BAB I PENDAHULUAN. akan lebih sulit memulai tidur, sering terbangun saat tidur hingga terbangun lebih

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. lansia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Jumlah penduduk pada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reni Ratna Nurul Fauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, menyebabkan jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat. dan cenderung bertambah lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB 1 PENDAHULUAN. 11% dari seluruh jumlah penduduk dunia (± 605 juta) (World Health. meningkat menjadi 11.4% dibandingkan tahun 2000 sebesar 7.4%.

Istirahat adalah suatu keadaan tenang, relaks, tanpa tekanan emosional,dan bebas dari perasaan

BAB 1 PENDAHULUAN. berjalan secara terus menerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi lansia adalah tingkatkan kesehatan. Salah satu aspek utama dari peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit.

KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR. NIKEN ANDALASARI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia (lansia)

KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR. Niken Andalasari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya (Potter & Perry,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kesehatan di rumah sakit sangat bervariasi baik dari segi jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. istirahat bagi tubuh dan jiwa, atas kemauan dan kesadaran secara utuh atau

Tidur dan Ritme Sirkadian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa jumlah. jiwa dengan usia rata-rata 60 tahun (Bandiyah, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang memiliki umur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (2011), pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem pelayanan kesehatan merupakan salah satu struktur

BAB 1 : PENDAHULUAN. berjumlah 142 juta orang dan diperkirakan akan terus meningkat hingga tiga kali

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun

BAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari

I. PENDAHULUAN. hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. Indonesia menurut survey Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan disegala bidang selama ini sudah dilaksanakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang isi dari pendahuluan diantaranya adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. makanan, tempat tinggal, eliminasi, seks, istirahat dan tidur. (Perry, 2006 : 613)

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik

BAB 1 PENDAHULUAN. 62 tahun pada negara berkembang dan 79 tahun pada negara maju (WHO, 2015).

BAB 1 PENDAHULUAN. orang didunia adalah 66 tahun, pada tahun 2012 naik menjadi 70 tahun dan pada

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

Tidur = keadaan bawah sadar dimana orang tsb dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang termasuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis maupun psikologis. Segala yang dibutuhkan manusia untuk

HUBUNGAN KEBIASAAN MANDI AIR HANGAT DENGAN GANGGUAN POLA TIDUR PADA USIA LANJUT DI DESA CANDEN KRAJAN KALIKOTES KLATEN

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan bangsa, sesuai Undang Undang Nomor 13 tahun 1998 Bab I pasal 11 ayat 11

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang di sebut dengan proses menua (Hurlock, 1999 dalam Kurniawan,

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI

BAB I PENDAHULUAN. orang permasalahan sulit tidur (insomnia) sering terjadi bersamaan dengan terjaga

HUBUNGAN TERAPI MANDI AIR HANGAT SEBELUM TIDUR DENGAN PENURUNAN KEJADIAN INSOMNIA PADA USIA LANJUT DI DESA TANJUNGAN WEDI KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lanjut usia merupakan suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. cenderung lebih cepat. Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa seringkali dinilai dari umur harapan hidup penduduknya

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Lanjut usia biasanya mengalami perubahan-perubahan fisik yang wajar,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tidur merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Lima, Fransisco &

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran. Meningkatnya proporsi penduduk lanjut usia (lansia) ini, berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Tidur adalah bagian dari ritme biologis tubuh untuk mengembalikan stamina.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nyeri kepala merupakan masalah yang sering terjadi pada anak-anak dan

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. tahun Data WHO juga memperkirakan 75% populasi lansia di dunia pada. tahun 2025 berada di negara berkembang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dibangunkan dengan rangsang sensorik atau dengan rangsang

Insomnia merupakan gangguan tidur yang memiliki berbagai penyebab. Menurut Kaplan dan Sadock (1997), insomnia adalah kesukaran dalam memulai atau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini melibatkan 70 orang responden yang merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia, sama seperti halnya dengan semua binatang

GAMBARAN KUALITAS TIDUR DAN GANGGUAN TIDUR PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI

memberikan gejala yang berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke, Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lanjut usia atau lansia

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KECENDERUNGAN INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BAKTI SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. ke-4 di dunia dengan tingkat produksi sebesar ton dengan nilai USD 367 juta

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dapat dikatakan stres ketika seseorang tersebut mengalami suatu

