PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK TERSANGKA PADA PENYIDIKAN PERKARA PIDANA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB II HAK-HAK TERSANGKA DALAM HUKUM ACARA PIDANA. seseorang yang menjalani pemeriksaan permulaan, dimana salah atau tidaknya

ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM HAK TERSANGKA DAN POTENSI PELANGGARANNYA PADA PENYIDIKAN PERKARA PIDANA. Penulisan Hukum (Skripsi)

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

: Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedabedakan. orang (asas persamaan di muka hukum) Pasal 4 ayat (1)

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. PENETAPAN TERSANGKA BERDASARKAN BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP 1 Oleh : Daud Lapasi 2

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA TERHADAP PENANGKAPAN PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN (Studi Kasus Di Polresta Palu)

LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BANTUAN HUKUM DAN UPAYA PERLINDUNGAN HAK ASASI TERDAKWA DALAM PROSES PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Asas-Asas Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB III PENGATURAN TERHADAP HAK-HAK TERSANGKA YANG TIDAK MAMPU DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

BAB II PERLINDUNGAN HAK- HAK TERSANGKA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI TINGKAT KEPOLISIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA. Modul ke: 06Teknik. Fakultas. Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi MKCU

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

PENANGKAPAN DAN HAM. ( Studi Terhadap Praktek Penangkapan Tersangka Pelaku Tindak Pidana di. Wilayah Polres Sukoharjo ) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT

Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu

URGENSI PENERAPAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA MENANGGULANGI TINDAK PIDANA KORUPSI

d. Hak atas kelangsungan hidup. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang.

ANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN. Pasal 19 s/d 37. Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

Lex Crimen Vol. III/No. 4/Ags-Nov/2014. Kata kunci: Pelanggaran, Hak-hak Tersangka.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar

9/13/2012 8:29 AM Ngurah Suwarnatha 1

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

HAK ASASI MANUSIA. by Asnedi KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANWIL SUMATERA SELATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

Kata kunci: Pencabutan keterangan, terdakwa. AKIBAT HUKUM TERHADAP PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DI PENGADILAN 1 Oleh: Efraim Theo Marianus 2

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

KEBERADAAN ASAS PRADUGA TAK BERSALAH PADA PROSES PERADILAN PIDANA : KAJIAN Nurhasan 1

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

Transkripsi:

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK TERSANGKA PADA PENYIDIKAN PERKARA PIDANA, SH.,MH 1 Abstrak : Hak warga negara merupakan hak konstitusional yang pemenuhannya menjadi kewajiban negara. Hak konstitusional warganegara dalam bidang hukum antara lain meliputi, hak persamaan kedudukan dihadapan hukum (equality before the law), hak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta hak atas perlakuan yang sama dihadapan hukum. Perlindungan hukum bagi tersangka diatur dalam UU No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP. Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Hak Tersangka, Penyidikan, Pidana. PENDAHULUAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantumdalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang berbunyi segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Menurut Sri Soemantri negara hukum harus memenuhi unsur, yaitu: a. Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan; b. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara); 1 Dosen Fakultas Hukum Universitas Yapis Papua LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 142

c. Adanya pembagian kekuasaan dalam negara; d. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan 2 Sedangkan menurut Philipus M. Hadjon negara hukum (rechtstaat), terdapat ciri-ciri sebagai berikut : a. Adanya Undang-Undang Dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat; b. Adanya pembagian kekuasaan; c. Diakuinya dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat 3. Atas dasar ciri-ciri negara hukum yang dikemukakan oleh beberapa para pakar hukum tersebut menunjukkan bahwa adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang bertumpu pada prinsip kebebasan dan persamaan di depan hukum (equality before the law). Negara Indonesia sebagai negara hukum juga perlu memahami dengan keadaan dunia yang telah mulai banyak memperhatikan Hak Asasi Manusia, sehingga di era reformasi sebuah agenda besar tersebut menuntut adanya perubahan sebuah tata kehidupan dalam berbangsa dan bernegara. Salah satu dari perubahan tersebut yang menonjol adalah mengenai perlindungan hak-hak warga negara yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia itu sendiri. Hukum merupakan suatu norma/kaidah yang memuat aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang menjamin hak dan kewajiban perorangan maupun masyarakat. Dengan adanya hukum dimaksudkan untuk 2 Sri Soemantri. 1992, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia. Bandung : Alumni, hlm. 29. 3 Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia, Surabaya : Bina Ilmu, hlm. 76. LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 143

