan Para Pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui forum Arbitrase BMDP. nama lengkapdan tempat tinggal Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase; tempat Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase akan mengambil keputusan; nama lengkap Sekretaris; jangka waktu penyelesaian sengketa; pernyataan kesediaan dari Arbiter; dan pernyataan kesediaan dari Pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya-biaya penyelenggaraan Arbitrase. (4) Perjanjian Arbitrase sebagaimana dimaksud ayat (1) atau (2) yang tidak memuat hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) adalah batal demi hukum. (5) BMDP, atas permintaan salah satu Pihak, dapat memfasilitasi pertemuan antara Para Pihak dalam rangka membuat Perjanjian Arbitrase. Pasal 5 Notifikasi (1) Dalam hal timbul sengketa, dan sebelum Pemohon mengajukan pendaftaran Permohonan Arbitrase kepada BMDP,Pemohon harus memberitahukan melalui surat tercatat, telegram, teleks, faksimili, e-mail atau dengan buku ekspedisi kepada Termohon dengan tembusan Pengurus bahwa syarat Arbitrase yang diadakan oleh Para Pihak sudah berlaku. (2) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud ayat (1) memuat dengan jelas: (d) nama dan alamat Para Pihak; penunjukan kepada Perjanjian Arbitrase; dasar tuntutan dan jumlah yang dituntut; cara penyelesaian yang dikehendaki; 5 BMDP-Arbitrase

(e) perjanjian yang diadakan oleh Para Pihak tentang jumlah Arbiter, atau apabila tidak pernah diadakan perjanjian semacam itu, Pemohon dapat mengajukan usul tentang jumlah Arbiter yang dikehendaki dalam jumlah ganjil. (3) Termohon harus memberikan tanggapan kepada Pemohon dengan tembusan Pengurus paling lambat dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari terhitung sejak menerima notifikasi tersebut, khususnya tanggapan mengenai jumlah Arbiter yang diusulkan Pemohon. (4) Dalam hal Perjanjian Arbitrase dibuat setelah munculnya sengketa, notifikasi sebagaimana dimaksud ayat (1)tidak diperlukan lagi. Pasal 6 Pendaftaran Permohonan Arbitrase (1) Arbitrase diselenggarakan berdasarkan Permohonan Arbitrase yang diajukan pendaftarannya oleh Pemohon kepada BMDP. (2) Permohonan Arbitrase didaftarkan dalam jumlah salinan yang cukup bagi keperluan persidangan Arbitrase dan paling kurang memuat dan atau mencantumkan: surat tuntutan yang harus memuat paling kurang: (i) nama lengkap, dan tempat tinggal atau tempat kedudukan Para Pihak; (ii) uraian singkat tentang sengketa; (iii) isi tuntutan yang jelas; dan lampiran-lampiran: (i) akta daftar bukti yang diajukan berikut keterangannya; (ii) fotokopi bukti-bukti, dengan ketentuan jika tidak disertakan maka dalam Permohonan Arbitrase harus diterangkan bahwa fotokopi bukti-bukti akan diajukan dalam persidangan; (iii) fotokopi Perjanjian Arbitrase yang mendasari Permohonan Arbitrase; (iv) fotokopi bukti pembayaran atas Biaya Pendaftaran sesuai dengan Peraturan Dan Acara ini. (3) Konfirmasi penerimaan atau penolakan terhadap pendaftaran Permohonan Arbitrase disampaikan oleh Pengurus kepada Pemohon, dengan tembusan Termohon, dalam jangka waktu paling lama10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal pengajuan. (4) Apabila pendaftaran Permohonan Arbitrase ditolak Pengurus, surat sebagaimana dimaksud ayat (3) memuat pula alasan penolakan. Pemohon dapat mengajukannya kembali dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan. (5) Apabila pendaftaran Permohonan Arbitrase dinyatakan diterima, maka surat sebagaimana dimaksud ayat (3) memuat pula: (d) pemberitahuan mengenai nama Sekretaris yang ditunjuk oleh Pengurus untuk perkara yang bersangkutan; pemberitahuan bahwa Para Pihak sudah bisa mulai melakukan penunjukan Arbiter; informasi mengenai biaya-biaya Arbitrase atas perkara yang bersangkutan; dan salinan Permohonan Arbitrase untuk Termohon. 6 BMDP-Arbitrase

(6) Terhadap pendaftaran Permohonan Arbitrase yang diterima sebagaimana dimaksud ayat (5), Sekretariat pada tanggal yang sama dengan tanggal konfirmasi dimaksud mencatatkan Permohonan Arbitrase ke dalam buku register perkara BMDP dan membubuhkan kode nomor registrasi perkara. (7) Pengurus dapat melimpahkan kewenangan melakukan verifikasi terhadap pendaftaran Permohonan Arbitrase kepada personil Sekretariat, termasuk untuk memberikan pernyataan penerimaan maupun penolakannya. Pasal 7 Sekretaris (1) Pengurus menunjuk 1 (satu) atau lebih personil Sekretariat untuk menjadi Sekretaris pada perkara yang akan atau sedang dilaksanakan di Arbitrase. (2) Sekretaris bertugas untuk: membuat berita acara pemeriksaan atau persidangan; membuat risalah rapat permusyawaratan Majelis Arbitrase; mengurus korespondensi Arbitrase; (d) menyimpan catatan dan dokumen Arbitrase; (e) menandatangani surat panggilan sidang/ pemeriksaan kepada Para Pihak atas nama Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase; (f) membantu Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase dalam menyusun jadwal pemeriksaan dan mengingatkan mengenai jangka waktu Arbitrase; (g) membantu Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase dalam membuat laporan kepada Pengurus mengenai selesainya Arbitrase; (h) menjadi penerima kuasa Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase untuk mendaftarkan Putusan Arbitrase; (i) tugas-tugas lain yang mungkin diatur pada bagian lain dari Peraturan Dan Acara ini. (3) Sekretaris wajib menjaga prinsip kerahasiaan atas proses Arbitrase dan melaksanakan tugasnya sampai dengan selesai secara profesional, bersikap netral, independen dan menjaga integritas serta menjunjung tinggi kehormatan BMDP. BAB III ARBITER Pasal 8 Persyaratan Arbiter (1) Untuk dapat menjadi Arbiter dalam Arbitrase BMDP, haruslah orang yang sudah diangkat oleh Pengurus sebagai Arbiter Tetap BMDP atau Arbiter Tidak Tetap BMDP. (2) Pengurus mengangkat seseorang sebagai Arbiter Tetap BMDP menurut ketentuan sebagai berikut: pencalonan seseorang untuk menjadi Arbiter Tetap BMDP diputuskan dalam Rapat Pengurus berdasarkan pemahaman Pengurus mengenai integritas dan kapabilitas dari calon yang bersangkutan; 7 BMDP-Arbitrase

calon Arbiter Tetap BMDP menyampaikan resume jati diri dan riwayat hidup beserta fotokopi dokumen-dokumen pendukungnya dan mengikuti uji kecakapan dan kelayakan (fit and proper test) yang dilakukan oleh Pengurus; Pengurus hanya mengangkat seseorang menjadi Arbiter Tetap BMDP apabila calon tersebut dapat memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II. (3) Pengurus menerbitkan Daftar Arbiter Tetap BMDP yang terbuka untuk umum, dan memperbaharuinya setiap kali ada perubahan pada daftar tersebut. (4) Pengurus dapat mengangkat seseorang sebagai Arbiter Tidak Tetap BMDP menurut ketentuan sebagai berikut: pencalonan seseorang untuk menjadi Arbiter Tidak Tetap BMDP diusulkan oleh Pemohon/ Termohon atau Arbiter perkara kepada Pengurus, atau atas pertimbangan Pengurus sendiri; pencalonan tersebut disetujui oleh Para Pihak dan didasarkan alasan belum terdapat Arbiter dalam Daftar Arbiter Tetap BMDP yang memenuhi kualifikasi tertentu yang dibutuhkan untuk memeriksa perkara yang bersangkutan; seseorang yang dicalonkan tersebut berpengalaman sebagai Arbiter pada lembaga Arbitrase lain dan atau tercatat sebagai Arbiter Tetap pada lembaga Arbitrase lain; (d) calon Arbiter Tidak Tetap BMDP menyampaikan resume jati diri dan riwayat hidup beserta fotokopi dokumen-dokumen pendukungnya dan mengikuti uji kecakapan dan kelayakan (fit and proper test) yang dilakukan oleh Pengurus; (e) status seseorang sebagai Arbiter Tidak Tetap BMDP secara otomatis berakhir dengan selesainya tugas sebagai Arbiter perkara yang bersangkutan; (f) penunjukan seseorang sebagai Arbiter Tidak Tetap tidak boleh untuk posisi Arbiter Tunggal/ Ketua Majelis Arbitrase; (g) memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (4). Pasal 9 Penentuan Jumlah Arbiter (1) Para Pihak dalam Arbitrase dapat menyepakati jumlah Arbiter yang akan memeriksa sengketa antara Para Pihak, dalam jumlah ganjil. (2) Para Pihak yang dimaksud ayat (1) adalah Pemohon (atau para Pemohon) dan Termohon (atau para Termohon), sedangkan pihak-pihak yang ditarik atau menarik diri ke dalam perkara Arbitrase sebagai Turut Termohon dan atau pihak Intervensi tidak memiliki hak untuk ikut membahas dan menentukan jumlah Arbiter. (3) Apabila dalam Perjanjian Arbitrase tidak atau belum memuat mengenai jumlah Arbiter, maka dianggap jumlah Arbiter adalah 3 (tiga) orang, kecuali Para Pihak dapat menyepakati jumlah Arbiter melalui korespondensi notifikasi sebagaimana dimaksud Pasal 5. (4) Apabila Para Pihak menyepakati jumlah Arbiter lebih dari 3 (tiga) orang, maka ketentuan mengenai tata cara penunjukan para Arbiter akan ditentukan secara khusus oleh Pengurus secara kasus per kasus, kecuali dapat disepakati lain oleh Para Pihak. 8 BMDP-Arbitrase

