BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (World Health Organization) (2007) adalah 12 sampai 24 tahun. Remaja merupakan tahapan seseorang di mana ia berada di antara fase anak dan dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik, perilaku, kognitif, biologis, dan emosi (Efendi & Makhfudli, 2009). Remaja sering mengalami permasalahan karena pribadinya masih labil dan belum terbentuk secara matang. Pada masa transisi ini remaja rentan untuk mengalami masalah serta melakukan perilaku yang menyimpang, dimana salah satunya adalah perilaku merokok (Sarwono, 2012). Penelitian yang dilakukan Nasution (2007) menunjukkan bahwa salah satu bentuk permasalahan remaja sekarang adalah perilaku merokok. Semakin banyaknya remaja yang merokok, salah satu pendorongnya adalah pola asuh orang tua yang kurang baik. Rokok merupakan hasil olahan tembakau dan sintetis yang mengandung nikotin dan tar yang membahayakan kesehatan manusia (Pemerintah Provinsi Bali, 2011). Informasi tentang bahaya rokok terhadap kesehatan sudah banyak, namun pada kenyataannya jutaan remaja setiap tahun mulai merokok dan sekitar 85% remaja yang merokok akan tetap menjadi perokok pada usia dewasa. Diskusi mengenai bahaya rokok di kelurga perlu ditingkatkan terkait dengan pola asuh yang 1
2 diterapkan dan hendaknya orang tua menjadi contoh bagi anak dan remaja sebagai panutan tidak merokok (Djauzi, 2009). WHO melaporkan bahwa jumlah perokok di dunia sebanyak 30% adalah usia remaja (Nasution, 2007). Sebuah survei CDC (Centers for Disease Control and Prevention) yang diterbitkan pada tahun 2013 menunjukkan bahwa penggunaan e- rokok di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dua kali lipat antara tahun 2011 dan 2012, dengan 10% dari siswa SMA dan 3% dari anak-anak SMP. Di antara siswa SMA, 80% merokok rokok biasa dan digunakan e-rokok pada saat yang sama (American Cancer Society, 2014). Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2013), proporsi perokok rata-rata pada tahun 2013 di Indonesia adalah 29,3%. Perilaku merokok penduduk 15 tahun keatas masih belum terjadi penurunan dari 2007 ke 2013, bahkan cenderung meningkat dari 34,2% tahun 2007 menjadi 36,3% tahun 2013. Dijumpai 64,9% laki-laki dan 2,1% perempuan masih menghisap rokok pada tahun 2013. Rerata jumlah batang rokok yang dihisap adalah sekitar 12,3 batang, bervariasi dari yang terendah 10 batang di DI Yogyakarta dan tertinggi di Bangka Belitung (18,3 batang). Proporsi perokok di Bali pada tahun 2013 menunjukkan hasil dengan perokok setiap hari 18,0% dan kadang-kadang merokok 4,4%. Proporsi penduduk 10 tahun menurut karakteristik menunjukkan pada umur 15-19 tahun dengan perokok aktif setiap hari sebesar 11,2% dan perokok kadang-kadang 7,1%. Sedangkan proporsi perokok setiap hari pada laki-laki lebih banyak dibandingkan
3 perempuan (47,5% banding 1,1%). Jumlah rerata batang rokok yang dihisap di Bali (12 batang) (Riskesdas, 2013). Hasil survey Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana tahun 2012 mencatat 34,5% remaja (usia 13-22 tahun) merupakan perokok aktif. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Made Kerta Duana pada Mei - September 2011 dan melibatkan 149 responden juga menunjukkan 98,5% perokok merupakan remaja laki-laki. Data yang lebih mengejutkan adalah 60% remaja yang merokok di Denpasar masih berstatus pelajar SMP (Beritabali, 2012). Berdasarkan hasil survey Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Bali (2009) melalui program FCP (Female Cancer Program) mencatat prevalensi faktor risiko kanker di Bali yang disebabkan oleh perilaku merokok sebesar 20,2%; dengan prevalensi tertinggi di kabupaten Jembrana sebesar 24,5%, di kabupaten Tabanan dengan prevalensi sebesar 23,5%, dan di kabupaten Klungkung sebesar 23,1%. Berdasarkan data di atas, peneliti memilih kabupaten Tabanan sebagai tempat penelitian meskipun di kabupaten Tabanan persentase dan angka kejadian perilaku merokok lebih rendah dari dua kabupaten lainnya. Hal ini dikarenakan di kabupaten Tabanan merupakan wilayah kelahiran peneliti, penelitian membutuhkan adaptasi yang lebih bagus, dan akses untuk penelitian lebih memadai. Daerah kabupaten Tabanan mewilayahi sepuluh kecamatan, salah satu kecamatan dengan kasus perilaku mencoba merokok cukup tinggi ditemukan di kecamatan Selemadeg.