menciptakan keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Memelihara keselarasan hidup di dalam masyarakat memerlukan berbagai macam aturan sebagai pedoman hubungan kepentingan perorangan maupun kepentingan dalam masyarakat. Akan tetapi tidak sedikit hubungan kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang berhubungan atau dalam lingkup hukum pidana. Oleh karena itu diperlukan suatu hukum acara pidana yang menjadi saluran untuk menyelesaikan kepentingan apabila terjadi perbuatan melawan hukum yang diatur dalam hukum pidana 4. Negara Indonesia, dalam menjalankan kehidupan bernegara, memerlukan adanya hukum untuk mengatur kehidupan masyarakat, sehingga segala bentuk kejahatan dapat diselesaikan dengan seadiladilnya. Dengan adanya hukum dapat menghindarkan pelanggaran yang dapat dilakukan oleh masyarakat ataupun penegak hukum itu sendiri. Untuk itu diperlukan adanya kaidah-kaidah hukum yang dapat dipergunakan oleh negara Indonesia dalam mengatur tatanan kehidupan dalam masyarakat. Pengembangan hukum diarahkan pada terwujudnya sistem hukum nasional yang bisa mengakomodasi tuntutan reformasi, hukum agama dan hukum adat serta memperbaharui undang-undang warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif melalui program legislasi. Pengembangan hukum dilaksanakan melalui penegakan supremasi hukum 4 Bambang Poernomo, 1986, Pokok-Pokok Tata Acara Peradilan Pidana Indonesia dalam KUHAP, Jakarta : Sinar Grafika, hlm. 1-3 LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 144

dengan tetap memperhatikan kemajemukan tata hukum yang berlaku, yang mencakup upaya kesadaran hukum, kepastian hukum, perlindungan hukum, penegakan hukum, dan pelayanan hukum yang berintikan kebenaran, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan pembangunan negara yang semakin tertib, teratur, dan lancar. Penyelenggaraan proses peradilan yang cepat, mudah, murah, terbuka, bebas: korupsi, kolusi dan nepotisme menjadi bagian intern budaya hukum Indonesia. Perwujudan terhadap adanya kepastian hukum, dan keadilan telah menimbulkan bentuk-bentuk hukum pidana yang dirumuskan dalam suatu undang-undang maupun kitab undang-undang (kodifikasi). Bentuk-bentuk kodifikasi hukum pidana Indonesia telah dirumuskan secara materiil dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan secara formil dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hukum Acara Pidana Indonesia telah dituangkan ke dalam bentuk undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan ketentuan norma hukum acara pidana yang dirumuskan secara tertulis, yang disusun atas dasar nilai-nilai, dan asasasas hukum yang bersifat umum guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan pilar utama dalam setiap negara hukum, jika dalam suatu negara hak manusia terabaikan atau dilanggar dengan sengaja dan LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 145

penderitaan yang ditimbulkan tidak dapat diatasi secara adil maka negara yang bersangkutan tidak dapat disebut sebagai negara hukum dalam arti yang sesungguhnya. Dalam melindungi hak warga negara dan menciptakan proses hukum yang adil mencakup sekurang-kurangnya 5 : a. Perlindungan dari tindakan sewenang-wenang dari pejabat negara; b. Pengadilan yang berhak menentukan salah tidaknya tersangka/terdakwa; c. Sidang Pengadilan harus terbuka untuk umum (tidak boleh bersifat rahasia); d. Tersangka dan terdakwa harus diberikan jaminan-jaminan untuk dapat membela diri sepenuhnya. Untuk memberikan perlindungan hukum terhadap seorang tersangka maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana harus direalisasikan, khususnya didalam penyidikan perkara pidana, khusus pada tahap interogasi sering terjadi tindakan sewenangwenang dari penyidik terhadap tersangka yang diduga melakukan tindak pidana. Tindakan ini dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan pengakuan atau keterangan langsung dari tersangka, namun cara-cara yang dilakukan seringkali tidak dapat dibenarkan secara hukum. Tersangka dalam memberikan keterangan kepada penyidik harus secara bebas tanpa adanya tekanan atau paksaan dari penyidik sehingga pemeriksaan dapat tercapai tanpa menyimpang dari yang sebenarnya. Pada tingkat pemeriksaan, penyidik hanyalah mencatat keterangan yang 5 Mien Rukmini, 2003, Perlindungan HAM melalui Asas Praduga tidak Bersalah dan Asas Persamaan Kedudukan dalam Hukum pada Peradilan Pidana Indonesia, Bandung : PT. ALUMNI, hlm. 32. LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 146

