BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK TERSANGKA PADA PENYIDIKAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM HAK TERSANGKA DAN POTENSI PELANGGARANNYA PADA PENYIDIKAN PERKARA PIDANA. Penulisan Hukum (Skripsi)

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB III PENGATURAN TERHADAP HAK-HAK TERSANGKA YANG TIDAK MAMPU DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB II HAK-HAK TERSANGKA DALAM HUKUM ACARA PIDANA. seseorang yang menjalani pemeriksaan permulaan, dimana salah atau tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan terhadap. korban kejahatan dengan perlindungan terhadap pelaku, merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Indonesia memiliki tiga prinsip dasar, yaitu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. Negara, yakni: supremasi hukum (supremacy of law), kesetaraan di depan hukum. mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

9/13/2012 8:29 AM Ngurah Suwarnatha 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

URGENSI PENERAPAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA MENANGGULANGI TINDAK PIDANA KORUPSI

LATAR BELAKANG MASALAH

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

PENDAHULUAN ABSTRAK. Pengadilan Negeri Gorontalo. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terhadap penerapan Pasal 56 KUHAP tentang

Daftar Pustaka. Glosarium

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang berbunyi segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Suatu Negara hukum menurut Friedrich Julius Stahl dalam bukunya Jimly Asshiddiqie yang berjudul, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, harus memiliki empat unsur pokok, yaitu : 1 a. pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia; b. negara didasarkan pada teori trias politica; c. pemerintahan didasarkan pada undang-undang (wetmatig bestuur); d. ada peradilan administrasi negara yang bertugas menangani kasus perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah (onrechtmatige overheidsdaad). Menurut Sri Soemantri negara hukum harus memenuhi unsur, yaitu : 2 a. pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan; b. adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara); c. adanya pembagian kekuasaan dalam negara; d. adanya pengawasan dari badan-badan peradilan Sedangkan menurut Philipus M. Hadjon, negara hukum (rechtstaat), terdapat ciri-ciri sebagai berikut : 3 a. adanya Undang-Undang Dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat; b. adanya pembagian kekuasaan; c. diakuinya dan dilindunginya hak-hak kebebasan. 1 Jimly Asshiddiqie. 2006. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta : Konstitusi Press, Hal.152 2 Sri Soemantri. 1992. Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia. Bandung : Alumni, Hal.29 3 Philipus M. Hadjon. 1987. Perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia. Surabaya : Bina Ilmu, Hal.76

Atas dasar ciri-ciri negara hukum, yang dikemukakan oleh beberapa pakar hukum tersebut, menunjukkan bahwa adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, yang bertumpu pada prinsip kebebasan dan persamaan di depan hukum (equality before the law). Hukum dengan tegas telah mengatur perbuatan-perbuatan manusia yang bersifat lahiriyah, dan hukum mempunyai sifat untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan para warga masyarakat. Dengan demikian, hukum mempunyai sifat memaksa dan mengikat, walaupun unsur paksaan bukanlah merupakan unsur yang terpenting dalam hukum, sebab tidak semua perbuatan atau larangan dapat dipaksakan. Dalam hal ini, memaksakan diartikan sebagai suatu perintah yang ada sanksinya, apabila tidak ditaati, dan sanksi tersebut berwujud sebagai suatu penderitaan, yang dapat memberikan penjeraan bagi si pelanggar hukum. Hukum merupakan suatu norma atau yang memuat aturan-aturan dan ketentuanketentuan, yang menjamin hak dan kewajiban perorangan maupun masyarakat. Dengan adanya hukum dimaksudkan, untuk menciptakan keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Memelihara keselarasan hidup di dalam masyarakat, yang memerlukan berbagai macam aturan sebagai pedoman hubungan, kepentingan perorangan maupun kepentingandalam masyarakat. Akan tetapi, tidak sedikit hubungan kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, yang berhubungan atau dalam lingkup hukum pidana. Oleh karena itu, diperlukan suatu hukum acara pidana yang menjadi saluran untuk menyelesaikan kepentingan apabila terjadi perbuatan melawan hukum yang diatur dalam hukum pidana. 4 Negara Indonesia, dalam menjalankan kehidupan bernegara, memerlukan adanya hukum untuk mengatur kehidupan masyarakat, sehingga segala bentuk kejahatan dapat 4 Bambang Poernomo, 1986, Pokok-Pokok Tata Acara Peradilan Pidana Indonesia dalam KUHAP. Jakarta : Sinar Grafika, Hal.1-3