Pasal 10 Penunjukan Arbiter Tunggal (1) Dalam hal sengketa yang timbul akan diperiksa dan diputus oleh Arbiter Tunggal, Para Pihak wajib untuk mencapai suatu kesepakatan tentang penunjukan Arbiter Tunggal tersebut.dalam hal lebih dari 1 (satu) Pemohon dan atau Termohon, maka penunjukan Arbiter Tunggal harus merupakan persetujuan semua Pihak. (2) Pihak yang dimaksud ayat (1) adalah Pemohon (atau para Pemohon) dan Termohon (atau para Termohon), sedangkan pihak-pihak yang ditarik atau menarik diri ke dalam perkara Arbitrase sebagai Turut Termohon dan atau pihak Intervensi tidak memiliki hak untuk ikut membahas dan memilih Arbiter. (3) Dalam jangka waktu paling lama 14(empat belas) hari terhitung sejak Para Pihak menerima konfirmasi pendaftaran Permohonan Arbitrase sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat ( 5), Para Pihak sudah harus menyampaikan pemberitahuan kepada Pengurus mengenai kesepakatan sebagaimana diatur dalam ayat (1) dengan melampirkan surat konfirmasi dari Arbiter Tunggal yang bersangkutan. (4) Apabila sampai dengan lewatnya jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (2) Para Pihak tidak dapatmencapai kesepakatan mengenai penunjukan Arbiter Tunggal, maka Pengurus akan menunjuk Arbiter Tunggal dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak berakhirnya batas waktu tersebut. (5) Penunjukan Arbiter Tunggal yang dilakukan oleh Pengurus sebagaimana dimaksud ayat (4) bersifat final dan mengikat Para Pihak kecuali ada pengajuan Hak Ingkar. Pasal11 Penunjukan Arbiter dalam Majelis Arbitrase (1) Dalam hal sengketa yang timbul akan diperiksa dan diputus oleh Majelis Arbitrase, masing-masing Pihak diberikan kesempatan untuk menunjuk seorang Arbiter. (2) Pihak yang dimaksud ayat (1) adalah Pemohon (atau para Pemohon) dan Termohon (atau para Termohon), sedangkan pihak-pihak yang ditarik atau menarik diri ke dalam perkara Arbitrase sebagai Turut Termohon dan atau pihak Intervensi tidak memiliki hak untuk ikut membahas dan memilih Arbiter. (3) Apabila dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak pendaftaran Permohonan Arbitrase dinyatakan diterima oleh Pengurus sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (5), ada salah satu Pihak yang tidak atau belum menunjuk Arbiter yang akan menjadi anggota Majelis Arbitrase, maka Pengurus akan menunjuk Arbiter dimaksud dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak berakhirnya batas waktu tersebut. (4) Kedua Arbiter yang telah dipilih berwenang untuk menunjuk Arbiter ketiga. (5) Dalam hal kedua Arbiter tidak berhasil menunjuk Arbiter ketiga dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak Arbiter yang terakhir ditunjuk, maka Pengurus akan menunjuk Arbiter ketiga dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak berakhirnya jangka waktu tersebut. 9 BMDP-Arbitrase

(6) Penunjukan Arbiter yang dilakukan oleh Pengurus sebagaimana dimaksud ayat (3) dan ayat (5) bersifat final dan mengikat Para Pihak, kecuali ada pengajuan Hak Ingkar. (7) Arbiter ketiga diangkat sebagai Ketua Majelis Arbitrase, kecuali disepakati lain oleh para Arbiter dalam Majelis Arbitrase. (8) Dalam suatu Majelis Arbitrase, paling kurang 1 (satu) Arbiter berlatar belakang profesi bidang hukum. (9) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) Pemohon, maka semua Pihak yang bertindak sebagai Pemohon (para Pemohon) harus dianggap sebagai 1 (satu) Pihak tunggal dalam hal penunjukan Arbiter, hal mana berlaku secara mutatis mutandis pada para Termohon. Pasal 12 Konfirmasi Penunjukan Arbiter (1) Arbiter yang ditunjuk dapat menerima atau menolak penunjukan tersebut. (2) Pemberitahuan mengenai penerimaan/ penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal penunjukan, dengan ketentuan: (d) (e) (f) apabila ditunjuk sebagai Arbiter Tunggal oleh Para Pihak, pemberitahuan tersebut ditujukan kepada Para Pihak dengan tembusan Pengurus; apabila ditunjuk sebagai Arbiter Tunggal oleh Pengurus, pemberitahuan tersebut ditujukan kepada Pengurus dengan tembusan Para Pihak; apabila ditunjuk sebagai Arbiter dalam Majelis Arbitrase oleh salah satu Pihak, pemberitahuan tersebut ditujukan kepada Pihak yang menunjuk dengan tembusan Pihak lain dan Pengurus; apabila ditunjuk sebagai Arbiter dalam Majelis Arbitrase oleh Pengurus, pemberitahuan tersebut ditujukan kepada Pengurus dengan tembusan Para Pihak; apabila ditunjuk sebagai Arbiter ketiga oleh kedua Arbiter, pemberitahuan tersebut ditujukan kepada kedua Arbiter dengan tembusan Para Pihak dan Pengurus; apabila ditunjuk sebagai Arbiter ketiga oleh Pengurus, pemberitahuan tersebut ditujukan kepada Pengurus dengan tembusan Para Pihak dan kedua Arbiter lain. (3) Arbiter wajib segera memberitahukan kepada Para Pihak dan Pengurus tentang setiap keadaannya yang mungkin dapat menjadikan dirinya diragukan sehubungan dengan netralitas dan kemandirian, dengan memperhatikan Pedoman Benturan Kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III. Untuk itu, dalam pemberitahuan sebagaimana dimaksud ayat ( 3) ini sekaligus dilampirkan surat pernyataan dan keterbukaan Arbiter yang bersangkutan dalam format yang ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Pengurus. (4) Arbiter bertanggung jawab penuh atas segala risiko hukum yang timbul dari kebenaran surat pernyataan dan keterbukaan yang telah dibuat dan ditandatanganinya sebagaimana dimaksud ayat (3). (5) Arbiter hanya boleh menerima penunjukan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: memperhatikan dan tunduk pada Pedoman Benturan Kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III; 10 BMDP-Arbitrase

tidak berada dalam pengaruh dan atau tekanan siapapun untuk menjalankan tugas sebagai Arbiter; dalam keadaan sehat secara jasmani maupun rohani sehingga mampu menjalankan tugas sebagai Arbiter dengan sebaik-baiknya; (d) membuat surat pernyataan dan keterbukaan sebagaimana dimaksud ayat (3) dengan jujur dan benar. (e) masih tercantum dalam Daftar Arbiter Tetap BMDP bagi Arbiter yang pada saat ditunjuk berstatus sebagai Arbiter Tetap BMDP, sedangkan bagi Arbiter yang belum berstatus sebagai Arbiter Tetap BMDP akan diproses terlebih dahulu menurut ketentuan Pasal 8 ayat (4) sebagai Arbiter Tidak Tetap BMDP; (6) Keputusan atau persetujuan akhir mengenai penunjukan semua Arbiter perkara berada di tangan Pengurus. Dalam memberikan persetujuan, Pengurus dapat meminta keterangan tambahan sehubungan dengan kemandirian, netralitas dan atau kualifikasi Arbiter yang ditunjuk. Oleh karena itu: Arbiter Tunggal yang telah menerima penunjukan akan diangkat sebagai Arbiter perkara melalui surat keputusan Pengurus, dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak Pengurus menerima jawaban penerimaan penunjukan Arbiter yang bersangkutan. Arbiter-arbiter dalam suatu Majelis Arbitrase yang telah menerima penunjukan akan diangkat sebagai Arbiter perkara melalui surat keputusan Pengurus, dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak Pengurus menerima jawaban penerimaan penunjukan Arbiter yang terakhir. (7) Pengurus berwenang untuk tidak menerbitkan surat keputusan pengangkatan sebagaimana dimaksud ayat (6) apabila penunjukan dan atau penerimaan Arbiter tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam Peraturan Dan Acara ini, dan untuk selanjutnya harus dilakukan penunjukan Arbiter yang lain sesuai dengan tata cara penunjukan Arbiter yang ditolak tersebut. (8) Setelah pengangkatan sebagaimana dimaksud ayat (5), Pengurus menyerahkan berkas Permohonan Arbitrase kepada Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase melalui Sekretaris supaya Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase dapat segera menetapkan sidang pertama. Pasal 13 Hubungan Hukum Arbiter dan Para Pihak (1) Dengan penerimaan dan pengukuhan seseorang menjadi Arbiter perkara, maka antara Para Pihak dan Arbiter/ para Arbiterserta BMDPterjadi suatu perjanjian perdata yang mengakibatkan: bahwa Arbiter/ para Arbiter akan memberikan putusannya secara jujur, adil, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan akan melaksanakan tugasnya sampai dengan selesai dibacakannya Putusan Arbitrase; dan bahwa Para Pihak akan menerima Putusan Arbitrase secara final dan mengikat sebagaimana sifat putusan tersebut menurut Undang-undang dan Peraturan Dan Acara ini. 11 BMDP-Arbitrase

