Bencana alam dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Bencana alam diakui

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB II VISI, MISI DAN LANDASAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. berada di kawasan yang disebut cincin api, kondisi tersebut akan

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Undang- bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang terjadi pada masyarakat, seperti dalam menghadapi bahaya

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KONTINJENSI BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. epidemik campak di Nigeria, dan banjir di Pakistan (ISDR, 2009).

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

BAB 1 PENDAHULUAN. informasi untuk menggunakan teknologi semaksimal mungkin agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

Powered by TCPDF (

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Tahun demi tahun negeri ini tidak lepas dari bencana. Indonesia sangat

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan darurat (Emergency) menurut Federal Emergency. Management Agency (FEMA) dalam Emergency Management

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP

Empowerment in disaster risk reduction

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2083, 2014 BNPB. Bantuan Logistik. Penanggulangan Bencana. Pemanfaatan

MITIGASI BENCANA BENCANA :

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA. bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BAB III LANDASAN TEORI

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

Penger&an dan Ruang Lingkup Penanggulangan Bencana

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

PENDAHULUAN Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kanan Kota Palu terdapat jalur patahan utama, yaitu patahan Palu-Koro yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Posisi Indonesia dalam Kawasan Bencana

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya adalah proses dan fenomena alam yang menimpa manusia. Rentetan

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PEDOMAN BANTUAN PERALATAN

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATIPANDEGLANG,

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PB

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

Kerangka Acuan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana Nasional

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA.

Definisi dan Jenis Bencana

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA KONTIJENSI TSUNAMI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

Versi 27 Februari 2017

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

BAB I PENDAHULUAN. bahaya gempabumi cukup tinggi. Tingginya ancaman gempabumi di Kabupaten

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

TAR== BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. besar bagi masyarakat baik secara material maupun non material. Kehilangan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL Bencana alam dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Bencana alam diakui dapat mengakibatkan dampak yang luar biasa tidak hanya kerusakan, gangguan dan korban yang besar terhadap komunitas-komunitas rentan, tetapi juga membuat kehidupan komunitas yang terkena dampak tidak bisa berjalan dengan normal. Oleh karena itu setiap negara memerlukan kebijakan mengenai pengurangan risiko bencana guna mengantisipasi agar dampak dari bencana alam sampai seminimal mungkin. Program pengurangan risiko bencana sangat diperlukan secara langsung bermanfaat untuk mengurangi dampak negatif bencana terhadap komunitas. Secara tidak langsung juga akan mendukung keberhasilan pembangunan. Beberapa tahun belakangan ini provinsi Yogyakarta sering dilanda bencana alam yang besar, seperti gempa bumi, gunung meletus, angin puting beliung, dan banjir. Berdasarkan laporan dari Sarkorlak DIY yang ditulis oleh Joko Martono, Sabtu 27 Mei 2006 pukul 05.53 WIB gempa bumi tektonik berkekuatan 5,9 SR telah meluluhlantahkan provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya. Daerah yang paling parah akibat gempa tektonik adalah Kabupaten Bantul, karena berdekatan dengan episentrum (pusat gempa) yang berada di Samudra Indonesia. Berdasarkan sumber Pemprov dan Satkorlak DIY (29/5), korban tewas berasal dari Bantul sebanyak 3.082 orang, Sleman 184 orang, Kota Yogyakarta 151 orang, Gunungkidul 1

58 orang, Kulonprogo 15 orang, sedangkan sebanyak 1.672 orang berasal dari berbagai kota di Jawa Tengah. Kerugian paling besar akibat gempa tektonik adalah di Kabupaten Bantul. Berdasarkan laporan dari Satkorlak DIY (29/5) tercatat sebanyak 33.616 rumah penduduk yang rusak parah, sebanyak 19.593 ada di DIY, sedangkan sisanya yaitu 14.023 berada di wilayah sebagian Jawa Tengah. Kabupaten Bantul merupakan salah satu kawasan yang memiliki tingkat kerawanan bencana alam gempa bumi yang tinggi. Gempa bumi tektonik 2006 lalu mengakibatkan kerugian banyak dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan. Selain itu bencana gempa bumi juga berdampak secara psikologis. Hal ini ditunjukkan dari kebanyakan masyarakat Kabupaten Bantul yang masih trauma terhadap bencana gempa bumi. Salah satu strategi untuk mengantisipasi trauma bencana alam adalah melalui pendidikan berwawasan bencana yang melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat. Kegiatan seperti ini daharapkan dapat menumbuhkan kesadaran akan kondisi lingkungan yang rawan akan bencana, sehingga masyarakat mampu siap dan waspada ketika menghadapi bencana yang serupa di masa yang akan datang. Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bantul sejalan dengan strategi ini adalah program Sekolah Siaga Bencana (SSB). Sekolah Siaga Bencana adalah sebuah progam yang diharapkan mampu membangun kesiapsiagaan masyarakat sekolah terhadap bencana, khususnya dalam meningkatkan kesadaran seluruh unsur-unsur sekolah, baik secara individu maupun kolektif, dalam mempersiapkan, menghadapi dan mengatasi terjadinya bencana. Terkait dengan kebijakan pemerintah yang telah dituangkan dalam Undang- Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, SMP N 2 Imogiri 2