diselesaikan dengan seadil-adilnya. Dengan adanya hukum, dapat menghindarkan pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat ataupun penegak hukum itu sendiri. Untuk itu, diperlukan kaidah-kaidah hukum yang dapat dipergunakan oleh negara Indonesia, dalam mengatur tatanan kehidupan dalam masyarakat. Pengembangan hukum diarahkan pada terwujudnya sistem hukum nasional yang bisa mengakomodasi tuntutan reformasi, hukum agama dan hukum adat serta memperbaharui undang-undang warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif, melalui program legislasi. Pengembangan hukum dilaksanakan melalui penegakan supremasi hukum, dengan tetap memperhatikan kemajemukan tata hukum yang berlaku, yang mencakup upaya kesadaran hukum, kepastian hukum, perlindungan hukum, penegakan hukum, dan pelayanan hukum yang berintikan kebenaran, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan pembangunan Negara, yang semakin tertib, teratur,dan lancar. Penyelenggaraan proses peradilan yang cepat, mudah, murah, terbuka, bebas, korupsi, kolusi dan nepotisme menjadi bagian intern budaya hukum Indonesia. Perwujudan terhadap kepastian hukum, dan keadilan telah menimbulkan bentukbentuk hukum pidana, yang dirumuskan dalam undang-undang maupun kitab undangundang (kodifikasi). Bentuk kodifikasi hukum pidana Indonesia telah dirumuskan secara materiil dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan secara formil dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hukum Acara Pidana Indonesia telah dituangkan ke dalam bentuk undang-undang, melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan ketentuan norma hukum acara pidana yang dirumuskan secara tertulis, yang disusun atas dasar nilai-nilai, dan asas-asas

hukum yang bersifat umum, guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Asas-asas hukum pidana mengalami pertumbuhan, dan perkembangan sesuai dengan perubahan, dan perkembangan dalam masyarakat. Pertumbuhan asas-asas umum hukum acara pidana sangat dipengaruhi oleh kebutuhan asas-asas khusus acara pidana dari hukum penyimpangan yang bersifat dinamis. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan pilar utama dalam setiap negara hukum, jika dalam suatu Negara, hak manusia terabaikan atau dilanggar dengan sengaja dan penderitaan yang ditimbulkan tidak dapat diatasi secara adil maka negara yang bersangkutan tidak dapat disebut sebagai negara hukum dalam arti yang sesungguhnya. Dalam melindungi hak warga negara dan menciptakan proses hukum yang adil mencakup sekurang-kurangnya : 5 a. Perlindungan dari tindakan sewenang-wenang dari pejabat negara; b. Pengadilan yang berhak menentukan salah tidaknya tersangka/terdakwa; c. Sidang Pengadilan harus terbuka untuk umum (tidak boleh bersifat rahasia); d. Tersangka dan terdakwa harus diberikan jaminan-jaminan untuk dapat membela diri sepenuhnya. Untuk memberikan perlindungan hukum terhadap seorang tersangka, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana harus direalisasikan, khususnya, dalam penyidikan perkara pidana, khusus pada tahap interogasi sering terjadi tindakan sewenang-wenang dari penyidik terhadap tersangka, yang diduga melakukan tindak pidana. Tindakan ini, dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan pengakuan atau keterangan langsung dari tersangka, namun cara-cara yang dilakukan seringkali tidak dapat 5 Mien Rukmini. 2003. Perlindungan HAM melalui Asas Praduga tidak Bersalah dan Asas Persamaan Kedudukan dalam Hukum pada Peradilan Pidana Indonesia. Bandung : PT. ALUMNI, Hal.32

dibenarkan secara hukum. Tersangka dalam memberikan keterangan kepada penyidik harus secara bebas tanpa adanya tekanan atau paksaan dari penyidik sehingga pemeriksaan dapat tercapai tanpa menyimpang dari yang sebenarnya. Pada tingkat pemeriksaan, penyidik hanyalah mencatat keterangan, yang diberikan tersangka tanpa harus melakukan tindakan paksa, agar tersangka memberikan keterangan yang dibutuhkan. Cara-cara kekerasan menurut ketentuan KUHAP, tidak dapat dibenarkan, karena merupakan tindakan yang melanggar hukum. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, telah memberikan jaminan hukum atas diri tersangka, guna mendapat perlindungan atas hak-haknya, dan mendapat perlakuan yang adil di depan hukum, pembuktian salah atau tidaknya seorang tersangka atau terdakwa, harus dilakukan di depan sidang Pengadilan yang terbuka untuk umum. Oleh karena itu, Wirjono Prodjodikoro berpendapat, bahwa kepentingan hukum dari individu dalam hal ini adalah pihak yang memperoleh tindakan penangkapan serta penahanan atas tersangka harus diperhatikan serta harus dilindungi, jangan sampai mendapat tindakan sewenang-wenang dari petugas penegak hukum. 6 Penahanan merupakan salah satu bentuk tindakan penghentian kemerdekaan seseorang, yang dalam penerapannya, seringkali berbenturan dengan hak asasi manusia. Tindakan sewenang-wenang oleh penyidik dalam melakukan upaya paksa, dilakukan tanpa prosedur yang tepat sehingga tersangka pelaku tindak pidana seperti sudah divonis atau dihukum bersalah, sebelum dinyatakan bersalah berdasarkan kekuatan hukum yang tetap. Pemeriksaan tersangka yang dilakukan oleh penyidik (polisi), seringkali dilakukan dengan 6 Wirjono Prodjodikoro. 1982. Hukum Acara Pidana di Indonesia. Bandung : PT. Sumur, Hal.47