(2) Arbiter yang telah menyatakan menerima penunjukan dan kemudian dikukuhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (6), maka Arbiter yang bersangkutan tidak dapat menarik diri atau mengundurkan diri, kecuali: akibat diterimanya tuntutan Hak Ingkar; karena tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (5); alasan lain yang wajar dan mendapatkan persetujuan Para Pihak. (3) Wewenang Arbiter tidak dapat dibatalkan dengan meninggalnya atau digantinya Arbiter, dan wewenang tersebut dilanjutkan oleh penggantinya yang diangkat dengan tata cara sebagaimana yang berlaku untuk pengangkatan Arbiter yang digantikan. Pasal 14 Kewajiban dan Tanggungjawab Arbiter (1) Arbiter, dalam menjalankan fungsinya, wajib menaati ketentuan Peraturan Dan Acara ini dan Etika Perilaku. Terhadap dugaan pelanggaran Peraturan Dan Acara ini dan Etika Perilaku akan diproses BMDP melalui sidang kode etik. (2) Arbiter wajib menjaga prinsip kerahasiaan atas sengketa yang ditangani kecuali diperintahkan oleh pengadilan dan atau peraturan perundang-undangan untuk diungkapkan. (3) Arbiter berkewajiban melaksanakan tugasnya sampai dengan selesai dibacakannya Putusan Arbitrase, dan menjalankan tugasnya secara profesional, bersikap netral, independen dan menjaga integritas serta menjunjung tinggi Etika Perilaku. (4) Arbiter wajib memberikan kesempatan yang sama dan adil kepada masing-masing Pihak untuk didengar keterangannya dan mengungkapkan bukti-bukti yang dimilikimasingmasing Pihak. (5) Arbiter wajib segera mengundurkan diri apabila kemudian menyadari bahwa iaternyata tidak memenuhi 1 (satu) atau lebih syarat-syarat sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (5). (6) Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase tidak dapat dikenakan tanggung jawab hukum apapun atas segala tindakan yang diambil selama proses pemeriksaan berlangsung untuk menjalankan fungsinya sebagai Arbiter, kecuali dapat dibuktikan adanya itikad tidak baik dari tindakan tersebut. (7) Dalam hal Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase tanpa alasan yang sah tidak memberikan Putusan Arbitrase dalam jangka waktu yang telah ditentukan, dapat dihukumuntuk mengganti biaya dan kerugian yang diakibatkan karena kelambatan tersebut kepada Para Pihak. 12 BMDP-Arbitrase

BAB IV PEMERIKSAAN ARBITRASE Pasal 15 Ketentuan Umum Pemeriksaan (1) Arbitrase BMDPdilakukan menurut Peraturan Dan Acara ini, kecuali ditetapkan lain oleh Para Pihak berdasarkan kesepakatan yang dibuat sebelum pendaftaran Permohonan Arbitrase. (2) Pemeriksaan sengketa dalam Arbitrase dilakukan secara tertulis.pemeriksaan secara lisan dapat dilakukan apabila dianggap perlu oleh Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase. (3) Para Pihak mempunyai hak dan kesempatan yang sama dan adil dalam mengemukakan pendapat, mengajukan bukti-bukti dan atau saksi-saksi masing-masing. (4) Para Pihak berhak menentukan pilihan hukum yang akan berlaku terhadap penyelesaian sengketa yang mungkin atau telah timbul antara Para Pihak. Apabila Para Pihak tidak menentukan lain, maka hukum yang diterapkan adalah hukum tempat Arbitrase dilakukan. (5) Terhadap kegiatan dalam pemeriksaan dan sidang Arbitrase dibuat berita acara pemeriksaan oleh Sekretaris. (6) Para Pihak harus menjalani pemeriksaan atau persidangan Arbitrase dengan sopan, saling menghormati dan tertib. Pasal 16 Kuasa Hukum (1) Masing-masing Pihak yang bersengketa dapat diwakili oleh kuasa hukumnya dengan surat kuasa yang bersifat khusus, dengan ketentuan: advokat yang dapat menjadi kuasa hukum dari Para Pihak di Arbitrase BMDP harus memenuhi persyaratan: (i) mempunyai izin praktek beracara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; (ii) terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan selaku profesi penunjang Dana Pensiun; dan (iii) tercatat sebagai anggota Himpunan Konsultan Hukum Dana Pensiun; dalam hal kuasa hukum lebih dari 1 (satu) orang, maka cukup paling kurang 1 (satu) orang kuasa hukum saja yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud huruf dan bertindak sebagai advokat utama (lead counsel); apabila suatu Pihak diwakili oleh advokat asing, maka harus didampingi oleh advokat Indonesia yang memenuhi persyaratan dalam huruf. (2) Apabila Pemohon/Termohon bermaksud menjalani proses Arbitrase BMDP tanpa didampingi oleh kuasa hukum, maka Pemohon/ Termohon dapat meminta penjelasan kepada Sekretariat BMDP mengenai cara membuat surat gugatan dan atau dokumen lain dalam jawab-menjawab dan pembuktian. 13 BMDP-Arbitrase

Pasal 17 Bahasa (1) Bahasa yang digunakan dalam semua proses Arbitrase BMDPadalah bahasa Indonesia, kecuali atas persetujuan Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase maka Para Pihak dapat memilih bahasa lain, namun demikian Putusan Arbitrase tetap harus dibuat dalam bahasa Indonesia. (2) Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase dapat memerintahkan kepada Para Pihak agar setiap dokumen atau bukti disertai dengan terjemahan ke dalam bahasa yang ditetapkan sebagaimana dimaksud ayat (1). Pasal 18 Tempat (1) Tempat Arbitrase BMDP ditentukan oleh Pengurus. Para Pihak dapat mengusulkan tempat lain dengan persetujuan Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase dan Pengurus. (2) Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrasedapat mendengar keterangan saksi fakta/ saksi ahli atau mengadakan pertemuan yang dianggap perlu diluar tempat Arbitrase diadakan dengan alasan yang wajar, misalnya disebabkan tempat tinggal saksi yang bersangkutan. (3) Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase dapat mengadakan pemeriksaan setempat atas barang yang dipersengketakan atau hal lain yang berhubungan dengan sengketa yang sedang diperiksa, dan dalam hal dianggap perlu, Para Pihak akan dipanggil secara sah agar dapat juga hadir dalam pemeriksaan tersebut. Acara pemeriksaan setempat diselenggarakan menurut hukum acara perdata. Pasal 19 Jangka Waktu (1) Jangka waktu pemeriksaan Arbitrase adalah 180 (seratus delapan puluh) hari terhitung sejak tanggal pengukuhan Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (6). (2) Waktu yang terpakai dalam rangka pemeriksaan dan pelaksanaan putusan provisionil atau putusan sela lainnya sebagaimana dimaksud Pasal 38 ayat (1) tidak termasuk dalam perhitungan jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (1). (3) Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase berwenang untuk memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila: (d) (e) diajukan permohonan oleh salah satu Pihak mengenai hal khusus tertentu, misalnya karena adanya gugatan antara atau gugatan insidentil di luar pokok sengketa seperti permohonan sita jaminan sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Perdata; sebagai akibat pemeriksaan dan ditetapkan putusan provisionil atau putusan sela lainnya; adanya tuntutan Hak Ingkar; adanya pengunduran diri Arbiter; adanya penggantian Arbiter; 14 BMDP-Arbitrase

