BAB I PENDAHULUAN. satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. tingkat ekonomi tinggi, menengah dan rendah. hukum. Kehadiran berbagai lembaga pembiayaan membawa andil yang besar

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE. perusahaan pembiayaan non-bank (multi finance).

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, di mana pemenuhan kebutuhan tersebut sangatlah

I. PENDAHULUAN. lembaga pembiayaan melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

PENYELESAIAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN KONSUMEN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI PADA SUZUKI FINANCE CABANG DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah masalah perekonomian. Dengan sempitnya lapangan

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyediaan dana secara cepat ketika harus segera dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT KEPEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN JAMINAN FIDUSIA (STUDI KASUS DI PT. CITRA MANDIRI MULTI FINANCE SEMARANG) SKRIPSI

PENERAPAN ALASAN PEMAAF DAN PEMBENAR TIDAK DAPAT DILAKSANAKANNYA SUATU PRESTASI OLEH DEBITOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. risiko yaitu yang paling mungkin terjadi adalah terjadinya tunggakan

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

loket). Biaya tersebut dialihkan secara sepihak kepada konsumen.

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai

BAB IV PENUTUP. 1. Latar belakang pihak kreditur membuat perjanjian kredit dalam bentuk akta

BAB I PENDAHULUAN. disertai oleh kebutuhan manusia yang semakin meningkat,sehingga. Nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi. Pengertian kredit menurutundang-undang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat yang sejahtera adil dan makmur berdasarkan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

I. PENDAHULUAN. Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB V PENUTUP. Berdasarkan analisis di atas penulis akan memberikan kesimpulan dari

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

RUANG LINGKUP JASA HUKUM LAW OFFICE J.P. ARSYAD & ASSOCIATES ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) HUKUM PIDANA HUKUM BISNIS DAN INDUSTRIAL

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan The Five C s of Credit dalam perjanjian kredit UMKM

PELANGGARAN-PELANGGARAN HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA Senin, 06 Desember :46

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan

A. Latar Belakang Masalah

El Zahra Aulia Faradita, Suharnoko. Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok,

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Dalam rangka

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan penggerak ekonomi yang fungsinya tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk

PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial ::

: EMMA MARDIASTA PUTRI NIM : C.

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. pesat, sehingga produk yang dihasilkan semakin berlimpah dan bervariasi.

BAB I PENDAHULUAN. tidaklah semata-mata untuk pangan dan sandang saja, tetapi mencakup kebutuhan

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) PADA PT. BANK

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dan menarik dana dari masyarakat secara tidak langsung (non

BAB I PENDAHULUAN. makmur, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan Nasional, peran

BAB I PENDAHULUAN. macam, yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. 1 Meningkatnya kebutuhan

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR SERTA PENYELESAIAN HUKUMNYA. Tutiek Retnowati Sujarwo Darmadi

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar. Sektor sektor ekonomi yang menopang perekonomian di Indonesia

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK ATAS EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. berupa membayarkan sejumlah harga tertentu. mencukupi biaya pendidikan dan lainnya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dilakukan dengan pengikatan melalui pranata jaminan fidusia.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya masyarakat kota tapi juga masyarakat pedesaan, tetapi bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pembiayaan (financing institution) merupakan badan usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari manusia pasti saling membutuhkan satu sama lainnya. Oleh sebab itu diwajibkan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Modal merupakan salah satu elemen pentingdalam sebuah kegiatan usaha. Tanpa modal

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh partisipasi dan kerjasama

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasaarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka

BAB I PENDAHULUAN. ada menyebabkan masyarakat yang berpenghasilan rendah sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang berkesinambungan. Sedangkan para pelaku pembangunan, baik pemerintah maupun masyarakat, baik perseorangan maupun badan hukum, memerlukan dana yang besar. Selain itu seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan, sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperoleh melalui kegiatan pinjam-meminjam. Maraknya lembaga pembiayaan (Finance) yang menyelenggarakan pembiayaan bagi konsumen (consumer finance). Lembaga Pembiayaan tersebut menyediakan barang bergerak yang diminta konsumen salah satunya berupa kendaraan bermotor. Tidak sedikit perusahaanperusahaan lembaga pembiayaan yang menawarkan segala bentuk promosinya baik dalam bentuk hadiah langsung yang bisa dibawa maupun dengan uang muka yang sangat rendah demi untuk mendapatkan konsumen. Bahkan mereka menawarkan bonus yang tinggi bagi yang bisa membawa konsumen untuk membeli kendaraan melalui lembaga pembiayaan tersebut. Perusahaan Finance berkembang pesat saat ini di Indonesia, khususnya Sumatera Barat. Kegiatan Usaha yang berdasarkan Keputusan Presiden No. 61 tahun 1998 ini begitu diminati, karena masyarakat dengan mudah mendapatkan pembiayaan baik untuk modal maupun untuk membeli mobil atau motor. Akan tetapi dalam prakteknya kegiatan transaksi perusahaan finance ini banyak menimbulkan kerugian terhadap masyarakat konsumen,

