BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk meningkatkan mutu sumberdaya yang sehat, cerdas dan produktif. Salah satu prioritas pembangunan kesehatan ditunjukkan pada upaya penurunan angka kematian bayi dan balita. 1 Tingginya angka kematian bayi dan balita merupakan ciri yang umum dijumpai di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. 2 Salah satu penyebab yang menonjol diantaranya karena keadaan gizi yang kurang baik, yang merupakan akibat dari berbagai faktor yang saling berkaitan terutama faktor ekonomi, sosial, budaya dan politik. 2 Setiap tahun lebih dari sepertiga kematian anak di dunia berkaitan dengan masalah kurang gizi. Berdasarkan data dari WHO tahun 2012, sebanyak 6,6 juta kematian karena berkaitan dengan masalah gizi yang dapat melemahkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Apabila seorang anak mengalami kekurangan gizi pada usia 2 tahun pertama, pertumbuhan serta perkembangan fisik dan mentalnya akan terganggu. 3 Status gizi yang buruk pada bayi dan anak dapat menghambat pertumbuhan fisik, mental, maupun kemampuan berpikir yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja di masa yang akan datang. Keadaan ini memberikan petunjuk bahwa pada hakikatnya gizi yang buruk 1
2 atau kurang akan berdampak pada penurunan kualitas sumber daya manusia. 2 Enam bulan pertama merupakan masa sangat kritis dalam kehidupan balita. Bukan hanya pertumbuhan fisik yang berlangsung dengan cepat, tetapi juga pembentukan psikomotor dan akulturasi terjadi dengan cepat. Maka dari itu, perlu mengetahui tahapan-tahapan pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak terutama kaitanya kebutuhan pangan atau zat gizi. 2 Pada umur 6-12 bulan ASI hanya dapat memenuhi 50% dari kebutuhan. Sehingga dibutuhkan makanan atau minuman yang mengandung zat gizi yang dibutuhkan pada anak di atas umur 6 bulan sebagai makanan pelengkap ASI. Pemberian MP ASI diperlukan karena semakin bertambah umur kebutuhan akan zat gizi anak akan meningkat untuk proses tumbuh kembang. Salah satu permasalahan dalam pemberian makanan pada bayi adalah terhentinya pemberian ASI sebelum waktunya dan pemberian MP ASI yang tidak cukup baik jumlah maupun mutu. 2 Menurut Riskesdas, pada tahun 2013 terdapat 19,6% balita kekurangan gizi yang terdiri 5,7% balita dengan gizi buruk, dan 13,9% berstatus gizi kurang. Sebesar 4,5% dengan gizi lebih. Jika dibandingkan dengan prevalensi nasional tahun 2007 (18,4%) dan tahun 2010 (17,9%), prevalensi kekurangan gizi pada balita tahun 2013 terlihat meningkat. Balita kekurangan gizi pada tahun 2010 terdiri dari 13,0% balita berstatus gizi kurang dan 4,9% berstatus gizi buruk. Perubahan terutama pada
3 prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% pada tahun 2007, 4,9% pada tahun 2010, dan 5,7% tahun 2013. Untuk mencapai sasaran MDG s tahun 2015 yaitu 15,5% maka prevalensi gizi buruk dan kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 4,1% dalam periode 2013 sampai 2015. Diantara 33 provinsi di Indonesia, 19 provinsi memiliki prevalensi balita kekurangan gizi di atas angka prevalensi nasional yaitu berkisar antara 19,7% sampai dengan 33,1%. Terdapat tiga provinsi yang sudah dapat mencapai target MDG s tahun 2015 diantaranya adalah Bali (13,2%), DKI Jakarta (14,0%), kepulauan Bangka Belitung (15,1%). 4 Masalah kesehatan masyarakat dianggap serius bila prevalensi kekurangan gizi pada balita berkisar antara 20,0%-29,0% dan dianggap prevalensi sangat tinggi bila >30 %, dan di Indonesia sendiri masalah kekurangan gizi mendekati prevalensi tinggi. Di antara 33 provinsi terdapat prevalensi paling tinggi di provinsi Papua barat dan Nusa Tenggara Timur. Untuk Daerah Istimewa Yogyakarta menduduki peringakat keenam dengan 16,2%. 