(f) (g) (h) adanya upaya perdamaian; dianggap perlu oleh Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase untuk kepentingan pemeriksaan; selain alasan tersebut di atas dengan alasan yang wajar dan disetujui Para Pihak. (4) Dalam rangka menjamin kepastian waktu penyelesaian pemeriksaan Arbitrase, maka pada sidang pertama, Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase menetapkan jadwal pemeriksaan berikutnya sampai dengan pembacaan Putusan Arbitrase. Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud ayat (3), maka dalam sidang ditetapkan revisi terhadap jadwal pemeriksaan dan atau perpanjangan jangka waktu. (5) Apabila dalam jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 4) ternyata persidangan Arbitrase belum juga selesai, Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase hanya dapat memperpanjang waktu berdasarkan persetujuan Para Pihak dan Pengurus. (6) Para Pihak sepakat bahwa sengketa harus diselesaikan dengan itikad baik secepat mungkin dan bahwa tidak akan ditunda atau adanya langkah-langkah lain yang dapat menghambat proses Arbitrase yang lancar dan adil. Pasal 20 Dokumentasi, Korespondensi dan Komunikasi (1) Terhadap pemeriksaan dalam Arbitrase dibuat berita acara oleh Sekretaris. (2) Para Pihak dilarang merekam acara persidangan baik rekaman audio, rekaman visual maupun rekaman audio visual. (3) Pengiriman surat-menyurat disampaikan oleh Sekretaris kepada nama dan alamat yang tercantum pada bagian persona standi dalam Permohonan Arbitrase atau Jawaban. Apabila ada perubahan, maka masing-masing Pihak harus memastikan telah memberikan informasi kepada Sekretariat mengenai nama, nomor telepon, nomor faksimili dan alamat secara lengkap untuk tujuan surat-menyurat dari dan ke masingmasing Pihak, dan setiap perubahan-perubahan selanjutnya berkenaan dengan hal-hal tersebut. (4) Apabila Majelis Arbitrase/ Arbiter Tunggal telah terbentuk, maka setiap Pihak tidak boleh melakukan komunikasi dengan satu atau lebih Arbiter perkara dengan cara bagaimanapun sehubungan dengan Permohonan Arbitrase yang bersangkutan kecuali dalam persidangan, atau disertai suatu salinan yang juga dikirimkan kepada Pihak lain melalui Sekretaris. Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (3) ini dapat menjadi indikasi terpenuhinya alasan untuk mengajukan Hak Ingkar sebagaimana dimaksud Pasal 31 huruf, huruf dan atau huruf (d). (5) Penyampaian atau pendistribusian surat-menyurat dari Majelis Arbitrase/ Arbiter Tunggal kepada Para Pihak, maupun dari satu Pihak kepada Majelis Arbitrase/ Arbiter Tunggal dan Pihak lain, harus dilakukan dalam kesempatan persidangan dan atau melalui Sekretariat. (6) Penyampaian atau pendistribusian surat-menyurat dari Sekretaris kepada Para Pihak, maupun dari Para Pihak kepada Sekretaris, dapat disampaikan melalui kurir, pos tercatat, faksimili dan ataue-mail. 15 BMDP-Arbitrase

(7) Pengiriman oleh Sekretaris kepada Para Pihak melalui faksimili dan ataue-mail adalah sama sahnya dengan pengiriman melalui kurir dan atau pos tercatat dengan bukti penerimaan yang cukup. Apabila pengiriman melalui faksimili dan ataue-mail sudah diterima dengan baik dan jelas, maka pengiriman surat asli melalui kurir dan atau pos tercatat boleh untuk tidak dilakukan lagi oleh Sekretariatkepada Para Pihak. (8) Surat-menyurat yang tidak memenuhi ketentuan ayat (3), ayat (4),ayat (5) atau ayat (6) adalah tidak sah dan dianggap tidak pernah ada. (9) Penyampaian dokumen Permohonan Arbitrase, dokumen jawab-menjawab, keterangan tertulis saksi fakta/ saksi ahli, dan akta daftar bukti serta Kesimpulan harus disertai dengan softcopy dalam format words document. Pasal 21 Kerahasiaan (1) Proses Arbitrase bersifat rahasia dan berlangsung secara tertutup yang hanya dihadiri oleh Para Pihak, Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase dan Sekretaris, kecuali diizinkan oleh Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase dengan persetujuan Para Pihak, atau bila diperlukan untuk pelaksanaan Putusan Arbitrase sebagaimana dimaksud 44 ayat (5) dan ayat (6). (1) Kecuali bila diperlukan untuk pelaksanaan Putusan Arbitrase sebagaimana dimaksud Pasal 44 ayat (5) dan ayat (6), maka semua orang yang terlibat dalam proses Arbitrase harus menjaga kerahasiaan baik selama pra-arbitrase, selama pemeriksaan/ persidangan maupun setelah selesai Arbitrase, dan tidak menggunakan untuk tujuan apapun terhadap: (d) (e) fakta bahwa proses Arbitrase atas suatu perkara akan, sedang dan atau telah berlangsung; hal-hal yang muncul dalam proses Arbitrase; pendapat yang dikemukakan, tuntutan, usulan-usulan atau proposal perdamaian yang diajukan Para Pihak untuk penyelesaian sengketa; semua dokumen yang diserahkan dan pembicaraan yang dilakukan selama proses Arbitrase; semua data, informasi, korespondensi, dan dokumen dalam bentuk cetak tertulis maupun elektronik, mengenai masalah yang disengketakan, tuntutan, usulanusulan atau proposal perdamaian dan tanggapan yang disampaikan, termasuk isi Putusan Arbitrase. (2) Ketentuan kerahasiaan tetap melekat atas orang yang terlibat dalam proses Arbitrasesebagaimana dimaksud ayat (2) setelah selesainya Arbitrase. (3) BMDP danatau salah satu Pihak berhak menuntut Pihak yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (2) berupa tuntutan termasuk namun tidak terbatas pada: ganti rugi penuh atas kerugian yang ditimbulkan; biaya upaya hukum yang dilakukannya sehubungan dengan pelanggaran tersebut; dan atau jaminan untuk tidak terulangnya kembali pelanggaran tersebut di kemudian hari. (4) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ayat (2) ini, Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase berhak untuk menghentikan proses Arbitrase. 16 BMDP-Arbitrase

Pasal 22 Panggilan Sidang (1) Paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima berkas-berkas Permohonan Arbitrase dari Pengurus, Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase melalui Sekretaris menyampaikan surat panggilan sidang pertama kepada Para Pihak. Dalam surat panggilan tersebut disebutkan perintah kepada Termohon untuk memberikan jawabannya ( Jawaban ) secara tertulis pada sidang pertama. (2) Sidang pertama sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diselenggarakan paling kurang 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal disampaikannya surat panggilan sidang tersebut kepada Para Pihak. (3) Apabila pada sidang pertama,pemohon tanpa suatu alasan yang sah tidak datang menghadap, sedangkan Pemohon telah dipanggil secara patut, maka Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase menyatakan bahwa Permohonan Arbitrase gugur, dan dengan demikian tugas Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase selesai. Dalam hal Permohonan Arbitrase diajukan oleh Para Pemohon, maka ketidakhadiran salah satu Pemohon juga mengakibatkan gugurnya Permohonan Arbitrase. (4) Apabila pada sidang pertama,termohon atau salah satu Termohon (jika tuntutan diajukan kepada lebih dari 1 (satu) Termohon) tanpa suatu alasan sah tidak datang menghadap, sedangkan Termohon telah dipanggil secara patut, maka Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase menunda persidangan dan melakukan pemanggilan sidang kembali kepada Termohon yang tidak hadir. Sidang berikutnya diselenggarakan paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak penundaan sidang tersebut. (5) Apabila Termohon atau salah satu Termohon tetap tidak datang menghadap di muka persidangan berikutnya tanpa alasan sah,sedangkan Termohon telah dipanggil secara patut, maka pemeriksaan akan dilanjutkan. (6) Ketidakhadiran Termohon atas panggilan-panggilan sidang sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (4) dapat dianggap oleh Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase bahwa Termohon tersebut telah melepaskan haknya untuk mengajukan Jawaban. Dalam hal demikian, tuntutan Pemohon dapat dikabulkan seluruhnya kecuali tuntutan tersebut tidak beralasan atau tidak berdasarkan hukum. (7) Untuk memastikan bahwa Termohon telah dipanggil secara patut, sedangkan penyampaian panggilan ke alamat Termohon selalu mengalami retur, maka pemanggilan terhadap Termohon wajib dilakukan melalui suratkabar atas biaya Pemohon. (8) Panggilan sidang-sidang berikutnya ditetapkan oleh Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase dalam persidangan, atau melalui surat panggilan sidang yang akan disampaikan oleh Sekretaris. Pasal 23 Upaya Perdamaian (1) Dalam hal Para Pihak datang menghadap pada hari yang telah ditetapkan, Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase terlebih dahulu mengusahakan perdamaian antara Para Pihak. 17 BMDP-Arbitrase

(2) Apabila Para Pihak setuju untuk melakukan upaya damai terlebih dahulu, Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase dapat menunda proses persidangan Arbitrase untuk memberikan kesempatan kepada Para Pihak untuk mengupayakan perdamaian sesuai pilihan penyelesaian yang disepakati oleh Para Pihak (negosiasi langsung atau mediasi). Para Pihak menghadap kembali kepada Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase pada hari sidang yang telah ditetapkan untuk melaporkan hasil upaya perdamaian tersebut. (3) Dalam hal upaya perdamaian berhasil mencapai Kesepakatan Perdamaian, Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase membuat suatu Akta Perdamaian yang final dan mengikat Para Pihak dan menghukum Para Pihak untuk mematuhi ketentuan perdamaian tersebut. (4) Jika Para Pihak tidak menghendaki Kesepakatan Perdamaian dikuatkan dalam bentuk Akta Perdamaian, maka Kesepakatan Perdamaian harus memuat klausula pencabutan gugatan dan atau klausula yang menyatakan perkara telah selesai. (5) Pemeriksaan Arbitrase dilanjutkan apabila upaya perdamaian tidak berhasil. (6) Pada tiap tahapan pemeriksaan, Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase tetap berwenang untuk mendorong atau mengusahakan perdamaian antara Para Pihak, dan Para Pihak tetap berhak mengusulkan perdamaian, hingga sebelum Putusan Arbitrase dibacakan. Pasal 24 Pencabutan dan Perubahan Permohonan Arbitrase (1) Pencabutan Permohonan Arbitrase: sebelum ada Jawaban, Pemohon dapat mencabut Permohonan Arbitrase; dalam hal sudah ada Jawaban, maka pencabutanpermohonan Arbitrase hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Termohon dan diputuskan oleh Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase dalam persidangan. (2) Perubahan Permohonan Arbitrase: sebelum ada Jawaban, Pemohon dapat mengubah atau menambahisi Permohonan Arbitrase; dalam hal sudah ada Jawaban, maka perubahan atau penambahan Permohonan Arbitrase hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Termohon, dan sepanjang perubahan atau penambahan itu menyangkut hal-hal yang bersifat fakta saja dan tidak menyangkut dasar-dasar hukum yang menjadi dasar Permohonan Arbitrase. Pasal 25 Jawab-Menjawab (1) Jawaban disampaikan Termohon kepada Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase dalam jumlah salinan yang cukup bagi keperluan pemeriksaan. (2) Apabila Termohon mengajukan Jawaban yang berkenaan dengan eksepsi kompetensi absolut BMDP, maka eksepsi tersebut tidak dapat disampaikan secara terpisah dari Jawaban berkenaan dengan pokok perkara, kecuali tidak ada keberatan dari Pihak lain. 18 BMDP-Arbitrase