diberikan tersangka tanpa harus melakukan tindakan paksa agar tersangka memberikan keterangan yang dibutuhkan. Cara-cara kekerasan menurut ketentuan KUHAP tidak dapat dibenarkan karena merupakan tindakan yang melanggar hukum. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana telah memberikan jaminan hukum atas diri tersangka guna mendapat perlindungan atas hak-haknya dan mendapat perlakuan yang adil didepan hukum, pembuktian salah atau tidaknya seorang tersangka atau terdakwa harus dilakukan didepan sidang Pengadilan yang terbuka untuk umum. Menurut Wirjono Prodjodikoro berpendapat, bahwa kepentingan hukum dari individu dalam hal ini adalah pihak yang memperoleh tindakan penangkapan serta penahanan atas tersangka harus diperhatikan serta harus dilindungi, jangan sampai mendapat tindakan sewenang-wenang dari petugas penegak hukum 6. Oleh sebab itu penulis mau melakukan pengkajian lebih dalam mengenai perlindungan hukum terhadap tersangka pada penyidikan perkara pidana. PEMBAHASAN DAN ANALISIS Perlindungan Hukum. Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, wajib memberikan perlindungan hukum : PT. Sumur, hlm. 47. 6 Wirjono Prodjodikoro, 1982, Hukum Acara Pidana di Indonesia. Bandung LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 147

terhadap warga masyarakatnya, sesuai pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke empat, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Perlindungan hukum berdasarkan Pancasila berarti pengakuan dan perlindungan harkat dan martabat manusia atas dasar nilai Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, serta keadilan sosial. Nilai-nilai tersebut melahirkan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia dalam wujudnya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam wadah negara kesatuan yang menjunjung tinggi semangat kekeluargaan demi mencapai kesejahteraan bersama. Elemen pokok negara hukum adalah pengakuan dan perlindungan terhadap fundamental rights (hak-hak dasar/asasi). Perbedaan antara Hak-hak Asasi Manusia dengan Hak-hak Dasar, adalah sebagai berikut : a. Hak-Hak Asasi Manusia : 1) Terjemahan dari istilah mensenrechten, human right; 2) Memiliki pengertian sangat luas sehingga menunjuk pada hak-hak yang dibela dan dipertahankan secara internasional; 3) Konotasi hak asasi manusia berkaitan dengan asas-asas ideal dan politis. (one.indoskripsi.com). Pada amandemen kedua UUD 1945 ditetapkan penambahan bab baru, yaitu bab XA (Pasal 28 A sampai dengan Pasal 28 J) yang mengatur Hak Asasi Manusia. Beberapa pasal diantaranya, mengatur mengenai perlindungan hukum terhadap diri pribadi manusia yang LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 148

menjunjung tinggi prinsip; equality before the law (sesuai asas-asas hukum di dalam KUHAP), yaitu : a) Pasal 28 A, berbunyi : Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. b) Pasal 28 D, berbunyi : (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. c) Pasal 28 G, berbunyi : (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. (2) Setiap orang untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. d) Pasal 28 I, berbunyi : (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak di perbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 149

adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. (2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. e) Pasal 28 J, berbunyi : (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undangundang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. b. Hak-Hak Dasar : 1) Terjemahan dari istilah grondrechten, fundamental rights; 2) Hanya mempunyai kaitan erat dalam suatu negara bangsa/melalui hukum nasional; 3) Konotasi hak-hak dasar jelas dan tegas, merupakan bagian tidak terpisahkan dari UUD (lebih ke aspek yuridis); Hak-hak dasar sebagaimana yang ditetapkan dalam UUD 1945 LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 150

yang berkaitan dengan kehidupan berkeadilan sosial, antara lain : a) Kesamaan kedudukan dalam hukum dan wajib menjunjung hukum; b) Kesamaan kedudukan dalam pemerintahan dan wajib menjunjung pemerintahan tersebut; c) Berhak atas pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan; d) Perekonomian merupakan usaha bersama atas dasar kekeluargaan; e) Penyelenggaraan produksi yang penting bagi negara, yang menguasai hajat hidup orang banyak; f) Kemakmuran masyarakat yang diutamakan dan bukan kemakmuran orang perseorangan; g) Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara 7. Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, hak yang harus dilindungi pemerintah terkait perlindungan hukum terhadap diri pribadi manusia atau tersangka yang menjalani proses pemeriksaan perkara pidana, antara lain: 1) Hak Perlindungan Berhak atas perlindungan pribadi, keluarga kehormatan, martabat dan hak miliknya (Pasal 29 ayat (1) UU No.39 Tahun 1999). 2) Hak Rasa Aman Berhak atas rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu (Pasal 30 UU No.39 Tahun 1999). 7 ibid LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 151