bahkan menyebabkan kerugian negara. Hal ini diungkapkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Sumatera Barat dalam siaran pers Nomor : 21/S.Pers/LBH-PDG/XI/2016 tentang Menyoal Pelanggaran Pada Praktek Finance 1. Dalam rilis tersebut disebutkan, kegiatan bisnis, merupakan perjanjian hutang piutang antara pihak Finance selaku pemberi dana dengan konsumen sebagai pihak peminjam yang diperuntukkan sebagai modal dan untuk membeli suatu objek barang, dengan menjadikan harta konsumen atau barang yang dibeli sebagai jaminan Fidusia, dan konsumen akan melakukan pembayaran utang tersebut secara mencicil kepada pihak Finance. Selain itu, lanjut LBH, umumnya perjanjian tersebut mencantumkan aturan / klausula yang bersifat memaksa dan mengikat pihak konsumen, hal ini jelas dilarang oleh Pasal 18 ayat (1) Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 11 ayat (1) Undang Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, Pasal 1 Peraturan Pemerintah (PP) No. 86 Tahun 2000 Tentang Prosedur dan Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia, dan Peraturan Menteri Keuangan No. 130 Tentang Tata Cara Pendataran Jaminan Fidusia. Pada prakteknya, dari 40 perusahaan leasing yang terdaftar di Kanwil Hukum & HAM Provinsi Sumatera Barat, hanya 30 perusahaan yang mendaftarkan sertifikat Fidusia kepada Kanwil Hukum & HAM. Sehingga secara hukum praktek yang dilakukan oleh perusahaan ini mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum kepada nasabah, dan merugikan keuangan negara karena hilangnya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Tabel. I Dari data Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) kota Padang, menunjukan peningkatan kasus sengketa konsumen perusahaan Finance sejak tahun 2011 hingga 2016 : 1 www.antarasumbar.com. 20 juli 2016. BPSK Padang terima kasus didominasi finance kendaraan bermotor

TAHUN 2011 2012 2013 2014 2015 2016 JUMLAH KASUS 26 kasus 48 kasus 49 kasus 47 kasus 50 kasus 48 kasus Sumber : www.antarasumbar.com. 20 juli 2016. BPSK Padang terima kasus didominasi finance kendaraan bermotor Dari arbitrase yang dilaksanakan oleh BPSK kota Padang sejak tahun 2013 hingga 2016, terjadi peningkatan Putusan Arbitrase yang dimenangkan oleh pihak konsumen yaitu, 5 putusan pada tahun 2013, 8 putusan pada tahun 2014, 33 putusan pada tahun 2015, dan 36 putusan pada tahun 2016. Tabel. II Daftar Perusahaan Finance yang tidak mendaftarkan Sertifikat Jaminan Fidusia pada Kanwil Hukum & Ham Provinsi Sumatera Barat, menurut LBH Padang : No. Nama Perusahaan Bentuk Badan Hukum 1 ACC ( Astra Credit Company ) Perseroan 2 Mandala Auto Finance Perseroan 3 Mega Sentral Finance Perseroan 4 BII Finance Perseroan 5 Financial Multi Finance Perseroan 6 Permodalan Nasional Madani Perseroan 7 Pegadaian Perseroan 8 Permodalan Nasional Madani Syariah Perseroan 9 Sunprima Nusantara Pembiayaan Perseroan 10 Mitra Sejati Koperasi Sumber : www.antarasumbar.com. 20 juli 2016 BPSK Padang terima kasus didominasi finance kendaraan bermotor Eksekusi terhadap barang jaminan dilakukan karena kredit yang diberikan bermasalah (macet). Meskipun suatu perjanjian kredit memiliki jaminan Fidusia yang setiap saat bisa dieksekusi, tetapi dalam prakteknya tidaklah begitu. Fidusia yang sifat penguasaan benda obyek jaminan yang masih dikuasai pemberi Fidusia (debitur) tentu butuh proses untuk memindahkan penguasaan benda obyek jaminan ke tangan penerima jaminan Fidusia