di Kabupaten Bantul menjadi salah satu sekolah yang telah mengimplementasikan program Sekolah Siaga Bencana (SSB). Namun, pendidikan penanggulangan bencana masih bersifat baru dan belum menjadi bagian dari kurikulum secara nasional. Program yang baru berjalan selama beberapa tahun ini perlu diperhatikan terutama oleh Pemerintah agar implementasi program ini tetap dapat berkelanjutan dan berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Merujuk dari mata kuliah Kebijakan Pembangunan yang telah ditempuh peneliti pada waktu kuliah di fakultas Ilmu Sosial dan Politik, jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, peneliti ingin melihat proses implementasi program Sekolah Siaga Bencana di SMP N 2 Imogiri. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini diberi judul, Implementasi Program Sekolah Siaga Bencana (Studi di SMP Negri 2 Imogiri, Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul). B. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pasal 1 angka 1 menjelaskan bahwa, bencana merupakan sebuah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu: bencana alam, bencana non alam dan bencana sosial. Bencana alam merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa 3

bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, angin topan dan tanah longsor. Bencana non alam merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa non alam antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit. Sedangkan bencana sosial merupakan bencana yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror. Sejak akhir dekade 1990-an banyak kalangan kian menyadari bahwa perlu adanya pengurangan risiko bencana ke dalam pembangunan, yakni dengan memasukkan pertimbangan-pertimbangan risiko bencana alam ke dalam kerangka strategis jangka menengah dan struktur-struktur kelembagaan ke dalam kebijakan dan strategi negara dan sektoral serta ke dalam proyek di negara-negara rawan bahaya. Upaya-upaya ini harus mencakup analisis bagaimana potensi bahaya dapat mempengaruhi kinerja kebijakan program dan proyek, dan analisis bagaimana kebijakan program dan proyek tersebut berdampak terhadap kerentanan bahaya alam. Analisis ini perlu ditindaklanjuti dengan menempatkan pengurangan risiko bencana sebagai bagian yang tidak dapat terpisahkan dari proses pembangunan. Dengan adanya perubahan mind set yang telah mengakar bahwa bencana adalah sesuatu yang tidak dapat dapat diprediksi dan harus ditindak lanjuti oleh individu yang mengusai tentang kebencanaan dan para ahli tanggap darurat, sedikit banyak hal tersebut telah menandakan bahwa pemahaman tentang bencana merupakan masalah yang masih harus diatasi. Begitu juga sebaliknya, program pembangunan tanpa disadari juga sering menimbulkan bentuk-bentuk kerentanan baru atau juga dapat memperburuk kerentanan yang telah ada. Peningkatan 4

pemahaman ini berjalan seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya penanggulangan kemiskinan. Salah satu dimensi kemiskinan yang mendasar adalah keterpaparan terhadap risiko dan kemungkinan hilangnya pendapatan, termasuk juga diakibatkan oleh bencana alam. Pemahaman tersebut telah mendorong adanya perhatian yang lebih besar pada analisis bentuk-bentuk dan penyebab mendasar kerentanan dan kegiatan-kegiatan terkait yang dapat memperkuat ketangguhan dalam menghadapi bencana. Besarnya perhatian terhadap pengurangan risiko bencana juga dipengaruhi oleh meningkatnya kerugian yang ditimbulkan oleh bencana, yang terutama diakibatkan oleh meningkatnya kerentanan aset ekonomi dan sosial serta kesejahteraan dan penghidupan masyarakat terhadap bencana alam. Dalam kurun waktu tahun 1950 hingga 1990-an, kerugian nyata yang diakibatkan oleh bencana secara global dilaporkan telah meningkat 15 kali lipat, sementara jumlah orang yang terkena dampak bencana naik drastis dari 1,6 milyar dalam kurun waktu antara 1984-1993 menjadi hampir 2,6 milyar orang dalam dasawarsa berikutnya. Selama beberapa tahun belakangan ini bencana-bencana besar terjadi susul-menyusul dan menimbulkan korban jiwa manusia dan kerugian ekonomi yang begitu besar, termasuk juga bencana tsunami di Samudra Hinda yang terjadi pada tahun 2004. Walaupun kerugian ekonomi absolut yang terbesar terjadi di negara-negara maju, kerugian yang menimpa negara-negara berkembang relatif jauh lebih besar. Menurut Bank Dunia, kerugian akibat bencana yang diderita negara-negara berkembang, apabila dihitung sebagai peresentase dari product domestic bruto, dapat mencapai 20 kali lebih besar daripada kerugian yang dialami oleh negara-negara industri, 5

