KELIMPAHAN HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) DI SUAKA ALAM MALAMPAH SUMATERA BARAT. Fauziah Syamsi

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Sumatera merupakan pulau yang memiliki luas hutan terbesar ketiga setelah pulau

KAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA. Surel :

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

TINJAUAN PUSTAKA. makanan (top predator) di hutan tropis. Peranannya sebagai top predator,

B I O D I V E R S I T A S ISSN: X Volume 9, Nomor 3 Juli 2008 Halaman:

Pendugaan Populasi Harimau Sumatra dan Satwa Mangsanya di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Morfologi

Tiger (Panthera tigris) Harimau Cina Selatan (Panthera tigris amoyensis) Harimau Indochina (Panthera tigris corbetti)

BAB I PENDAHULUAN. Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi

IV. METODE PENELITIAN

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

PENGENALAN KUCING CONGKOK (Prionailurus bengalensis) BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA di TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS (TNWK)

PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR PUSTAKA. Alikodra HS Pengelolaan Satwaliar Jilid I. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Bogor

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

BAB 2 DATA DAN ANALISA

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

Camera Trap Theory, Methods, and Demonstration

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53

PEMETAAN SATWA MANGSA HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER (SPTN WILAYAH VI BESITANG)

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Harimau Taksonomi harimau dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Animalia

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari Februari 2014 di

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

MEMANTAU HABITAT BADAK JAWA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Konflik Manusia Satwa Liar, Mengapa Terjadi? yang ditulis

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

Siaran Pers Tegaskan komitmen, perberat hukuman dan lindungi harimau sumatera

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

BAB III METODE PENELITIAN

PENDUGAAN POPULASI HARIMAU SUMATERA Panthera tigris sumatrae, Pocock 1929 MENGGUNAKAN METODE KAMERA JEBAKAN DI TAMAN NASIONAL BERBAK

I. PENDAHULUAN. Kupu-kupu raja helena (Troides helena L.) merupakan kupu-kupu yang berukuran

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung

Penggunaan Jerat dalam perburuan liar: Pengetahuan masyarakat di perbatasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

ASSALAMU ALAIKUM WR. WB. SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA UNTUK KITA SEKALIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN...

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-

KARAKTERISTIK HABITAT DAN POPULASI HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) HUTAN BATANG HARI, SOLOK SELATAN, SUMATERA BARAT

JENIS-JENIS KADAL (LACERTILIA) DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS LIMAU MANIH PADANG SKRIPSI SARJANA BIOLOGI OLEH HERLINA B.P.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011

LAPORAN PENGAMATAN AKTIVITAS HARIAN DAN WAKTU AKTIF BUNGLON (Bronchochela sp.) Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. hewan langka di Indonesia yang masuk dalam daftar merah kelompok critically

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

I. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan

KEBERADAAN HARIMAU SUMATERA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Harimau Sumatera Taksonomi

BAB I. PENDAHULUAN. bagi makhluk hidup. Keanekaragaman hayati dengan pengertian seperti itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. tumbuhan asing yang dapat hidup di hutan-hutan Indonesia (Suryowinoto, 1988).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI POPULASI HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae) DENGAN BANTUAN KAMERA JEBAK DI TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN PROVINSI LAMPUNG

USULAN PERLINDUNGAN KURA BANING HUTAN (Manouria emys emys) UNTUK MASUK DALAM DAFTAR SATWA LIAR YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gajah Liar Ini Mati Meski Sudah Diobati

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.1

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

HEWAN YANG LANGKA DAN DILINDUNGI DI INDONESIA 1. Orang Utan (Pongo pygmaeus)

METODE PENELTIAN. Penelitian tentang keberadaan populasi kokah (Presbytis siamensis) dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB 1 PENDAHULUAN. alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember

Transkripsi:

