BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tergolong tinggi, sehingga para petugas kesehatan seperti dokter,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya ( Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. terutama perguruan tinggi mulai sungguh-sungguh dan berkelanjutan mengadakan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menambah

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya,

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dengan adanya kebutuhan-kebutuhan tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. tersebut maka terjadi banyak perubahan di segala bidang termasuk di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang ini kemajuan suatu negara dipengaruhi oleh faktor

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menyiasati persaingan global, Indonesia berusaha membenahi

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

BAB I PENDAHULUAN. berbagai jenis institusi, salah satunya adalah institusi rumah sakit. Rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu.

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin kompleks. Hal ini disebabkan aspek-aspek dalam dunia pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. sumbangsih bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki tahun 2007 ini, negara Indonesia dihadapkan pada tantangan dunia

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Pemerintahan Negara Republik Indonesia tahun 2003 pasal

BAB I PENDAHULUAN. posisi penting dan strategi terutama dalam penurunan AKI dan AKB. Bidan memberikan pelayanan kebidanan berkesinambungan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan dalam pekerjaan. Perubahan gaya hidup tersebut diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN menjadi kurikulum KKNI (kerangka kualifikasi nasional Indonesia) (Dinas

BAB I PENDAHULUAN. semua kebutuhan dalam kehidupannya. Tidak ada seorangpun yang. menginginkan hidup berkekurangan. Oleh karena itu, setiap individu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dari anak kecil sampai orang dewasa mempunyai kegiatan atau aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. tingkat diploma. Pemikiran dasar jenjang pendidikan ini adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju, maka perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi informasi telah mengubah pandangan orang terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini kehidupan manusia, termasuk Indonesia telah memasuki era

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan merupakan suatu upaya. pemeriksaan, pengobatan atau perawatan di rumah sakit.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis. matematis merupakan sebuah cara dalam berbagi ide-ide dan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang kehidupan, yaitu politik, ekonomi, sosial dan budaya. Perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam rangka menyongsong era persaingan bebas antar bangsa yang semakin

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan yang cukup, bahkan bercita-cita untuk lebih dari cukup untuk memenuhi semua

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan di alam bebas (Out Door s Activity), berupa mendaki gunung,

BAB 1 PENDAHULUAN. nifas tanpa memperhitungkan lama kehamilan per kelahiran hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di dunia industri saat ini semakin tinggi. Tidak heran jika

BAB I PENDAHULUAN. eklampsia, sepsis, dan komplikasi keguguran. Sebagian besar penyebab

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir

LAMPIRAN I KUESIONER DATA PENUNJANG KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan..i. Kata Pengantar.ii. Daftar Isi..v. Daftar Tabel ix. Daftar Bagan...x. Daftar Lampiran...xi

Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. a. Gender adalah peran sosial dimana peran laki-laki dan peran. perempuan ditentukan (Suprijadi dan Siskel, 2004).

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. hasil penelitian yang memenuhi syarat-syarat ilmiah dan digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas

BAB I PENDAHULUAN. yang akan menjadi penerus bangsa. Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan terus

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya keluarga yang berkualitas, berfokus pada pelayanan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. keberlangsungan bangsa, sebagai generasi penerus bangsa anak harus dipersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

BAB I PENDAHULUAN. (droplet infection) dan masih banyak dijumpai di kalangan anak-anak pada

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting. Kesehatan tubuh. merupakan hal yang penting karena dapat mempengaruhi individu dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan kesehatan dan pelayanan kesehatan tergolong tinggi, sehingga para petugas kesehatan seperti dokter, perawat, dan bidan pun dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Dalam pemenuhan kebutuhan dari layanan kesehatan ini, pemerintah dan instansi atau yayasan yang bersangkutan membangun pelbagai sarana pendidikan guna mendorong individu yang berminat dalam bidang kesehatan agar bisa menuntut ilmu menjadi petugas kesehatan. Salah satu sarana pendidikan yang dimaksud adalah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES). Sama halnya dengan sekolah kesehatan lain, STIKES X kota Cimahi menyediakan beberapa jurusan dan salah satunya adalah D3 kebidanan karena STIKES X menganggap bahwa program kebidanan adalah salah satu program penting untuk dapat meningkatkan jumlah mahasiswi calon bidan dan juga berusaha meningkatkan peminat agar lebih banyak orang yang ingin menjadi seorang bidan, karena Bidan adalah salah satu petugas kesehatan yang masih sangat dibutuhkan. Dimana masih banyak terdapat permasalahan persalinan yang terjadi di indonesia dan Bidan adalah salah satu profesi yang menangani permasalahan persalinan, segingga perlu adanya regenari dari profesi Bidan. Terdapat data yang menunjukan kematian ibu hamil dengan perkiraan persalinan di Indonesia setiap tahunnya sekitar 5.000.000 jiwa dengan demikian 1