sementara lebih dari 95 persen kematian yang diakibatkan oleh bencana terjadi di negara-negara berkembang. Semakin kita sadari bahwa bencana memang merupakan ancaman yang serius bagi pembangunan berkelanjutan, upaya penanggulangan kemiskinan dan pencapaian sejumlah tujuan dari Tujuan-Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/MDGs). Oleh karenanya, perlu ditemukan penyelesaian yang sama-sama menguntungkan (win-win solution) untuk mempertahankan pembangunan berkelanjutan, menanggulangi kemiskinan dan memperkuat ketangguhan terhadap bencana, terutama karena perubahan iklim tampaknya akan semakin meningkatkan kejadian kemarau panjang, banjir, dan badai besar. Untuk dapat menyelesaikan persoalan ini adalah dengan cara memadukan strategi dan program-program pengurangan risiko bencana sebagai bagian terpadu dari proses pembangunan dan bukan untuk tujuan itu sendiri. Seperti dikatakan dalam laporan (World Bank, 2006 hal 67), patut diingat bahwa tidak ada saat dimana kita dapat mengabaikan atau mengesampingkan risiko bencana, terutama bagi kelompok negara-negara yang sangat rawan terhadap bencana. Disamping itu juga yang menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan pembanguan nasional dan sektoral adalah mengenai bencana alam, hal itu berguna untuk meningkatkan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana. Biaya untuk membuat struktur-struktur bangunan yang tahan bencana belum tentu mahal. Walau angka yang tercatat berbeda-beda, Badan Manajemen Tanggap Darurat Federal Amerika Serikat (The United States Federal Emergency Management 6

Agency/FEMA), memperkirakan bahwa langkah-langkah untuk mengurangi risiko bencana hanya meningkatkan biaya pembangunan fasilitas baru sebanyak satu hingga lima persen, sementara keuntungan potensial yang akan diperoleh akan sangat jauh lebih tinggi. Dengan demikian, perhatian yang besar terhadap risiko bencana adalah sebuah cerminan dari salah satu aspek penting upaya internasional untuk meningkatkan efektifitas bantuan. Meningkatnya kesadaran akan perlunya mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam pembangunan diformalisasikan pada tahun 2005, ketika Konferensi Dunia untuk Pengurangan Risiko Bencana (World Conference on Disaster Reduction) yang diselenggarakan di Kobe, Jepang. Dari konferensi lintas negara ini disusun dan disepakati kerangka kerja aksi bersama untuk pengurangan risiko bencana hingga tahun 2015. Kesepakatan tentang misi membangun ketahanan negara dan masyarakat terhadap bencana tersebut dikenal sebagai Platform Global untuk Pengurangan Risiko Bencana dengan Kerangka Kerja Hyogo 2005-2015 (Hyogo Framework for Action/HFA 2005-2015). Kerangka aksi itu merekomendasikan 5 (lima) prioritas tindakan untuk dilakukan oleh suatu negara yakni: (1) Memastikan bahwa pengurangan risiko bencana (PRB) ditempatkan sebagai prioritas nasional dan lokal dengan dasar institusional yang kuat dalam pelaksanaannya; (2) Mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memonitor risiko-risiko bencana dan meningkatkan pemanfaatan peringatan dini; (3) Menggunakan pengetahuan, inovasi, dan pendidikan untuk membangun suatu budaya aman dan ketahanan pada semua tingkatan; (4) Mengurangi faktor-faktor risiko dasar; dan (5) Memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana dengan respon 7