(3) Terhadap Jawaban, Pemohon berhak memberikan tanggapan ( Replik ), dan terhadap Replik tersebut Termohon juga berhak memberikan tanggapan ( Duplik ), masingmasing dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrasedan dalam jumlah salinan yang cukup bagi keperluan pemeriksaan. (4) Perbaikan dokumen Jawab-menjawab: Termohon dapat memperbaiki kesalahan pengetikan, mengubah atau menambahjawaban sebelum Pemohon menyampaikan Replik; Pemohon dapat memperbaiki kesalahan pengetikan, mengubah atau menambah Replik sebelum Termohon menyampaikan Duplik; Termohon dapat memperbaiki kesalahan pengetikan, mengubah atau menambah Duplik paling lambat 5 (lima) hari setelah tanggal Duplik diserahkan kepada Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase. (5) Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase berwenang menentukan apakah penyerahan dan penerimaan dokumen-dokumen jawab-menjawab dilakukan dalam persidangan atau secara korespondensi saja melalui Sekretaris. (6) Majelis Arbitrase/ Arbiter Tunggal berwenang, atas permohonan salah satu Pihak, untuk memperpanjang jangka waktu penyerahan Jawaban, Replik dan Duplik berdasarkan alasan yang sah, dengan ketentuan bahwa perpanjangan waktu tersebut tidak boleh lebih lama dari jangka waktu sebelumnya. (1) Tentang Rekonpensi: Pasal 26 Rekonpensi dan Intervensi (d) Jika Termohon bermaksud mengajukan tuntutan Rekonpensiterhadap Pemohon, maka Rekonpensi tersebut harus disampaikan bersamaan dengan penyerahan Jawaban. Terhadap Rekonpensi tersebut Pemohon (sebagai Termohon Rekonpensi) berhak menanggapinya. Rekonpensi diperiksa dan diputus oleh Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase bersamasama dengan tuntutan awal (Konpensi). Atas Rekonpensi tersebut dikenakan biaya-biaya Arbitrase sendiri terpisah dari biaya-biaya pemeriksaan Arbitrase dalam tuntutan awal (Konpensi). Apabila biaya-biaya untuk pemeriksaan Rekonpensi tidak dipenuhi oleh Pemohon Rekonpensi dan atau Termohon Rekonpensi, maka tidak menghalangi ataupun menunda kelanjutan pemeriksaan atas tuntutan awal (Konpensi) asalkan biayabiaya untuk pemeriksaan atas tuntutan awal ( Konpensi) tersebut telah dipenuhi oleh Pemohon Konpensi dan atau Termohon Konpensi. (2) Tentang Intervensi: Pihak ketiga dapat turut serta dan menggabungkan diridalam proses penyelesaian sengketa (Intervensi) melalui ArbitraseBMDP, apabila terdapat unsur kepentingan yang terkait, dan keturutsertaannya disetujui oleh Pemohon, Termohon, dan Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase. Pihak Intervensi tersebut wajib untuk membayar biaya yang ditetapkan oleh Pengurus dari waktu ke waktu sehubungan dengan keikutsertaannya tersebut. Prosedur Intervensi diselenggarakan menurut ketentuan hukum dan atau praktek acara perdata. 19 BMDP-Arbitrase

Pasal 27 Yurisdiksi dan Kewenangan Arbiter (1) Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase berhak untuk menyatakan dirinya berwenang sehubungan dengan adanya eksepsi kompetensi absolut Arbitrase dalam memeriksa perkara, termasuk kewenangannya sehubungan dengan keabsahan Perjanjian Arbitrase. (2) Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase berwenang untuk menyatakan sah atau tidaknya keabsahan suatu perjanjian pokok di mana Perjanjian Arbitrase menjadi bagian daripadanya. (3) Suatu dalih berupa eksepsi kompetensi absolut Arbitrase harus dikemukakan oleh Termohon paling lambat dalam Jawaban. (4) Dalam keadaan biasa, Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase akan menetapkan putusan yang menolak atau menerima eksepsi kompetensi absolut sebagai suatu Putusan Sela. Namun apabila dipandang perlu, Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase dapat pula melanjutkan proses Arbitrase dan memutuskan masalah tersebut dalam putusan akhir. (5) Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase memiliki segala kewenangan yang diperlukan sehubungan dengan pemeriksaan dan pengambilan keputusan, termasuk menetapkan jadwal sidang, tata tertib sidang, acara pemeriksaan yang mungkin belum cukup diatur dalam Peraturan Dan Acara ini, dan hal-hal yang dianggap perlu untuk kelancaran pemeriksaan Arbitrase. (6) Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase berhak mengenakan sanksi terhadap Pihak yang lalai atau menolak untuk menaati apa yang telah ditetapkan oleh Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase sebagaimana dimaksud ayat (5), danatau bersikap atau melakukan tindakan yang dapat menghambat proses pemeriksaan sengketa. (7) Apabila dalam suatu persidangan Majelis Arbitrase ada 1 (satu) Anggota Majelis yang tidak hadir karena sebab apapun, maka persidangan dapat dilanjutkan dengan persetujuan Para Pihak. Sedangkan dalam hal Ketua Majelis tidak hadir atau para Anggota Majelis Arbitrase tidak hadir, maka persidangan ditunda. Pasal 28 Pembuktian (1) Setiap Pihak yang mengaku mempunyai suatu hak, atau mendalilkan suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu, atau untuk membantah suatu dalil dan atau hak Pihak lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau peristiwa yang dikemukakan itu. (2) Alat pembuktian meliputibukti tertulis, bukti saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah, serta bukti elektronik. (3) Para Pihak diberikankesempatan yang sama dan adil untuk mengajukan bukti yang dianggap perlu untuk menguatkan dalil-dalilnya,disertai dengan akta bukti yang berisikan daftar bukti dan penjelasan mengenai alasan suatu bukti diajukan. (4) Pemohon mengajukan fotokopi dokumen-dokumen bukti yang bermeterai sebagai lampiran pada Permohonan Arbitrase, atau paling lambat pada penyerahan Replik. 20 BMDP-Arbitrase

(5) Termohon mengajukan fotokopi dokumen-dokumen bukti yang bermeterai sebagai lampiran pada Jawaban, atau paling lambat pada penyerahan Duplik. (6) Terhadap fotokopi dokumen-dokumen bukti yang bermeterai yang telah diserahkan tersebut dilakukan pencocokan bukti dengan dokumen aslinya. (7) Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase berwenang menentukan apakah acara pencocokan bukti diselenggarakan dalam suatu persidangan atau cukup dalam suatu acara pemeriksaan yang diselenggarakan oleh Sekretaris bersama-sama Para Pihak. (8) Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase berwenang menentukan apakah bukti-bukti dapat diterima, relevan dan menyangkut materi perkara dan memiliki kekuatan bukti, termasuk terhadap bukti-bukti berupa rekaman suara, rekaman audio visual dan atau data elektronik. (9) Akta bukti disampaikan dalam jumlah salinan yang cukup untuk pemeriksaan, sedangkan fotokopi dokumen-dokumen bukti yang bermeterai cukup diserahkan 1 (satu) salinan kepada Sekretaris kecuali Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase menentukan lain. (10) Setelah acara pencocokan bukti, Pihak lawan dapat meminta dalam persidangan atau melalui permintaan tertulis kepada Sekretaris dengan tembusan Pihak lain dan Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase, untuk diberikan kesempatan mengecek kembali fotokopi dokumen-dokumen bukti dan juga untuk memfotokopinya. Pasal 29 Saksi dan Ahli (1) Atas perintah Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase atau atas permintaan Para Pihak, dapat dipanggil saksi dan atau ahli untuk didengar keterangannya. (2) Sebelum memberikan keterangan di muka persidangan, saksi/ ahli menyerahkan keterangan tertulis kepada Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase. (3) Dalam rangka menyiapkan keterangan tertulis, Para Pihak wajib memberikan informasi yang diperlukan oleh ahli. (4) Atas perintah Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase atau atas permintaan Para Pihak yang berkepentingan, saksi/ ahli yang telah memberikan keterangan tertulis dapat dihadirkan dalam persidangan untuk didengar keterangannya. (5) Masing-masing Pihak dapat mengajukan pertanyaan dan atau tanggapan atas keterangan ahli/ saksi. (6) Pemeriksaan saksidan ahli di persidangan diselenggarakan menurut ketentuan hukum acara perdata. (7) Sebelum memberikan keterangan, saksi/ ahli wajib mengucapkan sumpah: bahwa saksi bersumpah untuk mengatakan hanya yang sebenarnya dialami, dilihat dan didengar sendiri; bahwa ahli bersumpah untuk hanya menyampaikan pengetahuannya atau keahliannya yang berkaitan dengan persoalan yang dihadapkan kepadanya. 21 BMDP-Arbitrase