Gangguan tidur LAMIA ADILIA DITA MINTARDI FEBRYN PRISILIA PALIYAMA DR. SUZY YUSNA D, SPKJ

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan bahwa jumlah penduduk lanjut usia (lansia) dari tahun ke. baik dari segi kualitas maupun kuantitas (Stanley, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. hingga berada dalam kondisi yang optimal (Guyton & Hall, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. Koroner dan penyakit Valvular ( Smeltzer, et., al. 2010). Gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tidur didefenisikan sebagai perubahan status kesadaran dimana persepsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di seluruh dunia saat ini terjadi transisi demografi dimana proporsi

BAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia

BAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi masyarakat di negara maju maupun negara berkembang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi jaringan tubuh. Salah satu teori penuaan menyebutkan bahwa sel sel

BAB I PENDAHULUAN. adalah hipertensi. Dampak ini juga diperjelas oleh pernyataan World Health

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN INSOMNIA PADA LANSIA DI DESA TAMBAK MERANG GIRIMARTO WONOGIRI

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. seperti sekarang ini, kualitas tidur yang baik jarang dimiliki oleh banyak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi merasa badan tidak segar meskipun sudah tidur (Puspitosari, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan proses fertilisasi atau penyatuan spermatozoa dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO), ada sebanyak 234,2 juta

BAB I PENDAHULUAN. dibuahi dan pembuahan ovum akhirnya berkembang sampai menjadi fetus

BAB I PENDAHULUAN. abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan dapat menyebabkan sulit tidur (Potter dan Perry, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA LANJUT USIA TENTANG DIET HIPERTENSI DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG.

BAB 1 PENDAHULUAN. organ tubuh. Hal ini juga diikuti dengan perubahan emosi secara

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Gangguan tidur yang paling sering dijumpai saat ini yaitu Insomnia. Insomnia merupakan kesukaran dalam memulai dan mempertahankan tidur sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan tidur yang adekuat, baik kualitas maupun kuantitas (Saputra, 2013). Biasanya seseorang yang mengalami insomnia akan lebih sulit memulai tidur, sering terbangun saat tidur hingga terbangun lebih dini dan sulit untuk tidur kembali (Atoilah & Kusnadi, 2013). Penyebabnya dikarenakan gangguan fisik maupun karena faktor mental seperti perasaan gundah maupun gelisah (Ambarwati, 2014). Pada kelompok lansia kejadian insomnia tujuh kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok 20 tahun (Vaughans, 2013). Banyak Lansia yang mengeluh mengenai masalah tidur (hanya dapat tidur tidak lebih dari lima jam sehari) dengan terbangun lebih awal dari pukul 05.00 pagi dan sering terbangun di waktu malam hari (Nugroho, 2000). Banyaknya persoalan lanjut usia seiring dengan meningkatnya jumlah lansia di Indonesia mengakibatkan munculnya beberapa fenomena seperti perubahan structural dan fisiologis salah satunya kesulitan untuk tidur atau insomnia (Sitralita, 2010). Di dunia, angka prevalensi insomnia pada lansia diperkirakan sebesar 13-47% dengan proporsi sekitar 50-70% terjadi pada usia diatas 65 tahun. Sebuah penelitian Aging Multicenter melaporkan bahwa sebesar 42% dari 9.000 lansia yang berusia diatas 65 tahun mengalami gejala insomnia (Suasari,et. al. 2014). 1