yang efektif pada semua tingkatan. Memperkuat kapasitas-kapasitas pada tingkat komunitas untuk mengurangi risiko bencana pada tingkat lokal, dimana individu dan komunitas memobilisir sumberdaya lokal untuk upaya mengurangi kerentanan terhadap bahaya. Menurut Badan PBB untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana (United Nations International Stategy for Disaster Reduction/UNISDR), Indonesia merupakan negara yang paling rawan terhadap bencana alam di dunia. Berbagai bencana mulai dari gempa bumi, gunung meletus, tsunami, tanah longsor, angin topan, banjir, dan kebakaran hutan sering kali terjadi di Indonesia, bahkan tidak sedikit yang telah menelan korban jiwa. Bahkan UNISDR (United Nations International Stategy for Disaster Reduction) telah merangking beberapa bencana di Indonesia yang memiliki tingkat korban yang tertinggi di dunia pada tahun 2006-2007. Berikut ini data yang dihimpun oleh UNISDR (United Nations International Stategy for Disaster Reduction). Bencana alam tsunami, dari 265 negara Indonesia menjadi negara peringkat pertama dengan jumlah 5.402.239 orang terkena dampaknya, lebih banyak dari bencana yang terjadi di Jepang (4.497.645 korban), Bangladesh (1.598.546 korban), India (1.114.388 korban) dan Filipina (894.848 korban). Bencana alam tanah longsor, dari 162 negara Indonesia yang paling banyak terkena dampaknya, yaitu sebanyak 197.372 orang korban, lebih banyak dari bencana tanah longsor yang terjadi di India (180.254 korban), China (121.488 korban), Filipina (110.704 korban) dan Ethiopia (64.470 korban). Bencana alam gempa bumi, dari 153 negara Indonesia meraih peringkat ketiga dengan 11.056.806 orang terkena dampaknya setelah Jepang (13.404.870 korban) dan Filipina (12.182.454 korban). 8

Bencana alam banjir, dari 162 negara Indonesia berada diurutan ke-6 dengan 1.101.507 orang yang terkena dampaknya, setelah Bangladesh (19,279,960 korban), India (15.859.640 korban), China (3.972.502 korban), Vietnam (3.403.041 korban), dan Kamboja (1.765.674 korban). Melihat data diatas, Indonesia merupakan salah satu wilayah yang memiliki intensitas bencana yang tinggi. Pengalaman yang telah terjadi seperti Tsunami di Aceh dan Sumatra Utara, gempa bumi di Nias, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah, banjir di Jakarta, Sumatra, Sulawesi, dan Kalimanatan, letusan Gunung Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Gunung Bromo dan Gunung Kelud, serta angin badai yang sering melanda di berbagai kawasan di Indonesia merupakan daftar panjang yang menyadarkan kita bahwa tanah air Indonesia merupakan kawasan yang telah rawan terhadap bencana alam. Seiring dengan meningkatnya intensitas bencana alam yang kerap melanda di Indonesia, Pemerintah terus berupaya mencari solusi dalam menanggapi permasalahan penanggulangan bencana. Berbagai upaya pun terus dicari untuk di implementasikan melalui kebijakan pemerintah yang kemudian ditetapkan melalui penentapan undang-undang penanggulangan bencana. Hal tersebut ditandai dengan terbitnya sebuah Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana pada bulan Januari 2007 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penaggulangan Bencana pada bulan April 2007. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 dikemukakan bahwa, Negara Kesatuan Indonesia bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan tujuan untuk 9

memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan termasuk perlindungan atas bencana, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum yang berlandaskan Pancasila. Hal ini yang menjadikan Indonesia menjadi negara yang cukup progresif dalam menghadapi masalah penanggulangan bencana ke depannya. Terbitnya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut menandai babak baru dalam perubahan cara pandang dan pengelolaan penanggulangan bencana, yakni dari reaktif jika terjadi bencana menjadi aktif, siaga dan tanggap terhadap risiko bencana, sehingga sebagai konsekuensinya upaya penanggulangan bencana merupakan bagian dari kerja-kerja pembanguan. Salah satu cara yang tepat dan berpengaruh dalam kinerja Pemerintah dalam mengatasi permasalahan penanggulangan bencana adalah melalui sektor pendidikan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan bahwa provinsi-provinsi rawan bencana harus memberikan pendidikan kebencanaan lebih keras dalam menyelamatkan masyarakat serta anak sekolah. Melalui jenjang pendidikan, salah satu usaha pengurangan risiko bencana dapat dilaksanakan dengan memberikan pelatihan pelatihan kepada para pendidik maupun siswanya untuk menuju Sekolah Siaga Bencana (SSB). Khususnya di Yogyakarta, bencana gempa bumi yang terjadi pada 27 Mei 2006 yang lalu menjadi peringatan akan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana. Dampak yang terparah terasa di Kabupaten Bantul, karena wilayah ini merupakan pusat terjadinya gempa, termasuk di lingkungan SMP N 2 Imogiri. 10