(8) Apabila dalam keterangan saksi/ ahli terdapat perbedaaan antara keterangan tertulis dengan keterangan lisan dalam persidangan, maka yang berlaku adalah keterangan lisan dalam persidangan di bawah sumpah. (9) Arbiter Tunggal/Majelis Arbiter tidak wajib mengikuti pendapat ahli, jika pendapat tersebut berlawanan/bertentangan dengan keyakinannya. (10) Pemohon diberikan kesempatan terlebih dahulu untuk mengajukan saksi/ ahli, kecuali ditentukan lain oleh Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase tanpa adanya keberatan dari Para Pihak. (11) Biaya pemanggilan saksi danahli dibebankan kepada yang meminta. (12) Pengurus dilarang untuk menjadi saksi atau ahli dalam pemeriksaan Arbitrase BMDP. Pasal 30 Kesimpulan dan Penutupan Sidang Pemeriksaan (1) Para Pihak diberi kesempatan untuk menjelaskan secara tertulis pendirian masingmasing Pihak terakhir kalinya( Kesimpulan ) pada waktu yang ditetapkan oleh Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase. (2) Sebelum jadwal penyerahan Kesimpulan sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan, Para Pihak masih diberikan kesempatan untuk menyampaikan bukti-bukti dan atau keterangan-keterangan tambahan. (3) Setelah Para Pihak menyerahkan Kesimpulan masing-masing, Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase menyatakan sidang pemeriksaan ditutup dan menetapkan hari sidang untuk mengucapkan Putusan Arbitrase. Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dalam persidangan atau melalui surat yang disampaikan oleh Sekretaris kepada Para Pihak. BAB V PENGGANTIAN ARBITER KARENA HAK INGKAR Pasal 31 Alasan Tuntutan Hak Ingkar Terhadap Arbiter dapat diajukan tuntutan Hak Ingkar apabila: (d) (e) terdapat cukup alasan dan cukup bukti otentik yang menimbulkan keraguan bahwa Arbiter akan melakukan tugasnya tidak secara bebas; terdapat cukup alasan dan cukup bukti otentik yang menimbulkan keraguan bahwa Arbiter akan berpihak dalam mengambil putusan; terbukti adanya hubungan kekeluargaan, keuangan atau pekerjaan dengan salah satu Pihak atau kuasa hukumnya; terdapat cukup alasan dan cukup bukti otentik bahwa Arbiter melakukan perbuatan tercela dalam pemeriksaan; atau tidak memenuhi 1 (satu) atau lebih persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (5). 22 BMDP-Arbitrase

Pasal 32 Pengajuan Tuntutan Hak Ingkar (1) Pihak yang berkeberatan terhadap penunjukan seorang Arbiter harus mengajukan tuntutan Hak Ingkar dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak penunjukan atau pengangkatan Arbiter yang bersangkutan, atau sejak mengetahui fakta-fakta yang dapat menunjukkan alasan Hak Ingkar sebagaimana dimaksud Pasal 31. (2) Tuntutan Hak Ingkar harus diajukan secara tertulis oleh salah satu Pihak dengan menyebutkan alasan tuntutannya, dan ditujukan kepadapengurus dengan tembusan Pihak lain dan Arbiter yang bersangkutan. (3) Apabila tidak ada tuntutan Hak Ingkar terhadap Arbiter dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (1), Para Pihak dianggap melepaskan atau tidak menggunakan Hak Ingkar. Pasal 33 Pemeriksaan Tuntutan Hak Ingkar (1) Pengurus memberikan kesempatan kepada Arbiter yang bersangkutan dan Pihak lain untuk memberikan tanggapan terhadap tuntutan Hak Ingkar dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal menerima salinan tuntutan Hak Ingkar. (2) Dalam hal tuntutan Hak Ingkar disetujui oleh Arbiter yang bersangkutandan atau Pihak lain, maka Pengurus mencabut surat pengangkatan Arbiter yang bersangkutan sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (6) dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya tanggapan sebagaimana dimaksud ayat (1). (3) Dalam hal tuntutan Hak Ingkar ditolak oleh Arbiter yang bersangkutandan Pihak lain, maka Pengurus akan memutuskan tuntutan Hak Ingkar tersebut dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterimanya tanggapan sebagaimana dimaksud ayat (1). (5) Apabila Pengurus menilai bahwa tuntutan Hak Ingkar beralasan, maka tuntutan Hak Ingkar dinyatakan disetujui, dan Pengurus mencabut surat pengangkatan Arbiter yang bersangkutan sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (6). (6) Apabila Pengurus menilai bahwa tuntutan Hak Ingkar tidak cukup beralasan, maka tuntutan Hak Ingkar dinyatakan ditolak. Selanjutnya Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase melanjutkan persidangan. (7) Keputusan Pengurus atas tuntutan Hak Ingkar sebagaimana dimaksud ayat (5) dan ayat (6) bersifat final dan mengikat, serta tidak dapat diajukan upaya perlawanan. 23 BMDP-Arbitrase

BAB VI PENGGANTIAN ARBITER KARENA PENGUNDURAN DIRI DAN ALASAN LAIN Pasal 34 Pengunduran Diri Arbiter (1) Dalam hal Arbiter bermaksud mengundurkan diri dengan alasan sebagaimana dimaksud Pasal 13 ayat (2) huruf dan atau, Arbiter yang bersangkutan harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pengurus, dengan tembusan Para Pihak dan Arbiter yang lain (jika ada). (2) Pengurus memberikan kesempatan kepada Para Pihak dan Arbiter yang lain (jika ada) untuk memberikan tanggapan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal menerima salinan permohonan pengunduran diri tersebut. (3) Apabila Para Pihak sama sependapat untuk menolak permohonan pengunduran diri Arbiter, maka Arbiter yang bersangkutan wajib melanjutkan tugasnya. (4) Apabila Para Pihak sama sependapat untuk menerima permohonan pengunduran diri Arbiter, maka dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya tanggapan sebagaimana dimaksud ayat (2) Pengurus mencabut surat pengangkatan Arbiter yang bersangkutan sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (6). (5) Dalam hal Para Pihak berbeda pendapat terhadap permohonan pengunduran diri Arbiter, maka Pengurus akan memutuskan permohonan pengunduran diri Arbiter tersebut dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal lewatnya jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (2). (6) Apabila Pengurus menilai bahwa permohonan pengunduran diri Arbiter beralasan, maka permohonan pengunduran diri dinyatakan diterima dan Pengurus mencabut surat pengangkatan Arbiter yang bersangkutan sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (6). (7) Apabila Pengurus menilai bahwa permohonan pengunduran diri Arbiter tidak cukup beralasan, maka permohonan pengunduran diri dinyatakan ditolak dan Arbiter yang bersangkutan wajib melanjutkan tugasnya. (8) Dalam hal setelah lewatnya jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (2) salah satu Pihak atau Para Pihak tidak memberikan tanggapan sama sekali, maka Para Pihak dianggap menerima permohonan pengunduran diri Adjudikator. Selanjutnya dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pemberian tanggapan sebagaimana dimaksud ayat ( 2), Pengurus mengeluarkan keputusan pemberhentian Arbiter yang bersangkutan sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (6). (9) Keputusan Pengurus atas permohonan pengunduran diri Arbiter bersifat final dan mengikat, sertatidak dapat diajukan upaya perlawanan. (10) Dalam hal Arbiter yang mengajukan pengunduran diri tidak mematuhi ketentuan ayat (3) atau ayat (7) untuk melanjutkan tugasnya kembali, maka Pengurus akan memberikan peringatan keras kepada Adjudikator yang bersangkutan. 24 BMDP-Arbitrase

(11) Apabila dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak disampaikannya surat teguran tersebut Arbiter yang bersangkutan tetap tidak melanjutkan tugasnya kembali, maka Pengurus segera mencabut surat pengangkatan sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (6) dan statusnya sebagai Arbiter Tetap atau Arbiter Tidak Tetap BMDP. Pasal 35 Penggantian Arbiter karena Alasan Lain (1) Dalam hal selama proses Arbitrase, Arbiter meninggal dunia atau dalam keadaan berhalangan tetap sehingga tidak dapat melaksanakan kewajibannya, maka Arbiter yang bersangkutan harus diganti. (2) Apabila setelah diangkat sebagai Arbiter Tetap BMDP ternyata di kemudian hari Arbiter tersebut mengalami perubahan kondisi pada dirinya yang mengakibatkan tidak terpenuhinya 1 (satu) atau lebih syarat-syarat sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (5), maka Pengurus dapat segera memutuskan untuk: mencabut statusnya sebagai Arbiter Tetap BMDPatau Arbiter Tidak Tetap BMDP; atau membekukan statusnya sebagai Arbiter Tetap BMDP untuk sementara waktu sampai dengan dipenuhinya kembali syarat-syarat yang diperlukan. (1) Tugas Arbiter berakhir karena: BAB VII MASA TUGAS ARBITER Pasal 36 Berakhirnya Tugas Arbiter putusan mengenai sengketa telah diambil; jangka waktu yang telah ditentukan, atau sesudah disepakati oleh Para Pihak untuk diperpanjang, telah lampau; atau akibat diganti karena alasan atau sebab sebagaimana diatur dalam Peraturan Dan Acara ini. (2) Meninggalnya salah satu Pihak tidak mengakibatkan tugas yang telah diberikan kepada Arbiter berakhir. Pasal 37 Akibat Penggantian dan Pengunduran Diri Arbiter (1) Apabila terjadi pengajuan Hak Ingkarsebagaimana dimaksud Pasal 32, atau pengunduran diri Arbiter sebagaimana dimaksud Pasal 34, atau terpenuhinya keadaan sebagaimana dimaksud Pasal 35 ayat (1), atau adanya pencabutan/ pembekuan status sebagai Arbiter Tetap BMDP atau Arbiter Tidak Tetap BMDP sebagaimana dimaksud Pasal 35 ayat (2), maka proses Arbitrase dihentikan untuk sementara waktu oleh Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase atau oleh Pengurus. 25 BMDP-Arbitrase