KELIMPAHAN HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) DI SUAKA ALAM MALAMPAH SUMATERA BARAT Fauziah Syamsi Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau Kepulauan Koresponden : fauziah@unrika.ac.id ABSTRAK Penelitian tentang Kelimpahan Harimau Sumatera (Panthera tigris Sumatrae Pocock, 1929) di Suaka Alam Malampah Sumatera Barat, telah dilaksanakan dari bulan November 2009 sampai Februari 2010. Penelitian ini dilakukan dengan metoda pengamatan langsung (Direct Observation) dengan menggunakan perangkap kamera yang diaktifkan selama 10.693,533 jam. Hasil penelitian menyatakan bahwa di Suaka Alam Malampah ditemukan dua individu harimau dengan jenis kelamin jantan dan betina. Kelimpahan harimau yang didapatkan sebesar 0,0016 foto/jam dengan waktu aktif tertinggi terjadi pada pagi hari antara pukul 06.00 sampai 09.00. Kata kunci : Kelimpahan, Perangkap Kamera, Harimau Sumatera PENDAHULUAN Harimau merupakan hewan karnivora teresterial terbesar dari mamalia di Asia. Hewan ini adalah pemangsa khusus kelompok herbivora. Harimau tidak pernah ditemukan jauh dari air, namun memperlihatkan adaptasi yang besar terhadap tempat hidup yang memiliki iklim yang berbeda-beda, mulai dari hutan kayu cemara yang beriklim sedang sampai hutan tropis dan hutan bakau, dan di daerah-daerah seperti ini harimau mencapai populasi tertinggi. Keragam jenis dan biomassa terbesar di Asia terdapat di daerah dimana tanah berumput dan hutan membentuk suatu mosaik serta adanya tumpang tindih berbagai jenis tumbuhan. (Seidensticker, Christy dan Jackson 1999). Sebanyak tiga subspesies harimau pernah hidup di Indonesia yaitu harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) harimau jawa (Panthera tigris sondaica ) dan harimau bali (Panthera tigris balica). Namun sejak tahun 1940-an harimau bali telah punah dan sejak tahun 1980-an harimau jawa juga sudah punah dan saat ini hanya harimau sumatera yang masih bertahan hidup (Lynam, Colon, dan Ray, 2000). Selama satu abad terakhir, wilayah yang didiami harimau telah banyak mengalami perubahan secara drastis. Perkembangan populasi manusia semakin mempersempit habitat harimau, mengurangi mangsa atau makanannya ataupun harimau itu sendiri (Sunquist, Karanth dan Sunquist, 1999). Laju deforestasi dan tingkat ancaman perburuan yang tinggi menyebabkan penurunan populasi harimau sumatera di alam. Akibatnya, satwa tersebut dikategorikan sebagai critically endangered species atau satwa langka yang kritis yang merupakan kategori tertinggi dari ancaman kepunahan (IUCN 2006). Hutan Malampah pada awalnya merupakan hutan simpanan atau hutan lindung yang menurut Gouvernement Besluit (GB) No. 6 tanggal 1 juli 1921 dan kelompok hutan ini ditetapkan menjadi hutan register 16. Penetapan register tersebut dilatarbelakangi oleh potensi hidroorologi dan keragaman hayatinya, yang menurut catatan, di dalam kawasan ini dijumpai sistem sungai dan anak-anak sungainya yang mengalir ke wilayah yang berada 78

di bawahnya. Kawasan ini juga merupakan habitat dari lebih kurang 135 jenis flora, 32 jenis mamalia, 131 jenis burung, dan 22 jenis herpetofauna (BKSDA, 2000). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelimpahan harimau sumatera di Kawasan Suaka Alam Malampah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan data dasar dalam upaya pelestarian harimau sumatera di Sumatera Barat serta dapat memberi masukan mengenai nilai penting ekologi kawasan Suaka Alam Malampah nantinya. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan metoda pengamatan langsung (Direct observation) menggunakan kamera trap yang ditempatkan secara purpossive pada jalur/trek yang dilewati oleh harimau. Alat yang digunakan adalah lima unit kamera trap dengan jenis Moultrie 150, GPS (Global Positioning System) tipe Garmin 60, SD card (2GB), kabel data (card readers), TV out jenis Moultrie, laptop/komputer, peta lokasi, alat tulis, meteran, parang, tali, tang, paku, palu, kain flanel, seng, dan plastik transparan. Sedangkan bahan yang digunakan adalah baterai tipe D, silika gel, dan gips. Penelitian diawali dengan survai di kawasan Suaka Alam Malampah. Survai yang dilakukan berupa pengumpulan keterangan dari penduduk setempat mengenai jalur dari harimau serta melihat langsung kondisi jalur harimau dan menetapkan titik-titik penempatan kamera-trap. Kamera trap ditempatkan secara purposive pada daerah dengan tingkat kehadiran harimau yang tinggi. Di kawasan Suaka Alam Malampah diperkirakan kehadiran harimau lebih tinggi di daerah punggungan bukit, maka kamera diletakkan di daerah tersebut. Jarak antar stasiun kamera trap ditentukan dari daerah jelajah minimum harimau sumatera. Luas jelajah minimum harimau sumatera betina di Taman Nasional Way Kambas adalah 49 km 2 (Franklin et al,1999). Sehingga dengan perhitungan diperoleh jarak maksimal antar stasiun kamera trap tidak lebih dari 3,9 km. Data koordinat setiap posisi stasiun kamera trap dicatat dalam buku lapangan. Penempatan kamera trap di titik pengamatan diawali dengan uji fokus optimal. Uji fokus ini bertujuan untuk mengetahui jarak penempatan kamera trap dengan jalur yang diperkirakan akan dilewati oleh harimau. Uji fokus ini dilakukan dengan menggunakan tombol AIM pada kamera trap sehingga akan keluar pancaran sinar berwarna merah. Sinar berwarna merah ini selanjutnya diarahkan ke jalur yang diperkirakan akan dilewati oleh hewan (harimau), kemudian diatur jarak sinar warna merah sebagai alat bantu uji fokus optimal dengan permukaan tanah secara vertikal dimana jaraknya sekitar 60-70 cm. Langkah berikutnya adalah pengaturan tanggal dan waktu serta mengatur kamera trap secara otomatis sehingga akan dapat memotret dalam rentang waktu satu menit. Untuk di ketahui kamera akan memotret jika berkas cahaya infra merah (beam) terpotong oleh hewan yang lewat didepan kamera. Setelah proses pengaturan kamera trap selesai, maka kamera trap dimasukkan kedalam box (kotak kamera trap) lalu kamera diikat dan dipakukan pada pohon dengan ketinggian 60-70 cm (Moultrie Instructions, 2009). Pemeriksaan kamera trap dilakukan sekali dalam satu kali dalam sebulan selama tiga bulan pengamatan dengan tujuan untuk melihat hasil foto kamera trap dan kondisi baterai. Hasil foto kamera trap akan dianalisa di Museum Zoologi Universitas Andalas, Padang. Jika ditemukan tanda keberadaan harimau seperti jejak, kotoran, goresan dan sisa makanan maka dijadikan sebagai data tambahan. Untuk membedakan masing-masing individu maka analisa data dilakukan dengan melihat perbedaan yang terdapat dari hasil kamera trap. Hal ini dapat dilihat dengan menganalisa perbedaan corak loreng, ukuran serta bekas luka pada tubuh yang permanen, seperti kerusakan pada telinga serta pola warna belang 79