(kreditur). Hal ini bertujuan dengan penguasaan rill/nyata terhadap benda obyek jaminan oleh penerima Fidusia (kreditur) maka penjualan benda obyek jaminan (di bawah tangan, melalui pelelangan umum atau Badan Penyelesaian Piutang Negara bagi bank BUMN) dapat dilakukan. Tidak jarang pihak debitur melakukan perlawanan jika pihak kreditur/penerima jaminan Fidusia akan melakukan eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan. Bentuk perlawanan yang dilakukan debitur dapat berupa menghalang-halangi petugas, menyembunyikan obyek, mengalihkan kepada pihak ketiga sehingga pihak ketiga tersebut juga melakukan perlawanan. Pada dasarnya debitur tidak memiliki itikad baik untuk menyerahkan benda obyek jaminan secara sukarela sekalipun telah wanprestasi. Permasalahan yang dihadapi di lapangan perlu suatu perlindungan dan kepastian hukum bagi kreditur untuk mencegah kerugian yang lebih besar terutama bagi kreditur. Kredit bermasalah sangat berpengaruh terhadap tingkat kesehatan perusahaan, oleh karena itu eksekusi terhadap benda obyek jaminan secepat mungkin setelah kredit bermasalah/macet sangat penting. Untuk mempermudah eksekusi, pihak kreditur dapat mempergunakan pihak ketiga. Sejauh ini, kreditur lebih senang menggunakan pihak ketiga berupa debt collector. Tetapi dalam pelaksanaan di lapangan debt collector sering melakukan tindakantindakan yang bertentangan dengan hukum, seperti kekerasan, kata-kata hinaan bahkan ada yang sampai menimbulkan korban jiwa. Banyaknya kendala-kendala dan permasalahan- permasalahan yang dihadapi oleh kolektor dalam menghadapi permasalahan kredit macet kendaraan membuat kolektor kewalahan. Dan hal ini diperparah lagi dengan semakin banyaknya dan bertambahnya nasabah yang menunggak cicilan sepeda motor di setiap bulannya, sementara jumlah kolektor yang bekerja di pembiayaan (finance) juga terbatas membuat kolektor kewalahan dalam menangani permasalahan kredit macet. Akibat ketidak mampuan kolektor dalam menangani permasalahan tersebut maka kolektor meminta bantuan kepada kolektor eksternal atau pihak

ketiga. Penggunaan jasa pihak ketiga tersebut dianggap efisien, selain karena para jasa pihak ketiga tersebut memang relatif mempunyai banyak waktu untuk pekerjaan lapangan yang tidak memerlukan tugas-tugas administrasi yang masih harus diemban oleh karyawan internal selain tugas menagih tadi, juga jasa para pihak ketiga lebih mempunyai keahlian khusus untuk menangani permasalahan kredit macet kendaraan dibanding para kolektor Finance. Kemunculan jasa pihak ketiga (debt collector eksternal) untuk membantu serta mengatasi permasalahan kredit macet sangat membantu kerja kolektor serta dapat menyelamatkan asset perusahaan. Hubungan yang terjalin antara jasa pihak ketiga dengan perusahaan finance merupakan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Lembaga pembiayaan atau Finance memerlukan jasa pihak ketiga untuk menyelamatkan aset perusahaan agar aset perusahaan tidak hilang dan dapat dikembalikan lagi kepada perusahaan finance. Sementara jasa pihak ketiga memerlukan pekerjaan atau penghasilan dari hasil menarik kendaraan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Perusahaan Finance menggunakan jasa pihak ketiga dalam upaya penyelesaikan permasalahan kredit macet kendaraan serta untuk menyelamatkan aset perusahaan agar tidak hilang karena alasan praktis tanpa harus melalui jalur hukum. Seharusnya dalam upaya penyelesaian permasalahan tersebut pihak finance dapat melaporkan permasalahan ini kepada pihak kepolisian atau pengadilan. Pihak finance hanya bisa memperdatakan permasalahan kredit macet kendaraan nasabah, pihak finance tidak bisa mempidanakan permasalahan kredit macet nasabah. Selain itu biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak finance ketika memilih jalur hukum perdata cukup mahal dan hal ini tidak sebanding dengan nilai jual dari kendaraan itu sendiri. Serta tidak efektifnya upaya jalur hukum karena memakan waktu yang lama dalam upaya penyelesaian permasalahan kredit macet kendaraan, sehingga pihak finance menggunakan Jasa Pihak Ketiga untuk menyelesaikan permasalahan kredit macet

kendaraan. Upaya ini dianggap efektif karena pihak finance tidak harus berurusan dengan lembaga hukum. Selain itu, penggunaan jasa pihak ketiga tidak lain adalah untuk penyelamatan citra dan nama baik perusahaan finance dimata hukum. Semakin banyak pengaduan atau pelaporan pihak finance kepada pihak kepolisian atau pengadilan hanya akan memperburuk citra perusahaan. Perusahaan finance dianggap tidak mampu menangani permasalahanpermasalahan yang timbul antara pihak finance dan nasabah. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk membuat penelitian dengan judul : Kedudukan Hukum Jasa Pihak Ketiga Dalam Penarikan Objek Fidusia Oleh Perusahaan Finance Di Kota Padang