3) Hak Bebas dari Penyiksaan Berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya (Pasal 33 ayat (1) UU No.39 Tahun 1999). 4) Hak tidak diperlakukan Sewenang-wenang Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang (Pasal 34 UU No.39 Tahun 1999). 5) Hak tidak di Siksa Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik. (Pasal 1 butir 4 UU No.39 Tahun 1999). Pengertian Tersangka Tersangka menurut Pasal 1 ayat (14) KUHAP, adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 152

patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Dengan demikian, tersangka merupakan seseorang yang menjalani pemeriksaan permulaan, dimana salah atau tidaknya seorang tersangka harus dilakukan dalam proses peradilan yang jujur dengan mengedepankan asas persamaan dihadapan hukum. Inbau dan Reid 8 mengemukakan bahwa tersangka dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu sebagai berikut: 1) Tersangka yang kesalahannya sudah definitif atau dapat dipastikan. Untuk tersangka tipe I ini, maka pemeriksaan dilakukan untuk memperoleh pengakuan tersangka serta pembuktian yang menunjukkan kesalahan tersangka selengkap-lengkapnya diperoleh dari fakta dan data yang dikemukakan di depan sidang pengadilan. 2) Tersangka yang kesalahannya belum pasti. Untuk tersangka tipe II ini, maka pemeriksaan dilakukan secara hati-hati melalui metode yang efektif untuk dapat menarik keyakinan kesalahan tersangka, sehingga dapat dihindari kekeliruan dalam menetapkan salah atau tidaknya seseorang yang diduga melakukan tindak pidana. Pengertian penyidikan Penyidikan menurut Pasal 1 butir 2 KUHAP dan Pasal 1 butir 13 UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, adalah 8 Gersan W Bawengan. 1989, Penyidikan Perkara Pidana dan Teknik Interogasi. Jakarta : Pradnya Paramita, hlm. 96. LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 153

serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Pada dasarnya tindakan penyidikan dilakukan untuk mendapatkan keterangan tentang; tindak pidana apa yang telah terjadi; kapan tindak pidana itu dilakukan; dimana tindak pidana itu dilakukan; dengan apa tindak pidana itu dilakukan; bagaimana tindak pidana itu dilakukan; mengapa tindak pidana itu dilakukan; siapa pembuatnya atau pelakunya 9. Perlindungan Hukum Terhadap Tersangka Pada Penyidikan Perkara Pidana. Suatu negara yang berdasarkan atas hukum harus menjamin persamaan (equality) setiap individu, termasuk kemerdekaan individu untuk menggunakan hak asasinya. Negara hukum lahir sebagai hasil perjuangan individu untuk melepaskan dirinya dari keterikatan serta tindakan sewenang- wenang penguasa, maka tindakan penguasa terhadap individu dan kekuasaannya harus dibatasi oleh hukum. Baik negara maupun individu adalah subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban. Oleh karena itu, dalam negara hukum kedudukan dan hubungan individu dengan negara harus seimbang, kedua-duanya memiliki hak dan kewajiban yang dilindungi hukum. Sudargo Gautama mengatakan, bahwa untuk 9 Djoko Prakoso, 1987, Polri sebagai Penyidik dalam Penegakan Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 7. LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 154

mewujudkan cita-cita negara hukum, adalah syarat yang mutlak bahwa rakyat juga sadar akan hak-haknya dan siap sedia untuk berdiri tegak membela hak-haknya tersebut 10. 1) Kedudukan Tersangka dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Jaminan terhadap hak-hak tersangka dicantumkan dalam Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, sebagai berikut: a) Penegasan adanya asas praduga tak bersalah (presumption of innounce); b) Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedabedakan orang (asas persamaan di muka hukum); c) Asas sidang terbuka untuk umum; d) Adanya hak banding, hak kasasi, dan peninjauan kembali putusan yang telah memperoleh putusan yang tetap; e) Hak ingkar; f) Memperoleh bantuan hukum sejak adanya penangkapan dan atau penahanan. 2) Kedudukan Tersangka dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Dalam Bab III tentang Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar : Alumni, hlm.16. 10 Sudargo Gautama, 1983, Pengertian tentang Negara Hukum, Bandung LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 155