4 Berdasarkan data dari program Promosi Kesehatan (Promkes) Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pusat Kesehatan Msyarakat (Puskesmas) Selemadeg (2013) diperoleh data melalui pencapaian kegiatan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) menunjukkan bahwa pada tahun 2011 menunjukkan 80% berperilaku merokok di dalam rumah. Pada tahun 2012 jumlah berperilaku merokok di dalam rumah menetap yaitu sebanyak 80%. Pada tahun 2013 jumlah berperilaku merokok di dalam rumah meningkat yaitu sebanyak 82%. Data yang lebih mengejutkan adalah 62% yang berperilaku merokok di dalam rumah berusia 15-20 tahun yang masih berstatus pelajar. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sanjiwani dan Budisetyani (2014), didapatkan hasil yang menunjukkan pola asuh permisif ibu berhubungan lemah dengan perilaku merokok dengan besar korelasi 0,493 karena pada usia remaja, faktor terbesar yang menentukan perilaku remaja adalah teman sebaya. Menurut Baumrind dalam Judy Et all (2012), pola asuh diklasifikasikan menjadi empat tipe, yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis, pola asuh permisif, dan pola asuh tidak terlibat (laissez faire). Pola asuh orang tua juga sangat berpengaruh pada anak-anak. Orang tua yang otoriter cenderung menghasilkan anak yang suka memberontak. Pola asuh orang tua yang permisif menghasilkan anak-anak yang memiliki standar moral yang lemah; karena semua serba-bisa, sulit menolak desakan naluri alaminya. Sedangkan pola asuh orang tua yang demokratis menghasilkan anak-anak yang tahu menghargai keberbedaan dan bisa toleran menghadapi pendapat yang berbeda (Waruwu, 2010). Pola asuh laissez
5 faire orang tua tidak memiliki konrtol sama sekali. Anak dari kegiatan pola asuh seperti ini cenderung terbatas secara akademis dan sosial (Judy Et all, 2012). Setiap keluarga memiliki kekhasan masing-masing dalam mengembangkan pola hubungan dan komunikasi antar anggota keluarga (Husaini, 2007). Berbahaya sekali membiarkan para remaja tumbuh tanpa kendali. Pada masa remaja banyak aspek berkaitan dengan pengalaman dan penalaran yang membutuhkan bimbingan orang tua, apalagi ketika mereka mengambil keputusan. Pembiaran adalah salah satu metode pola asuh yang mendorong remaja menuju kehancuran (Surbakti, 2009). Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau memproduksikan produk tembakau. Ruang lingkup KTR salah satunya meliputi tempat proses belajar mengajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b meliputi sekolah; perguruan tinggi; balai pendidikan dan pelatihan; balai latihan kerja; bimbingan belajar; dan tempat kursus (Pemerintah Provinsi Bali, 2011). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Daroji, dkk (2011), hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan peran petugas puskesmas dalam upaya promosi kesehatan berhenti merokok pada pasien dan masyarakat, antara lain: 1) sikap tidak setuju petugas terhadap perilaku merokok, 2) pemahaman tentang perlunya promosi berhenti merokok, 3) tanggung jawab promosi berhenti merokok, 4) kompetensi petugas promosi berhenti merokok, 5) harapan masyarakat terhadap