yang terdapat di seluruh bagian tubuh harimau. Kelimpahan harimau dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus yaitu: Kelimpahan = Jumlah perjumpaan individu suatu jenis Total waktu pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Dari penelitian yang telah dilaksanakan dari bulan November 2009 Februari 2010 di Suaka Alam Malampah Kabupaten Pasaman Sumatera Barat selama 91 hari. Dengan menggunakan kamera trap yang telah diaktifkan selama 10693,533 jam. Hasil foto yang teramati selama pemasangan kamera trap adalah sebanyak 263 foto, selain dari foto harimau diperoleh juga foto satwa lain seperti yang ditampilkan pada Gambar 1. Gambar 1. Grafik Perbandingan Jumlah Foto Untuk Tiap Objek yang Didapatkan Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa harimau ditemukan tertangkap kamera trap sebanyak 17 kali. Dari keseluruhan jumlah foto yang didapatkan, 136 di antaranya kosong (tidak ditemukan satwa pada hasil jepretan kamera. Hal ini disebabkan karena gerakan pepohonan yang tertiup angin atau daun yang jatuh dari pohon. Sensor pada kamera yang begitu sensitif sehingga sedikit saja ada benda yang bergerak dan memotong sinar akan mengakibatkan kamera secara otomatis akan memotret. Tabel 1. Jumlah Foto Harimau yang Teramati oleh Kamera Trap NO TANGGAL WAKTU NO KAMERA INDIVIDU 1 10November 2009 12.58 3 A 2 10November 2009 13.11 1 A 3 7 Desember 2009 06.27 2 Tidak diidentifikas 80