3 Angka prevalensi di DIY perlu dilakukan penurunan kembali agar dapat mencapai target MDG s 2015 yaitu 15,5%. 4 Meskipun angka gizi kurang di DIY telah mendekati target nasional namun penderita gizi buruk masih juga dijumpai di wilayah DIY. Prevalensi balita gizi buruk di 4 kabupaten sudah sesuai harapan yaitu <1%, sedangkan di Kota Yogyakarta masih 1,35%. Berdasarkan data ditemukanya kasus gizi buruk dan yang mendapatkan perawatan di 4
4 kabupaten dan kota diantaranya adalah Kulon Progo 75 kasus, Bantul 52 kasus, Gunung Kidul 44 kasus, Sleman 42 kasus, Kota Yogyakarta 171 kasus, sehingga walaupun sudah memenuhi target nasional tetapi diharapkan seluruh Kabupaten/Kota di DIY sudah berada di bawah 1%. 3 Berdasarkan data tahun 2013 terdapat 18 puskesamas di Kota Yogyakarta, status gizi buruk yang paling tinggi terjadi di puskesmas Gondokusuman 1 dengan kejadian 28 kasus, pada urutan nomor dua di pukesmas Mantrijeron dengan kejadian 27 kasus, dan pada urutan ketiga terjadi di puskesmas Tegalrejo dengan kejadian 20 kasus gizi buruk pada balita. 6 Namun setelah di lihat kembali pada tahun sebelumnya dan tahun setelahnya yaitu tahun 2012 dan 2014 ketiga puskesmas tersebut tidak menunjukkan peningkatan atau penurunan secara stabil setiap tahunnya, namun dari 18 puskesmas yang terdapat di Kota Yogyakarta salah satu yang mengalami peningkatan kejadian gizi buruk pada tiap tahun terjadi di Puskesmas Jetis Kota Yogyakarta dengan kejadian 1 kasus pada tahun 2012, tahun 2013 4 kasus, dan tahun 2014 5 kasus. 3,7,8 Seperti halnya penelitian Kuriyan dan Kurpad (2012) yang menyatakan bahwa periode lahir sampai umur dua tahun merupakan critical window untuk mempromosikan pertumbuhan, kesehatan, dan perkembangan kognitif yang optimal. Kuantitas dan kualitas makanan pendamping yang tidak mencukupi, praktik pemberian yang kurang akan memperburuk kondisi kesehatan dan pertumbuhan pada tahun yang penting tersebut. Oleh karena itu, pengenalan makanan pendamping yang
5 tepat serta waktu yang tepat selama masa balita sangat dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan nutrisi dan perkembangan. 9 Dampak yang sering terjadi akibat gizi buruk adalah tumbuh kembang anak dan balita akan terganggu, tidak dapat menjalani kehidupan normal, kematian, bahkan dari segi perkembagan negara akan sangat terpengaruh karena SDM yang dibutuhkan akan mengalami masalah besar. 6 Sedangkan berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk penaggulangan masalah gizi buruk menurut Depkes RI (2013) dirumuskan dalam beberapa kegiatan salah satu diantaranya adalah meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ibu dalam memberikan asuhan gizi pada anak (ASI/ MP-ASI). Dari permasalaha yang telah dijelaskan di atas, maka alasan peneliti mengambil judul ini karena berdasarkan studi pendahuluan yang telah peneliti lakukan dengan mengajukan 10 pertanyaan dengan wawancara kepada 10 ibu-ibu di wilayah kerja puskesmas Jetis Kota Yogyakarta, di temukan 7 dari 10 belum mengetahui tentang apa itu sesungguhnya makanan pendamping ASI, cara pemberian, cara penyajian, dan tahaptahapa dalam memberikan makanan pendamping ASI. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh penyuluhan tentang MP ASI terhadap tingkat pengetahuan tentang MP ASI pada ibu-ibu balita usia 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Jetis Kota Yogyakarta?