Berawal dari pengalaman itulah, pada tahun 2010, SMP N 2 Imogiri yang terletak di Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul ditunjuk sebagai salah satu sekolah yang mengimplementasikan progam Sekolah Siaga Bencana sebagai pengembangan dari program Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah. Program Sekolah Siaga Bencana sendiri diharapkan memberikan kontribusi kepada masyarakat sekolah agar mampu memahami tentang gejala bencana, cara menanggulanginya, dan memberikan wawasan mengenai tanda-tanda bencana alam. Disamping itu salah satu tujuan dari program ini adalah terwujudnya sekolah yang memiliki program dan rencana aksi sekolah yang diintregasikan dengan pengurangan risiko bencna. Program yang didukung dengan unsur advokasi dan landasan perundangan ini diharapkan mampu menjamin keberlangsungan usaha pengurangan risiko terhadap bencana alam. C. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa program Sekolah Siaga adalah bentuk dari usaha Pemerintah dalam upaya Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah yang diharapkan bisa membudayakan kesiapsiagaan masyarakat sekolah dalam menghadapi bencana. Namun, masih ada sejumlah masalah yang terkait dengan implementasi program Sekolah Siaga Bencana yang mungkin belum teridentifikasi dengan baik, mengingat ini adalah program baru. Masalah tersebut utamanya menyangkut pada persiapan dan pelaksanaan program Sekolah Siaga Bencana di SMP N 2 Imogiri. 11

Menimbang bahwa masalah itu sangat esensial untuk diketahui, maka penelitian ini difokuskan pada implementasi program Sekolah Siaga Bencana, maka ditemukan pertanyaan utama dalam penelitian ini sebagai berikut. Bagaimana implementasi program Sekolah Siaga Bencana (SSB) di SMP N 2 Imogiri, Yogyakarta? Pertanyaan operasional dalam penelitian ini disusun sebagai upaya untuk memfokuskan pengambilan data dan analisisnya, serta untuk membatasi ruang lingkup penelitian. Ruang lingkup penelitian perlu dibatasi karena adanya keterbatasan waktu, dana dan tenaga peneliti. Pertanyaan operasional dalam penelitian ini disusun berdasarkan 4 (empat) parameter keterlaksanaan program SSB yang dikembangkan oleh Konsorsium Pendidikan Bencana (2009) yaitu sikap dan tindakan, kebijakan sekolah, perencanaan kesiapsiagaan, mobilisasi sumberdaya (dibahas di tinjauan pustaka), sehingga rumusan pertanyaannya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana sikap dan tindakan guru dan siswa SMP N 2 Imogiri dalam program Sekolah Siaga Bencana (SSB)? 2. Apa saja kebijakan SMP N 2 Imogiri dalam program Sekolah Siaga Bencana (SSB)? 3. Bagaimana perencanaan kesiapsiagaan SMP N 2 Imogiri dalam program Sekolah Siaga Bencana (SSB)? 12

4. Bagaimana mobilisasi sumberdaya SMP N 2 Imogiri dalam program Sekolah Siaga Bencana (SSB)? 5. Bagamaimana hasil program Sekolah Siaga Bencana (SSB) di SMP N 2 Imogiri? D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian Ada dua kategori tujuan penelitian ini. a. Tujuan Operasional Tujuan operasional dari penelitian ini, adalah: 1. Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi Skripsi Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada tahun ajaran 2012/2013. 2. Untuk memberikan kontribusi bagi Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan kedepan terkait dengan mata kuliah Kebijakan Pembangunan. 3. Sebagai sumbangan pemikiran dan referensi untuk penelitian selanjutnya yang lebih mendalam. b. Tujuan Substansial Tujuan substansial merupakan tujuan yang berupa satu objek dimana orang langsung akan melakukan usaha-usaha kooperatif (Kartono, 13

1980:69). Tujuan substansial dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan penelitian, secara khusus yaitu: 1. Untuk mengetahui sikap dan tindakan guru dan siswa di SMP N 2 Imogiri dalam program Sekolah Siaga Bencana (SSB). 2. Untuk mengetahui kebijakan sekolah SMP N 2 Imogiri dalam program Sekolah Siaga Bencana (SSB). 3. Untuk mengetahui perencanaan kesiapsiagaan SMP N 2 Imogiri dalam program Sekolah Siaga Bencana (SSB). 4. Untuk mengetahui mobilisasi sumberdaya SMP N 2 Imogiri dalam program Sekolah Siaga Bencana (SSB). 2. Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan sebagai berikut: 1. Sebagai bahan masukan kepada Kepala Sekolah dan juga Pemerintah daerah selaku pembuat kebijakan terkait dengan implementasi program Sekolah Siaga Bencana di SMP N 2 Imogiri. 2. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai implementasi program Sekolah Siaga Bencana (SSB). 14