6 peran petugas puskesmas, 6) kendala-kendala dalam pelaksanaan peran petugas, 7) keyakinan akan keberhasilan dalam pelaksanaan promosi berhenti merokok. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di SMA Negeri 1 Selemadeg pada bulan Oktober menurut catatan guru Bimbingan Konseling (BK), pada tahun ajaran 2012/2013 didapatkan siswa yang ketahuan merokok sebanyak 9 orang. Pada tahun ajaran 2013/2014 jumlahnya meningkat yaitu sebanyak 10 orang. Pada tahun ajaran 2014/2015 didapatkan siswa ketahuan merokok sebanyak 14 orang. Kasus lainya yaitu siswa kedapatan membawa rokok di dalam tas pada saat diadakan razia oleh Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Hasil penuturan oleh guru BK SMA Negeri 1 Selemadeg menuturkan bahwa para siswa biasanya merokok di area belakang sekolah, kantin, dan toilet baik saat jam pelajaran atau jam istirahat. Para siswa yang melanggar aturan sekolah akan diberi konseling, mediasi, bimbingan dan dipantau perilakunya oleh guru BK. Apabila pelanggaran yang dilakukan terus menerus akan dilaporkan ke lembaga sekolah dan pemanggilan orang tua siswa serta diberikan sanksi. Para siswa tetap merokok karena selama ini orang tua juga tidak terlalu melarang anaknya untuk kegiatan merokok. Berdasarkan data di atas dan menyadari bahwa pola asuh orang tua sangat berperan dalam membentuk perilaku merokok pada remaja, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai Hubungan Tipe Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku Mencoba Merokok Pada Remaja Putra di SMA N 1 Selemadeg.
7 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu Apakah ada hubungan tipe pola asuh orang tua dengan perilaku mencoba merokok pada remaja putra di SMA Negeri 1 Selemadeg? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dirumuskan menjadi dua bagian yaitu: 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara tipe pola asuh orang tua dengan perilaku mencoba merokok pada remaja putra di SMA Negeri 1 Selemadeg. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik responden di SMA Negeri 1 Selemadeg. b. Mengidentifikasi tipe pola asuh yang diterapkan orang tua pada remaja putra di SMA Negeri 1 Selemadeg. c. Mengidentifikasi perilaku mencoba merokok pada remaja putra di SMA Negeri 1 Selemadeg. d. Menganalisis hubungan antara tipe pola asuh orang tua dengan perilaku mencoba merokok pada remaja putra di SMA Negeri 1 Selemadeg. e. Menganalisis tipe pola asuh orang tua berhubungan paling dominan dengan perilaku mencoba merokok pada remaja putra di SMA Negeri 1 Selemadeg.
8 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ditinjau dari dua segi yaitu: 1.4.1 Manfaat Dari Segi Praktis a. Bagi peserta didik Diharapkan siswa-siswa SMA agar memahami dan mempertimbangkan kembali akan dampak negatif perilaku merokok sehingga bisa untuk hidup sehat dan mengurangi perilaku merokoknya. b. Bagi orang tua Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam mendidik anak dan menentukan tipe pola asuh yang tepat dalam membimbing/mengasuh para remaja khususnya remaja putra dalam mencegah perilaku mencoba merokok. c. Bagi pihak sekolah Diharapkan pihak sekolah untuk memberikan masukan dalam membantu sekolah menghadapi perilaku remaja dalam merokok dengan melibatkan orang tua sehingga pola asuh yang diberikan dapat mengurangi perilaku remaja untuk mencoba merokok. d. Bagi daerah/masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan bagi daerah terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat.
9 1.4.2 Manfaat Dari Segi Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan khususnya pada psikologi remaja untuk mendapatkan pemahaman tentang tipe pola asuh dalam mendidik remaja sehingga remaja tidak terjerumus dalam perilaku negatif yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain. b. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan pada penelitian tipe pola asuh orang tua dengan perilaku mencoba merokok pada remaja khususnya remaja putra.