Penelitian yang dilakukan di Taipei menunjukkan bahwa sebanyak 40 % individu yang berusia diatas 60 tahun mengalami insomnia dimana mereka sering terbangun dan sulit untuk memulai tidur (Tsou, 2013). Di Indonesia, angka prevalensi insomnia pada lansia sekitar 67%. Sedangkan sebanyak 55,8 % lansia mengalami insomnia ringan dan 23,3 % lansia yang mengalami insomnia sedang di Poliklinik Geriatri RSUP Sanglah (Suastari,et. al, 2014). Tidur merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh manusia. Tidur adalah suatu keadaan tidak sadarkan diri dimana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang dan dapat di bangunkan kembali dengan indra atau ransangan yang cukup (Atoilah & Kusnadi, 2013 dikutip dalam Guyton, 1981). Sedangkan menurut Vaughans (2013) tidur yaitu keadaan gangguan kesadaran yang dapat bangun yang dikarakterisasikan dengan minimnya aktivitas. Tidur dapat dikatakan sebagai kondisi ketika seseorang tidak sadar, tetapi dapat dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang sesuai yang ditandai dengan aktivitas fisik yang minim, tingkat kesadaran bervariasi, terjadi perubahan proses fisiologis dan terjadi penurunan respons terhadap stimulus eksternal (Saputra, 2013). Aktivitas tidur terjadi secara alami dan dikontrol oleh pusat tidur yaitu medulla spinalis (Batang Otak) tepatnya di RAS (Retikular activating system) dan BSR (Bulbar Synchronizing Region) yang terlibat dalam mempertahankan status bangun dan mempermudah beberapa tahap untuk tidur (Atoilah & Kusnadi, 2013). Terjadinya Bangun dan tidur merupakan peran dari RAS dan BSR, dimana RAS akan melepaskan katekolamin untuk mempertahakan kewaspadaan dan agar tetap terjaga. Namun ketika RAS di otak mengalami kelelahan sehingga 2

mengaktifkan BSR untuk merangsang pengeluaran serotonin yang menimbulkan rasa kantuk dan tidur (Saputra, 2013). Proses tidur terbagi menjadi dua fase REM (Rapid Eyes Movement/ Gerakan Mata Cepat) Dan NREM (Non Rapid Eyes Movement/gerakan mata tidak cepat). Tidur NREM dikatakan tidur Gelombang lambat (Slow Wave Sleep), terjadi karena aktivtas gelombang otak bergerak sangat lambat yang ditandai dengan penurunan sejumlah fungsi fisiologi maupun metabolisme. kerja otot. dan tanda-tanda vital seperti tekanan darah dan frekuensi nafas (Saputra, 2013). Tidur NREM terjadi sekitar 75% sampai 80% dari waktu tidur, sisanya sekitar 20% sampai 25 % dari tidur adalah fase tidur REM (Syara, 2015 dikutip dalam Meiner, 2011). Tidur REM tidak senyenyak tidur NREM yang biasanya berlangsung ratarata setiap 90 menit (5-20 menit) disertai dengan mimpi (Saputra, 2013). Tidur malam di mulai dengan empat tahap tidur NREM, berlanjut dengan fase tidur REM, kemudian dilanjutkan dengan pergantian siklus antara NREM dan REM selama sisa tidur hingga pagi sekitar 4-6 siklus (Syara, 2015 dikutip dalam Meiner, 2011). Lamanya tidur pada fase 3-4 berkontribusi dalam menentukan istirahat dan kesegaran individu pada esoknya (Touhy, 2010). Dari Tahap 1 sampai 4 kualitas tidur akan bertambah dalam sehingga pada tahap 3 dan tahap 4 seseorang akan sulit terbangun (Potter & Perry, 2006). Kebutuhan tidur dan pola tidur pada manusia berubah bersama bertambahnya usia (Smelzer & Bare, 2001). Pada Lansia kebutuhan tidur normal pada usia diatas 60 tahun keatas yaitu selama 6 jam, dimana sebanyak 20-25% 3

dari siklus tidur REM dan tahap IV NREM menurun, sehingga individu dapat mengalami insomnia yaitu sering terjaga sewaktu tidur (Saputra, 2013). Proses penuaan mengakibatkan lansia mengalami perubahan-perubahan pada pola tidur dan istirahat serta mengakibatkan lebih mudah mengalami gangguan tidur (Maas, et. al. 2011). Perubahan-perubahan yang dialami lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti penyakit, gangguan pada endokrin, obat-obatan, lingkungan, gaya hidup/kebiasaan, stress psikologi, diet dan nutrisi (Atoilah & Kusnadi, 2013). Sedangkan menurut Saputra (2013) yang mempengaruhi kebutuhan tidur yaitu Penyakit, Kelelahan, Lingkungan, Stres Psikologis, Gaya Hidup, Motivasi, Stimulan, Alkohol, obat-obatan, diet dan nutrisi. Pada lansia faktor-faktor tersebut terbagi menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal, faktor internal meliputi fisiologis dan psikologi terdiri dari penyakit, nyeri, gangguan suhu tubuh, gangguan pernafasan saat tidur, pergerakan kaki secara teratur saat tidur, gejala monopouse, demensia, depresi, Parkinson, stress, dan kecemasan (Maas,et. al. 2011). Sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan yang asing, peningkatan stimulus sensori, disorientasi waktu, perubahan kebiasaan, tidur siang yang berlebihan, merokok, penyalahgunaan alkohol, olah raga yang kurang, konsumsi hipnotik dan sedatif (Maas,et.al 2013). Masalah yang muncul pada lansia yang mengalami insomnia yaitu kesulitaan untuk tidur, sering terbangun lebih awal, sakit kepala di siang hari, kesulitan berkonsentrasi, dan mudah marah. Dampak yang lebih luas akan terlihat depresi, insomnia juga berkontribusi pada saat mengerjakan pekerjaan rumah maupun berkendara, serta aktivitas sehari-hari dapat terganggu (Nurhidiyati, 2016 4