(2) Dalam hal terjadi pemberhentian Arbiter karena sebab-sebab sebagaimana dimaksud ayat (1), maka Arbiter pengganti harus diangkat dengan cara sebagaimana yang berlaku bagi pengangkatan Arbiter yang digantikan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal terjadinya pemberhentian tersebut. (3) Pada prinsipnya Arbiter pengganti bertugas melanjutkan penyelesaian sengketa yang bersangkutan berdasarkan pemeriksaan terakhir yang telah diadakan. (4) Dalam hal Arbiter Tunggal atau Ketua Majelis Arbitrase diganti, semua pemeriksaan yang telah diadakan harus diulang kembali berdasarkan surat dan dokumen yang ada, meskipun sebelumnya sidang pemeriksaan sudah dinyatakan ditutup sebagaimana dimaksud Pasal 30 ayat (3).Yang dimaksud dengan pemeriksaan diulang kembali dalam ayat ini adalah pengulangan terhadap acara mendengar keterangan Pemohon dan Termohon, serta mendengar keterangan saksi dan atau ahli, sedangkan segala surat dan dokumen yang telah diserahkan tidak perlu diulang kembali. (5) Dalam hal anggota Majelis Arbitrase diganti, maka pemeriksaan diulang kembali secara tertib cukup oleh dan di antara para Arbiter berdasarkan berita acara dan surat-surat yang ada, meskipun sebelumnya sidang pemeriksaan sudah dinyatakan ditutup sebagaimana dimaksud Pasal 30 ayat (3). (6) Khusus dalam hal proses pemeriksaan telah selesai dan Kesimpulan sudah diserahkan oleh Para Pihak, menyimpang dari ketentuan Pasal ayat (2), maka Majelis Arbitrase yang tersisa dengan jumlah minimal 2/3 (dua per tiga) dari Arbiter yang ada tetap berwenang melanjutkan proses Arbitrase untuk pembacaan Putusan Arbitrase. BAB VIII PUTUSAN ARBITRASE Pasal 38 Pertimbangan Hukum (1) Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase mengambil putusan berdasarkan ketentuan hukum, atau berdasarkan keadilan dan kepatutan (ex aequo et bono). (2) Dalam hal Arbiter diberi kewenangan oleh Para Pihak untuk memberikan putusan berdasarkan keadilan dan kepatutan, maka peraturan perundang-undangan dapat dikesampingkan. Akan tetapi dalam hal tertentu, hukum memaksa ( dwingende regels)harus diterapkan dan tidak dapat disimpangi oleh Arbiter. (3) Dalam hal Arbiter tidak diberi kewenangan oleh Para Pihak untuk memberikan putusan berdasarkan keadilan dan kepatutan, maka Arbiter hanya dapat memberi putusan berdasarkan kaidah hukum materiil sebagaimana dilakukan oleh hakim. (4) Pemberian wewenang dimaksud ayat (2) cukup dibuktikan melalui permintaan Para Pihak dalam Permohonan Arbitrase, dokumen Jawab-menjawab atau Kesimpulan yang menyebutkan mohon putusan seadil-adilnya. 26 BMDP-Arbitrase

(5) Dalam menerapkan hukum, Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase harus mendasari pada hukum yang mengatur dan mempertimbangkan pula ketentuan-ketentuan dalam perjanjian serta praktek dan kebiasaaan yang relevan dalam kegiatan bisnis atau transaksi yang bersangkutan dengan materi sengketa. Pasal 39 Penyusunan Putusan Arbitrase (1) Dalam Majelis Arbitrase, Ketua Majelis bertugas menyiapkan rancangan Putusan Arbitrase dan Anggota Majelis menyampaikan masing-masing pertimbangannya secara tertulis kepada Ketua Majelis Arbitrase. (2) Putusan Arbitrase memuat: (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j) (k) kepala putusan yang berbunyi "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA"; nama lengkap dan alamat Para Pihak; nama lengkap dan alamat Arbiter; uraian singkat sengketa; pendirian Para Pihak; keterangan bahwa Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase telah mengupayakan perdamaian di antara Para Pihak; pertimbangan dan kesimpulan Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase mengenai keseluruhan sengketa; pendapat tiap-tiap Arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam Majelis Arbitrase; amar putusan, termasuk di dalamnya memuat jangka waktu Putusan Arbitrase harus dilaksanakan dan kewajiban atas Biaya-biaya Arbitrase; tempat dan tanggal putusan; dan tanda tangan Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase. (3) Meskipun diperbolehkan adanya perbedaan pendapat antara para Arbiter dalam Majelis Arbitrase, namun keputusan dalam Majelis Arbitrase adalah keputusan kolektif di mana keputusan Majelis Arbitrase diambil atas dasar musyawarah untuk mufakat. Apabila tidak tercapai musyawarah mufakat di antara para Arbiter, keputusan diambil atas dasar suara terbanyak. (4) Putusan Arbitrase harus ditandatangani oleh Arbiter Tunggal atau para Arbiter dalam majelis Arbitrase. Apabila dalam Majelis Arbitrase, Putusan Arbitrase tidak ditandatangani oleh 1 ( satu) Arbiter dengan alasan sakit atau meninggal dunia atau alasan apapun tidak mempengaruhi kekuatan berlakunya Putusan Arbitrase.Alasan tentang tidak adanya tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini harus dicantumkan dalam Putusan Arbitrase. 27 BMDP-Arbitrase Pasal 40 Putusan Provisionil dan Putusan Sela Atas permohonan salah satu Pihak, Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase berhak menetapkan putusan provisionil dan atau putusan sela yang dianggap perlu sehubungan dengan penyelesaian sengketa, termasuk untuk menetapkan suatu putusan tentang sita jaminan, memerintahkan penyimpanan barang pada pihak ketiga, atau penjualan barang-barang yang tidak akan tahan lama. Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase berhak meminta jaminan atas biayabiaya yang berhubungan dengan tindakan-tindakan tersebut.

Pasal 41 Sidang Pembacaan Putusan Arbitrase (1) Putusan provisionil dan atau putusan sela dibacakan di muka persidangan selama jangka waktu pemeriksaan dan dalam waktu yang ditetapkan oleh Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase. (2) Putusan Arbitrase akhir harus sudah dibacakan pada sidang pembacaan putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah sidang pemeriksaan dinyatakan ditutup sebagaimana dimaksud Pasal 30 ayat (3). (3) Apabila salah satu Pihak atau Anggota Majelis Arbitrase yang tidak hadir pada hari sidang yang telah ditentukan, maka pembacaan Putusan Arbitrase tetap dilaksanakan oleh Arbiter Tunggal/ Ketua Majelis Arbitrase. (4) Salinan Putusan Arbitrase harus sudah disampaikan oleh Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase melalui Sekretaris kepada Para Pihak dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak dibacakan. Apabila Para Pihak setuju, penyampaian salinan Putusan Arbitrase dapat dilakukan dengan cara mengambil dokumen tersebut di Sekretariat. Pasal 42 Koreksi terhadap Putusan Arbitrase (1) Dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah salinan Putusan Arbitrase diterima, salah satu Pihak atau Para Pihak dapat mengajukan permohonan kepada Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase untuk melakukan koreksi terhadap kekeliruan administratif dan atau menambah atau mengurangi sesuatu tuntutan putusan. (2) Yang dimaksud dengan "koreksi terhadap kekeliruan administratif" sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah koreksi terhadap hal-hal seperti kesalahan pengetikan ataupun kekeliruan dalam penulisan nama, alamat Para Pihak atau Arbiter dan lain-lain, yang tidak mengubah substansi Putusan Arbitrase. (3) Yang dimaksud dengan "menambah atau mengurangi tuntutan" sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah salah satu Pihak dapat mengemukakan keberatan terhadap Putusan Arbitrase apabila putusan, antara lain: telah mengabulkan sesuatu yang tidak dituntut oleh Pihak lawan; tidak memuat satu atau lebih hal yang diminta untuk diputus; atau mengandung ketentuan mengikat yang bertentangan satu sama lainnya. Pasal 43 Pendaftaran Putusan Arbitrase (1) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan, lembar asli atau salinan otentik Putusan Arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri. (2) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berakibat Putusan Arbitrase tidak dapat dilaksanakan. 28 BMDP-Arbitrase