Manusia, bagian keempat hak memperoleh keadilan, khususnya Pasal 17-18 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asaasi Manusia, dinyatakan : Pasal 17, berbunyi : Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemerikasaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar. Pasal 18, berbunyi : (1) Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlakukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundnag- undangan. (2) Setiap orang tidak boleh dituntut untuk dihukum atau dijatuhi pidana, kecuali berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum tindak pidana itu dilakukannya. (3) Setiap ada perubahan dalam peraturan perudang-undangan maka beralaku ketentuan yang paling menguntungkan bagi tersangka. (4) Setiap orang yang diperiksa berhak mendapatkan bantuan hukum LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 156

sejak saat penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (5) Setiap orang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama atas suatu perbutan yang telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. 3) Kedudukan Tersangka dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) KUHAP telah mengatur secara jelas dan tegas hal-hal yang berkaitan hak-hak tersangka (Pasal 50 sampai 68 KUHAP), dan setiap pihak wajib menghormati hak-hak tersangka tersebut. Adapun hak-hak tersangka menurut KUHAP adalah sebagai berikut : a) Hak Prioritas Penyelesaian Perkara Hal ini telah ditegaskan dalam Pasal 50 KUHAP, yang berbunyi sebagai berikut : (1) Tersangka berhak segera mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan ke Penuntut Umum. (2) Tersangka berhak perkaranya segera dimajukan ke Pengadilan oleh Penuntut Umum. (3) Terdakwa berhak segera diadili oleh Pengadilan. Dari bunyi pasal tersebut di atas dapat simpulkan bahwa pasal tersebut menginginkan proses penyelesaian perkara ditangani dengan cepat sehingga semuanya bisa dituntaskan dalam waktu yang singkat. Tujuan dari hak ini adalah agar adanya kepastian LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 157

hukum dan dapat diketahui bagaimana nasib tersangka sehingga tidak terkatung-katung terutama bagi tersangka yang ditahan. b) Hak Persiapan Pembelaan Bahasa hukum yang digunakan oleh penyidik pada tingkat penyidikan atau oleh penuntut umum pada sidang Pengadilan merupakan bahasa yang sulit dicerna, dipahami oleh masyarakat awam. Untuk itu kepada tersangka disamping dibacakan sangkaan terhadapnya juga dijelaskan dengan rinci sampai tersangka mengerti dengan jelas atas dakwaan terhadap dirinya. Dengan demikian tersangka akan mengetahui posisinya dan dapat dengan segera mempersiapkan pembelaaan terhadap dirinya. Hak ini didasarkan pada Pasal 51 KUHAP, yang berbunyi; untuk mempersiapkan pembelaan : (1) Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai; Menurut penjelasan Pasal 51 KUHAP, maksud diberikannya hak ini, adalah : Penjelasan : Dengan diketahui serta dimengerti oleh orang yang disangka melakukan tindak pidana tentang perbuatan apa yang sebenarnya disangka telah dilakukan olehnya, maka ia akan merasa terjamin kepentingannya untuk mengadakan persiapan dalam usaha pembelaan. Dengan demikian ia akan mengetahui LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 158

berat ringannya sangkaan terhadap dirinya sehingga selanjutnya ia akan dapat mempertimbangkan tingkat atau pembelaan yang dibutuhkan, misalnya, perlu atau tidaknya ia mengusahakan bantuan hukum untuk pembelaan tersebut. c) Hak Memberi Keterangan Secara Bebas Hal yang diharapkan oleh penyidik pada saat pemeriksaan dan pada saat sidang pengadilan adalah keterangan dari tersangka karena dari keterangan tersebut diharapkan dapat memberikan titik terang atas perkara tersebut. Dalam memberikan keterangan, hendaknya tersangka tidak ada di bawah tekanan dan paksaan dari penyidik. Apabila tersangka berada di bawah tekanan akan timbul perasaan takut sehingga keterangan yang diberikan belum tentu merupakan keterangan yang sebenarnya. Jika seorang tersangka memberikan keterangan baik di tingkat penyidikan maupun di sidang pengadilan tanpa adanya rasa takut, berarti tersangka telah mendapatkan haknya. Sebagai bukti bahwa hak untuk memberikan keterangan secara bebas dijamin oleh hukum, terdapat dalam ketentuan Pasal 52 KUHAP yang berbunyi, sebagai berikut; Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim. d) Hak Mendapatkan Juru Bahasa Tidak semua pelaku perbuatan pidana atau tersangka bisa LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 159