2 angka kematian ibu sebesar 19.500-20.000 setiap tahunnya atau terjadi setaip 26-27 menit. Penyebab kematian ibu adalah perdarahan 30,5%, infeksi gestosis 17,5%, dan anestesia 2,0%. Sedangkan kematian bayi sebesar 280.000 atau terjadi setiap 18-20 menit sekali. Penyebab kematian bayi adalah asfiksia neonatorum 49-60%, infeksi 24-34%, prematuritas/bblr 15-20%, trauma persalinan 2-7%, dan cacat bawaan 1-3%, (http://requestartikel.com/upaya-kesehatan-dalampelayanan-kebidanan/2010). Berdasarkan data di atas terlihat angka kematian ibu hamil dan bayi masih tergolong tinggi, dengan sebagian besar kemungkinan penyebab kematian ibu dan perinatal terjadi saat pertolongan pertama dalam persalinan, kedua adalah pengawasan antenatal masih belum memadai sehingga berdampak pada kehamilan dengan risiko tinggi tidak atau terlambat diketahui, lalu masih banyak dijumpai ibu dengan jarak hamil pendek, terlalu banyak anak, terlalu muda atau terlalu tua untuk hamil, dan pendidikan masyarakat yang rendah cenderung memilih pemeliharaan kesehatan secara tradisional, dan belum siap menerima pelaksanaan kesehatan modern. (http://requestartikel.com/upaya-kesehatan-dalampelayanan-kebidanan/2009) Data yang dijabarkan di atas secara tidak langsung menunjukkan bahwa penyebab kematian ibu hamil dan bayi ini terkait dengan tugas para bidan. Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai persyaratan yang berlaku ( KEPMENKES NOMOR 900/ MENKES/SK/ VII/2002 bab I pasal 1 ). Seorang bidan harus mampu memberikan supervisi, asuhan dan memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama

3 masa hamil, persalinan dan masa pasca persalinan (post partum period), memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak. Cara ini termasuk tindakan preventif, pendeteksian kondisi abnormal pada ibu dan bayi dan mengupayakan bantuan medis serta melakukan tindakan pertolongan gawat darurat pada saat tidak hadirnya tenaga medik lainnya. Kualitas Bidan harus terus-menerus ditingkatkan seiring berkembangnya zaman dan pertambahan jumlah penduduk. Ini merupakan tantangan tersendiri bagi para penyelenggara pendidikan kebidanan, mengingat tingginya kebutuhan jasa bidan di kalangan masyarakat yang bertempat tinggal menyebar di seluruh wilayah dan bekerja di klinik kesehatan daerah, unutk menjaga tingkat keselamatan ibu hamil dan kelahiran bayi. (http://konsepkebidanan.htm/ 2008) Berdasarkan paparan di atas tidak mengherankan bila banyak kalangan pendidikan dasar para bidan berpandangan bahwa perlu ditingkatkan hingga jenjang pendidikan D-3. Terkait hal itu IBI (Ikatan Bidan Indonesia) Jabar akan melakukan uji kompetensi bagi para anggotanya. Uji kompetensi tersebut bertujuan untuk lebih meningkatkan kualitas para bidan dalam menolong persalinan Ibu yang melahirkan. Ini menjadi tuntutan profesi bidan sehingga akan lebih meningkatkan kualitas bidan dalam menolong persalinan. (http://www.dikti.go.id/index,kompas.com/2010) Penelitian ini akan mengambil lokasi di STIKES X kota Cimahi. STIKES X kota Cimahi merupakan lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Yayasan Kartika Eka Paksi (YKEP) yang berpusat di Jakarta. YKEP menaungi empat lembaga pendidikan tinggi yaitu UNJANI Cimahi, Stikes