dikutip dalam Rafiudin, 2004). Jika lansia kurang tidur yaitu perasaan bingung, curiga, hilangnya produktivitas kerja, serta menurunya imunitas. Kurang tidur menyebabkan masalah pada kualitas hidup lansia, memperburuk penyakit yang mendasarinya, mengubah perilaku, suasana hati menjadi negatif, mengakibatkan kecelakaan, seperti terjatuh, serta kecelakaan dalam rumah tangga. Insomnia juga dapat meyebabkan kematian pada lansia (Fitriani,2014). Marcel et al (2009) menyatakan bahwa lansia dengan penyakit yang mendasari, seperti depresi, hipertensi, penyakit jantung atau paru, stroke, diabetes mellitus, atau arthritis memiliki kualitas tidur yang lebih buruk dan durasi tidur yang kurang dibandingkan dengan lansia yang sehat (Suastari, et.al. 2014). Penelitian Tsou (2013) mendapatkan bahwa lansia dengan insomnia mengeluh rasa kantuk yang berlebihan di siang hari sehingga tubuh terasa lemah terutama pada ekstremitas, kelelahan, rasa tidak nyaman, kehilangan nafsu makan, sakit kepala, dan gangguan aktivitas. Di Amerika Serikat, insomnia mengakibatkan sekitar 80 juta lansia sering mengalami jatuh atau kecelakaan yang berhubungan pula dengan peningkatan biaya pengobatan dan perawatan, yaitu sebesar 100 juta dolar per tahun (Suastari, 2014 dikutip dalam kurniawan, 2012) Perawatan lansia (Gerontic Nursing) merupakan bidang keperawatan spesifik yang memfokuskan perhatian terhadap pengkajian kesehatan dan status fungsional usia lanjut (Sunaryo, 2016 dikutip dalam Lueckenotte,2000). Menurut Sunaryo, dkk (2016) bahwa keperawatan gerontik adalah suatu bentuk pelayanan professional yang didasarkan ilmu dan kiat/teknik keperawatn gerontik yang berbentuk bio-psiko-sosio-kultural dn spiritual yang komprehensif, ditujukan pada lanjut usia baik sehat maupun sakit pada tingkat individu, keluarga, dan 5

komunitas maupun masyarakat. Peran perawat sangat penting dalam meningkatkan tidur yang optimal pada lansia yang tidak memiliki masalah tidur sebelumnya, ataupun pada lansia yang beresiko atau sedang mengalami gangguan pola tidur (Maas, 2011). Terapi yang diberikan untuk mengatasi insomnia terdiri dari terapi farmakologi dan nonfarmakologi (Touhy, 2010). Terapi farmakologis yang diberikan kepada lansia yang mengalami insomnia memberikan efek samping pada lansia seperti obat-obatan jenis antidepresan, antihipertensi, antineoplastic, antikoligernik, hormon, simpatometik amines, agen neurologi, dll (Touhy, 2010). Sedangkan terapi nonfarmakologi untuk mengatasi insomnia terdiri dari Stimulus control, sleep restriction, cognitive behavioral therapy, terapi relakasi, dan sleep hygiene (Endeshaw, 2006). Namun dari sekian terapi nonfarmakologis, sleep hygiene mrupakan terapi yang efektif untuk mengatasi gangguan tidur dibandingkan terapi lainnya yang hanya mengedapankan persepsi dalam penggunaan tempat tidur dan teknik nafas dalam (Touhy,2010). Sleep Hygiene merupakan untuk mengatasi insomnia dimana terapi yang mengidentifikasi dan memodifikasi perilaku dan lingkungan yang mempengaruhi tidur (Suastari,et.al. 2014). Dasar Sleep Hygiene meliputi kegiatan-kegiatan yang mendorong tidur normal yang dapat dipraktekkan oleh individu secara rutin untuk mencapai tidur normal (Meiner, 2011). Sleep Hygiene menekankan jadwal dan rutinitas tidur yang stabil, lingkungan yang ramah untuk tidur, menghindari zatzat yang akan mengganggu tidur, olahraga teratur (tapi tidak segera sebelum mencoba untuk tidur), menghindari minuman berkafein, pil tidur, alkohol dan pengurangan stress (Meiner, 2011). 6