berkomunikasi dengan baik dan dapat mengerti apa yang dikatakan penyidik maupun penuntut umum. Untuk mengatasi hal tersebut maka negara menyediakan juru bahasa bagi mereka yang tidak bisa memahami bahasa yang digunakan selama penyidikan maupun selama sidang. Tidak semua tersangka mendapatkan hak ini. Ada kriteria tertentu yang dapat menentukan apakah seorang tersangka itu memerlukan juru bahasa atau tidak. Seseorang yang dianggap perlu untuk mendapat juru bahasa adalah: a. Orang asing; b. Orang Indonesia yang tidak paham bahasa Indonesia c. Orang bisu dan tuli yang tidak bisa menulis Dasar hukum terhadap hak ini adalah yang tertera dalam Pasal 53 KUHAP yang berbunyi : (1) Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak untuk setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177. (2) Dalam hal tersangka atau terdakwa bisu dan atau tuli diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178. e) Hak Mendapatkan Bantuan Hukum Tujuan diberikan hak ini kepada tersangka adalah untuk menghindari terjadinya kekeliruan dan kesewenang-wenangan dari LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 160

aparat hukum yang dapat merugikan tersangka. Dengan adanya pembela atau penasihat hukum dalam pemeriksaan pendahuluan maka pembela dapat melihat dan mendengarkan jalannya pemeriksaan yang dilakukan terhadap tersangka. Beberapa faktor yang melahirkan perlunya bantuan hukum terhadap seorang tersangka atau terdakwa, sebagai berikut; 1) Faktor pertama; adalah kedudukan tersangka atau terdakwa dalam proses peradilan merupakan sosok yang lemah, mengingat bahwa yang bersangkutan menghadapi sosok yang lebih tegar yakni negara lewat aparataparatnya. Kedudukan yang tidak seimbang melahirkan gagasan bahwa tersangka atau terdakwa harus memperoleh bantuan secukupnya menurut aturan hukum agar memperoleh keadilan hukum yang sebenarnya. 2) Faktor kedua; adalah tidak semua orang mengetahui apalagi menguasai seluk beluk aturan hukum yang rumit dalam hal ini aparat penegak hukum tentu saja mempunyai kedudukan yang lebih pengalaman serta pengetahuan dari aparat tersebut dan sebagainya. 3) Faktor ketiga adalah faktor kejiwaan atau faktor psikologis, meskipun baru dalam taraf sangkaan atau dakwaan bagi pribadi yang terkena dapat merupakan suatu pukulan psikologis 11. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa bantuan hukum merupakan hal yang sangat penting bagi tersangka atau terdakwa dan merupakan hal yang tidak bisa ditiadakan apalagi terhadap kasus yang ancaman pidananya diatas lima tahun atau lebih atau yang diancam dengan pidana mati. f) Hak Memilih Sendiri Penasehat Hukumnya Yogyakarta : Liberty, hlm.20 11 Erni Widhayanti, 1998, Hak-Hak Tersangka/Terdakwa di dalam KUHAP, LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 161

Untuk mendapatkan penasihat hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 54 KUHAP tersangka dibolehkan untuk menentukan dan memilih sendiri penasehat hukumnya sesuai dengan keinginannya. Tersangka juga boleh menggunakan penasehat hukum yang disediakan penyidik kepadanya, apabila tersangka tidak mempunyai gambaran tentang siapa yang akan menjadi penasehat hukumnya. Tidak ada larangan apabila tersangka menolak calon penasehat hukum yang diberikan oleh penyidik kepadanya. g) Hak Mendapatkan Bantuan Hukum Cuma-Cuma Mengenai hak ini telah diatur dalam Pasal 56 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut; 1. Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman 15 tahun atau lebih bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tindak pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat bagi mereka. 2. Setiap penasehat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberi bantuannya dengan cuma-cuma. Dari Pasal tersebut, bahwa KUHAP benar-benar telah LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 162

mengatur agar tersangka mendapatkan bantuan hukum dengan cumacuma bagi mereka yang diancam dengan pidana mati atau lima belas tahun atau lebih dan juga bagi mereka yang diancam dengan pidana 5 tahun atau lebih tapi tidak mempunyai penasehat hukum karena tidak mampu untuk membayarnya. Untuk mengatasinya, maka pejabat yang bersangkutan harus menyediakan penasehat hukum yang akan mendampingi tersangka selama proses hukum berlangsung. h) Hak Menghubungi Penasihat Hukum Bagi tersangka yang dikenakan penahanan, tidak ada larangan bagi mereka untuk menghubungi penasehat hukumnya selama hal tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan undangundang yang berlaku. Hal ini telah ditegaskan dalam Pasal 57 ayat (1) KUHAP, i) Hak Kunjungan oleh Dokter Pribadi Tersangka boleh menerima kunjungan dari siapa saja selama kunjungan tersebut tidak membahayakan ketertiban dan keamanan termasuk juga menerima kunjungan dari dokter pribadinya. Diatur dalam Pasal 58 KUHAP, berbunyi sebagai berikut; tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses perkara maupun tidak. LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 163