4 Jogjakarta dan AMIK Jogjakarta dan STIKES X kota Cimahi. STIKES ini merupakan pengembangan dari akademi Perawat yang berdiri pada tahun 1984. Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan maka Akademi perawat mengubah statusnya menjadi STIKES mulai tahun 2002. STIKES X kota Cimahi sudah meluluskan lima angkatan dengan lama studi enam semester dan jumlah SKS yang ditempuh sebesar 120 SKS yang terdiri atas 58 SKS (48,3%) Teori, 62 SKS (51,7%) Praktikum dan Klinik. Sebagai upayanya untuk meningkatkan kualitas kelulusannya, STIKES X kota Cimahi menerapkan IPK kelulusan minimal 3.00, dan praktikum pada semester 4 sampai dengan 6. Dalam menyelesaikan mata kuliah teori, relatif tingkat kesulitannya rendah sehingga mahasiswa mampu menyelesaikannya tepat waktu. Keadaan berbeda terjadi saat mahasiswa harus menempuh mata kuliah praktikum dan klinik yang dilaksanakan pada semester ke-4 hingga ke-6, mata kuliah ini mengharuskan untuk menangani 50 pasien dan harus berbeda dengan pasien sesama mahasiswa kebidanan STIKES X kota Cimahi lainnya. Dalam proses praktikumnya terdapat dua bagian yaitu praktikum belajar lapangan dan laboratorium, keduanya memiliki persyaratan yang hampir sama yaitu tingkat kehadiran harus 100%, dan menghadapi penilaian yang ketat dari pembimbing selama menjalalani proses praktikum. Pada praktik belajar lapangan mahasiswi biasanya langsung terjun ke lapangan dan biasanya dilaksanakan di klinik, puskesmas, rumah bersalin, dan rumah sakit yang sudah bekerja sama dengan STIKES X kota Cimahi, dengan membawa pasien yang sudah dicari dan dihubungi terlebih dahulu oleh mahasiswa kemudian ditangani dalam

5 pengertian memraktekan teori yang sudah di pelajari sebelumnya, yaitu memberikan beberapa nasihat kepada ibu hamil dalam menjaga kehamilannya dan bagaimana penanganan proses melahirkan serta perawatan apa saja yang bisa dilakukan selama proses dan sesudah kelahiran, lalu bagaimana menangani pasien anak kecil seperti menenangkan anak saat akan di suntik dalam rangka vaksinasi, serta pemberian vitamin dan imunisasi kepada anak, sehingga mahasiswi mengalami tuntutan yang cukup tinggi dengan tingkat usia yang masih tergolong muda, terutama di saat mengadapi kelahiran pada ibu hamil dimana beban mental dari mahasiswi diuji. Namun tetap ada pembimbing yang melakukan pengawasan terhadap proses praktikum atau pengalaman belajar klinik agar dapat meminimalisasi kesalahan dan sekaligus sebagai pembimbing bagi para mahasiswi selama proses praktikum berlangsung. Kemudian mahasiswi perlu membuat dan menyerahkan laporan kegiatan dalam buku besar dan asuhan kebidanan sampai mana ketentuan oleh bagian pendidikan/pembimbing praktik, secara rutin sekali dalam satu minggu mahasiswi harus melaksanakan konsultasi dengan dosen pembimbing. Menurut data survei awal yang dilakukan peneliti melalui wawancara kepada mahasiswi, terdapat sekitar 45% dari mahasiswi yang mengajukan keluhan kepada dosen yang bersangkutan dengan mata kuliah praktikum lapangan dan pembantu ketua mengenai praktikum lapangan yang cukup menyita waktu mereka, praktikum lapangan yang cukup membebani metal mahasiswi selama prosesnya, terdapat 31.6% mahasiswi dari 113 orang mahasiswi dalam satu angkatan yang harus mengulang mata kuliah praktikum, terutama praktikum yang

6 diselenggarakan di semester 6. Walaupun di mata kuliah teori mahasiswa sudah mendapatkan nilai yang cukup namun jika nilai praktikumnya kurang dari standar yang ditetapkan, kemungkinan mereka harus mengulang kembali mata kuliah praktikum tersebut, hal ini dikarenakan mata kuliah praktikum dan teori secara kurikulum dipisahkan penilaiannya, karena mata kuliah teori dan praktikum berdiri sendiri sehingga nilai mata kuliah praktikum harus lulus dengan standar yang disesuaikan yaitu minimal C+. STIKES X kota Cimahi dalam penilaian praktikumnya diutamakan adalah kemampuan praktik langsung dari para mahasiswa. Selain standar nilai yang cukup tinggi mahasiswi terkadang menemui kesulitan dalam mencari pasien yang bersedia dijadikan subjek praktikum, hal ini dikarenakan pasien yang sesuai dengan kriteria praktikum semakin sedikit di daerah terdekat seperti kota Cimahi dan Bandung, sehingga mahasiswi biasanya mencari pasien hingga keluar kota Bandung di antaranya Garut, Cianjur, Sumedang, dan daerah-daerah lain di seluruh bagian Jawa Barat. Hal-hal yang diungkapkan di atas menjadi tuntutan pada mahasiswi STIKES X kota Cimahi terutama pada semester 5 6. Tuntutan yang dihadapi berupa semakin tingginya penilaian dalam praktikum dan juga semakin ketatnya peraturan yang diajukan oleh pihak STIKES, serta peningkatan standar kompetensi kelulusan yang diberikan STIKES X kota Cimahi kepada mahasiswinya. Hal ini membuat mahasiswi harus semakin bekerja keras dan meningkatkan kinerjanya dalam belajar.