4 9 Desember 2009 06.05 1 Tidak diidentifikas 5 8 Januari 2010 07.22 1 Tidak diidentifikasi 6 8 Januari 2010 21.24 3 Tidak diidentifikasi 7 14 Januari 2010 19.06 1 A 8 15 Januari 2010 06.58 3 A 9 18 Januari 2010 09.26 3 Tidak diidentifikasi 10 20 Januari 2010 10.45 3 A 11 20 Januari 2010 12.09 1 A 12 23 Januari 2010 07.38 1 Tidak diidentifikas 13 23 Januari 2010 20.43 3 Tidak diidentifikasi 14 25 Januari 2010 08.35 1 A 15 25 Januari 2010 20.29 3 A 16 31 Januari 2010 22.52 1 B 17 1 Februari 2010 09.53 3 B Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada tiap bulan pengamatan (November-Februari) selalu ditemukan foto harimau pada kamera trap. Intensitas perjumpaan dengan harimau yang paling tinggi terjadi pada bulan Januari, yaitu sebanyak 12 kali perjumpaan dan pada bulan lain pengamatan hanya ditemukan rata-rata dua kali perjumpaan. Dari 17 foto harimau yang didapatkan, foto yang menampakan bagian kanan dari tubuh harimau berjumlah sembilan foto dan yang menampakan bagian kiri dari tubuh harimau adalah delapan foto. Sehingga identifikasi hanya dilakukan pada foto yang menampakan bagian kanan dari tubuh harimau. Hal ini dilakukan karena foto pada sisi bagian kanan lebih banyak dan jelas sehingga bisa diidentifikasi. sedangkan yang menampakan bagian kiri dari tubuh harimau relatif tidak bagus dan menampakan bagian tubuh yang sulit untuk diidentifikasi. Karakter pembeda yang bisa digunakan untuk membedakan individu harimau ini adalah dengan melihat pola loreng yang terdapat di sepanjang tubuh harimau. pola loreng yang bisa dibedakan adalah pada bagian abdomen (A1 dan B1) dan Femur kanan (A2 dan B2). Karakter lain yang digunakan adalah morfologi jenis kelamin (A3 dan B3). Perbedaan dari kedua individu ini dapat dilihat pada Gambar 2. A3 A1 A3 B1 A2 Individu A B2 Individu B 81

A1 B1 A2 B2 A3 B3 Gambar 2. Perbandingan Individu yang Berbeda Secara Morfologi dari Hasil Foto Kamera Trap Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa perbedaan pola loreng pada bagian abdomen, dimana individu A memiliki pola loreng dengan garis lorengnya yang terputus (A1), namun individu B memiliki pola loreng dengan garis yang tersambung (B1). Pada bagian femur juga dapat dilihat perbedaan loreng dimana individu A memiliki pola loreng yang putus- putus (A2), sedangkan pada individu (B2) memiliki pola loreng yang tersambung. Perbedaan lain pada individu ini juga dapat dilihat dari morfologi jenis kelamin kedua individu, dimana bagian genital individu A tidak ditemukan tonjolan seperti testis sedangkan pada bagian genital individu B terdapat tonjolan kelamin (testis). Berdasarkan analisa dari beberapa karakter, dapat diketahui bahwa harimau yang tertangkap kamera trap berasal dari dua individu yang berbeda (A dan B). Kedua individu ini memiliki jenis kelamin yang berbeda, individu A diketahui berjenis kelamin betina dan individu B jantan. Kelimpahan harimau dihitung dengan melakukan pendekatan banyaknya jumlah foto yang didapatkan per total lamanya pengamatan. Jumlah foto yang didapatkan pada penelitian ini adalah sebanyak 17 foto dengan lama waktu efektif pengamatan 10693,533 jam. Maka didapatkanlah kelimpahan harimau di Suaka Alam Malampah sebanyak 0,0016 individu/jam. Individu A sangat sering dijumpai di lokasi penelitian, individu ini diambil gambarnya sebanyak 8 (delapan) kali, dibandingkan individu B yang hanya terfoto sebanyak 2 (dua) kali. Dengan ini dapat diasumsikan bahwa individu A adalah harimau setempat yang wilayah hidupnya (home range) sebagian besar terletak pada lokasi penelitian dan individu B adalah harimau pendatang yang kemungkinan homerangenya berdekatan dengan individu B. Kemungkinan individu yang overlap antara jantan dan betina adalah berpasangan. Whitten (1992) mengemukakan bahwa harimau jantan juga seringkali overlap dengan harimau betina sebagai pasangan (saat musim kawin). Sebanyak 17 foto harimau yang diperoleh selama penelitian ini didapatkan dari 3 (tiga) buah kamera yang terpasang secara purpossive pada jalur/trek yang dilewati oleh harimau. Pada kamera 1 (satu) dan 3 (tiga) didapatkan sebanyak 16 foto harimau, sedangkan pada kamera 2 hanya 1 (satu) foto. Banyaknya foto harimau yang tertangkap oleh kamera 1 (satu) dan 3 (tiga) disebabkan oleh lokasi pemasangan dari kedua kamera ini yang berada pada tipe hutan dataran rendah dan perbukitan. Dimana pada hutan tipe ini satwa mangsa dari harimau juga akan melimpah. Harimau sumatera di TNKS biasanya lebih suka mengkonsumsi babi hutan, rusa, kijang, kancil, napu, kambing hutan dan landak 82