j) Hak Diberitahukan, Menghubungi atau Menerima Kunjungan Keluarga dan Sanak Keluarganya. Tersangka yang ditangkap dan dilakukan penahanan atas dirinya terkadang tidak diketahui oleh keluarganya, disebabkan ketika penangkapan terjadi tersangka berada ditempat lain, maka perlu diberitahukan kepada keluarganya tentang penahanan atas diri tersangka. Hal ini telah diatur dalam ketentuan Pasal 59 KUHAP, yang berbunyi; Tersangka yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang, pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan, kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya. Selain itu tersangka berhak menerima kunjungan dari keluarganya atau lainnya dalam urusan mendapatkan bantuan hukum atau untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 60 dan 61 KUHAP. Pasal 60 KUHAP, berbunyi; Tersangka berhak menghubungi dan menerima kunjungan pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 164

penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan bantuan hukum. Pasal 61 KUHAP, berbunyi; Tersangka atau terdakwa berhak secara langsung atau dengan perantaraan penasehat hukumnya menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara tersangka atau terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan. k) Hak Berkirim Surat Pada setiap tingkat pemeriksaan tersangka di perkenankan untuk berkirim surat kepada penasehat hukum, sanak saudaranya termasuk juga menerima surat dari mereka semua tanpa diperiksa terlebih dahulu oleh pejabat yang bersangkutan, kecuali diduga kalau surat tersebut disalahgunakan. Terhadap surat yang diduga disalahgunakan, maka surat tersebut akan dibuka oleh pejabat yang bersangkutan akan tetapi terlebih dahulu diberitahukan kepada tersangka, kemudian surat tersebut akan dikembalikan kepada si pengirim setelah terlebih dahulu diberi cap yang berbunyi telah ditilik. Ketentuan tentang hak berkirim surat ini, tercantum dalam Pasal 62 KUHAP. l) Hak Menerima Kunjungan Rohaniwan Hak untuk menerima kunjungan rohaniwan ini diatur dalam Pasal 63 KUHAP, yang berbunyi; Tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniwan. LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 165

Dengan ditahannya tersangka telah merampas kemerdekaan atau kebebasan tersangka, akibatnya membatasi hubungannya dengan dunia luar. Terisolasinya tersangka dari dunia luar membuatnya tidak dapat menerima pengetahuan agama dari rohaniwan, maka diberikan hak untuk mendapatkan kunjungan rohaniwan agar jiwanya kuat secara spiritual. m) Hak diadili pada Sidang Terbuka untuk Umum Tersangka apabila statusnya telah menjadi terdakwa, maka memiliki hak untuk diadili pada sidang terbuka untuk umum, kecuali pada kasus yang memang harus tertutup untuk umum yang telah ditentukan oleh undang-undang, dan itupun harus dibuka terlebih dahulu oleh hakim untuk umum, walaupun akhirnya hakim menyatakan bahwa sidang tersebut tertutup untuk umum. Tujuan diberikannya hak ini, agar peradilan berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan untuk menghindari tindakan yang dapat merugikan tersangka. Dengan dibukanya sidang untuk umum membuat masyarakat dapat melihat secara langsung proses pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan, sehingga masyarakat mengetahui cara kerja aparat hukum dalam menegakkan hukum sebagaimana mestinya. Selain itu, merupakan bentuk kontrol masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia. n) Hak Mengajukan Saksi a de charge dan Saksi Ahli Dasar diakuinya hak untuk mengajukan saksi a de charge dan LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 166