7 Dalam menghadapi tuntutan di program studi yang semakin tinggi, seperti peningkatan standar nilai kelulusan dari setiap mata kuliah, standar IPK kelulusan yang minimal mencapai 3.00, serta banyaknya pasien yang harus dihadapi dalam mata kuliah praktikum. Untuk dapat berhasil menghadapi dan melalui tantangan tersebut dibutuhkan keyakinan dalam diri mahasiswi akan kemampuannya untuk menghadapinya. Hal-hal yang sudah dijabarkan tersebut menjadi perhatian peneliti untuk mengetahui bagaimana keyakinan para mahasiswa akan kemampuan dalam menjalani dan menghadapi keadaan tersebut; yang disebut sebagai self-efficacy. Self-efficacy tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan berdasarkan pemaknaan dan penghayatan mahasiswa akan sumber-sumber informasi pembentuk self-efficacy. Self-efficacy adalah penilaian diri seseorang akan kemampuan dirinya untuk memulai dan dengan sukses melakukan tugas spesifik pada level tertentu, mengerahkan usaha yang lebih kuat, dan bertahan dalam menghadapi kesulitan (Bandura, 1977, 1986). Secara lebih ringkas self-efficacy adalah keyakinan diri akan kemampuannya untuk dapat melakukan suatu tugas tertentu. Menurut Bandura, peran self-efficacy dan kaitannya dengan bagaimana manusia berfungsi dikatakan bahwa tingkat motivasi, keadaan afektif, dan tindakan seseorang lebih berdasarkan pada apa yang ia percaya daripada apa yang secara objektif benar (Bandura, 1997). Mahasiswi yang yakin bahwa ia bisa sukses dalam penyelesaian tugastugasnya cenderung menunjukkan minat yang lebih besar dalam pekerjaan akademis, menetapkan goal yang lebih tinggi, mengerahkan usaha yang lebih

8 besar, dan menunjukkan ketahanan ketika menghadapi kesulitan. Selain itu, selfefficacy merupakan prediktor yang konsisten dan kuat dari prestasi dan keberhasilan mahasiswa dalam berbagai area dan tingkat akademis (Pajares & Urdan, 2006). Lebih lanjut diungkapkan oleh Bandura bahwa siswa yang memiliki keyakinan diri yang tinggi (highly efficacious) memandang kesulitan atau hambatan sebagai tantangan untuk ditaklukkan, bukan merupakan ancaman yang harus dihindari. Self-efficacy terdiri dari empat sumber pertama yaitu mastery experience, adalah pengalaman keberhasilan atau kegagalan yang berfungsi sebagai indikator dari kemampuan seseorang, seperti pengalaman mahasiswi mendapatkan nilai tinggi serta langsung lulus dalam mata kuliah praktikumnya. Sumber kedua yaitu vicarious experience, yang dapat meningkatkan keyakinan diri melalui pengamatan dan perbandingan dengan prestasi orang lain, seperti melihat temannya berhasil lulus dalam setiap mata kuliah. Sumber ketiga yaitu verbal persuasion dan pengaruh sosial lainnya pada seseorang dari orang yang signifikan bahwa ia memiliki kemampuan tertentu yang disampaikan melalui umpan balik (feedback), pujian dan sebagainya, seperti orangtua memberikan pujian dan dukungan ketika calon bidan tersebut lulus dengan tepat waktu. Sumber terakhir adalah physiological and affective state yaitu penilaian seseorang mengenai ketergugahan fisik dan emosional yang dialami sebagai indikator dari kemampuan, seperti ketika mahasiswi mengalami kecemasan saat proses praktek menghadapi situasi yang lebih nyata dalam program praktikumnya. (Bandura, 1997).