tindakan kekerasan dan intimidasi serta bentuk-bentuk pemaksaan lainnya, hanya untuk mendapatkan keterangan dan bukti keterlibatan tersangka dalam sebuah perkara. Kekerasan, intimidasi serta bentuk-bentuk pemaksaan terhadap tersangka dalam proses penyidikan (interograsi) sangat sulit dibuktikan. Apalagi bila tindakan kekerasan dan penyiksaan fisik tersebut, tidak meninggalkan bekas sama sekali. Hal ini menyebabkan banyaknya upaya mencari keadilan, yang telah dilakukan oleh tersangka, untuk menjamin sahnya sebuah penangkapan dan penahanan. Hal ini semakin membuktikan lemahnya pengetahuan dan keterampilan penyidik tentang hukum dan HAM. KUHAP memberikan kewenangan hukum kepada Negara, melalui aparat penegak hukumnya untuk melakukan tindakan. Hal ini merupakan sumber kewenangan dan kekuasaan bagi berbagai pihak, yang terlibat dalam proses ini (Polisi, Jaksa, Hakim, Penasehat Hukum) 2. Kewenangan tersebut, antara lain, dikenal dengan tindakan upaya paksa dari penegak hukum, yang seringkali melanggar hak asasi tersangka, dilakukan dengan kekerasan (violence) dan penyiksaan (torture). Hal ini menunjukan adanya suatu benturan antara penerapan asas praduga tidak bersalah dan upaya paksa, karena tidak sesuai prosedur dan Undang-Undang. 1.2 RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah adalah bagaimana implementasi perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam proses penetapan tersangka, penangkapan, pemeriksaan serta penahanan tersangka. Untuk itu secara khusus dikaji:

1. Apakah proses penetapan tersangka, penangkapan, pemeriksaan serta penahanan dalam kasus Dr. Taufiqurrahman Syauri sebagai pejabat negara sudah memenuhi prosedur KUHAP? 2. Apakah penetapan tersangka terhadap Dr. Taufiqurrahman Syauri yang dilakukan oleh Kepolisian Negara Indonesia dapat dikatakan sebagai pelanggaran HAM? 1.3 TUJUAN PENELITIAN a. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab masalah tersebut diatas, tetapi selain itu untuk memberikan masukan bagi para penegak hukum dalam proses penangkapan, pemeriksaan dan penahanan tersangka ditinjau dari aspek HAM. b. Sebagai usaha pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya, yang berhubungan dengan proses penangkapan, pemeriksaan dan penahanan tersangka ditinjau dari aspek HAM. c. Jika dianggap layak dan diperlukan, dapat dijadikan salah satu referensi bagi peneliti berikutnya, yang mengkaji permasalahan yang sama. d. Selain itu, untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca. 1.4 SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan hasil penelitian ini akan disusun dalam lima bab, yaitu: BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Sistematika Penulisan

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum 2.2. Tinjauan Umum tentang Tersangka 2.3. Tinjauan Umum tentang Penyidikan 2.4. Kerangka Pemikiran 2.5. Perlindungan Hak Tersangka pada Penyidikan Perkara Pidana 2.6. Potensi Pelanggaran Hukum pada Penyidikan Perkara Pidana BAB III: METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian 3.2 Sifat Penilitian 3.3 Pendekatan Penelitian 3.4 Jenis Data 3.5 sumber data 3.6 Teknik Pengumpulan data 3.7 Analisa Data BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Sekilas Proses Hukum Kasus Mantan Komisioner Komisi Yudisial Taufiqurahman Sahuri 4.2. Problematika Penetapan Dan Penangkapan Tersangka BAB V: PENUTUP 5.1. Kesimpulan 5.2. Saran Daftar Pustaka