Beberapa penelitian yang dilakukan terkait Sleep Hygiene terhadap insomnia, seperti penelitian yang dilakukan oleh Suastari (2014) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sleep hygiene dengan derajat insomnia pada lansia, pada dua komponen yaitu faktor diet dan olahraga. Sejalan dengan itu, adanya hubungan antara sleep hygiene dengan kualitas tidur lansia, dimana semakin rendah prilaku sleep hygiene maka akan semakin memburuk kualitas tidur lansia (Rahmah, 2014). Penelitian Ahsan (2015) menunjukkan adanya pengaruh sleep hygiene untuk mengatasi masalah gangguan tidur PSTW Sicincin merupakan UPTD Dinas Sosial Provinsi Sumatera Barat yang mempunyai tugas pokok memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada lanjut usia terlantar didalam panti berupa pelayanan dan perawatan, baik jasmani maupun rohani agar para lanjut usia dapat hidup secara wajar. Selain itu PSTW Sicincin mengedepankan upaya pengobatan secara nonfarmakogi dibandingkan pengobatan farmakologis. Salah satu tujuan pelayanan dari PSTW Sicincin yaitu memenuhi kebutuhan dasar lansia, peneliti ingin melakukan survey kepada lansia diwilayah kerja Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang- Pariaman. Hal ini menimbang bahwa PSTW Sicincin memiliki jumlah hunian 14 wisma dan menampung sekitar 110 lansia (PSTW Sicincin, 2015) Berdasarkan Studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 13 Maret 2015 didapatkan bahwa 8 dari 10 lansia mengalami insomnia. 5 lansia diantaranya memiliki skor 20-27 (insomnia ringan), 2 lansia memiliki skor 28-36 (insomnia sedang), dan 1 lansia memiliki skor 37-44 (insomnia berat). Hasil wawancara peneliti dengan lansia yang mengalami insomnia menyatakan bahwa didapatkan gejalanya seperti kesulitan untuk memulai tidur, terbangun pada malam hari, 7

susah untuk memulai tidur kembali dan sering mengantuk pada siang hari. Upaya satu orang lansia untuk mengatasi insomnia yaitu dengan tidak tidur siang hal itu dianggap pada malam harinya lansia tersebut akan mengantuk dan mudah untuk tidur. Sedangkan lansia lainnya tidak menggunakan terapi apapun untuk mengatasi insomnia yang dialami. Berdasarkan fenomena di atas, peneliti tertarik mengambil judul Pengaruh Sleep Hygiene Terhadap Penurunan Derajat Insomnia pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut, Apakah Ada Pengaruh Sleep Hygiene Terhadap Derajat Insomnia pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui Pengaruh Sleep Hygiene Terhadap Derajat Insomnia pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui rata-rata derajat insomnia pada lansia sebelum dilakukan intervensi sleep hygiene 8

b. Untuk mengetahui rata-rata derajat insomnia sesudah dilakukan intervensi sleep hygiene c. Untuk mengetahui pengaruh sleep hygiene terhadap insomnia pada lansia D. Manfaat Penelitian. 1. Bagi Bidang Keperawatan Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang Pengaruh Sleep Hygiene terhadap penurunan skala insomnia pada lansia. Selain itu, diharapkan juga dapat membantu perkembangan lmu keperawatan gerontik serta sebagai referensi dimasa yang akan datang. Peran perawat gerontik dalam hal memonitor kualitas lansia dapat lebih optimal dengan mengetahui bagaimana sleep hygiene dan pengaruhnya terhadap derajat insomnia 2. Bagi PSTW Sicincin Padang Pariaman Sebagai bahan masukan untuk melakukan intervensi dalam merawat lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman terutama yang mengalami insomnia. 9