9 Keempat sumber diatas berperan dalam self-efficacy belief pada mahasiswi. Self-efficacy yang dimiliki mahasiswi berpengaruh pada tingkah lakunya dalam menjalani proses pembelajarannya, yaitu bagaimana mahasiswi membuat pilihan untuk menentukan target yang ingin dicapai seperti bagaimana ia mencapai target program studinya dan lulus tepat waktu dengan nilai yang sesuai dengan standar yang diinginkan, besarnya usaha untuk mempersiapkan diri dalam menjalani tugas dan praktek pada mata kuliah praktikumnya agar mahasiswi mampu untuk sekali lulus dalam mata kuliah praktikumnya, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk dapat bertahan saat dihadapkan pada kesulitan-kesulitan seperti terjun langsung selama mata kuliah praktikum dalam menangani pasienpasiennya, serta bagaimana penghayatan perasaan yang dimiliki mahasiswi terhadap pilihannya sebagai calon bidan, serta usaha dan ketahanan yang dilakukannya selama menjalani pendidikannya. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang masalah, identifikasi masalah yang dapat dirumuskan pada penelitian ini adalah mengenai seberapa tinggi tingkatan self-efficacy belief pada mahasiswi program studi D-3 kebidanan di STIKES X Kota Cimahi.

10 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang bersifat empirik mengenai self-efficacy belief pada mahasiswi program studi D-3 kebidanan di STIKES X Kota Cimahi. 1.3.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat selfefficacy belief mahasiswi program studi D-3 kebidanan semester VI di STIKES X Kota Cimahi. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Ilmiah Sebagai masukan bagi ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Pendidikan mengenai peranan self-efficacy belief pada dunia pendidikan. Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai Self-efficacy belief. 1.4.2 Kegunaan Praktis Sebagai masukan bagi mahasiswi yang sedang menempuh program studi D-3 kebidanan di STIKES X Kota Cimahi untuk lebih dapat mengetahui tingkatan self-efficacy belief pada diri mereka agar mendapatkan gambaran hal-hal apa saja dari keempat aspek yang perlu mereka tingkatkan.

11 Sebagai masukan bagi Ketua dan Staf STIKES X Kota Cimahi mengenai self-efficacy belief sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam meningkatkan self-efficacy belief pada mahasiswi yang sedang menempuh Program studi D-3 kebidanan. 1.5 Kerangka Pemikiran Usia remaja berkisar antara 10-22 tahun (Santrock, 2002). Dalam usianya ini, remaja dituntut untuk lebih mandiri, menjadi pribadi yang bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Sebagai individu, maka remaja harus belajar untuk memikul tanggung jawab bagi diri mereka sendiri dalam setiap dimensi kehidupan. Salah satunya dalam bidang pendidikan yaitu dengan menuntut ilmu sebagai bekal bagi kehidupan di masa yang akan datang. Menurut tahap perkembangan yang diuraikan oleh (Santrock 2002), mahasiswi semester VI dengan kategori usia 18-22 tahun termasuk ke dalam kategori tahap perkembangan late adolescence. Mahasiswi semester VI STIKES X berada pada tahap perkembangan remaja, tepatnya remaja akhir (late adolescence). Sebagai mahasiswi, perubahan yang mereka alami salah satunya adalah meningkatnya fokus pada proses pendidikan yang sedang ditempuh. Hal-hal yang perlu dicapai oleh mahasiswi semester VI STIKES X adalah menjalani kegiatan mata kuliah praktikum dengan baik, memeroleh IPK 3,00 sebagai prasyarat lulus setelah selesai melakukan penulisan ilmiah.

12 Proses menjalani seluruh kegiatan praktikum dan praktek kerja lapangan di semester VI adalah suatu tuntutan yang harus dihadapi oleh mahasiswi STIKES X ini. Di mata kuliah praktikum dan praktik kerja lapangan ini para mahasiswi harus menjalankan tugas-tugas berupa memberikan nasihat kepada ibu hamil untuk menjaga kehamilannya, membantu proses persalinan, melakukan langkahlangkah perawatan kepada ibu pasca melahirkan, menangani pasien anak kecil yang akan disuntik vaksinasi, serta pemberian vitamin kepada anak. Kesulitan pada praktikum lapangan biasanya terjadi karena pengalaman yang masih minim dari mahasiswi dalam memraktikkan tugas-tugas bidan secara langsung terhadap pasien, sehingga mengakibatkan tekanan yang terus meningkat dalam menjalani praktikum. Agar dapat menghadapi tantangan dan tuntutan tersebut, yang dibutuhkan bukanlah sekedar kemampuan intelektual dan kesiapan teknis melainkan juga menumbuhkan keyakinan diri sendiri atau Self-efficacy belief. Self-efficacy belief merujuk pada keyakinan tentang kemampuan individu dalam mengatur dan menggunakan sumber-sumber dari tindakan yang dibutuhkan untuk mengatur situasi-situasi yang berorientasi ke masa depan. Self-efficacy belief merupakan salah satu bentuk dari belief karenanya pengembangan terhadap self efficacy seseorang juga dipengaruhi oleh belief-nya yang merupakan suatu keyakinan yang ditampilkan atau kegiatan yang sedang dilakukannya. Selfefficacy belief menentukan saat seseorang merasa, berpikir, memotivasi diri dan bertingkah laku (Bandura, 2002). Keyakinan mahasiswi D-3 Kebidanan STIKES X secara kognitif dapat dikembangkan melalui belief yang memengaruhi efficacy mereka. Menurut