sebagai satwa mangsa utama, sedangkan beruk dan tapir sebagai satwa mangsa pendukung (Dinata, 2002). Namun pada kamera 2 (dua) posisi pemasangannya yang sudah berada pada daerah dataran tinggi, pada ketinggian ini satwa mangsa sudah sangat jarang ditemukan. Pada kamera 4 (empat) dan 5 (lima) tidak didapatkan foto harimau, hal ini disebabkan karena lokasi pemasangan kamera yang berbukit dengan kemiringan 30-40 o, dan lokasi ini juga dekat dengan aktifitas manusia. Kawasan hutan yang dekat dengan aktivitas manusia mempunyai tekanan yang lebih besar, karena intensitas aktivitas manusia yang lebih tinggi (efek tepi) seperti penebangan pohon dan perburuan liar (Woodroffe dan Ginsberg, 1998). KESIMPULAN Terdapat dua individu harimau di Suaka Alam Malampah dengan jenis kelamin jantan dan betina. Kelimpahan harimau sumatera Panthera tigris sumatrae di Suaka Alam Malampah adalah 0,0016 foto/jam. DAFTAR PUSTAKA Alikodra, H. S. 2002. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid 1. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Bogor BKSDA, 2007. Informasi Kawasan Konservasi Sumatera Barat. BKSDA Sumbar Dinata, Y. 2002. Preferensi Habitat Pada Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan Hewan Mangsa di Taman Nasional Kerinci Seblat, Sumatera. Skripsi Sarjana Sains. Fakultas Biologi Universitas Nasional. Jakarta. Endri, N. 2006. Kelimpahan dan distribusi harimau Sumatra (P.t. sumatrae Pocock 1929) Dan satwa Mangsa di Blok Hutan Sipurak Taman Nasionasl Kerinci Seblat (Skripsi). Jurusan konservasi sumber daya hutan dan ekowisata fakultas kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor Grzimek, B. 1975. Grzimeks Animal Life Encyclopedia. Volume 12. Van Nostrand Reinhold Company. New York. Jackson, P. 1990. Endangered Spesies Tigers. Chartwell books, inc. New Jersey. United Kingdom. Kitchener, A. C, 1999. Masalah penyebaran, Variasi Phenotypic dan Usaha Konservasi Harimau dalam Menunggang Harimau: Pelestarian Harimau di Lingkungan yang Didominasi Manusia (eds): J.Seidensticker, S. Christie and P. Jackson. Cambridge University press. London. Laidlaw, R. K.dan W. S. W. Noordin, 1999. Activities Patterns Of Indochinese Tiger (Panthera tigris corbetti) and prey Species in peninsular Malaysia. Santiapillai, C. dan W.S. Ramono. 1987. Tiger Numbers and Habitat Evaluation in Indonesia. dalam Tiger of World : the Biology, Biopolitics, Management, and Conservation of an Endangered Spesies. Tilson, R. dan Seal, U. (eds). Noyes Publication. Park Ridge, New York : Pp. 85-91 Santiapillai, C. dan W.S. Ramono. 1993. Conservation of Sumatran Tiger (Panthera tigris sumatrae) in Indonesia. Tiger piper Seidensticker, J. S. Christy. dan P. Jackson 1999. Memperkenalkan Harimau dalam Menunggang Harimau: Pelestarian Harimau di Lingkungan yang Didominasi oleh Manusia. Cambridge University Press, Cambridge, UK. 83

Siswomartono, D, Samedi, N, Andalusi, F. I. Hardjanti. 1994. Strategi Konservasi Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae). Direktorat Jenderal Perlindungan dan Pelestarian Alam Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta Slater, P. dan R. M. Alexander, 1986. The Encyclopedia of Animal Behavior and Biology. Volume VIII. Equinox (Oxford) Ltd. London Sriyanto, 2003. Kajian Mangsa harimau sumatera (P.t. sumatrae Pocock, 1929) di Taman Nasional Way Kambas. (Tesis). Program Pascasarjana. Institute Pertanian Bogor. Bogor Sunquist M, K. U. Karanth dan F. Sunquis.1999. Ekologi, Perilaku dan Keuletan Harimau Serta Perlunya Usaha Konservasi Harimau dalam Menunggang Harimau: Pelestarian Harimau di Lingkungan yang Didominasi oleh Manusia. Cambridge University Press, Cambridge, UK. Wilson, D.E., F. R. Cole, J. D. Nichols, Rasanayagam and Marcedes S. Foster. 1996. Measuringand Monitoring Biological Diversity Standart Methods for Mammals. Smithsonian Instution Press. Washington and London Woodroffe, R. and J.R. Ginsberg. 1998. Edge effect and the extinction of population inside protected areas. Science 280: 2126-2128. WWF, 2008. Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae). WWF Indonesia program. Jakarta 84