saksi ahli adalah Pasal 65 KUHAP, yang berbunyi sebagai berikut; Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya. Pengajuan saksi yang dapat menguntungkan bagi tersangka atau terdakwa adalah merupakan bagian dari upaya pembelaan terhadap dirinya, maka hak ini merupakan penegasan wujud hak pembelaan terhadap tersangka. Kehadiran saksi a de charge dan saksiahli akan dapat membantu tersangka dalam perkaranya. Kesaksian dari saksi a de charge dan saksi ahli yang dapat diterima oleh hakim dan mempunyai bukti kebenaran dapat membebaskan atau paling tidak meringankan tersangka dari dakwaan yang dikenakan kepada dirinya. o) Hak Untuk Tidak Dibebani Kewajiban Pembuktian Pasal 66 KUHAP, berbunyi; tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian. Berdasarkan penjelasan Pasal 66 KUHAP, ketentuan ini merupakan penjelmaan dari asas praduga tidak bersalah (presumption of innounce). Seorang tersangka tidak dibebani kewajiban pembuktian karena tidak adil apabila kerugian perampasan hak akibat ditahan masih ditambah dengan kewajiban pembuktian. Selain itu berlaku asas siapa yang menuduhkan maka kewajibannya untuk membuktikan apa yang dituduhkan tersebut, LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 167

dalam hal ini kewajiban pembuktian dibebankan kepada penyidik dan jaksa sebagai penuntut umum. p) Hak Pemberian Ganti Kerugian dan Rehabilitasi Tidak semua tersangka terbukti kalau ia bersalah. Sebagai manusia biasa penyidik tidak selalu benar. Terkadang bisa saja dalam melaksanakan tugasnya penyidik melakukan kesalahan dan kesalahan itu bisa saja berupa tidak ada cukup bukti untuk menjerat tersangka atau salah tangkap orang. Tersangka berhak atas ganti kerugian dan juga berhak untuk memperoleh rehabilitasi karena masyarakat sudah memandang jelek terhadap tersangka. Tersangka berhak atas pembersihan nama baiknya sehingga masyarakat menjadi tahu bahwa tersangka tidak bersalah dan tidak bertanggungjawab atas perbuatan pidana yang telah terjadi. Menurut Djoko Prakoso; hak memperoleh ganti rugi dan rehabilitasi merupakan konsekuensi bagi dirampasnya hak pribadi tersangka tanpa dasar hukum yang sah 12. Akan tetapi hak-hak ganti rugi dan rehabilitasi belum diatur siapa yang akan melaksanakan ganti rugi (oknum atau instansi mana). Diatur dalam Pasal 95 ayat (1) KUHAP, yang berbunyi; Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti 12 Djoko Prakoso, Op.Cit. hlm. 23. LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 168

kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikarenakan tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undangundang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. Konsep perlindungan terhadap tersangka menunjukan bahwa Hukum Acara Pidana di Indonesia menganut sistem akusatur, dimana tersangka tidak lagi dipandang sebagai objek pemeriksaan dan kekuasaan dominan, tidak lagi berada pada legislatif melainkan kekuasaan dominan terletak pada kekusaan yudikatif dan selalu mengacu pada konstitusi, hal ini dipertegas dengan adanya perlindungan atas hak tersangka yang diatur di dalam KUHAP. PENUTUP Kesimpulan Bahwa Undang-Undang Dasar 1945 menjamin penghormatan, perlindungan serta penegakan hak warga negara. Hak warga negara merupakan hak konstitusional yang pemenuhannya menjadi kewajiban negara. Hak konstitusional, meliputi berbagai aspek kehidupan, baik sipil, politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Hak konstitusional warganegara dalam bidang hukum antara lain meliputi, hak persamaan kedudukan dihadapan hukum (equality before the law), hak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta hak atas perlakuan yang sama dihadapan hukum. Perlindungan hukum bagi tersangka diatur LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 169

dalam UU No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP. DAFTAR PUSTAKA Bambang Poernomo, 1986, Pokok-Pokok Tata Acara Peradilan Pidana Indonesia dalam KUHAP, Jakarta : Sinar Grafika. Djoko Prakoso, 1987, Polri sebagai Penyidik dalam Penegakan Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta. Erni Widhayanti, 1998, Hak-Hak Tersangka/Terdakwa di dalam KUHAP, Yogyakarta : Liberty. Gersan W Bawengan. 1989, Penyidikan Perkara Pidana dan Teknik Interogasi. Jakarta : Pradnya Paramita. Mien Rukmini, 2003, Perlindungan HAM melalui Asas Praduga tidak Bersalah dan Asas Persamaan Kedudukan dalam Hukum pada Peradilan Pidana Indonesia, Bandung : PT. ALUMNI. Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia, Surabaya : Bina Ilmu. Sri Soemantri. 1992, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia. Bandung : Alumni. Sudargo Gautama, 1983, Pengertian tentang Negara Hukum, Bandung : Alumni. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Wirjono Prodjodikoro, 1982, Hukum Acara Pidana di Indonesia. Bandung : PT. Sumur. LEGAL PLURALISM : VOLUME 5 NOMOR 2, JULI 2015 170