13 (Bandura, 2002) Self-efficacy belief memengaruhi empat aspek, yaitu tindakan yang dipilih untuk dilaksanakan oleh mahasiswi STIKES X, seberapa besar upaya yang dilakukan mahasiswi STIKES X, seberapa lama daya tahan mahasiswi dalam menghadapi rintangan dan kegagalan, dan seberapa besar derajat pencapaian yang dapat diraih oleh mahasiswi STIKES X kota Cimahi. Aspek pertama adalah keyakinan akan tindakan yang dipilih untuk dilaksanakan oleh mahasiswi STIKES X. Mahasiswi perlu memilih tindakan yang tepat selama menjalani proses praktikum lapangan (PKK3), seperti mahasiswi perlu memerhatikan pemilihan pasien dan pencarian pasien agar tidak kesulitan saat harus menjalani mata kuliah praktikum praktek lapangan, karena mereka harus mencapai target membawa 50 pasien selama praktikum lapangan dari semester IV sampai VI. Mahasiswi juga perlu menentukan tindakan yang tepat di saat menangani keluhan dari pasien seperti, perubahan dan perkembangan sistem reproduksi wanita, perubahan dan masalah tumbuh kembang pada neonatus, bayi, dan anak balita, serta upaya promotif dan preventif kesehatan pada neonatus, bayi, dan anak balita selama proses praktikum lapangan. Selain hambatan yang dijabarkan di atas mahasiswi STIKES X juga perlu menentukan tindakan yang tepat ketika mahasiswi tersebut sedang mengejar target penulisan laporan praktikum lapangan dan ada teman yang mengajak bermain. Aspek kedua adalah seberapa besar keyakinan mahasiswi dalam usaha yang dilakukan mahasiswi STIKES X untuk dapat lulus dari mata kuliah praktikum lapangan (PKK3). Mahasiswi berusaha mengoptimalkan dirinya selama menjalani praktikum lapangan (PKK3), seperti bertanya mengenai

14 langkah-langkah yang tepat untuk perawatan ibu pasca melahirkan kepada dosennya, berdiskusi dengan teman mahasiswi lain tentang penanganan yang tepat selama praktikum lapangan, mencari referensi dan buku ke perpustakaan atau dosen yang bersangkutan sebagai bahan teori dari penulisan laopran akhirnya, hingga melakukan bimbingan untuk penulisan akhir laporan. Selama prosesnya, mahasiswi perlu mengusahakan kelulusan mata kuliah praktikum. Dalam hal ini dapat dilihat seberapa besar upaya mereka sehingga mampu lulus dan tidak mengulang mata kuliah praktikum. Aspek yang ketiga adalah seberapa besar keyakinan akan daya tahan mereka dalam menghadapi rintangan dan kegagalan yang dialami selama proses praktikum lapangan (PKK3). Selama praktikum lapangan mahasiswi diwajibkan mampu melakukan tugas asuhan kebidanan seperti membantu pasien yang akan melakukan proses persalinan, merawat dan mengontrol pasien sesudah persalinan, bersikap profesional selama menjalani praktikum lapangan, serta melakukan proses imunisasi dengan benar. Rintangan yang didapat selama praktikum bisa terjadi baik dari pasien dan dosen pembimbing di lapangan. Ada kalanya mahasiswi mendapat teguran dari dosen pembimbing di saat proses praktikum sedang berlangsung. Rintangan juga bisa didapat dari pasien yang kurang kooperatif, seperti saat akan dimulainya praktikum ada beberapa pasien yang meragukan kompetensi dari mahasiswi sehinga pasien menolak untuk ditangani oleh mahasiswi tersebut. Aspek keempat adalah seberapa besar derajat keyakinan dalam pencapaian yang diraih oleh mahasiswi STIKES X, hal ini terlihat dari penilaian pencapaian