6 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan tentang MP ASI terhadap tingkat pengetahuan tentang MP ASI pada ibu-ibu balita usia 6-12 di wilayah kerja Puskesmas Jetis Kota Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui tingkat pengetahuan ibu-ibu tentang MP ASI di wilayah kerja Puskesmas Jetis Kota Yogyakarta sebelum diberikan penyuluhan. b. Mengetahui tingkat pengetahuan ibu-ibu tentang MP ASI di wilayah kerja Puskesmas Jetis Kota Yogyakarta setelah diberikan penyuluhan. c. Menganalisis pengaruh penyuluhan tentang MP ASI terhadap tingkat pengetahuan tentang MP ASI pada ibu-ibu di wilayah kerja Puskesmas Jetis Kota Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapakan menjadi referensi dan memberikan informasi bagi tenaga kesehatan dalam memberikan promosi kesehatan ke masyarakat tentang MP-ASI.
7 2. Manfaat Praktis a. Bagi Institusi DIV Kebidanan UGM Dapat menjadikan penelitian ini sebagai sumber referensi baru dalam pemberian promosi kesehatan tentang MP-ASI sehingga dapat membantu meningkatkan kualitas belajar mahasiswa. b. Bagi peneliti Penelitian ini diharapakan dapat dijadikan referensi baru mengenai pengaruh penyuluhan tentang MP ASI terhadap tingkat pengetahuan. c. Bagi Puskesmas Jetis Kota Yogyakarta Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber acuan atau metode untuk promosi kesehatan ke masyarakat tentang MP-ASI. d. Bagi peserta ibu-ibu balita usia 6-12 bulan di wilayah kerja puskesmas Jetis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi tentang MP-ASI yang dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari ketika memberikan MP-ASI ke anaknya untuk menekan masalah gizi kurang, gizi lebih, dan kejadian diare.
8 E. Keaslian Penelitian Penelitian kesehatan serupa yang pernah dilakukan, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Lola Morica (2012), melakukan penelitian dengan judul, Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Ibu dalam Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi Bayi Umur 7-12 Bulan di Kelurahan Tangah Sawah Wilayah Kerja Puskesmas Tengah Sawah Bukit Tinggi. Penelitian ini merupakan penelitian Survey Analitik dengan studi Cross Sectional, dengan tehnik pengambilan sampel menggunakan Accidental Sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI dan sikap ibu mengenai makanan pendamping ASI dengan status gizi bayi. Dan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tindakan ibu tentang makanan pendamping ASI dengan status gizi bayi. Persamaan penelitian Lola morica dengan penelitian peneliti terletak pada variabel bebasnya yaitu tentang makanan pendamping ASI, untuk metode penelitian yang diambil oleh Lola morica tentang survey Analitik dengan studi Cross sectional, sedangkan penelitian yang di lakukan peneliti menggunakan metode Pre eksperiment design dengan rancanga one group pre-post test. 10
9 2. Nur Amini (2015), melakukan penelitian dengan judul, Pengaruh Penyuluhan Metode Poster Terhadap Pengetahuan Pola Makan Hipertensi Pada Lansia di Desa Rapyak Wetan Kabupaten Bantul. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan jenis penelitian Quasi eksperimental dengan rancangan one group pretest posttest. Hasil dari penelitian ini penyuluhan dengan media poster tidak dapat meningkatkan pengetahuan tentang pola makan hipertensi pada lansia di desa krapyak wetan, kabupaten bantul secara bermakna. Persamaan penelitian Nur amin dengan penelitian yang dilakukan peneliti terdapat pada rancangan yang digunkan adalah one group pretest-posttest, sedangkan variabel dan metodologinya berbeda dengan yang digunakan oleh peneliti. 11 3. Nydia Rena Benita (2012), melakukan penelitian dengan judul, Pengaruh Penyuluhan Terhadap Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Pada Remaja Siswa SMP Kristen Gergaji. Penelitian merupakan penelitian yang menggunakan Quasi-eksperimental one group pretest-posttest. Hasil dari penelitian ini terdapat perbedaan tingkat pengetahuan yang bermakna setelah dilakukan penyuluhan. Persamaan penelitian Nydia Rena Benita dengan penelitian yang dilakukan peneliti terdapat pada rancangan yang digunkan adalah one group pretest-posttest, sedangkan variabel dan metodologinya berbeda dengan yang digunakan oleh peneliti. 12