Pasal 44 Pelaksanaan Putusan Arbitrase (1) Putusan Arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat Para Pihak, dan dengan demikian tidak dapat diajukan banding, kasasi atau peninjauan kembali. (2) Dalam hal Para Pihak tidak melaksanakan Putusan Arbitrase secara sukarela, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan salah satu Pihak yang bersengketa. (3) Apabila ada Pihak yang tidak mematuhi atau melaksanakan Putusan Arbitrase dalam jangka waktu yang telah ditentukan, Pihak lain dapat melakukan teguran tertulis kepada Pihak yang ingkar dengan tembusan BMDP. (4) BMDP, dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak menerima tembusan surat sebagaimana dimaksud ayat (3), dapat menyampaikan teguran tertulis kepada Pihak yang ingkar, dengan tembusan Pihak lain. (5) Para Pihak mengetahui dan menyetujui serta tidak akan mengajukan tuntutan dalam bentuk apapun kepada BMDP dan Pihak lain bahwa, apabila telah lewat masa 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal disampaikannya surat sebagaimana dimaksud ayat (4) masih juga diingkari, BMDP dan atau Pihak lain dapat menyampaikan kembali teguran tertulis kepada Pihak yang ingkar dengan tembusan Anggota BMDP di mana masing-masing Pihak menjadi anggotanya. (6) Para Pihak mengetahui dan menyetujui serta tidak akan mengajukan tuntutan dalam bentuk apapun kepada BMDP dan Pihak lain bahwa, apabila telah lewat masa 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal disampaikannya surat sebagaimana dimaksud ayat (5) masih juga diingkari, BMDP dan atau Pihak lain dapat menyampaikan kembali teguran tertulis kepada Pihak yang ingkar, tembusan Otoritas Jasa Keuangan dansemua Anggota BMDP. BAB IX BIAYA-BIAYA LAYANAN ARBITRASE Pasal 45 Jenis Biaya-biaya (1) Biaya-biaya dalam layanan Arbitrase terdiri dari: (d) Biaya Pendaftaran; Biaya Pemeriksaan; Biaya Arbiter; Biaya Pelaksanaan Putusan Arbitrase. (2) Apabila terdapat perhitungan pajak, maka biaya-biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) juncto Pasal 46, Pasal 47 dan Pasal 48 serta Lampiran I adalah jumlah bersih yang diterima BMDP. 29 BMDP-Arbitrase

(3) Pengurusdapat menunda dan atau menghentikan proses Arbitrase hingga biaya-biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) dilunasi oleh Para Pihak sesuai Peraturan Dan Acara ini. (4) Turut Termohon tidak dikenakan biaya-biaya penyelenggaraan Arbitrasesebagaimana dimaksud ayat (1). Pasal 46 Biaya Pendaftaran (1) Pendaftaran Permohonan Arbitrase dikenakan Biaya Pendaftaran sebesar nilai yang tercantum dalam Lampiran I. (2) Biaya Pendaftaran dibayar oleh Pemohon pada saat pengajuan pendaftaran Permohonan Arbitrase. Pasal 47 Biaya Pemeriksaan (1) Biaya Pemeriksaan adalah biaya yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemeriksaan Arbitrase BMDP, antara lain: (d) (e) (f) (g) sewa ruang sidang; penggandaan dokumen dan pengiriman surat melalui Sekretaris; konsumsi persidangan; akomodasi dan transportasi Arbiter yang berasal dari luar kota; akomodasi dan transportasi Arbiter dan Sekretaris jika pemeriksaan/ persidangan diselenggarakan di luar kota; menghadirkan saksi dan atau saksi ahli; lain-lain biaya yang relevan yang disepakati oleh Para Pihak. (2) Biaya Pemeriksaan ditanggung oleh Para Pihak sesuai biaya yang dibutuhkan (at cost). (3) Untuk keperluan antisipasi terhadap adanya Biaya-biaya Pemeriksaan, maka Para Pihak menyetor secara pro-rata deposit sebesar nilai yang tercantum dalam Lampiran I kepada BMDP sebelum sidang pertama diselenggarakan. (4) Apabila jumlah deposit telah berkurang lebih dari 50 % (lima puluh per seratus), maka Para Pihak harus menambah deposit sehingga jumlahnya kembali sebesar deposit awal. (5) Apabila seluruh pengeluaran Biaya Pemeriksaan ternyata lebih kecil dari deposit yang disetor, maka sisa deposit segera dikembalikan kepada Para Pihak, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah pendaftaran Putusan Arbitrase di Pengadilan Negeri. (6) Sekretaris membuat laporan penggunaan deposit kepada Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase dan Para Pihak, dengan bukti pengeluaran yang cukup. 30 BMDP-Arbitrase

Pasal 48 Biaya Arbiter (1) Biaya Arbiter dibayar di muka seluruhnya oleh Para Pihak secara pro rata sebelum sidang pertama diselenggarakan. (2) Apabila Termohon tidak bersedia membayar Biaya Arbiter, maka Pemohon harus membayarkannya terlebih dahulu supaya proses Arbitrase dapat berjalan. (3) Besarnya Biaya Arbiter dihitung berdasarkan nilai sengketa dengan skala tarif biaya atau minimum tarif sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. (4) Apabila nilai sengketa tidak berupa suatu tuntutan pembayaran uang, maka besarnya nilai sengketa ditetapkan berdasarkan tafsiran Pengurusdengan memperhatikan kompleksitas perkara. (5) Pada akhirnya dalam Putusan Arbitrase diputuskan kepada Pihak mana Biaya Arbiter akan dibebankan, dengan ketentuan: Biaya Arbiter dibebankan semua kepada Termohon jika tuntutan Pemohon dikabulkan seluruhnya; Biaya Arbiter dibebankan kepada Para Pihak dalam pembagian yang adil menurut Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase jika tuntutan Pemohon dikabulkan sebagian; Biaya Arbiter dibebankan semua kepada Pemohon jika tuntutan Pemohon tidak diterima atau ditolak seluruhnya. (6) Apabila Pemohon telah melakukan pembayaran atas Biaya Arbiter sebagaimana dimaksud ayat (2), dan Putusan Arbitrase mengabulkan tuntutan Pemohon seluruhnya atau sebagian, maka dalam amar Putusan Arbitrase juga harus memuat ketentuan penggantian biaya tersebut oleh Termohon kepada Pemohon berikut denda dan bunga jika perlu. (7) Dalam hal terjadi pencabutan Permohonan Arbitrase, maka: Biaya Arbiter dikembalikan kepada Para Pihak dengan dikenakan denda sebesar 50% ( lima puluh per seratus) dari Biaya Arbiter, jika pencabutan dilakukan sebelum adanya Jawaban; Biaya Arbiter tidak dapat dikembalikan kepada Para Pihak, jika pencabutan dilakukan setelah Termohon menyampaikan Jawaban. (1) Biaya Pelaksanaan Putusan, antara lain: Pasal 49 Biaya Pelaksanaan Putusan (d) biaya pendaftaran Putusan Arbitrase di Pengadilan Negeri; biaya pengambilan, penggandaan dan pengiriman salinan Putusan Arbitrase yang sudah didaftarkan kepada Para Pihak; biaya permohonan eksekusi; dan biaya pelaksanaan eksekusi. (2) Biaya Pelaksanaan Putusan ditanggung oleh masing-masing Pihak sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada masing-masing Pengadilan Negeri. 31 BMDP-Arbitrase

BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 50 Dalam hal Putusan Arbitrase tidak dilaksanakan oleh para Pihak, BMDP akan membuat laporan khusus tentang hal tersebut kepada OJK. Pasal 51 Ketentuan Penutup (1) Pengurus, Arbiter, Sekretaris dan atau personil BMDP lainnya tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana maupun perdata terhadap pelaksanaan tugasnya dan kewenangannya berdasarkan Peraturan Dan Acara ini maupun terhadap isi dan pelaksanaan dari Putusan Arbitrase. (2) Para Pihak tidak dapat menuntut BMDP(termasuk Pengurus, Arbiter, Sekretaris dan personil BMDP lainnya), termasuk tapi tidak terbatas pada tuntutan berkenaan dengan: (d) (e) (f) (g) setiap layanan yang disediakan BMDP; setiap upaya yang dilakukan oleh BMDP; sengketa yang didaftarkan oleh Pemohon; tuntutan yang dibuat oleh Pemohon; setiap keputusan yang dibuat; setiap tindakan Para Pihak; setiap tindakan yang dilakukan yang sesuai dengan hukum atau perintah pengadilan. (3) Para Pihak menyatakan dan setuju bahwa setiap tuntutan yang dibuat terhadap BMDP (termasuk Pengurus, Arbiter, Sekretaris dan personil BMDP lainnya) dengan melanggar ayat (1) dan ayat (2) merupakan suatu kerugian yang besar dan nyata bagi BMDP. Oleh karena itu BMDPberhak untuk melakukan upaya hukum atas tuntutan tersebut, dan juga berhak untuk menuntut kepada Para Pihak atas ganti rugi secara penuh biaya hukum yang telah BMDP keluarkan. (4) Peraturan Dan Acara ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 22 September 2015 BADAN MEDIASI DANA PENSIUN B. Eddy Praptono Ketua 32 BMDP-Arbitrase