15 terhadap diri sendiri yang sejauh ini telah mahasiswi STIKES X raih sebagai sebuah keberhasilan atau kegagalan yang dialami selama proses praktek lapangan (PPK3) yang sedang dijalani. Dalam hal ini mahasiswi sedang menjalani setengah dari praktikum lapangan. Pada tahap ini mahasiswi melakukan penilaian terhadap diri mereka mengenai penanganan kepada pasien di puskesmas, penilaian mereka terhadap kepuasan dari pasien yang mereka bawa atas pelayanan yang mereka berikan, apakah selama proses pencapaiannya sudah mencapai sebuah keberhasilan atau cenderung mengalami kegagalan. Mahasiswi STIKES X kota Cimahi dengan self-efficacy belief yang tinggi adalah mahasiswi yang mampu memenuhi keempat aspek yang dipengaruhi oleh self-efficacy belief yaitu tindakan yang dipilih untuk dilaksanakan, seberapa besar usaha yang dilakukan, daya tahan dalam menghadapi rintangan & kegagalan, Seberapa besar derajat pencapaian yang diraih. Sedangkan yang rendah adalah mahasiswi yang hanya mampu memenuhi satu atau tidak ada faktor yang dapat dipenuhi oleh mahasiswi STIKES X kota Cimahi. Tinggi rendahnya self-efficacy belief, ditentukan oleh empat sumber yaitu mastery experience, vicarious experience, social/verbal persuasion, dan physiological and affective states (Bandura, 2002). Sumber self-efficacy belief yang pertama adalah mastery experience, berasal dari pengalaman keberhasilan dan kegagalan mahasiswi dalam menjalani proses praktikum sebelumnya. Pengalaman keberhasilan ataupun kegagalan yang dialami mahasiswi diyakini sebagai tolak ukur akan kemampuannya yang kelak akan membentuk keyakinan diri mahasiswi. Sumber self-efficacy belief mastery experience (pengalaman

16 keberhasilan) ini merupakan sumber yang sangat berpengaruh dalam self-efficacy karena memberikan bukti apakah seorang mahasiswi dapat mengerahkan segala kemampuannya untuk mencapai keberhasilan dalam perkuliahannya. Seperti mahasiswi STIKES X yang selalu lulus dalam mata kuliah praktikum, maka mahasiswi tersebut akan berusaha kembali lulus dalam mata kuliah praktikum yang selanjutnya karena ia sudah memiliki pengalaman agar dapat lulus dan tidak mengulang mata kuliah praktikum. Keberhasilan dalam melewati kuliah praktikum yang sebelumnya akan semakin memperkuat penghayatan terhadap self-efficacy belief yang mereka miliki. Sedangkan kegagalan dapat menurunkan self-efficacy belief mereka. Mahasiswi D-3 STIKES X yang telah sering memiliki pengalaman keberhasilan dalam melewati kegiatan mata kuliah praktikum, seperti berhasil lulus dalam keseluruhan mata kuliah praktikum dan berhasil mendapatkan nilai yang baik maka mahasiswi memiliki self-efficacy belief yang tinggi terhadap mata kuliah praktikum, dan akan mencapai suatu keberhasilan dengan mudah jika suatu saat kembali dihadapkan dengan situasi serupa yang menuntut kemampuan tersebut. Tetapi jika mahasiswi D-3 STIKES X yang sering mengalami kegagalan dalam melewati kegiatan perkuliahan serta praktikum tersebut, maka self-efficacy belief mahasiswi tersebut akan menurun bila suatu saat dihadapkan kembali pada situasi serupa yang menuntut kemampuan tersebut. Sumber self-efficacy belief yang kedua adalah vicarious experience, yang berkembang dengan cara mengamati dan melakukan perbandingan dengan orang lain, seperti: orangtua, teman, keluarga, orang lain yang signifikan atau orang lain

17 yang memiliki kesamaan karakteristik dengan mahasiswi. Melihat orang lain yang serupa dengan dirinya mengalami sukses melalui usaha yang terus-menerus, meningkatkan kepercayaan seseorang bahwa mereka juga dapat memiliki kemampuan untuk menguasai aktivitas yang kurang lebih sama untuk mencapai sukses. Seperti mahasiswi STIKES X yang melihat temannya dapat lulus dari mata kuliah praktikum, sehingga mahasiswi tersebut akan mengikuti usaha yang dilakukan oleh temannya. Jika orang terdekat melakukan suatu kegiatan dan ternyata berhasil, mahasiswi yang bersangkutan akan memiliki self-efficacy belief yang tinggi terhadap kegiatan yang sama. Demikian sebaliknya, jika orang terdekat dari mahasiswi melakukan suatu kegiatan dan ternyata gagal, mahasiswi yang bersangkutan akan memiliki self-efficacy belief yang rendah terhadap kegiatan tersebut. Sumber self-efficacy belief yang ketiga adalah social/ verbal persuasion, berasal dari perkataan atau tindakan yang diberikan oleh lingkungan antara lain orangtua, dosen, teman, atau orang yang signifikan lainnya kepada mahasiswi STIKES X yang menyatakan mampu atau tidaknya individu melakukan kegiatan-kegiatan perkuliahan yang sedang dijalani. Ungkapan verbal dari orang lain mengenai kemampuan mahasiswi menghadapi tantangan tertentu diolah secara kognitif untuk pembentukan self-efficacy belief. Seperti ungkapan positif yang diberikan dosen pembimbing kepada mahasiswi dapat meningkatkan motivasi mereka selama menjalani mata kuliah praktikum dan berusaha untuk menyelesaikannya. Sebaliknya apabila mahasiswi mendapat ungkapan yang

18 negatif maka kemungkinan ia akan hilang motivasi selama menjalani perkuliahan hingga praktikum. Sumber self-efficacy belief yang keempat adalah physiological and affective states, berasal dari pandangan mahasiswi D-3 STIKES X mengenai keadaan mental maupun fisiknya. Physiological and affective states merupakan bentuk reaksi fisiologis dan emosional seperti kecemasan, stress, kelelahan, ketenangan, kekecewaan, kemarahan dan kesedihan yang dirasakan mahasiswi STIKES X sewaktu menghadapi tugas praktikum lapangan. Melalui physiological and affective states, mahasiswi memiliki selfefficacy belief dengan mengubah pandangan, interpretasi dan anggapannya mengenai kondisi fisik dan mentalnya. Mahasiswi seringkali menginterpretasikan ketergugahan fisiknya sebagai indikator dari kompetensi diri. Seringkali mahasiswi memandang bahwa mereka mengalami keterbatasan secara fisik atau mental yang dapat menghambat mereka untuk melakukan suatu kegiatan dan berhasil dalam kegiatan praktikum lapangan. Hal ini mengakibatkan mahasiswi seringkali menghindari kegiatan-kegiatan yang membutuhkan ketahanan secara fisik atau mental. Ini akan menyebabkan menurunnya self-efficacy belief yang tumbuh dalam diri mahasiswa dan mahasiswi. Dalam hal ini keyakinan diri seseorang dapat berubah, meningkat atau menurun berdasarkan faktor dan sumber dalam pembentukannya. Keempat sumber self-efficacy belief tersebut adalah kumpulan informasi bagi mahasiswi yang kemudian dapat diolah secara kognitif dalam pembentukan keyakinan diri. Mahasiswi dapat menyeleksi dan mengolah kumpulan informasi sebagai sesuatu

19 yang mampu mempengaruhi keyakinan diri mereka dalam mengatasi rintangan dan mencapai tujuannya. Adanya pemahaman kognitif mengenai sumber-sumber self-efficacy belief tersebut kemudian mempengaruhi penghayatan mahasiswi terhadap self-efficacy belief yang ada di dalam diri mereka. Jadi, self-efficacy belief harus diolah secara kognitif terlebih dahulu oleh mahasiswi hingga pengolahan diri dari empat aspek yang dipengaruhi self-efficacy belief disimpan dan dapat diterapkan pada situasi serupa di masa yang akan datang. Untuk lebih jelasnya mengenai bagaimana self-efficacy belief yang mempengaruhi empat aspek pada mahasiswi yang sedang menyelesaikan target dari fakultas seperti penyelesaian praktikum lapangan pada semester VI, digambarkan pada skema pemikiran sebagai berikut :

20 - Mastery experiences - Vicarious experiences - Verbal persuasions - Physiological and affective states Mahasiswi STIKES X kota Cimahi Self-efficacy Belief Mahasiswi (Tinggi Rendah) Keyakinan akan tindakan yang dipilih untuk dilaksanakan Keyakinan dalam usaha yang dilakukan Keyakinan dalam daya tahan dalam menghadapi rintangan & kegagalan Keyakinan dalam derajat pencapaian yang diraih Skema 1.1 Kerangka Pikir

21 1.6 Asumsi Penelitian Setiap mahasiswi D-3 kebidanan STIKES X memiliki Self-efficacy Belief dengan tingkat yang berbeda-beda dalam setiap faktornya. Mahasiswi dengan tingkat self-efficacy belief yang tinggi adalah mahasiswi yang mampu memenuhi keempat faktor self-efficacy belief yaitu tindakan yang dipilih untuk dilaksanakan, seberapa besar usaha yang dilakukan, daya tahan dalam menghadapi rintangan & kegagalan, Seberapa besar derajat pencapaian yang diraih. Mahasiswi dengan tingkat self-efficacy belief yang rendah adalah mahasiswi yang hanya mampu memenuhi satu atau tidak sama sekali faktor yang ada pada self-efficacy belief.